“Tidak!! Aku tidak bersalah, aku tak ada sangkut pautnya dengan kematian Nyonya Serina!!” Suara Evelyn bergetar saat berada di ruang interograsi karena dituduh sebagai salah satu pelaku pembunuhan.Detektif menatap Evelyn dengan tajam, mengetuk pena di atas berkasnya dengan ritme pelan namun menekan. “Jika kau tidak bersalah, lalu bagaimana kau bisa memiliki uang dalam jumlah besar tak lama setelah kematian Nyonya Serina?”Evelyn menelan ludah, tubuhnya sedikit gemetar. “Itu… itu bukan uang dari Jake! Aku mendapatkannya dari bisnis lain!”Detektif menaikkan alisnya, lalu menyodorkan sebuah foto di atas meja. “Kau dan sepupumu tertangkap kamera CCTV saat menarik sejumlah besar uang dari rumah sakit, setelah kami telusuri ada transaksi janggal. Sepertinya kau menipu Jake untuk memberikan uang pada rumah sakit dan kau mengambilnya dengan koneksi sepupumu. Kau bisa dipidana karena penipuan!”Evelyn membeku di tempatnya. Mata bulatnya menatap foto itu dengan penuh ketakutan. “Tidak… tidak
“Saya tidak bisa mengikatmu dengan pekerjaan, tapi setidaknya, saya ingin orang lain tahu bahwa kamu milik saya.”Kata-kata Marven membuat Naina terdiam sejenak, hingga saat dia menguasai pikirannya kembali, Naina menatap Marven dengan mata ragu.“Kamu mengajak saya tunangan?” Tanya Naina ragu.Marven menatapnya tanpa ragu sedikit pun. “Ya,” jawabnya tegas.Naina menelan ludah, hatinya berdebar semakin kencang. “Tapi… ini terlalu cepat. Kita bahkan belum lama mengenal satu sama lain.”Marven tersenyum tipis, lalu menggenggam tangannya dengan lembut. “Apa itu masalah? Saya tahu apa yang saya mau, dan saya mau kamu, Naina.”Naina merasa jantungnya hampir melompat keluar. Pria ini selalu tahu bagaimana membuatnya kehilangan kata-kata. Dia menunduk, menatap cincin di dalam kotak kecil itu, berkilauan di bawah cahaya mobil.Tak ada alasan untuk menolak Marven, apalagi mereka sudah membicarakan status mereka yang berbeda dan pria itu sama sekali tak peduli. Marven juga sangat baik, bahkan m
“Evelyn! Kau juga disini?” Suara Jake yang ada di dalam jeruji besi selagi menunggu putusan hakim, sangat senang kala melihat Evelyn yang datang menemuinya disana.Evelyn dengan senyum palsunya menatap Jake dengan wajah sendu, “Jake, aku tak menyangka kau akan seperti ini. Melihatmu seperti ini aku jadi sedih.” Kata Evelyn sambil mengusap air mata palsunya.Jake yang melihat itu tersentuh, “Hanya kau yang megerti aku, Evelyn. Tidak seperti Naina yang malah membuangku saat seperti ini.”Mendengar itu Evelyn terkejut, dia berpikir jika Naina meninggalkan Jake dalam keadaan seperti ini maka tak akan ada gunanya lagi dia memeras Jake.“Bagaimana bisa Naina meninggalkanmu? Dia sangat kejam. Padahal kau bisa bebas jika ditebus uang lima ratus juta. Aku sudah bernegosiasi pada aparat disini dan mereka setuju asal kau mempunyai uang lima ratus juta.” Kata Evelyn sambil iba.“Andai aku punya uang sebanyak itu, pasti aku akan membebaskanmu jake.” Kata Evelyn sambil menangis, namun di balik itu
“Tip?”Naina yang mendengar itu langsung menoleh setelah staf hotel membersihkan kamarnya menyodorkan tangan terbuka di hadapannya.“Tip?” Beo-nya.Staf itu langsung berdecak kesal, “Iya, saya kan sudah membersihkan kamar anda.” Katanya dengan ketus.Naina menatap staf itu dengan dingin. “Bukankah membersihkan kamar tamu memang bagian dari pekerjaan Anda?” Staf itu mendengus, wajahnya jelas menunjukkan kejengkelan. “Memang, tapi kalau mau pelayanan yang lebih baik, ya kasih tip dong, Bu.” Naina menghela napas, mencoba menahan emosinya. Dia sudah sering menginap di berbagai hotel, tapi belum pernah menemui staf yang secara terang-terangan meminta tip dengan cara seperti ini. “Jadi, kalau tamu tidak memberi tip, kalian tidak akan membersihkan kamar dengan baik?” tanyanya, menatap staf itu tajam. Staf itu terlihat canggung sesaat, tapi kemudian mengangkat bahu. “Terserah mau berpikir begitu atau tidak. Tapi kalau mau kamar bersih dan pelayanan lebih cepat, ya ada harganya.” Nai
“Kenapa tidak mengabari saya?” Suara Marven berubah menjadi dingin.Naina yang mendengar itu menelan ludahnya pelan, “Bukankah saya sudah bilang jika saya bekerja?”Naina mendengar nafas berat dari sana, “Makan siang dimana? Saya akan menjemputmu.”Naina melirik jam di pergelangan tangannya. Dia memang belum makan siang, tapi…“Saya masih di hotel, mungkin makan di sini saja,” jawabnya hati-hati.“Hotel? Kamu bekerja di hotel?!”Naina menutup matanya pelan karena kebodohannya sendiri, dia tak memberitahu Marven jika dia bekerja langsung dibawah Nyonya Sisca karena tahu pria itu pasti akan menolak tegas.“Saya bertemu klien, jadi makan di restoran hotel.” Kata Naina cepat.Marven terdiam beberapa detik sebelum akhirnya menghela napas panjang. “Baik. Saya akan ke sana dalam dua puluh menit. Tunggu saya.”Sebelum Naina sempat menolak, panggilan sudah terputus. Dia menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk.Tyo yang masih berdiri di dekatnya berdeham kecil. “Tuan Marven?”Naina
“Apa yang salah!! Kenapa saya di hukum!!” Suara Jake menggema di ruang persidangan saat putusan hakim telah di tetapkan dengan ketukan palu.Jake benar-benar tak bisa menerima ini, dia sudah membayar untuk dibebaskan, tapi kenapa dia tetap di penjara selama dua puluh lima tahun?Dia dengan cepat mencari Evelyn di kursi penonton, untuk melihat apakah wanita itu ada di barisan orang yang sedang menonton sidang ini.Namun, matanya membelalak saat tidak menemukan sosok Evelyn di sana."Evelyn?! Di mana dia?!" Jake berteriak panik, matanya liar mencari wanita yang seharusnya membantunya.Pengacaranya hanya bisa menghela napas berat. “Tuan, tak ada orang yang berna Evelyn yang hadir di persidangan. Bukti sudah jelas dan anda harus di hukum. Mohon menerima putusan.” Kata pengacara itu, karena pengacara itu sudah berusaha keras untuk menangguhkan putusan Jake namun tetap gagal. Jake memang harus menerima hukuman sesuai putusan yang berlaku.Jake merasakan tubuhnya melemas. Dikhianati.Dia men
“Bagaimana? Sudah puas melihat penderitaan, Jake?” Tanya Marven dengan lembut saat mereka berada di dalam mobil.Naina yang mendengar itu tersenyum, “Dua puluh lima tahun cukup untuk membayar darah yang saya keluarkan, namun tidak cukup untuk menebus dosanya yang telah membunuh anaknya sendiri.” Kata Naina yang meremas tas yang ada di pangkuannya itu.Marven menatap Naina sejenak sebelum meraih tangannya dengan lembut, menggenggamnya erat. “Kamu sudah melewati banyak hal,” katanya pelan. “Kamu lupakan semua itu, tinggalkan masa lalumu dan kita rajut lagi kisah yang bahagia.”Naina tersenyum lalu mengangguk, “Tapi saya masih belum puas jika Evelyn masih bebas dan berkeliaran dengan uang Jake.”“Saya akan mengurusnya, saya pastikan dia tak bisa kabur kemana-mana. Apa yang ingin kamu lakukan dengannya? Membuatnya dipenjara?” Tanya Marven dengan lembut.Naina menggeleng, “Saya ingin dia merasakan rasanya hampir mati saat darah hampir habis di tubuhnya.” Katanya dengan dingin.Marven menga
Setiap inci tubuh rasanya seperti nyeri yang berkepanjangan, Evelyn yang tampak sangat pucat mulai sadar dari efek anestesi yang dimasukkan ke dalam tubuhnya.Sama-samar Evelyn melihat bayangan dua orang yang berada di depannya, dengan pelan dia bertanya, “S-siapa kalian?” Tanyanya dengan lemah.“Baru diambil dua kantong darah kau seperti akan mati, bagaimana? Menyakitkan bukan?” Suara yang sangat dikenali oleh Evelyn membuat dia sadar jika wanita di depan ini yang melakukan ini semua.“K-kau kejam!” Suaranya yang lemah mulai sedikit lebih tinggi, tatapannya yang kabur menangkap sosok Naina yang berdiri dengan seorang pria yang merangkul bahunya.“Kejam? Apa aku tak salah dengar. Aku yang bertahun-tahun mendonorkan darah dan juga hati untukmu apa itu tidak kejam juga, ha?! Karena kau, aku harus kehilangan anakku!” Emosi Naina mulai terpancing.Evelyn menelan ludah dengan susah payah, tubuhnya terasa lemas, dan kepalanya berdenyut hebat. Dia mencoba menggerakkan tangannya, tetapi tubuh
Beberapa bulan kemudian, suasana mewah dan hangat menyelimuti ballroom utama di mansion keluarga Tuner. Dekorasi elegan dipenuhi bunga putih dan ungu, selaras dengan tema pernikahan Rosana dan Andrian. Para tamu duduk tenang menyaksikan dua sejoli yang kini berdiri di altar, saling menatap dengan mata berbinar.Rosana terlihat anggun dalam gaun putih panjang yang menjuntai lembut, sementara Andrian tampak gagah dengan setelan jas hitam elegan. Di tengah keheningan yang khidmat, suara pendeta pun terdengar lantang dan syahdu:“Silakan ucapkan janji suci pernikahan kalian.”Andrian mengambil tangan Rosana dengan mantap. Suaranya terdengar tenang, namun penuh emosi.“Aku, Andrian, berjanji untuk mencintaimu, Rosana, di setiap hari baik maupun buruk. Aku akan menjadi rumah tempatmu pulang, pelindung saat kau lelah, dan sahabat yang selalu ada. Hari ini, aku tidak hanya menikahi wanita yang kucintai… aku juga menikahi masa depanku.”Rosana menarik napas pelan, matanya berkaca-kaca. Ia meng
“Baby boy datang….” Nyonya Sisca membawa box bayi dengan semangat.Naina yang terbaring di ranjang tersenyum bahagia karena ini adalah pertama kalinya dia melihat putranya setelah beberapa hari dalam perawatan.Nyonya Sisca meletakkan box bayi itu dengan hati-hati di samping ranjang Naina. “Lihatlah, dia sudah membuka matanya tadi pagi. Seperti sedang mencari-cari ibunya,” ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca karena haru.Naina mengangkat tangannya pelan, matanya sudah basah melihat sosok mungil di dalam box itu. “Sayang… sini, peluk mama,” bisiknya lirih.Marven dengan hati-hati mengangkat bayi itu dan meletakkannya di dada Naina. Tangis kecil si bayi langsung mereda saat merasakan dekapan ibunya.“Raynar Elric Tuner,” gumam Naina sambil mencium kening putranya. “Selamat datang di dunia, nak…”Marven berdiri di samping mereka, mengelus lembut kepala istrinya dan putranya. “Keluarga kita lengkap sekarang…” ucapnya pelan, penuh rasa syukur.Rosana yang menyaksikan dari pintu hanya ter
Di luar ruang operasi, ketiganya tampak berdoa masing-masing menunggu kabar baik.Setelah beberapa jam telah terlewati, mereka mendengar suara tangis bayi di dalam.Nyonya Sisca dan Rosana langsung menoleh, senyum mereka akhirnya merekah.“Bayinya selamat!” Ucap Nyonya Sisca bahagia.Namun Marven sama sekali tak merasa lega, karena dia belum melihat dokter keluar dan bagaimana keadaan istrinya di dalam.Marven berdiri perlahan, tubuhnya kaku seperti batu. Suara tangis bayi yang seharusnya menjadi kabar bahagia justru terasa menggantung baginya. Matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang masih tertutup rapat.Rosana berdiri di sampingnya, ikut terdiam saat menyadari ekspresi kakaknya tak berubah. Nyonya Sisca, yang sebelumnya tersenyum lega, kini ikut dilanda cemas lagi.Beberapa menit kemudian, pintu ruang operasi akhirnya terbuka.Seorang dokter keluar, wajahnya tampak lelah, namun tetap menunjukkan sikap profesional. Marven langsung menghampirinya dengan langkah tergesa.“Dok,
“Sayang, hati-hati!”Suara Marven menggema cukup keras dari balik balkon, namun Naina yang sedang berjalan santai dari arah taman tidak terlalu mendengarnya. Fokusnya tertuju pada burung kecil yang bertengger di pagar, membuat langkahnya sedikit melambat.Namun tiba-tiba kakinya menginjak batu kecil yang tertanam tak rata di jalan setapak. Dalam sekejap, tubuh Naina kehilangan keseimbangan. Dia terjatuh ke samping, dan suara benturan tubuhnya di tanah disertai ringisan kesakitan langsung membuat jantung Marven seakan berhenti berdetak.“Naina!”Ia langsung berlari menuruni anak tangga tanpa pikir panjang. Beberapa pelayan yang melihat kejadian itu pun ikut panik.“Aaahh… Marven… perutku…” suara Naina lirih namun penuh ketakutan, tangannya menggenggam erat perutnya yang besar.Ketika Marven sampai di sisinya, ia melihat noda darah mulai merembes dari balik gaun Naina. Wajahnya langsung pucat. “B-Ben! Siapkan mobil sekarang! Cepat! Kita ke rumah sakit!” teriaknya tanpa menoleh.Ben yang
“Di lamar?!” Marven dan Naina langsung menoleh bersamaan saat mendengar hal itu.Rosana menundukkan kepalanya malu, “Iya kak,”Naina langsung menjerit kecil penuh antusias sambil memeluk adiknya, “Aaaa! Ros, selamat! Ya ampun, kamu akhirnya dilamar juga! Aku seneng banget!”Marven hanya menghela napas panjang lalu menatap Andrian tajam tapi dengan nada menggoda, “Kau berani-beraninya melamar adikku tanpa izin? Minimal kasih kode dulu”Andrian mengangkat tangan seperti menyerah, “Sumpah, tuan Marven, saya niatnya baik dan serius. Dan cincin itu bukan cuma simbol, saya juga sudah siapkan semuanya untuk langkah selanjutnya.”Naina menoleh ke Marven sambil tersenyum penu
“Wow cantik sekali, pilihanku memang tak pernah salah,” puji Andrian saat melihat Rosana keluar dengan gaun hijau cantik namun tak berlebihan.Rosana menahan senyumnya sambil memukul lengan pria itu, “jangan menggodaku!”Andrian tertawa ringan sambil merapikan jasnya, lalu membuka pintu mobil untuk Rosana. “Aku hanya jujur, kok. Lagipula, malam ini sepertinya aku yang beruntung bisa pergi dengan wanita secantik kamu.”Rosana tersipu, tapi tetap gengsi untuk mengakuinya. “Huh, bisa aja kamu. Ayo jalan, sebelum aku berubah pikiran.”Andrian mengangguk sambil menahan senyum puas. “Baik, nona Rosana. Tapi kalau kamu berubah pikiran dan memutuskan untuk mencintaiku sekarang juga, aku nggak keberatan.”Rosana hanya mendecak pelan, “Dasar kamu…,” lalu masuk ke mobil dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan.Dan saat mereka sampai di sebuah restoran yang menyajikan makanan ala timur tengah, Rosana masuk dengan dibantu oleh Andrian yang setia menggandengnya.“Selamat datang, tuan dan nona. M
“Kematian pada ibu hamil memang beberapa terjadi tuan, tapi itu hanya sebagian kecil dari ibu yang selamat,” jelas dokter saat diundang langsung diruang kerja Marven.Marven sejak kemarin terus dihantui oleh rasa ketakutan istrinya sampai menyuruh Ben mengundang ahli kandungan untuk berkonsultasi sendiri.Dokter yang duduk dengan tenang di hadapan Marven menatap pria muda itu dengan bijak. “Saya paham kekhawatiran Anda, Tuan Marven. Kecemasan seperti ini sangat wajar, apalagi bagi suami yang sangat mencintai istrinya dan calon anaknya. Tapi izinkan saya memberikan sedikit ketenangan…”Marven, yang duduk bersandar dengan tangan saling menggenggam di depan mulutnya, hanya mengangguk pelan. Matanya tampak lelah—bukan karena kurang tidur, tapi karena dihantui ketakutan sejak Naina mengungkapkan kekhawatirannya.“Pertama, kondisi nyonya Naina sejauh ini sangat baik. Tensi, detak jantung janin, pertumbuhan, semua dalam batas normal dan sehat. Tak ada indikasi bahaya seperti preeklampsia, pl
“Sejak kapan perutmu sudah sebesar ini, sayang?” Marven terkejut saat bangun tidur mendapati perut istrinya membuncit dan ada gerakan kecil disana.Naina dengan kesal langsung memukul pelan suaminya itu, “ini sudah hampir tujuh bulan, wajar jika perutku besar.”Marven terkekeh pelan, “Sebentar lagi kita akan bertemu baby boy,” gumamnya sambil menciumi perut istrinya dengan gemas namun langsung ditendang oleh anaknya dari dalam.Marven terperanjat kecil saat perut istrinya menendang balik tepat di pipinya. “Wah! Ini anakmu atau petarung MMA, sih?” ucapnya sambil tertawa geli, masih memegang pipinya yang baru saja ‘disentuh’ oleh calon buah hatinya.Naina ikut tertawa, meski sedikit meringis karena tendangan itu memang cukup kuat. “Dia aktif banget, apalagi kalau dengar suara kamu. Mungkin dia tahu ayahnya cerewet.”Marven menyipitkan mata berpura-pura tersinggung. “Cerewet demi anak dan istri tercinta, oke? Lagian, suara ayahnya ini yang bikin kamu nyaman di perut sana, ya kan, Nak?” k
“Bagaimana keadaan istri saya dok? apakah dia dan calon anak saya baik-baik saja?” tanya Marven dengan wajah kalut penuh ketakutan dan merasa bersalah karena melakukannya dengan keras hingga istrinya kesakitan.Dokter terlihat tenang, menatap Marven dan Naina yang duduk di ranjang rumah sakit. Naina sudah berbaring dengan infus di tangan, sementara Marven masih menggenggam jemarinya erat-erat.“Untung kalian cepat datang,” ucap dokter sambil mengecek data di tablet-nya. “Istri Anda mengalami kontraksi ringan akibat tekanan fisik yang terlalu intens. Tapi tenang, kondisi janinnya masih stabil, tidak ada tanda bahaya besar. Namun…”Marven menegakkan tubuhnya, wajahnya menegang. “Namun…?”Dokter menatap Marven dalam-dalam. “Dia harus benar-benar beristirahat dan menghindari aktivitas fisik yang terlalu berat, termasuk… hubungan suami istri. Setidaknya sampai trimester pertamanya benar-benar aman. Saya akan beri obat pereda kram, dan nanti ada vitamin tambahan juga.”Marven menghela napas