Usai pernikahan kecil itu digelar Aisyah pun resmi menjadi nyonya Afran meski dalam pernikahan rahasia mereka. Cinta mereka rahasia maka sangat layak bila pernikahan mereka pun rahasia. Aisyah terus menikmati setiap sajian yang dihadirkan Allah melalui pendar-pendar cintanya pada Pak Afran. Apapun takdir yang Allah bingkis adalah takdir yang sangat indah bagi Aisyah.
Ranjang dengan seprei putih ditambah bau wangi yang membuat cinta kian bersemi mengawali sentuhan halal keduanya. Hingga puisi cintapun tak mampu menggantikan keberadaan mereka berdua. Kekaguman demi kekaguman mengalir sampai sebuah ceritapun hadir.“Aku pernah menikah dengan wanita lain sebelum kamu..”Aisyah meraba hatinya sendiri. Ia merasa sangat sedih. Ia sempat memberi jeda dalam hatinya dan memilih diam tidak berucap. Mestinya Pak Afran tidak usah berkisah hanya akan timbulkan luka.Dalam bayangan Aisyah, Pak Afran adalah sosok yang luar biasa, sosok yang demikian sempurna hingga ketika cerita tentang wanita lain bertebaran cerita itu demikian menyakiti hati Aisyah.“Sebenarnya tidak mengapa seorang suami menikah lagi selama ia bisa berbuat baik dan tidak merugikan siapapun namun ketika hal itu Bapak yang melakukan mengapa hati Aisyah terasa tidak nyaman ya ?” Tanya Aisyah seolah sedang berkata dengan hatinya sendiri. Dan dengan tatapan bijaknya Pak Afran menatap Aisyah seolah tanpa rasa bersalah.“Ibarat sebuah lukisan sekarang lukisan tersebut hanya berisi coretan-coretan penuh warna namun tanpa bentuk.” Jiwa Aisyah bergetar. Selama ini seterjal apapun jurangnya Aisyah tetap berusaha menjaga cintanya pada Pak Afran tetapi mengapa Pak Afran tidak berlaku sama. Bahkan terhadap pernikahannya sendiri.“Bapak hanya ingin jujur padamu,” begitu kata beliau.‘Jujur yang mana ? Menyakitkan sekali kejujuran hari ini. Ini hari pertama pernikahan mereka sedang hari ini juga Pak Afran bercerita tentang kisah cinta yang lain.’“Sudahlah, yang penting ceritanya sudah usai. Sekarang sudah tidak ada hubungan apa-apa. Dan Bapak pun telah menunaikan semua kewajiban Bapak padanya termasuk tentang rumah, mobil juga nafkah.”The smart girl…Lirih sekali Aisyah merenda kata itu, secantik dan seistimewa apa wanita itu hingga mampu menempati ‘sedikit’ dari tempat ummi, hingga mampu membuat Pak Afran ‘terlena’.Pak Afran bukan lelaki perayu seperti yang lain, bukan juga lelaki yang dengan mudah mengumbar perasaannya. Pak Afran tidak mengikuti gaya para pejabat yang ‘mungkin’ suka berganti kesenangan kemudian meletakkannya di luar rumah agar tak terbaca. Pak Afran lelaki cuek, agamis juga lelaki paling jujur yang pernah Aisyah kenal. Namun kenyataan bahwa Pak Afran jatuh cinta lagi sungguh di luar dugaan. Wanita itu pasti sangat istimewa.Malam bergati pagi, suasana gelap pun berganti terang. Secercah sinar telah muncul menerobos jendela kamar. Tahajud dan subuh berjamaah terlalui sudah. Meski masih canggung namun Aisyah berusaha sebiasa mungkin dihadapan Pak Afran. Ach, mengapa ia demikian terluka dengan cerita wanita lain yang baru saja ia dengar, harusnya ia biasa saja tak usah terlalu berlebihan. Namun entah mengapa hatinya tidak bisa mentolerir kisah ini. Terdengar lucu memang. Bukankah Aisyah adalah wanita baru jadi mengapa harus marah ? Entahlah.Mungkin jika kesalahan itu dibuat oleh seseorang yang ‘biasa saja’, Aisyah mungkin akan lebih bisa memaafkan namun cerita ini dilakukan oleh seseorang yang bertahta dihatinya sekian lama maka jelas lukanya demikian terasa.Hingga waktu untuk pulang pun tiba, Pak Afran mendekati Aisyah, ia berkata dengan penuh wibawa.“Bagaimana ?diteruskan atau kita selesaikan saat ini?” tanyanya pada wajah Aisyah yang merona merah.Aisyah menunduk tanpa kata. Ia tak mampu mengucapkan kalimat apapun kecuali hanya diam hingga Pak Afran mendekat dan berkata lagi.“Sabar dulu, ya.” Pitutur beliau sambil menatap Aisyah dengan tatapan teduh luar biasa.Aisyah hanya diam, gemuruh di hatinya berkibar. Seolah ada lipatan-lipatan yang ia sembunyikan. Ia ingin menjadi istri yang baik bagi Pak Afran namun ada ngilu di tenggorokan yang tak mampu ia telan.Usai hari itu, Aisyah dan Pak Afran semakin sering berbicara melalui whatsapp maupun telephon. Mereka makin intens dan terasa makin dekat. Setiap saat perbincangan mengalir.Pak Afran yang kemarin sering sekali menceritakan tentang wanita lain kini sama sekali tidak hingga Aisyah berfikir bahwa Pak Afran memang lelaki yang baik. Andai pernah ada luka dalam lipatan hari-harinya maka itu adalah bagian dari kemanusiaannya. Ia sama sekali tidak bersalah atas itu.Bila Allah saja demikian pemaaf maka mengapa Aisyah sebagai seorang hamba tak mampu berbuat hal yang sama ?Di suatu pekan yang dingin, di dalam kamarnya yang sepi Aisyah menulis pesan untuk suaminya.“Pak…” tulis Aisyah menyapa.“Nggih..”“Sedang apa ?”“Sedang menulis pesan untuk istri bapak.”Duar !!so sweet, ribuan purnama berlalu dan ini adalah kalimat pertama terindah yang ditulis oleh Pak Afran untuk Aisyah.Mata Aisyah berpendar-pendar, hatinya berbunga-bunga. Jelaslah, wanita mana
Pukul 21.30 Pak Afran tampak masih online tetapi bukan dengan Aisyah. Aisyah meradang, menunggu pada menit keberapa ia akan disapa. Namun Pak afran tak kunjung menyapa juga. Aisyah mulai tidak berdaya untuk menahan kesabarannya dan menghentikan Tanya.“Pak..” Sapa Aisyah, semenit, dua menit hingga pada menit ke tiga sapa itu pun terjawab.“Iya..”“Masih online, Pak, tumben”“Ada sedikit konsultasi yang harus Bapak layani.” Jelas Pak Afran. Sontak hati Aisyah meletup-letup.“Hanya pasien konsultasi istimewa yang akan dilayani di jam-jam istimewa.” Jawab Aisyah mulai keras dan di usianya Pak Afran bukannya tidak tahu bahwa Aisyah sedang marah.Singkat ia menjawab “He, he, he.” Hanya itu lalu tulisan online pun hilang.Aisyah mencoba bersenda gurau dengan hatinya, mencoba menertawakan rasa yang ia punya. Sedemikian cintakah ? Sedemikian agungkah ?Dalam pernikahan sebelumnya bila permasalahan seperti ini terjadi maka Aisyah pasti memilih pergi, namun hari ini me
Demi meredam gemuruh hatinya Aisyah pun memutuskan datang menuju rumah dinas Walikota dimana Pak Afran berada disana. Tanpa memberi kabar dan tanpa persetujuan seperti yang Aisyah lakukan biasanya. Ia melangkah saja.Masih dengan avanza hitam ia melaju kencang. Ia harus menuntaskan semua tanya, selagi hari libur dan masih pagi. Pasti Pak Afran belum terlalu sibuk.Sesampainya di rumah megah dengan beberapa penjaga Aisyah memarkir mobilnya lalu menyapa Herlambang seorang satuan polisi pamong praja yang telah lama ia kenal.“Bapak ada ?” Tanya Aisyah dan tanpa curiga Herlambang pun mengatakan.“Ada “Aisyah hendak berlari kecil menuju rumah megah itu namun seorang petugas berkata.“Bapak masih ada tamu mbak.”Aisyah berhenti sejenak, pikirannya berkelebat tanya.“Laki atau perempuan ?”“Perempuan Mbak.”“Oh… perempuan, ya ga pa pa lah, biar aku tunggu disana.” Aisyah melayangkan jari telunjuknya menuju suatu tempat hingga Herlambangpun mengijinkan Aisyah
Wajah mereka menatap nanar pada Aisyah, tiga anak berjajar di depan Aisyah dengan tatapan kebencian yang luar biasa. Mereka mungkin menganggap bahwa Aisyah adalah wanita penyebab ayahnya melupakan almarhumah umminya. Mereka mungkin menilai bahwa Aisyah adalah wanita yang akan menghabiskan harta orang tuanya. Dan siapa yang tidak kenal Aisyah dengan masa lalunya yang buruk.Aisyah hanya wanita biasa ketika ia bekerja di rumah megah nan mewah ini. Aisyah hanya seorang sekretaris biasa, Aisyah bekerja dan dibayar di rumah ini. Sedangkan Pak Afran dan keluarga memiliki trah dan jabatan terpandang di mata masyarakat. Aisyah bukan siapa-siapa. Itu sebabnya putri Pak Afran marah besar saat tahu bahwa Aisyah adalah wanita yang saat ini diajukan oleh Sang Bapak untuk menjadi istri dan ibu baru mereka. Untuk menempati singgasana indah rumah mereka.“Bapak mestinya sadar, siapa dia, Pak..” Pekik putri pertama Pak Afran. Meski lirih dan masih sopan namun jelas
Aisyah berkemas, ia sudah meminta anak-anaknya merapikan pakaiannya. Ia ingin pergi dari rumah ini. Ia memilih menutup cerita cintanya dengan Pak Rahman. Ia memilih meninggalkan sebelum di tinggalkan.Itu sebabnya ia berkemas."Kita akan kemana, Ma? " Tanya Adim padanya.Aisyah tidak menjawab tanya itu, ia hanya melingkarkan lengannta di leher Adim, menarik pelan kepala bocah sepuluh tahun itu. Membelainya lembut.Aisyah membiarkan mobil melaju hingga di sebuah kota yang penuh dengan hiruk pikuk itu menyapa mereka.Malang, Aisyah memilih mengontrak rumah mewah di tengah kota Malang. Sementara disini ia akan tinggal bersama anak-anak. Jarak Malang dengan tempat ia tinggal sangat jauh kisaran enam jam perjalanan darat. Hal itu Aisyah harapkan dapat sejenak menjadi pelipur lara hatinya.Sebuah perumahan mewah nan asri juga megah.River Side namanya. Hunian yang cukup syahdu dan sendu, sepi dari hiruk pikuk dan sangat nyaman digunakan u
Tersebutlah seseorang bernama Pak Afran seorang Walikota dengan status duda, istrinya telah meninggal dunia sejak tiga tahun yang lalu. Pak Afran berusia lima puluh lima tahun. Lelaki tampan, berwibawa, punya banyak uang. Pasti menjadi incaran rayuan banyak wanita.Sedangkan Aisyah, wanita tiga puluh tujuh tahun yang dulu sempat bekerja di kediaman Pak Afran sebagai sekretaris beliau. Kedekatan dan kebersamaan menjadikan Aisyah jatuh hati pada Pak Afran namun demi menjaga nama baik, Aisyah lebih rela mengikis mimpinya dari pada melanjutkannya.Hingga entah karena apa tetiba Aisyah kembali mempunyai akses mendekat pada Afran dan Aisyah pun baru tahu kalau sebenarnya ‘ummi’ telah lama meninggal dunia. Kedekatan yang intens, bincang-bincang menyenangkan membuat mereka menjadi saling membutuhkan. Paling tidak membutuhkan teman berbincang.“Aku tunggu kamu di stasiun kereta api pukul 13.00 karena kereta akan datang pukul 15.00” Itu pesan singkat yang Aisyah terima dari whatsappn
Aisyah berkemas, ia sudah meminta anak-anaknya merapikan pakaiannya. Ia ingin pergi dari rumah ini. Ia memilih menutup cerita cintanya dengan Pak Rahman. Ia memilih meninggalkan sebelum di tinggalkan.Itu sebabnya ia berkemas."Kita akan kemana, Ma? " Tanya Adim padanya.Aisyah tidak menjawab tanya itu, ia hanya melingkarkan lengannta di leher Adim, menarik pelan kepala bocah sepuluh tahun itu. Membelainya lembut.Aisyah membiarkan mobil melaju hingga di sebuah kota yang penuh dengan hiruk pikuk itu menyapa mereka.Malang, Aisyah memilih mengontrak rumah mewah di tengah kota Malang. Sementara disini ia akan tinggal bersama anak-anak. Jarak Malang dengan tempat ia tinggal sangat jauh kisaran enam jam perjalanan darat. Hal itu Aisyah harapkan dapat sejenak menjadi pelipur lara hatinya.Sebuah perumahan mewah nan asri juga megah.River Side namanya. Hunian yang cukup syahdu dan sendu, sepi dari hiruk pikuk dan sangat nyaman digunakan u
Wajah mereka menatap nanar pada Aisyah, tiga anak berjajar di depan Aisyah dengan tatapan kebencian yang luar biasa. Mereka mungkin menganggap bahwa Aisyah adalah wanita penyebab ayahnya melupakan almarhumah umminya. Mereka mungkin menilai bahwa Aisyah adalah wanita yang akan menghabiskan harta orang tuanya. Dan siapa yang tidak kenal Aisyah dengan masa lalunya yang buruk.Aisyah hanya wanita biasa ketika ia bekerja di rumah megah nan mewah ini. Aisyah hanya seorang sekretaris biasa, Aisyah bekerja dan dibayar di rumah ini. Sedangkan Pak Afran dan keluarga memiliki trah dan jabatan terpandang di mata masyarakat. Aisyah bukan siapa-siapa. Itu sebabnya putri Pak Afran marah besar saat tahu bahwa Aisyah adalah wanita yang saat ini diajukan oleh Sang Bapak untuk menjadi istri dan ibu baru mereka. Untuk menempati singgasana indah rumah mereka.“Bapak mestinya sadar, siapa dia, Pak..” Pekik putri pertama Pak Afran. Meski lirih dan masih sopan namun jelas
Demi meredam gemuruh hatinya Aisyah pun memutuskan datang menuju rumah dinas Walikota dimana Pak Afran berada disana. Tanpa memberi kabar dan tanpa persetujuan seperti yang Aisyah lakukan biasanya. Ia melangkah saja.Masih dengan avanza hitam ia melaju kencang. Ia harus menuntaskan semua tanya, selagi hari libur dan masih pagi. Pasti Pak Afran belum terlalu sibuk.Sesampainya di rumah megah dengan beberapa penjaga Aisyah memarkir mobilnya lalu menyapa Herlambang seorang satuan polisi pamong praja yang telah lama ia kenal.“Bapak ada ?” Tanya Aisyah dan tanpa curiga Herlambang pun mengatakan.“Ada “Aisyah hendak berlari kecil menuju rumah megah itu namun seorang petugas berkata.“Bapak masih ada tamu mbak.”Aisyah berhenti sejenak, pikirannya berkelebat tanya.“Laki atau perempuan ?”“Perempuan Mbak.”“Oh… perempuan, ya ga pa pa lah, biar aku tunggu disana.” Aisyah melayangkan jari telunjuknya menuju suatu tempat hingga Herlambangpun mengijinkan Aisyah
Pukul 21.30 Pak Afran tampak masih online tetapi bukan dengan Aisyah. Aisyah meradang, menunggu pada menit keberapa ia akan disapa. Namun Pak afran tak kunjung menyapa juga. Aisyah mulai tidak berdaya untuk menahan kesabarannya dan menghentikan Tanya.“Pak..” Sapa Aisyah, semenit, dua menit hingga pada menit ke tiga sapa itu pun terjawab.“Iya..”“Masih online, Pak, tumben”“Ada sedikit konsultasi yang harus Bapak layani.” Jelas Pak Afran. Sontak hati Aisyah meletup-letup.“Hanya pasien konsultasi istimewa yang akan dilayani di jam-jam istimewa.” Jawab Aisyah mulai keras dan di usianya Pak Afran bukannya tidak tahu bahwa Aisyah sedang marah.Singkat ia menjawab “He, he, he.” Hanya itu lalu tulisan online pun hilang.Aisyah mencoba bersenda gurau dengan hatinya, mencoba menertawakan rasa yang ia punya. Sedemikian cintakah ? Sedemikian agungkah ?Dalam pernikahan sebelumnya bila permasalahan seperti ini terjadi maka Aisyah pasti memilih pergi, namun hari ini me
Usai hari itu, Aisyah dan Pak Afran semakin sering berbicara melalui whatsapp maupun telephon. Mereka makin intens dan terasa makin dekat. Setiap saat perbincangan mengalir.Pak Afran yang kemarin sering sekali menceritakan tentang wanita lain kini sama sekali tidak hingga Aisyah berfikir bahwa Pak Afran memang lelaki yang baik. Andai pernah ada luka dalam lipatan hari-harinya maka itu adalah bagian dari kemanusiaannya. Ia sama sekali tidak bersalah atas itu.Bila Allah saja demikian pemaaf maka mengapa Aisyah sebagai seorang hamba tak mampu berbuat hal yang sama ?Di suatu pekan yang dingin, di dalam kamarnya yang sepi Aisyah menulis pesan untuk suaminya.“Pak…” tulis Aisyah menyapa.“Nggih..”“Sedang apa ?”“Sedang menulis pesan untuk istri bapak.”Duar !!so sweet, ribuan purnama berlalu dan ini adalah kalimat pertama terindah yang ditulis oleh Pak Afran untuk Aisyah.Mata Aisyah berpendar-pendar, hatinya berbunga-bunga. Jelaslah, wanita mana
Usai pernikahan kecil itu digelar Aisyah pun resmi menjadi nyonya Afran meski dalam pernikahan rahasia mereka. Cinta mereka rahasia maka sangat layak bila pernikahan mereka pun rahasia. Aisyah terus menikmati setiap sajian yang dihadirkan Allah melalui pendar-pendar cintanya pada Pak Afran. Apapun takdir yang Allah bingkis adalah takdir yang sangat indah bagi Aisyah.Ranjang dengan seprei putih ditambah bau wangi yang membuat cinta kian bersemi mengawali sentuhan halal keduanya. Hingga puisi cintapun tak mampu menggantikan keberadaan mereka berdua.Kekaguman demi kekaguman mengalir sampai sebuah ceritapun hadir.“Aku pernah menikah dengan wanita lain sebelum kamu..”Aisyah meraba hatinya sendiri. Ia merasa sangat sedih. Ia sempat memberi jeda dalam hatinya dan memilih diam tidak berucap. Mestinya Pak Afran tidak usah berkisah hanya akan timbulkan luka.Dalam bayangan Aisyah, Pak Afran adalah sosok yang luar biasa, sosok yang demikian sempurna hingga ketika cerit
Tersebutlah seseorang bernama Pak Afran seorang Walikota dengan status duda, istrinya telah meninggal dunia sejak tiga tahun yang lalu. Pak Afran berusia lima puluh lima tahun. Lelaki tampan, berwibawa, punya banyak uang. Pasti menjadi incaran rayuan banyak wanita.Sedangkan Aisyah, wanita tiga puluh tujuh tahun yang dulu sempat bekerja di kediaman Pak Afran sebagai sekretaris beliau. Kedekatan dan kebersamaan menjadikan Aisyah jatuh hati pada Pak Afran namun demi menjaga nama baik, Aisyah lebih rela mengikis mimpinya dari pada melanjutkannya.Hingga entah karena apa tetiba Aisyah kembali mempunyai akses mendekat pada Afran dan Aisyah pun baru tahu kalau sebenarnya ‘ummi’ telah lama meninggal dunia. Kedekatan yang intens, bincang-bincang menyenangkan membuat mereka menjadi saling membutuhkan. Paling tidak membutuhkan teman berbincang.“Aku tunggu kamu di stasiun kereta api pukul 13.00 karena kereta akan datang pukul 15.00” Itu pesan singkat yang Aisyah terima dari whatsappn