118PoV Sultan Aku memekik seraya meraih tubuh Michelle untuk kemudian ditarik lagi secepat kilat hingga tubuh kami bersandar di mobil. Untuk beberapa lama aku memejam karena kaget. Tidak menyangka Michelle senekat itu. “Apa kau sudah gila?” Aku menghardik wanita yang malah tersenyum sinis, setelah rasa kaget berangsur pulih. “Kenapa? Kau mengkhawatirkanku? Bukankah kau bilang aku tidak penting?” Aku menggeleng kesal, sebelum menarik tangannya dan memutar ke sisi kiri mobil. Membuka pintunya, kemudian mendorong tubuh Michelle hingga berada di dalam mobil. Ya, dia memang tidak penting bagiku, tetapi aku tak mungkin membiarkan seseorang bunuh diri di depan mata ini. Apalagi dia wanita yang katanya mengandung anakku. Michelle menjerit-jerit di dalam mobil minta dikeluarkan. Namun aku tetap menguncinya. Aku langsung berlari ke seberang sana, tentu dengan berhati-hati. Aku memasuki pelataran gedung tinggi di mana Ana dibawa Alvin dan seorang lainnya ke dalam sana. Kutemui petugas k
119PoV AlvinSusah sekali untuk meyakinkan Viona jika apa yang kulakukan kepada Viola hanya untuk menutupi hubungan kami yang dianggap haram dan tabu di negara ini. Ya, aku tahu ini haram dan sesuatu yang tabu. Bahkan orang-orang seperti kami dipandang jijik di negara ini. Padahal di negara-negara barat sana, pernikahan sesama jenis sudah dilegalkan. Karena itu bagian dari hak asasi setiap orang. Aku tahu ini haram menurut agama yang kuanut. Namun, siapa yang bisa mencegah perasaan yang sudah mendarah daging? Hubunganku dengan Viona sudah berjalan sangat lama. Berawal dari pertemuan di kampus saat masih sama-sama kuliah. Rasa saling tertarik mengalir dengan sendirinya berawal dari sikap saling peduli satu sama lain. Selama kuliah, ia satu-satunya teman yang peduli padaku. Ia rela mengorbankan apa pun untukku. Bahkan saat skripsiku tak kunjung selesai karena saat itu Ayah mulai sakit-sakitan dan perusahaan kami hampir gulung tikar, Viona yang menyusunkannya untukku. Tak ada sesuat
120PoV AlvinAku berhasil menemukan Viola yang diculik beberapa orang setelah melacak ponselnya. Ternyata ia ingin dijual ibu tirinya. Untunglah ia bisa meloloskan diri. Kalau tidak, bagaimana dengan bunda yang panik karena calon menantu kesayangannya hilang menjelang hari pernikahan? Mau ditaruh di mana muka kami jika pernikahan ini batal dengan alasan lagi-lagi pengantin wanita kabur? Semua aku pikir akan berjalan lancar saat Viola kubawa pulang. Namun, ternyata ia menolak melanjutkan pernikahan kami dengan alasan ingin seorang suami normal. Itu tentu menyulut emosiku. Aku dan Viona membawa kembali Viola ke apartemen. Akun ingin memberinya pelajaran karena ia tidak tahu diuntung. Aku ingin memberi pelajaran seperti yang kulakukan kepada temannya yang bernama Fera. Viona memberi ide lebih gila, ia mengajakku melakukan hubungan intim yang biasa kami lakukan di depan mata Viola. Gilanya lagi, aku menyetujui ide gila itu untuk menyiksa psikis wanita itu. Sepertinya berhasil karena
121Pov Alvin“Kita buang saja jasadnya ke bawah lewat balkon belakang, Mas. Setelah itu baru menerima tamu. Tidak akan ada yang tahu, kan?”Mataku membola mendengar ide gilanya.“Atau kita sembunyikan dulu dalam lemari es. Setelah aman, kita bunuh dan mutilasi dia. Baru dibuang!”Mataku semakin membola. Bahkan kurasakan ingin keluar dari rongganya. Bagaimana ia bisa berpikiran sampai sejauh itu? Aku hanya ingin menyembunyikan Viola sementara agar tamu yang datang tidak curiga. Lihat! Bahkan tamu yang mengetuk pintu bertambah ramai. “Jangan gila, Viona! Aku hanya ingin menyembunyikan tubuh Viola. Bukan ingin membunuhnya. Setelah aman, aku akan membawanya ke rumah sakit!”“Dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi, Mas! Aku lebih baik membunuhnya daripada melihat kau menyentuhnya di depan mataku!” Ia berteriak lagi. Kali ini lebih dekat dengan wajahku. Bahkan kurasakan liurnya berhamburan mengenai wajah ini. “Apa sebenarnya yang kau pikirkan, Viona? Aku menyentuh Viola hanya untuk m
122PoV ViolaAku mengerjap menahan silau dari cahaya di atas kepala. Setelah berkali-kali mencoba untuk membuka mata, kini dapat terlihat jika aku tengah berada di ruangan dengan warna putih yang dominan. Bau obat-obatan yang khas langsung memenuhi indera penciuman. Hingga aku dapat menyimpulkan tengah berada di rumah sakit. Kenapa aku berada di sini? Aku mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum menemukan diri ini di sini. “Ana, kau sudah sadar?” Suara familier dari samping ranjang tempatku berbaring, membuatku menoleh. Dan aku langsung mendapati wajah yang ... ah, kenapa ada dia di sini? Aku memalingkan wajah lagi saat pandangan kami bertemu. Sungguh, aku tak ingin bertemu dia saat ini. Apalagi di sini, saat kondisiku tak berdaya. Ya, tak berdaya. Kurasakan seluruh tubuh ini remuk-redam. Sakit di mana-mana. Sudut bibir perih, bahkan saat ingin meringis. Aku memejam lagi hingga terbayang penyiksaan yang dilakukan manusia jadi-jadian kekasih haramnya calon suamiku. Miris buk
123Tuan Sultan menyelimutiku setelah aku tenang dan kembali berbaring. Bapak-bapak polisi sudah pergi. Awalnya mereka ingin meminta keterangan dariku. Namun, Tuan Sultan tidak mengizinkan karena kondisiku yang belum stabil. Aku memejamkan mata. Rasanya masih belum percaya jika semua ini terjadi. Aku merencanakan pernikahan dengan lelaki penyuka sesama jenis yang memiliki kekasih seorang psikopat. Mereka orang-orang aneh yang menakutkan. Bersyukur aku selamat dari mereka. Berita yang kudengar dari obrolan Tuan Sultan dan Bapak-bapak polisi itu, Vino menembak Alvin sebelum menembak kepalanya sendiri. Seperti yang kuduga, pasangan menyimpang seperti itu biasanya posesif dan temperamental. Sekali lagi aku tidak menyangka bisa terlibat dengan mereka. Tak dapat kupungkiri, aku berterima kasih kepada Tuan Sultan. Entah bagaimana dia bisa menyelamatkanku. Walaupun tidak serta- merta bisa memaafkan semua kesalahannya, untuk kebaikannya yang satu ini aku sangat berterima kasih. Tak terb
124Entah apa yang diinginkan Tuan Sultan dariku. Kenapa ia selalu menemaniku di sini? Tidakkah tunangannya marah? Aku tak ingin bermasalah lagi dengan siapa pun. Cukup sudah orang-orang menindas dan menyakiti diri ini. Sudah berkali-kali kukatakan bila aku bisa mengurus diri sendiri. Tak perlu lagi datang ke sini. Namun, ia tetap saja datang. Tak memedulikan ucapanku. Padahal pula aku tak pernah menganggap ada keberadaannya. Aku selalu memunggunginya setiap kali ia berada di ruangan ini. Sekali lagi aku tak ingin memedulikan orang itu. “Aku sudah mencari tahu keberadaan Ibu Ayumi, ibunya Alvin.” Suatu saat ia seperti sengaja memancingku bicara. Ia sangat tahu jika aku sangat mengkhawatirkan bunda. Awalnya aku diam memunggungi. “Dia ternyata dirawat di rumah sakit ini juga.”Aku masih diam. Tidak tahu harus berkata apa. “Karena sekarang kau sudah baikan, aku bisa mengantarmu ke sana.”Mataku melebar. Mengantarku menemui bunda? “Tapi sepertinya, Bu Ayumi belum sadarkan diri. Mas
125PoV SultanShit! Kenapa Michelle harus datang di saat seperti ini? Segala ngancam mau ikut tinggal di sini. Tak akan kubiarkan sedetik pun. Aku tidak sudi perempuan seperti dirinya mengacaukan rumah dan ketenanganku. Tinggal jauh saja sudah menyusahkanku, apalagi bila tinggal di sini. Sekilas kulirik wajah Ana yang berubah merengut. Kemudian menyeret Michelle agar menjauh dari Ana. “Kenapa kau datang? Bukankah aku baru saja mentransfer sejumlah uang?” Aku menekan suara agar Ana tidak dapat mendengarnya. “Kau tanya kenapa? Karena perasaanku tidak enak. Dan ternyata benar, kau membawa wanita itu ke sini!” balas Michelle dengan wajah merah. “Dengar Michelle, dia sebatang kara, tidak ada keluarga. Dia juga baru mendapat musibah.”“Aku juga sebarang kara di sini, tidak ada keluarga.”“Aku sudah memberimu apartemen!”“Kau hanya menyewakan untukku!”“Yang penting kau ada tempat tinggal!”“Kalau begitu, kau juga sewakan saja rumah untuknya. Kenapa harus dibawa ke sini?” Michelle kera
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan