"Kak Raka!" Raka yang baru akan masuk ke dalam mobilnya pagi itu kaget saat mendengar sebuah suara memanggilnya. Sepagi ini sudah ada yang datang ke rukonya? Raka menoleh dan melihat seorang gadis belia berseragam sekolah lengkap dengan hijabnya berlari kecil menghampirinya. Raka menatap lekat pada gadis yang semakin mendekat ke arahnya itu, berusaha mengenalinya dengan baik. "Ya?" Raka sedikit ragu, tapi sepertinya dia tak asing dengan wajah yang berbalut kerudung itu. Siapa dia? "Kak Raka," panggil gadis itu saat telah mencapai tempat Raka berdiri di samping mobilnya. Nafasnya masih sedikit tersengal karena usahanya berlari mencapai Raka tadi. "Kamu siapa?" tanya Raka, karena tak yakin dengan tebakannya. "Aku Mayla, Kak," kata gadis belia itu mengembangkan senyum.
"Kamu jadi anak bodoh banget sih? Kamu pengen sakit hujan-hujanan kayak gini?" bentak Raka saat mereka sudah berada di dalam mobilnya. Beberapa saat yang lalu pemuda itu menarik kasar tangan Mayla yang sedang berdiri kedinginan berteduh di bawah atap pos satpam sekolah yang tentu saja tidak bisa melindungi tubuhnya dari derasnya hujan yang mengguyur sejak siang tadi. Diseretnya gadis remaja itu masuk ke dalam mobil dengan perasaan jengkel. "Mayla nungguin kak Raka," jawab gadis kecil itu dengan bibir birunya yang gemetar karena kedinginan. Raka yang melihat itu langsung melepas jaketnya dan membungkuskannya ke badan kecil Mayla. "Terima kasih, Kak, Mayla nggak apa-apa kok," kata Mayla sambil menatap Raka senang. "Nggak apa-ap
"Jadi, dia mau jual rumah dia juga?" Lelaki berperawakan gendut itu menghembuskan asap rokoknya perlahan, membuat seisi ruangan menjadi semakin pengap karenanya. Dia tentu saja senang, beberapa hari yang lalu, dia baru mendapatkan mobil mewah dengan harga yang sangat murah dari wanita bodoh bernama Mayang itu. Dengan tipu dayanya dia memberikan pinjaman dengan jaminan mobil mewah pada wanita gila harta dan status sosial itu. Tentu saja dengan pengembalian yang telah disepakati. Dan ternyata sesuai dengan dugaannya, wanita itu memang sangat bodoh. Tidak begitu teliti dengan isi perjanjian yang mereka buat. Saat tanggal pengembalian yang telah tertulis dalam surat perjanjian tiba, ternyata wanita itu belum bisa mengembalikan pinjamannya. Untuk itulah, otomatis mobil itu menjadi milik Robert dengan konsekuensi Robert memberikan tambahan uang untuk menyeimbangkan harga mobil. Tentu saja tetap denga
Bertemu dengannya selalu membuat Raka nyaman seperti biasanya. Apalagi akhir-akhir ini Ayu seperti menunjukkan keseriusannya berhubungan dengan pemuda itu. Entah apakah wanita itu sedang berusaha berkorban untuknya atau sedang mengimbangi Raka yang memang 10 tahun lebih muda darinya, namun penampilan Ayu beberapa waktu terakhir memang terlihat sedikit berbeda, selalu terlihat fresh dan lebih muda dari usianya. Raka sendiri sebenarnya tidak pernah keberatan bagaimanapun penampilan Ayu. Apapun yang Ayu kenakan tak pernah sedikitpun mengundang protes dari pemuda itu. Baginya, bersama Ayu dalam kesempatan apapun saja sudah sangat menyenangkan. Entah saat situasinya formal dalam sebuah rapat atau hanya ketika mereka sedang menghabiskan waktu berdua saja untuk menghilangkan kepenatan. Raka sangat menikmati saat-saat kebersamaannya dengan wanita itu. Apalagi
"Kamu jangan bercanda, Mayang! Aku ini sudah punya anak istri. Setelah sekian lama Kamu pergi, dan sekarang Kamu datang hanya untuk mengacaukan kehidupan rumah tanggaku? Kamu ini gila atau apa sih?" ucap lelaki dengan seragam pemerintahan itu menatap Mayang keheranan. Lelaki itu adalah Firmansyah, mantan kekasih Mayang, sebelum dia dinikahi oleh atasannya, Romi. Mayang menghubungi Firman dan mengajak ketemuan lelaki yang kini bekerja di kantor pemerintahan kota itu sebagai pegawai negeri sipil. Maksud Mayang tak lain adalah ingin membicarakan status Mayla, anak sulungnya. "Aku serius, Fir. Anak sulungku itu anak kamu. Oke lah, aku ngaku aku udah nggak jujur sama Kkmu. Aku hamil waktu itu dan aku justru mengaku bahwa anak yang ada di perutku itu anaknya bossku. Kamu tau kenapa? Karena waktu itu kamu pengangguran, Fir. Lontang lantung belum ada kerjaan. Aku nggak mau hidu
"Papa Kamu belum pulang?" Mayang menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang tengah degan kasar. Dilemparkannya tas mahalnya sembarangan di atas meja, lalu memilin-milin kepalanya yang terasa sedikit sakit. Sebenarnya dia tidak suka harus kembali lagi ke rumah ini dan melihat wajah-wajah anak-anaknya yang memelas. Itu hanya akan membuatnya menjadi berat hati untuk menjalankan semua rencananya. Menurutnya, suaminya yang sudah tidak punya apa-apa itu juga sekarang juga menjadi sangat menjengkelkan. Tidak ada hal berguna lainnya lagi yang bisa dilakukan lelaki itu selain melarikan diri dari rumah. Ingin rasanya Mayang cepat-cepat saja melakukan transaksi jual beli rumahnya agar dia bisa segera pergi dari tempat itu. Tapi Firman juga belum memberikan jawaban apa-apa tentang Mayla. Dan Romi pun belum pulang. Jika dia meninggalkan rumah begitu saja, siapa yang akan
Astuti Widyasari duduk dengan tenang seperti biasa di kursi belakang mobil mewahnya yang menuju ke arah bandara. Hari ini dia akan menjemput seorang putra salah satu sahabatnya yang sudah lama menetap di Negeri Tirai Bambu karena bersuamikan seorang berwarga negara negri ginseng itu. Dua jam menunggu, akhirnya bertemu juga wanita itu dengan putra sang sahabat. Lelaki berusia 37 tahun dengan perawakan tambun dan tingginya mungkin hanya sama dengan putrinya, Ayu Nindya. Penampilan lelaki itu sangat berkelas, dari ujung rambut hingga ujung kaki semuanya barang bermerk. Meskipun jika diperhatikan dengan benar, tidak terlalu berbanding lurus dengan keadaan fisiknya. "Selamat datang, my dear Tom. Bagaimana kabarmu, Sayang?" Astuti segera memeluk lelaki yang termasuk berbobot lebih itu dengan hangat, layaknya seorang ibu yang bertemu dengan putranya. "Sudah segagah ini k
"Cepetan ganti baju. Mama mau ajak kamu pergi." Mayang masuk ke kamar Mayla saat gadis remaja itu baru saja melepas seragam sekolahnya. "Kemana, Mah?" tanya anak itu keheranan. Jarang sekali ibunya itu mengajaknya pergi selama ini. Dia lebih suka pergi sendiri selama ini dan bersenang senang tanpa memikirkan anak-anaknya. "Nanti kamu juga akan tau. Nggak usah banyak tanya. Mama tunggu di luar ya? Cepet lho!" Dengan penuh tanya, Mayla menuruti juga kata kata sang ibu untuk bersiap-siap pergi. Sampai di ruang depan, dilihatnya sang ayah sedang menelpon seseorang sambil menemani adiknya bermain bermain di lantai di depannya. "Eh, mau kemana kalian?" Melihat Mayang dan Mayla sudah berpenampilan rapi hendak pergi, Romi sontak menghentikan obrolan telepon