"Kenapa Om tidak mengenalkanku pada pria tadi, tampaknya dia sangat terburu-buru?" tanya Calvin lagi.
"Dasar bocah tengik kepo, untung saja orang tadi mengerti isyaratku dan langsung pergi, jika tidak? Bocah ini akan mengoceh dan menanyakannya terus" gerutu Indra di dalam hatinya.
"Iya, maaf tadi dia buru-buru, katanya harus segera pergi bertemu teman lainnya, karena sore ini dia harus terbang ke China secepatnya" jawab Indra, masih berusaha menyembunyikan kekesalannya.
"Oh, baiklah, tapi dokumen amankan ya?" tanya Calvin lagi.
"Tentu saja, ini ada di depanmu" jawab Indra sambil mengisyaratkan dengan mata memandang ke arah dokumen yang berada tepat di tengah-tengah meja makan mereka berdua.
"Ya sudah ya Om, aku pergi dulu, tolong renungkan masalah Catrina, aku juga akan selalu menjenguknya, Om tau aku sangat peduli padanya, aku sangat menyayanginya" ucap Calvin lagi, lalu kali ini dia benar-benar berdiri dan pergi meninggalkan Indra yang masih merenung dan hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.Setelah kepergian Calvin, Indra terlihat masih merenung sambil melihat punggung pemuda tersebut, yang pergi semakin menjauh dari hadapannya, Indra berpikir lagi, bagaimanapun Calvin adalah pemuda yang cocok untuk putrinya, kelak jika dia pergi maka dia harus menyerahkan putrinya terlebih dahulu pada Calvin, agar masa depannya terjamin, meskipun sebelumnya, dia tidak khawatir akan putrinya itu, bagaimanapun Catrina memiliki masa depannya sendiri, cerah dan terhormat, yaitu seorang dokter spesialis berbakat, tentunya jika dia tinggalkan pun, Catrina tidak akan sengsara atau kekuran
Fajar yang mendengar ucapan putranya tersebut, ingin rasanya bangun dan tertawa, betapa hebat sekarang Aditya, sudah besar dan semakin fasih dalam mengatainya."Bukan Adit, bukan karena kami" ucap Sandra."Ingat Ibu, kami bukan budak anda" ucap Aditya dengan sedikit nada yang meninggi, dia berpikir jika Ibunya saat ini sedang bersedih karena merasa terkekang."Tidak, bukan karena masalah ini" ucap Sandra lagi, masih belum sempat melanjutkan ucapannya karena Aditya selalu memotong."Seharusnya kamu segera bangun, jangan menyusahkan aku dan Ibuku yang sudah lama kamu usir ini, tua bangka!" dengus Aditya sambil melihat ke arah Fajar yang terlihat nyenyak dalam tidur komanya itu.
Aditya termenung sejenak, dia merasa masih tidak percaya dengan omongan Ibu sambungnya itu, "mungkinkah Catrina yang lembut itu bisa berkata kasar pada Ibuku? Aku harus menanyakan langsung masalah ini padanya" tanya Aditya di dalam hatinya."Ya Tuhan … apalagi ini? Di kantor hidupku sudah penuh masalah, belum Ayahku yang tak kunjung bangun, sekarang? Ibuku, kasihan sekali jika ini terjadi pada Ibuku" desah Aditya lagi di dalam hatinya."Ibu yakin kamu tidak mempercayai Ibu, jika begitu, kamu bisa menanyakannya pada gadis angkuh itu, padahal tadi Aletta mendatanginya itu, untuk memperkenalkan diri, menanyakan hubungan kalian, senang sekali dia mau memiliki menantu seorang dokter, tetapi yang dia dapat hanya sakit hati, hinaan dan caciannya" ucap Sandra lagi.
Aditya melangkah pelan, dia memperhatikan tubuh kurus Ibu tersayangnya itu, meskipun begitu dia tetap lah terlihat menawan dari belakang dan sepertinya dia sedang menangis terisak. Aditya tak tega melihatnya, entah berapa jam Ibunya itu sudah menangis, mengingat dia saja sudah lama datang saat mengobrol bersama Ibu sambungnya dibawah tadi."hey Ibuku Sayang, sedang apa disini?" tanya Aditya, dengan terpaksa dia mengganggu Ibunya yang sedang menangis sedih itu sambil memeluknya dari belakang.Aditya dengan manja menempatkan wajahnya di pundak Ibunya itu, Aletta sangat terkejut, dengan segera dia berpura-pura mengusap air matanya dan Aditya pun berpura-pura tidak melihat hal itu."Ya ampun Nak, ngapain kesini? siapa yang bilang Ibu disini?"
"Catrina pasti sudah sangat menyakitimu Ibu, tapi aku tidak tega jika bertanya apa yang terjadi sekarang, kamu akan semakin sedih dan pasti seperti biasa selalu menyembunyikannya dariku" ucap Aditya di dalam hatinya.Aletta tidak berkata apa-apa selain terus menangis dalam dekapan putranya itu, hatinya sangat sakit akibat ulah dari perkataan Catrina siang tadi, padahal sejujurnya dia sangat bahagia jika putranya itu bisa dekat dengan gadis tersebut, menurutnya Catrina itu Cantik, pintar dan seorang dokter, tapi dia menyesal sudah menilai Catrina dari luarnya saja, buktinya tadi yang didapat dari gadis itu adalah hinaan, dan selama ini memang sikap Catrina selalu seperti itu padanya, jutek dan sedikit kasar, beda dengan perlakuannya pada Sandra. Seharusnya dia sadar diri, tetapi tadi siang dia sangat antusias terhadap Catrina, untuk itulah ingin mengajaknya berbincang santai.
"Iya, disanalah aku tinggal Bu, ayo kita kesana sekarang? sudah lama Ibu terkurung di Rumah sakit ini, apa salahnya keluar sebentar?" ajak Aditya, terus berusaha membujuk Ibunya itu."Tidak Nak, mungkin lain kali, Ibu sedang tidak Mood" jawab Aletta, dia masih tidak bersemangat apalagi harus pergi ke Penthouse putranya itu, dia akan merasa canggung jika bertemu dengan Catrina."Ayolah Bu, satu kali saja, bukankah Ibu ingin bertemu dan berkenalan dengan Pacarku?" tanya Aditya, dia mencoba mengorek informasi, mungkin saja Ibunya akan bereaksi marah atau kesal."Pacar? Anak Ibu rupanya sudah dewasa ya, sudah memiliki pacar?" tanya Alerta dengan nada datar dan tidak antusias.
Aditya juga tidak memperdulikan Catrina yang sudah seperti pembantu yang sedang dimarahi majikannya itu, semrawut, kusut dan hanya bisa menunduk di depan Sandra, dia pergi memasuki ruangan dimana Ayahnya berada sambil menggenggam erat tangan Aletta, tentu saja pemandangan itu semakin membuat Catrina merasa panas, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, bagaimanapun dia harus bisa mengambil hati Nyonya Sandra, calon Ibu mertuanya nanti, dia berpikir akan sangat gawat jika Nyonya Sandra tidak merestui hubungannya dengan Aditya."Maaf Dokter Catrina, Saya tidak bisa menjadikan Anda sebagai dokter pribadi suami saya lagi, bukankah profesor Rahman sudah memberitahu hal ini pada Anda?" tanya Sandra, dengan posisi berdiri berpangku tangan di luar pintu masuk ruangan yang sempat dilewati oleh Aditya dan Aletta."Iya ma
Catrina pun tersentak dibuatnya, bagaimana mungkin Nyonya Sandra yang biasanya bersikap lemah lembut, elegan menawan itu, hari ini bisa bersikap seperti harimau betina, sangat galak, dan tampaknya Catrina tidak bisa berbuat demikian juga, meskipun ingin, karena perasaannya sangat tersinggung juga, mungkin sekarang para kolega di Rumah sakit tersebut sedang membicarakannya."Oh Cat, kenapa kamu sebodoh ini? Kenapa bisa-bisanya saat mencaci Aletta si ganjen itu bisa sampai ketahuan sama Nyonya Sandra, bodoh!" teriak Catrina di dalam hati, dia begitu putus asa, harus bagaimana lagi cara meminta maaf pada Nyonya Sandra, apalagi dia juga berpikir dan penasaran dengan apa yang dilakukan Aditya di dalam bersama Aletta, dia bertanya-tanya kenapa Aditya tidak datang untuk membelanya, kenapa dia tidak keluar sebentar saja dan membujuk Ibunya agar memaafkannya.