"oke, Catrina menjahitnya dengan sangat cantik, luka tuan muda akan sembuh secepatnya, percayalah Catrina adalah muridku yang paling pintar dan dapat diandalkan" puji Professor Rahman, "oke sebaiknya kita tinggalkan mereka berdua, mereka tampak sangat kelelahan" ajaknya pada nyonya Aletta dan Paman Yosef.
"oh iya Prof tolong berilah cuti untuk dokter Catrina, saya dengar dia bahkan hanya memakai handuk saat datang kesini, ternyata benar saja, duh kasihan sekali" pinta Nyonya Aletta, dia terlihat haru saat memandang ke arah Catrina yang sedang terlelap tidur dengan masih mengenakan handuk di kepalanya.
"Tenang saja Nyonya saya tahu itu, untuk itu saya akan tunjuk dokter lain untuk menggantikannya dan membantunya kedepan" jawab professor Rahman, lalu mereka bertiga keluar dari ruangan, sebelumnya nyonya Aletta m
Aditya menoleh ke arah Catrina lalu tersenyum nyengir sambil membuka mulutnya kembali, Catrina segera memasukan makanan ke dalam mulut pria yang sedang manja dan kadang susah ditebak itu. Paman Yosef hanya menggelengkan kepala saat Tuan Mudanya itu bersikap seperti anak kecil. "Baiklah jika demikian saya suruh supir bersiap, tolong sepuluh menit lagi anda berdua segera keluar dari ruangan ini ya, nanti dibantu dua pengawal di luar" ucap Paman Yosef lalu pergi dari ruangan itu. "gak keberatan kan nemenin, rawat aku di rumah?" tanya Aditya pada Catrina. "Tentu saja tidak" jawab Catrina, "aku tidak akan membahas tentang Aletta dan siapa itu Aletta, yang penting aku bisa bersamamu Adit, m
"bisa saja kamu, jika kamu mau bersabar dengan keadaanku, aku memiliki misi yang belum terselesaikan hingga Ayahku bangun dari koma dan sehat seperti sedia kala" jawab Aditya."jadi bukan karena Aletta?" tanya Catrina lalu membuka kedua matanya."apa? siapa? aw … " tanya Aditya, dia terlalu bersemangat hingga punggungnya terasa sangat sakit."oh, aku suruh pelan-pelan lho Dit" desah Catrina lalu mengusap lembut punggung polos Aditya yang setengah menindih tubuhnya itu."Memang apa yang kamu pikirkan tentang Aletta?" tanya Aditya setengah berbisik."Aku pikir dia calon istri kamu, dia b
"I love you" tidak ada kata-kata lain yang keluar dari bibir Catrina, hanya perasaan bahagia dan cinta yang amat besar untuk pria ini. Hari ini mereka resmi menjadi sepasang kekasih, banyak rintangan yang akan mereka hadapi bersama kedepannya, Aditya tidak menyesal memilih Catrina untuk kedepannya menjadi pasangan hidupnya, mengingat dia merasa iba akan kesendirian hidupnya, Catrina baginya begitu mirip dengannya, hanya saja dia masih memiliki Ibu, Ibu Sambung dan Ayah yang lengkap dengan segala kerumitannya, tetapi Catrina, seperti yang dia ketahui dia tidak memiliki Ibu, Ibunya sudah meninggal, hanya saja Aditya belum berani menanyakan tentang keberadaan Ayahnya, Aditya akan bersabar dengan hal itu, mengingat perjalannya dengan kekasihnya itu masihlah jauh. "Aku akan menjagamu, sepenuh hatiku Cat, akan aku lindungi
"Oke kalau begitu, profesor memberi kamu tugasnya itu apa saja John?" tanya Catrina serius."oh beliau menyuruhku merawatnya baik-baik saja dan memberimu cuti satu minggu penuh, bukan apa-apa sih katanya kamu sudah sangat kelelahan tapi tidak pernah mengeluh" jawab John, dia pun terdengar memberi penjelasan dengan serius."Baiklah terima kasih, titip Tuan Fajar ya, dia sedang dalam masa pemulihan, Aditya sku bisa mengurusnya sendiri, kamu santai saja aku bisa menjadi rekan kerja yang baik untuk kamu John" ucap Catrina terlihat bersemangat."Wah tentu saja aku senang bekerjasama denganmu Cat, berkatmu aku bisa menjadi dokter VIP premium, bayaranku mahal haha" jawab John, masih dengan gaya slengeannya yang tak kunjung padam, membuat Ca
Entah apa yang sedang Calvin rencanakan bersama Indra saat itu, tetapi yang pasti hal itu belum diketahui oleh siapapun, termasuk paman Yosef dan Aditya. Dan ternyata orang yang menyelinap ke dalam kantor Aditya saat itu adalah seseorang yang menjadi kepercayaan Indra sejak dahulu. Tampak mereka sedang merencanakan sesuatu, sebelum pimpinan mereka yang sebenarnya yaitu Fajar kembali datang ke perusahaan. •••••••• Di Kantor polisi, Seminggu sudah kejadian pengeroyokan yang dilakukan Jonathan dan geng sudah berlalu. Tampak terlihat Jonathan dan teman-temannya yang sudah mengeroyok Aditya serta mengganggu Catrina beberapa malam yang lalu sedang gelisah, karena o
Orang tua Jonathan menggenggam jeruji besi yang mengurung putra kesayangannya itu dengan kedua tangannya, dia terlihat sangat putus asa saat melihat wajah putranya yang bertanya memelas itu, lalu dia menunduk dan menggelengkan kepalanya.Jonathan menjadi lemas tak berdaya, dia terduduk di lantai, jika orang tuanya tidak bisa membantunya kali ini, dia berpikir berarti orang yang sudah dianiaya itu bukanlah orang sembarangan."Siapa Ayah, siapa orang yang sudah kutusuk itu, hingga Ayah tak bisa membantuku?" tanya Jonathan, dengan posisi tubuh yang duduk sambil membelakangi Ayahnya itu."Dia putra Pimpinan terkemuka, pewaris Rashaad Grup" jawab Ayah Jonathan.Sontak Jonathan langsung gemetar, en
Ting TongTerdengar suara bel penthouse milik Aditya berbunyi, John yang kebetulan tinggal sementara disitu untuk menjaga Aditya segera menghampiri pintu, sebelumnya dia mengecek dulu dimonitor siapa yang datang, dan itu adalah Paman Yosef bersama seseorang lainnya, John membukakan pintu."Selamat Siang Tuan Yosef, silahkan masuk" sapa John ramah."terima kasih dokter, ayo Tuan Chen silahkan masuk" jawab Paman Yosef, lalu mengajak pria paruh baya yang dia panggil Tuan Chen.Pria itu hanya mengangguk gugup lalu duduk di tempat yang sudah Paman Yosef tunjukkan untuknya."Gimana keadaan Tuan Muda dok?" tanya Paman Yosef tanpa basa
"Hm… baiklah jadi anda ini ayahnya Jonathan? orang yang paman Yosef maksud? yang menusukku?" Tanya Aditya, setelah dirasa Tuan Chen tenang.Paman Yosef menunduk, begitupun Tuan Chen dan Aditya pun sangat mengerti sekarang keadaannya."Anda tidak perlu seperti ini datang meminta maaf untuk kesalahan putra anda, sebaiknya nanti biarlah putra anda yang datang langsung menemui saya, oh iya Paman Yosef bisa cabut saja tuntutan kita pada putra Tyan Chen, aku tidak ingin memperpanjangnya lagi" ucap Aditya lagi.Secara bersamaan Paman Yosef dan Tuan Chen saling berpandangan, tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir Paman Yosef."Tidak Tuan muda, Saya datang kesini buk
"Aditya kamu gak apa-apa?" teriak Jonathan panik dan segera melindungi Aditya jika saja ada serangan lagi dari Indra."Indra apa kau ingin mati!" seru Jonathan ke arah Indra."Ayolah kita sebaiknya mati bersama-sama." Balas Indra sambil bersiap kembali menarik pelatuk.Jonathan tidak bisa membiarkan Aditya, anak buahnya maupun dia mati begitu saja, akhirnya dengan spontan tanpa sengaja menarik pelatuk dan tembakan itu mendarat tepat di dada Indra yang langsung terpental hingga jatuh ke dalam air laut di belakangnya.Semua orang terdiam, Aditya tampak terperanjat kaget saat Indra terjatuh dan tak terlihat lagi berdiri di depannya."Aditya ayo pergi." Ajak Jonathan sambil menarik lengan temannya itu, dia tak peduli keadaan Indra."Kamu yakin dia sudah mati?" tanya Aditya, lalu berdiri dan melihat laut.Wajah Aditya tersenyum puas kala melihat tubuh Indra yang tersangkut oleh jaring, pria itu tampak masih berusaha bertahan sambil menahan rasa sakit."Belum mati rupanya." Dengus Jonathan
Aditya tampak tak peduli dengan perkataan temannya itu, dia segera pergi dan berjalan lebih dulu. Sedangkan Jonathan sepertinya kini tak bisa mencegah Aditya lagi, dia menebak jika Aditya tahu kalau dia memiliki rencana terselubung."Maafkan aku kawan, aku tahu kamu berbuat begini karena ingin membuatku tetap aman." Batin Aditya mendesah saat dia menebak-nebak rencana yang dibuat temannya itu.Aditya berjalan semakin jauh menuju sebuah pelabuhan yang disana sudah mulai dipadati beberapa orang, mereka tampak bersiap untuk menurunkan barang dari kapal besar yang baru saja berlabuh.Kedua mata Aditya berkeliling mencari seseorang di sekitar sana, dengan wajah yang tegas dan pandangan yang tajam akhirnya tatapan matanya berhenti pada seseorang yang sedang duduk sambil melihat ke arah kapal di depannya.Jonathan mengawasi tatapan Aditya dan dia juga melihat sosok itu, Aditya akan melangkah pergi tapi Jonathan segera mencegahnya."Tunggulah disini, serahkan dia padaku." Kata Jonathan.Adity
Tidak ada manusia normal manapun yang akan baik-baik saja kalau dalam waktu dekat kehilangan dua orang yang paling dicintai dalam hidupnya. Begitulah kiranya perasaan Aditya dan Jonathan dapat memahaminya, makanya dia harus waspada serta menyerahkan penangkapan Indra pada para pengikutnya agar keselamatan Aditya lebih terjamin daripada dia sendiri yang menangkapnya.Jonathan berusaha sebisa mungkin berkomunikasi dengan para pengikutnya untuk memberikan perintah tanpa sepengetahuan Aditya.Waktu sudah sangat larut, keadaan dermaga juga tidak terlalu ramai seperti saat siang. Mungkin karena di siang hari banyak kapal-kapal kecil yang singgah, sedangkan malam tidak ada.Suara klakson kapal feri yang baru datang terdengar nyaring dan menggema, Aditya mulai waspada."Ayo cepat kita kesana, mungkin pria itu akan menaiki kapal feri itu." Ajak Aditya sambil menunjuk."Tenanglah ada pengikut kita di depan, pergerakan mereka lebih smooth dibanding kita berdua." Jawab Jonathan disertai senyuman
Jonathan melajukan kendaraannya dengan cepat, adrenalinnya benar-benar terpacu saat dia tahu akan menangkap penjahat itu. Penjahat yang sudah mengambil nyawa penolong keluarganya yaitu tuan Fajar, dia juga memiliki dendam bukan hanya Aditya saja."Aku juga sudah menghubungi ayahku, biarkan anak buahnya berjaga di pelabuhan agar penjahat itu tidak bisa pergi kemanapun.""Good job." Puji Aditya.Jonathan melirik sebentar, dia sangat senang ketika temannya itu bersemangat lagi.Perjalanan cukup jauh meskipun Jonathan sudah memacu kendaraannya dengan cepat, mereka berangkat dari pusat kota dan menuju ke pesisir pantai dimana Indra terlihat. Sementara Aditya tidak mau hanya diam saja dan menyia-nyiakan waktu berharganya itu, dengan cekatan dia terlihat merakit senjata api yang sudah disiapkan oleh Jonathan di kursi penumpang."Kamu memilih senjata kecil itu?" tanya Jonathan disela-sela memacu kendaraannya."Hem." Jawab Aditya pendek."Aku ingin membunuhnya perlahan dari jarak terdekat kami
Sementara Aditya belum cukup puas memandangi wajah Catrina untuk terakhir kalinya, namun kini paramedis seakan memaksanya harus segera berpisah dengan wanita itu. Benar saja apa kata teman-temannya dan Sandra, kalau dia akan menyesalinya."Tolong, biarkan aku sebentar lagi. Tolonglah…." Pinta Aditya memohon."Maafkan kami tuan Aditya, jasadnya harus segera kami bersihkan sebelum terlambat." Kata-kata paramedis itu benar-benar menyakiti hati Aditya, "bukankah memang sudah terlambat? Dia sudah mati, apalagi yang membuat semua ini tidak terlambat?""Dia tidak akan hidup lagi, bukankah semuanya sudah terlambat?""Ya beliau memang sudah tiada, tubuhnya kaku dan kulitnya mulai membiru. Apa Anda akan puas saat tubuh ini mulai membusuk? Apa itu yang Anda inginkan?" balas paramedis tersebut.Rasanya jantung Aditya berhenti berdetak, dia menyesali segalanya tapi dia juga masih ingin melihat wajah Catrina untuk beberapa saat lagi."Sudahlah ikhlaskan dia, kasihan tubuhnya." Kata Jonathan sambil
Sandra terus berbicara agar anak sambungnya itu sadar dari sikap omong kosongnya itu."Aditya dengarkan saya sekali ini_""Sejak kapan saya tidak pernah mendengarkanmu? Bukankah selama ini saya selalu menurut?" potong Aditya bertanya.Sandra menghela napas, dia juga tahu kalau putra sambungnya ini sedang dalam proses depresi akut. Hanya saja tingkat depresinya sangat mengkhawatirkan, yang lain bisa menangis, bersedih, menyalahkan diri sendiri atau marah-marah untuk meluapkan emosinya. Tapi Aditya hanya diam saja tanpa melakukan apapun, masalahnya jika dia tidak menghalangi orang-orang untuk mengurus mayat Catrina tidak jadi masalah mau bersikap begini, tapi Aditya menghalangi dan mengacaukan segalanya."Maksud ibu, apa harus ibumu yang langsung bicara padamu? Ibumu sekarang masih lemah dan terbaring di rumah sakit, tapi ibumu masih baik-baik saja. Sementara Catrina… dia sudah tiada, tubuhnya butuh segera diurus.""Lalu… apa kamu juga menganggap aku sehat sampai bisa datang kesini? Tid
"Jo kamu harus hubungi seseorang." Kata Jhon setelah dia ingat sesuatu."Siapa?" tanya Jo penasaran."Orang tuanya, siapa tahu dia mau nurut." Jawab Jhon."Ah_"Jonathan akhirnya teringat seseorang yang mungkin saja bisa membujuk Aditya yang keras kepala itu. Akhirnya dia segera menghubungi orang tersebut agar segera datang, untungnya orang itu tidak sulit untukdia hubungi."Sudah, kita tunggu saja semoga nyonya besar cepat datang." Kata Jonathan pada Jhon.Jhon tampak mengelus-elus dadanya, sepertinya pria itu merasa sedikit lega. Tidak ada yang bisa dia lakukan, dia juga tidak bisa melihat Catrina secara langsung selain dari balik kaca ruangan tersebut karena Aditya duduk tepat di depan pintu ruangan itu dan menghalangi siapapun yang akan memasuki ruangan itu.Sedangkan Jonathan dengan perlahan tampak berjalan mendekati Aditya."Hey ayolah, kasian dia." Masih berusaha membujuk.Jonathan lalu berjongkok agar bisa berbicara lebih dekat dengan atasan sekaligus sahabatnya itu."Tuan Adi
Aditya tidak menjawab, bahkan dia enggan untuk masuk dan melihat wajah Catrina yang terakhir kalinya. Dia memilih berdiam diri dan duduk di luar ruangan tempat tubuh tak bernyawa Catrina terlentang dengan tenang."Tolong beri aku ruang Jo, tinggalkan aku sendirian bersama Catrina. Siapapun yang masuk cegahlah, jangan biarkan siapapun mengganggu kami." Pinta Aditya terdengar lesu.Jonathan mengangguk lalu menjauh, dari kejauhan itu dia menghubungi para penjaga Aditya juga teman satu gengnya agar datang ke rumah sakit dan menjaga Aditya yang sedang sedih.Namun tampaknya Aditya masih belum masuk untuk menemui Catrina, para dokter dan staf rumah sakit sudah sangat khawatir dengan jasad Catrina yang tidak mungkin dibiarkan begitu saja karena bagaimanapun juga Catrina sudah meninggal."Bagaimana ini? Jasad tidak bisa dibiarkan begitu saja. Setidaknya berilah kami waktu untuk memandikannya, semakin kaku jasadnya akan semakin sulit kita urus." Celetuk seorang paramedis di rumah sakit tersebu
"Kami tahu, teman saya ini hanya asal bicara saja." jawab Aditya sedikit ketus."Oh iya Jo, dia kabur dimana?" lanjutnya bertanya pada Jonathan."Di rumah sakit, tadi di lobby." Jawab Jonathan.Aditya terdiam, jarak antara ruangan dia dan Lobby memang sangat jauh karena dia berada di gedung yang berbeda dan berada di atas beberapa lantai dari Lobby utama rumah sakit tersebut."Bilangnya mau ke toilet dulu, mau membersihkan diri sebelum bertemu putrinya. Eh siapa sangka kalau itu hanya akal bulus untuk mengelabui semua petugas." "Lagipula para petugas bodoh ini benar-benar terlalu meremehkan si tua bangka itu."Jonathan menjelaskan semua yang terjadi di bawah tadi, karena kebetulan dia mengikuti mobil para petugas yang membawa Indra. Siapa tahu apa yang dia pikirkan benar-benar terjadi, Indra benar-benar kabur. Hanya saja Jonathan pikir kalau Indra akan kabur di perjalanan, tapi rupanya orang itu lebih nekad lagi.Tepat setelah Jonathan berbicara demikian, terdengar ada pengumuman cod