"Mas Xaba kasar sekali, tangan saya sakit," ujar Ayasya menyentuh pergelangan tangan dengan gerakan memutar. "Ada keperluan apa Mas memaksa saya kemari?" tanya Ayasya, pandangannya mengitari ruangan mewah tempatnya berdiri sekarang.Ia menduga ini tempat tinggal Xaba selama di Jakarta, Ayasya melihat ada foto keluarga Santos terpasang di dinding.Xaba mengamati Ayasya dari ujung kaki. "Kamu mengubah penampilan, tidak kampungan lagi?" nilai Xaba. Tidak dipungkiri kalau Ayasya anggun dengan gaun lengan panjang dan sebatas betis. Sementara rambut panjangnya diikat separuh tergerai.Ayasya melihat dirinya sendiri. "Biasa saja, ini tuntutan pekerjaan," sahut Ayasya. "Apa maksud Mas memaksa saya kemari?" Ayasya menuntut jawaban."Baik, aku tidak perlu basa-basi. Aku minta kamu jauhi papa. Bila perlu ibu juga dan tinggalkan rumah keluarga Santos!"Ayasya berdiri dengan tampang melotot, serasa tidak percaya pada apa yang baru saja didengarnya. Namun, Ayasya berusaha mengendalikan kegeraman t
"Sayang, mengapa dia ada di sini?!" teriak Milen pada Xaba yang berjalan di belakangnya."Aku ada keperluan dengannya menyangkut papa."Milen mengangguk-angguk, matanya mengamati serakan lembar foto mesra antara perempuan di hadapannya dengan pria yang dikenal sebagai ayah Xaba."Kadang yang dipercaya membuat ulah. Bagaimana kalau tante Tari tahu hal ini?" Milen mendengkus menunjukkan kekesalan pada Ayasya yang berdiri dengan sesekali terisak. Tidak ada sapaan ramah untuk tamu yang datang."Ibu jangan sampai tahu, rahasia ini hanya pada kita dan adikku, Xinta," jelas Xaba sembari menatap ke arah Ayasya."Jadi, kamu bersedia menjauhi Pak Xabier?" Milen berjalan lebih dekat ke arah Ayasya.Ayasya membalas tatapan Milen, menolak strategi intimidasi yang dilontarkan padanya. "Saya dan Pak Xabier tidak punya hubungan khusus," bantah Ayasya, tangisnya telah mereda.Milen terbahak-bahak mendengarnya lantas mengambil selembar foto dan menunjukkan pada Ayasya. "Foto pelukan ini bukan tanda ada
"Akhir bulan kita siap, ya, untuk melakukan peresmian cabang baru. Saya harap staf yang direkrut merupakan yang terbaik dari pelamar yang masuk," pesan Ayasya pada karyawan yang ditugaskan memegang calon cabang di Bandung.Usai Ayasya melakukan kunjungan ke calon cabang dan segala persiapan perekrutan staf restoran Pohon Rindang di Bandung, ia berencana langsung kembali ke Surabaya.Hanya saja, Ayasya khawatir akan keselamatannya bila ia melewati Jakarta. Tiket kepulangan ke Surabaya belum Ayasya pesan, sehingga ia mengecek ponsel untuk menemukan jalur alternatif selain melewati Jakarta.Saat bersamaan, taksi yang menjemput Ayasya telah datang. Ayasya minta diantar ke hotel tempatnya menginap.Ayasya menuju kamar hotel dengan kartu akses yang telah diberikan oleh pihak hotel. Ia bersama dengan sejumlah tamu hotel masuk ke dalam elevator lift yang akan mengantar ke lantai yang diinginkan.Sewaktu Ayasya membuka pintu kamar, mendadak ia didorong masuk oleh seseorang. Ayasya terkejut bu
Ayasya berniat membantah ucapan Xaba. Saat ia akan membuka suara, Batari sudah memeluk Ayasya dengan erat.Mulut Ayasya menjadi terkatup kembali. "Ibu senang sekali mendengar Xaba akan memperistri Ayas," ucap Batari dengan girang. "Kamu serius 'kan Xaba?" tanya Batari usai mengurai pelukan pada Ayasya lalu menoleh pada putranya.Xaba hanya mengulas senyum, Ayasya menyipit menatap Xaba yang tidak mengeluarkan suara apa pun."Harapan ibu kalian bisa pelan-pelan saling mencintai. Ibu dan papa sangat mendukung rencana ini," lanjut Batari.Xaba mengerling melihat ekspresi ayahnya yang terlihat biasa, entah maknanya apa, pikir Xaba."Papa, bila Ayas menjadi istriku, dia tidak lagi tinggal di rumah ini dan berhenti bekerja di restoran Papa," ucap Xaba menoleh pada Xabier.Xabier menghela napas dalam. "Rencana ini memang sangat mendadak, Ayas juga baru bekerja di restoran. Tapi, kalau kalian telah bersepakat papa dan Ibu merestui," komentar Xabier dengan ekspresi lebih tenang dibanding Batar
Hati Ayasya rasanya gelisah, ketenangan hidup selama kurang lebih tiga bulan ini diusik oleh Xaba yang mendadak menginginkannya menjadi istri. Dugaan kuat Ayasya mengenai penyebab Xaba ingin menikahinya adalah mengenai foto-foto mesra dirinya dan Xabier yang membuat Xaba mengira mereka memiliki hubungan khusus.Prang!Ayasya tidak sengaja menyenggol nampan pelayan restoran hingga mengenai seorang pelanggan. Tubuh Ayasya di restoran, tetapi pikirannya mengawang-awang."Aduh... maaf... maaf sekali," ucap Ayasya merasa tidak enak hati pada pelanggan barunya.Pria itu terkena tumpahan kuah panas, ia refleks berdiri lalu menunduk memeriksa pakaiannya."Saya mohon maaf ya, Pak, saya tidak sengaja," ucap Ayasya panik sembari mengatup kedua tangan di depan dada, ia bingung harus melakukan apa lantaran pelanggannya pria.Perhatian beberapa pengunjung terpusat pada kejadian itu. Pelayan pun takut disalahkan, padahal ia berada di posisi yang benar untuk menghidangkan makanan dan minuman.Ayasya
Ayasya pulang kerja seperti biasa, ia berpamitan dengan para staf yang dianggap sebagai rekan kerja sepenanggungan, sekalipun ia merupakan atasan mereka.Saat Ayasya menoleh ke kiri dan kanan mencari taksi yang berhenti untuk ditumpangi, seseorang memanggilnya."Ayas!" Ayasya memandang ke sumber suara. Seorang pria berkacamata hitam menggunakan masker berdiri dekat sebuah mobil yang Ayasya kenal siapa pemiliknya."Mas Xaba, ngapain di sini? Bapak sudah pulang lebih dulu," ucapnya begitu sampai dekat Xaba berdiri."Aku tidak cari papa. Ayo, masuk mobil!" Xaba berjalan menuju bangku pengemudi."Mas, tunggu. Mas mencari saya? Menjemput, gitu?" Ayasya serasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, sehingga ia perlu memastikan."Menurut kamu aku mencari siapa lagi? Buruan sebelum banyak orang kenal denganku," ucap Xaba gegas masuk ke dalam mobil.Sebagai seorang artis, bila Xaba bertemu dengan penggemar, maka hal wajib dilakukannya adalah menanggapi dengan ramah. Sementara, Xaba sedang b
Usai membayar menu makanan, Xaba berjalan menuju kendaraan lalu duduk di bangku pengemudi.Ayasya buru-buru berpamitan dengan Elang."Jangan segan bila kamu butuh bantuan," ucap Elang sebelum keduanya berpisah.Ayasya membuka pintu penumpang lalu masuk dan memasang sabuk pengaman.Xaba mengendarai mobil menjauhi kafe Awan Cerah. Pria itu hanya diam. Ayasya melihat arah kendaraan dikemudikan bukan ke arah rumah."Mas, kita mau ke mana?" tanya Ayasya. "Pindah," jawab Xaba singkat ditanggapi anggukan Ayasya."Siapa tadi?" tanya Xaba dengan pandangan lurus ke arah jalan yang dipenuhi kendaraan dengan gerak perlahan.Ayasya menoleh sesaat, tadi Xaba menolak dikenalkan, sekarang pria itu menanyakan siapa yang bersamanya tadi. 'Aneh,' batin Ayasya. "Teman kampus. Mas ingat beberapa bulan lalu saya pernah cerita mengenai orang yang mau membantu jadi kekasih pura-pura, ya, itu dia orangnya," jelas Ayasya antusias."Tidak ingat," jawab Xaba spontan.Xaba membelokkan kendaraan ke sebuah hotel,
Ayasya benar-benar marah pada Xaba yang bertindak semaunya. Ia menyerang Xaba dalam kendaraan, sampai-sampai pria itu kewalahan di buatnya."Ayas! Ayasya!" gertak Xaba sembari mencengkram kedua pergelangan tangan Ayasya. Ayasya terhenyak diiringi derai air mata, ia menatap manik Xaba dengan luka."Kapan Mas percaya kalau saya tidak punya hubungan dengan bapak? Jangan ikat saya dalam pernikahan kalau nyatanya Mas tidak menginginkan saya," ujar Ayasya disela isak tangisnya.Terbit rasa iba dalam diri Xaba memandang kondisi Ayasya yang berantakan dan basah."Lepaskan!" Ayasya menarik diri dari cengkraman Xaba. Pria itu mengurai genggaman kuatnya.Ayasya beringsut ke ujung bangku penumpang, menatap keluar kendaraan seraya sesenggukan. Tubuhnya tidak nyaman, menggigil kedinginan, tetapi berkeringat. Kepala Ayasya mendadak pusing, tidak tahan, sampai ia rebah dalam kegelapan.Xaba panik melihat Ayasya tidak sadarkan diri. "Ayas... Ayas... bangun," ucap Xaba menepuk pipi Ayasya. Ia menyentu
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca