BRONDONG TAMPAN ( TUMBAL ) ARISAN.
Dengan langkah bergegas, Lilis segera menuju kamar yang ditunjukkan Fitri saat menyerahkan kunci kamar padanya saat namanya keluar sebagai penarik arisan.
Sempat dilihatnya ekspresi kecewa yang diperlihatkan Tina saat ia menerima beberapa gepok uang arisan serta kunci kamar hotel sebagai tempat ia menikmati hadiah hiburannya.
"Waah, selamat menikmati hadiah hiburannya ya Jeng.. nanti kalau sudah, datang ke sini untuk ceritakan pengalamannya. Beneran kita tunggu di sini looh!
Kita gak akan bubar sebelum selesai mendengar cerita panasmu nanti! Setuju gak yang lainnya? Nanti sambil nunggu saya putarkan video yang lain deh. Dijamin hot pokoknya. Semua artis di video itu saya kenal. Jadi kalau ada yang minat pengen senang-senang sama mereka bisa hubungi saya!"
Dan di sinilah ia, berdiri tak sabar sekaligus deg-degan tepat di depan pintu k
SEORANG GADIS YANG MEMBUAT TIGA LELAKI KELABAKAN.Ini adalah malam ke dua Dirga duduk diam dengan perasaan kecewa di salah satu sudut kelab malam HAPPY night POPPY tempat Lintang bekerja.Sama seperti kemarin, ia tidak menemukan Lintang melakukan pekerjaannya seperti biasanya. Dua malam ini panggung diisi penyanyi lain sebagai penggantinya. Suasana kelab tiba-tiba terasa hambar. Dirga yakin bukan cuma ia yang merasa kecewa karena ketidakhadiran Lintang, tapi hampir semua pengunjung yang memadati kelab tiap malam juga tengah menantikan penampilannya.Berkali-kali MC harus naik ke panggung untuk menenangkan pengunjung dan memberi alasan tentang absennya sang bintang. Tak banyak kata, MC hanya menjelaskan kalau saat ini lintang belum dapat tampil karena sedang sakit.Dirga semakin merasa kacau. Ada rasa berdosa terselip di hatinya setelah mengingat apa yang ia lakukan pada Lintang. Tadi sian
PRIA BUCIN YANG KERAS KEPALA Dengan langkah tegas penuh tekad Dirgantara mendekati pintu gerbang besi setinggi hampir dua meter yang terlihat masih terkunci. Suasana tampak sepi. Bahkan dari kisi-kisi pagar ia lihat pintu ruang tamu rumah kost tempat Lintang tinggal juga tertutup rapat. Seolah tak ada penghuni yang tinggal di rumah itu. Beberapa kali Dirgantara memencet tombol bergambar lonceng yang ada di dinding gerbang. Tapi setelah menunggu beberapa saat tak ada respon dari dalam rumah. Keadaan tetap sesepi pemakaman. Dirgantara nyaris menyerah dan hendak berbalik saat sudut matanya menangkap pergerakan di jendela kaca ruang tamu. Seolah ada seseorang yang tengah mengintip dari balik kelambu tebal yang tertutup. Di pinggir jendela kaca, Dirgantara sempat menangkap bayangan separuh wajah seseorang yang tengah mengawasinya diam-diam. Seketika emosinya kembali memuncak. Ia merasa dipermainka
GANTI TAKTIKSetelah memarkirkan mobilnya di tempat yang tak terlalu jauh dari pintu masuk, Gendis melangkahkan kakinya dengan santai memasuki sebuah restoran yang cukup ternama di kota, dan segera memesan meja yang berada di tempat terpisah dan cukup memberinya privasi.Tadi malam ia sengaja menghubungi ibunda Dirgantara dan meminta ijin untuk bertemu. Ia ingin memulai langkahnya dengan cara mendekati wanita itu terlebih dahulu. Seseorang yang memiliki pengaruh yang besar terhadap Dirgantara yang akan membantunya untuk meraih perhatian Dirgantara melalui dukungannya.Ia sadar, untuk mencapai tujuan, kadang kala memang harus ditempuh dengan cara memutar.Beruntung, wanita anggun itu menyanggupi Gendis untuk menemuinya saat makan siang esok harinya.Akhirnya, di sinilah ia. Mengenakan gaun terusan sepanjang lutut dengan warna lembut tanpa lengan dan dilengkapi jas pendek dengan warn
DIA ATAU AKU YANG BERHATI BATU? Dirgantara berjalan terhuyung mendekati gang samping ruko yang merupakan pintu karyawan kelab malam HAPPY night POPPY. Tujuannya adalah mencegat Lintang. Tapi sayang gerakannya kalah cepat, saat mendekati gang ia melihat mobil Jeep Wrangler warna hitam yang biasa mengantar jemput Lintang sudah melaju meninggalkan area parkir. Dirgantara berdiri gontai memandang bagian belakang Jeep yang membawa Lintang dengan pandangan nanar. Ia menyesalkan keterlambatannya itu. Kepalanya yang terasa pusing seolah baru saja dihantam Godam yang berat dan besar agak menghambatnya bergerak cepat saat berjalan. Apalagi pintu keluar kelab malam yang cukup sempit dan pengunjung yang padat seolah berebut untuk segera meninggalkan ruang pengap di dalam kelab. Akhirnya iapun terlambat menemui Lintang yang sudah terlebih dahulu pergi. "Sudahl
GADIS MUDA YANG TAK TAHU TATA KRAMA Tanpa daya, karena merasakan kepalanya yang menjadi begitu berat dan pusing karena banyaknya alkohol yang masuk ke dalam perutnya, Dirgantara tak menolak saat Gendis memapahnya berjalan kembali menuju tempat ia memarkirkan mobilnya. "Berikan kunci mobilmu Mas, aku akan mengantarmu pulang. Dalam keadaan seperti ini kamu gak mungkin bisa nyetir sendiri!" ujar Gendis dengan nada mendesak. Tak banyak membantah Dirgantara segera merogoh saku celana panjang dan menyerahkan kunci mobil pada Gendis. "Perutku mual... A-ku mau muntah... " keluh Dirgantara seraya membungkukkan tubuhnya. Refleks Gendis menjauhkan diri beberapa langkah untuk menghindari cipratan muntahan Dirgantara. Sambil berpegangan pada tiang listrik yang ada di area parkir Dirgantara memuntahkan semua isi perutnya. Menahan rasa jijik, sambil menutup mulut dan hidungnya dengan saputangan, Gendis buru
BEGITU MENGGODA SAAT TAK BERDAYASepeninggal pengurus dan penjaga rumah, Gendis mencoba menyuapi Dirgantara yang terlihat tak berdaya. Duduk setengah berbaring dengan wajah kuyu bersandar tumpukan bantal yang menyangga punggungnya."Minumlah teh ini, Mas! Mumpung masih hangat." Gendis mendekatkan gelas ke bibir Dirgantara. Perlahan lelaki itu meneguk isi gelas dan merasakan aliran hangat yang membuat perutnya terasa nyaman."Sudah cukup!" ujar Dirgantara seraya menjauhkan gelas dari bibirnya, dan menyeka sisa teh dengan tissue yang disodorkan Gendis ke arahnya.Gendis meletakkan kembali gelas yang kini isinya tinggal separuh itu di meja samping ranjang."Mau makan roti? Setelah muntah begitu banyak, perut Mas Dirga pasti sudah kosong sekarang."Gendis menawarkan roti lapis yang tadi dibawakan Bib Asih bersama teh hangat, tapi Dirgantara menggeleng lemah, "..
GAIRAH TAK TERTAHANKAN Kali ini bukan hanya jemarinya yang sibuk menjelajah lekuk wajah tampan Dirgantara. Mengelus rahang kokoh yang mulai terasa kasar diujung jarinya oleh bulu-bulu halus yang baru tumbuh. Bibir Gendis yang pada awalnya hanya mengecup sekilas bibir Dirgantara, mencicipi rasa manis dingin dan aroma samar nikotin akhirnya kian tergoda untuk melumat ganas bibir itu. Ketidakberdayaan Dirgantara yang di pandangan Gendis terlihat begitu pasrah menerima segala apa yang dilakukannya tanpa ada bantahan dan penolakan semakin membuat Gendis bersemangat untuk menguasai raga Dirgantara. Tak puas hanya dengan melumat bibir Dirgantara, dorongan untuk menguasai segala yang dimiliki Dirgantara kian menguat. Rasa hangat yang mulai menyebar di dalam tubuhnya yang berasal dari bagian bawah perut dan menjalar cepat menguasai bagian-bagian terpeka pada tubuhnya, membuat Gendis merasa gerah di da
Matahari sudah memancarkan sinarnya yang kekuningan. Bias cahayanya menerobos masuk ke dalam kamar yang di tempati Wage melalui jendela yang ia biarkan terbuka semalam. Sigap ia bangkit dari tidurnya saat samar-samar ia mendengar dering telepon dari ruang sebelah yang biasanya digunakan Ki Narendra saat berada di rumah mungil ini. "Ya Ki, apa Pak Jun sudah mengatakan kalau saya menemani Lintang di rumah?" "..." "Dia baik-baik saja. Sedikit kesal, tapi saya yakin dia akan baik-baik saja." "..." "Belum, saya belum melihatnya lagi pagi ini. Saya baru saja bangun, Ki." "..." "Saya akan mengeceknya. Apa Ki Narendra akan kemari? Baiklah Ki, saya akan katakan pada Lintang." Wage meletakkan gagang telepon dan segera berlalu untuk menemui Lintang. Dilihatnya pintu kamar Lin
Di tempat yang berbeda, puluhan kilometer jaraknya dari pesisir pantai tempat Gendis dan Jaya menghabis kan waktu untuk menghibur diri, Wulansari pun tengah menikmati malam panasnya bersama seorang pemuda tampan dengan tubuh terpahat indah hasil latihan rutin selama beberapa waktu di pusat kebugaran yang kini mulai marak dibangun di kota kabupaten tempat tinggalnya.Pemuda dengan paras dan bentuk tubuh yang selalu akan membuat wanita merasa bergairah saat bersama itu adalah yang Wulansari sebut sebagai mainan barunya, yang akhir-akhir ini telah membuatnya melayang dan melupakan keberadaan Jaya yang sudah sejak beberapa tahun lalu menghangatkan ranjang tidurnya.Semenjak berkenalan dengan pemuda itu di sebuah pusat kebugaran yang ia datangi bersama seorang teman perias yang tampaknya sudah lebih dahulu mengenal kisah indah yang lain di balik suramnya kisah pernikahan sah yang sudah mereka jalani sebelumnya.Wulansari merasa seperti menemukan surganya yang baru setelah mengenal dan memp
Menuruti kemauan Gendis yang masih saja terlihat murung selama perjalanan, Jaya mengarahkan mobil yang dikemudikannya ke daerah pesisir yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan dari tengah kota kabupaten tempat tinggal mereka."Kenapa nyari tempat bersedihnya mesti ke pantai sih Non, kan jauh? Kenapa kita gak pergi ke puncak saja? Cukup setengah jam perjalanan. Gak capek, gak bosan di jalan..?""Jaya... Diam! Kamu cuma sopir, aku majikannya! Jadi jangan banyak protes, aku mau ke pantai sekarang juga!" bentak Gendis kesal wajah sedihnya seketika berubah judes dengan pandangan mata melotot ke arah Jaya.Sambil menelan ludah, akhirnya Jaya mengangguk juga. Selama beberapa saat pandangannya hanya lurus terfokus di jalanan yang mulai sepi meninggalkan keramaian kota jauh di belakang mereka. "Sepi sekali... boleh setel musik kan, Non?" tanyanya memecah kebisuan.Beberapa detik tak ada jawaban. Jaya melirik ke kursi samping yang diduduki Gendis. Dari sudut matanya ia melihat gadis itu terliha
Tanpa terasa, tibalah hari yang sudah dinantikan Narendra, yaitu hari Ulang tahun Lintang yang ke 19.Jam 11 pagi, sesuai dengan jadwal acara yang sudah diatur oleh Narendra dengan bantuan Wage dan beberapa orang temannya, acara tasyakuran untuk memperingati hari kelahiran Lintang sengaja di adakan di rumah makan langganan tempat kejadian kericuhan beberapa hari sebelumnya.Untuk acara ini Narendra juga mengundang keluarga Bupati dan beberapa orang penting yang sudah sangat akrab dengan Ki Dalang Narendra, juga Kepala Desa dan tim pengacara dari firma hukum yang ia sewa. Selebihnya adalah teman-teman Lintang.Karena pada acara itu juga sekaligus untuk mengklarifikasi tentang kejadian memalukan beberapa hari sebelumnya yang mengakibatkan berita tak sedap dan menghebohkan itu menjadi tajuk utama di hampir seluruh koran terbitan lokal dan nasional sehingga Narendra dengan bantuan tim pengacaranya juga mengundang banyak wartawan di acara tersebut.Tepat di jam setengah 12 siang, pada saat
Atas pesan Narendra yang sekarang tinggal bersamanya, Lintang mengantarkan sendiri minuman dan suguhan untuk tamu ayahnya itu ke ruang kerja ayahnya.Dua orang tamu dengan setelan resmi tampak duduk berseberangan dengan Narendra. Ketiganya tampak berbicara serius mengenai hal-hal yang berhubungan dengan legalitas hukum. Lintang sudah hampir keluar dari ruangan ayahnya setelah menyuguhkan tiga cangkir teh hangat dan camilan ringan, ketika Narendra menghentikan langkahnya dan menyuruhnya untuk berdiri di dekat kursi yang ia duduki."Ini putri kandung saya dari istri pertama. Namanya Lintang Prameswari. Ibunya sudah meninggal sejak ia masih bayi. Saya ingin melegalkan semua aset pribadi saya untuk dia. Karena saya tidak ingin putri saya ini mengalami kesulitan yang mungkin akan mendatanginya, sehubungan dengan warisan kelak dikemudian hari.Seperti yang sudah saya beritahukan kepada Pak Suprapto kemarin bahwa aset milik bersama dengan istri ke dua saya sudah saya berikan semua untuk ist
"Istirahatlah, Non. Biarkan saya memanjakan milik Non Gendis yang sangat berharga ini. Apa saya perlu meminta air hangat untuk mengompresnya? Untuk meredakan nyeri setelah menelan milik saya tadi, hmmm?""Tidak, cukup bersihkan saja. Aku merasa tidak nyaman dengan rasa lengketnya.""Baiklah, biar saya urus bagian itu. Saya sangat tersanjung bisa melakukannya untuk Non Gendis.""Heeem.." Dan sesudahnya, Gendis sudah tak lagi memperdulikan apapun karena ia sudah diterbangkan impian indah setelah raganya merasakan kelelahan teramat sangat karena sudah berpacu bersama Jaya demi mencapai puncak klimaks tertinggi tadi.Sementara Jaya yang benar-benar berusaha mempergunakan kesempatan terbaik yang ia dapatkan malam ini dengan menjelajahi, menjamah bahkan menguasai walau sesaat hal yang sebelumnya tak pernah sekalipun berani ia impikan ataupun menyapa alam khayalnya. Yaitu tubuh molek sang Nona Muda.Baginya, dapat menyentuh kulit mulus gadis cantik yang di matanya seperti seorang Dewi, apala
Perlahan Jaya mulai mengoleskan minyak zaitun ke atas kulit punggung mulus Gendis yang sudah terbaring dalam posisi menelungkup di pinggiran ranjang dan perlahan, dengan tekanan yang pas dia mulai mengurutnya. Usapan telapak tangannya yang hangat segera saja berhasil membuat otot-otot tubuh Gendis yang semula menegang, perlahan menjadi rileks.Seperempat jam kemudian, hampir seluruh tubuh bagian belakang milik Gendis sudah berbalur minyak zaitun, dari mulai punggung hingga ke telapak kaki. Gendis pun sudah terlihat menikmati setiap belaian dengan tekanan terukur telapak tangan Jaya pada tubuhnya.Dengan menahan gejolak hasratnya, Jaya sengaja berlama-lama memberikan treatment di bagian bok*ng milik Gendis yang terasa padat, dengan bentuk membulat yang begitu menggoda.Gendis juga terlihat menikmati segala perlakuan Jaya di bagian tubuhnya yang sintal itu. Meskipun secara sengaja kadang-kadang jemari Jaya nyasar dengan nakalnya menyentuh bagian tersembunyi di belahan pant*tnya. Bahkan
"Cari tempat menginap yang aman, Jaya! Kurasa sudah tidak ada jalan lain, selain mengikuti ide gila yang kau usulkan dulu!" ujar Gendis tiba-tiba setelah beberapa menit duduk diam tak bersuara dengan wajah merah padam karena amarah."Menginap, Non? Tapi beberapa tikungan lagi kita sampai di rumah?" jawab Jaya bingung."Kalau begitu putar balik, Bodoh!" sentak Gendis tak sabar."Baik, Non!" Jaya langsung memutar mobil yang dikemudikannya begitu menemukan jalur untuk memutar. Waktu yang hampir mendekati tengah malam membuat jalanan menjadi lengang dan memudahkan Jaya untuk segera putar balik arah menjauhi pusat kota. "Mau menginap dimana, Non?""Mana aku tahu, Tolol! Kau pikir aku sudah pengalaman dengan hal begituan? Kamu pikirkan saja tempat yang cocok, bukankah kamu sering pergi ke tempat-tempat seperti yang aku maksud dengan ibuku? Yang jelas tepat yang agak jauh agar tidak ada yang mengenali kita, bersih dan nyaman. Pastikan kita aman berada di sana!" perintah Gendis yang langsung
Gendis langsung memerintahkan Jaya untuk mendatangi rumah dinas Bupati setelah menerima kabar tentang keberadaan Dirgantara. Dengan binar bahagia di pandangan matanya, serta senyum kemenangan yang hampir tidak berhasil ia sembunyikan dari bibirnya membuatnya menjadi tidak sabar untuk melihat ekspresi kecewa dari Dirgantara setelah melihat gambar besar yang termuat di halaman depan surat kabar lokal yang tergeletak manis di atas pangkuannya itu. Bayangkan saja, saat seseorang yang tiba-tiba datang dan memberi kabar tak terbantahkan tentang perselingkuhan kekasihnya dengan seorang yang lebih pantas menjadi ayah ataupun pamannya. Apalagi spot foto yang terpampang di halaman depan koran itu menunjukkan kemesraan menjijikkan yang dipertontonkan di muka umum oleh seorang Dalang terkenal yang seharusnya jadi panutan bersama seorang gadis remaja yang terlihat sekali kalau usianya masih sangat muda. Mereka tertangkap kamera wartawan dalam keadaan saling berpelukan di tempat umum. Ini akan
Wulansari segera menemui suaminya yang baru saja memasuki kamar pribadinya saat hari sudah gelap. Di tangannya tergenggam selembar surat kabar terbitan sore tadi yang memuat berita tentang keributan yang terjadi di salah satu rumah makan ternama di kotanya yang melibatkan suami dan putrinya, Gendis."Apa ini, Kang?" tanyanya seraya melemparkan surat kabar yang sudah lecek ke arah Narendra.Dengan ketenangan luar biasa, Narendra mengambil gulungan surat kabar itu, membuka pada halaman depan dan membacanya sekilas. Ekspresi wajahnya masih sedatar ubin marmer yang tengah ia pijak di bawah kakinya. Datar dan dingin."Bisa jelaskan padaku?" tuntut Wulansari seraya melipat kedua lengannya di dada. Sorot matanya terlihat membara oleh api kemarahan."Semua sudah terlihat jelas di situ!" sahut Narendra datar, "Meskipun tidak semua keterangan yang diberitakan wartawan itu benar, tapi kejadiannya memang sepenuhnya benar. Bukankan ada foto yang membuktikan kebenarannya?" jawabnya tenang."Jadi be