Share

25. Perjalanan Hidup

Penulis: Heaven Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Mau nggak, Kan? Kamu cuma perlu desain-desain ruangan aja. Gampang, kok." Entah mengapa Farid begitu semangat memintaku bergabung di perusahaan tempatnya bekerja.

"Aku nggak bisa, Rid. Kamu tahu sendiri kan kalau aku cuma lulusan SMP. Aku nggak bisa apa-apa," jawabku dengan ragu.

"Jangan pesimis gitu. Kamu bisa coba dulu, kan? Kalau bisa lanjut, kalau nggak bisa ya nggak apa-apa. Itu artinya kamu harus sekolah lagi." Farid kembali berujar yang membuatku semakin tidak yakin.

Sekolah di umur segini?

Sudah emak-emak yang otaknya sudah penuh dengan bawang dan garam, pasti akan sangat sulit.

"Enggak deh, Rid. Makasih aja atas tawarannya." Aku memutuskan untuk tidak menerima tawaran kerja dari Farid. Rasanya tidak mungkin juga aku bisa bekerja di perusahaan tanpa ijazah kuliah atau semacamnya.

Dan lagi, hanya coba-coba? Farid benar-benar punya ide yang di luar nalar manusia.

"Kamu nggak perlu takut, Kan. Bos di tempatku bekerja baik banget, kok. Dia juga sangat percaya sama aku. Siapa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   26. Bertahan Hidup

    "Rid, maaf ganggu." Aku mengawali ucapanku ketika menghubungi Farid. Aku berniat meminjam uang padanya untuk biaya rumah sakit ibu. Sebenarnya aku sangat malu, tetapi tidak ada pilihan lain. Karena menurutku, hanya Farid yang bisa kumintai tolong saat ini. "Ya, ada apa, Kan?" tanya Farid dengan cepat, seperti sedang terburu-buru. Ah, membuatku merasa semakin tidak nyaman. "Maaf, Rid. Serangan jantung ibuku kambuh dan saat ini ibu masuk rumah sakit," ungkapku dengan terbata. Dan Farid langsung paham dengan maksud pembicaraanku. "Kamu butuh berapa, Kan? Sebut aja dan kirim nomor rekening kamu." "Ya Allah, terima kasih banyak, Rid. Aku janji bakalan bayar setelah panen nanti."Meskipun secara dicicil. "Iya, iya ... santai aja, Kan. Aku percaya kok sama kamu. Udah, tinggal sebutin aja berapa," balas Farid lagi dengan diiringi suara tawa. Aku pun menyebutkan nominal angka yang kubutuhkan. Setelah mematikan sambungan telepon, aku segera mengirim nomor rekeningku. Dan hanya dalam hit

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   27. Memulai Langkah Baru

    Kita harus berani mencoba melakukan sesuatu agar kita tahu seberapa besar kemampuan yang ada pada diri kita. Meskipun nantinya gagal, tetapi kita akan tetap mendapatkan hasil yaitu tahu kekurangan yang harus kita perbaiki dengan menjadikannya sebagai motivasi untuk terus belajar. Begitulah tekadku saat ini ketika Farid memeberikanku jalan dan kesempatan untuk mencoba melangkah maju. Bukan hal yang mudah karena aku hanya lulusan SMP. Farid memberiku tugas untuk mendesain dalam waktu dua minggu. Jika hasil yang kubuat bagus menurutnya, dia bersedia membimbingku masuk kerja di perusahaan. Selain itu, dia juga bersedia membantuku untuk masuk ke sekolah kejar paket dan selanjutnya masuk kuliah kejuruan. Bukan gratis, ya. Semua bantuan Farid kuanggap hutang yang suatu saat pasti akan aku bayar.Hari ini sudah satu minggu setelah dia memberikan tugas padaku untuk membuat contoh desain interior simpel untuknya. Aku memang hobi menggambar dari kecil, bahkan sebelum masuk sekolah SD dulu aku

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   28. Izin Putriku

    "Hasil gambaranmu luar biasa banget, Kan!" Farid tak henti-hentinya memujiku atas gambar yang kukerjakan. "Alhamdulillah kalau menurutmu bagus, Rid." Aku sangat bersyukur atas penilaian dari Farid.Dia juga mengatakan bahwa hasil gambaranku pasti disetujui oleh bosnya, dan itu semakin membuatku merasa tersanjung. Apakah boleh sehingga ini pada diri sendiri?Meskipun tanpa les khusus, tetapi aku mampu menghasilkan karya yang cukup bagus. Mungkin bisa dibilang bakat alami yang kumiliki sejak kecil, membuat jalan yang diberikan Farid padaku, begitu mudah untuk kulalui. Tapi ini baru permulaan. Setelah ini aku harus banyak belajar dan menambah pengalaman. "Karena kamu lulus pada ujian pertama dariku, aku akan bawa kamu ke kota dan kamu bisa mulai bekerja di perusahaan yang sama denganku. Kalau bisa sih, secepatnya. Besok kalau bisa," lanjut Farid dengan memasang wajah serius. Aku terkejut mendengar keputusan Farid yang tiba-tiba. "Kenapa mendadak banget, Rid? Bukannya katamu aku harus

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   29. Mengadu Nasib

    "Mama boleh kok ke kota, biar Qilla tetep di sini. Nggak apa-apa," ucap putriku lagi dengan senyum mengembang di wajahnya. "Qilla serius??" Aku bangkit dari kursi dan melangkah mendekati gadis kecil yang masih berdiri di ambang pintu. Wajah mungil itu masih tetap tersenyum dengan penuh kepasrahan, yang membuat hatiku seketika haru.Ya Allah, ternyata bayi kecil yang kutimang-timang dulu sudah bertumbuh sedewasa ini. Air mataku luruh sambil kudekap tubuh mungil putriku. Jika dia sanggup berpisah dariku, maka artinya aku juga harus sanggup meninggalkannya."Mama kok malah nangis? Kan Aqilla udah izinin Mama kerja ke kota, ikut Om Farid." Mendengar ucapan putriku, aku segera menyeka air mata dengan ujung jilbab yang kupakai. "Mama nggak nangis kok, Sayang. Mata Mama kemasukan debu kayaknya."Sekeras mungkin aku menyembunyikan kesedihan, putriku tampaknya begitu paham dengan apa yang terjadi. Mungkin, karena apa yang telah terjadi pada kami membuat putriku berpikiran kritis, dan kuakui

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   30. Terus atau Mundur?

    "Bisa-bisanya Farid membawamu ke sini dan menjadikan kamu karyawan. Tidak tanggung-tanggung lagi, dia langsung menjadikanmu desainer interior yang seharusnya pekerjaan itu untuk orang-orang profesional yang berpendidikan tinggi! Sedangkan kamu apa?! Cuma lulusan SMP! Kalau cuman SMP sih, seharusnya cuma jadi OB." Seorang perempuan yang tidak kukenal memberiku beberapa kalimat pedas.Ya, dia menghinaku yang hanya lulusan SMP ini. Sabar, Kanaya ... sabar. "Maaf, Mbak. Saya mau permisi kembali ke ruangan." Meskipun nyeri menusuk ke ulu hati, aku tetap membalas perempuan itu dengan berusaha tersenyum."Sombong banget kamu! Aku belum selesai ngomong ini!" teriaknya lagi dengan suara menggema memenuhi lorong. Entah siapa dia, aku tidak kenal. Yang kutahu, dia memiliki kedengkian terhadapku. Ya Allah ... kuatkan hamba. Tiba di ruangan, ternyata Farid sudah menunggu. Dia tersenyum ketika melihatku masuk dan segera memberitahukan tujuannya. Beberapa sampel furnitur yang akan kami beli ad

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   31. Mencari Ketenangan

    "Kamu tahu dari mana?" tanya Farid dengan serius. Mungkin saat ini di benaknya sedang menebak-nebak. "Nggak perlu tahu dari mana, tapi kenapa kamu nggak jujur sama aku?" Pria itu menghela napas dalam-dalam. "Iya, maaf. Awalnya aku mau jujur, tapi melihat keadaanmu Aku jadi tidak nyaman. Aku cuma nggak mau kamu semakin merasa rendah diri. Saat aku ajak kamu untuk ikut kerja aja kamu gitu, minder-minder karena hanya lulusan SMP.""Oh, jadi maksudmu Aku terlihat semenyedihkan itu? Sampai-sampai aku akan iri melihat keberhasilan teman sendiri?" Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran pria ini. Farid segera mengelak. "Nggak, nggak. Maksudku enggak gitu, Kan. Aku cuma pengen nolong kamu tanpa kamu tahu posisiku di perusahaan."Dengan penuh semangat, Farid mengisahkan kisahnya membangun perusahaan. Bermula dari sebuah kontrakan kecil yang dibelikan orang tua, dia memulai usaha dengan hanya bermodalkan laptop tua dan ide-ide cemerlang. Setiap hari, dia bekerja hingga larut malam, menelusuri

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   32. Mantan Kekasih

    "Maafkan aku, Kan. Aku nggak tahu kalau kamu kamu berhenti ternyata karena Novita." Farid berkata dengan penuh keseriusan.Apa dia tahu tentang Novita yang menghinaku di hari pertama kerja?"Aku sudah memecat Novita dari kantor. Jadi, kamu bisa kembali bekerja. Kamu nggak usah khawatir lagi tentang karyawan lain, mereka sudah kuberi tahu alasanku memasukkan kamu sebagai karyawan karena kamu layak, bukan karena hal lain," jelas Farid lagi yang membuatku terkejut. "Kenapa Novita harus kamu pecat? Seharusnya tidak perlu sampai begitu." Bukankah, Novita adalah tunangannya? Atau mungkin Farid tidak ingin Novita terlalu capek sehingga menyuruhnya duduk manis di rumah. Mendengar ucapanku, Farid malah tertawa kecil. "Santai aja, Kan. Aku memang sudah lama pengen mecat dia, cuma nggak enak aja. Sebenarnya aku masih kasihan sama dia karena bapaknya sakit-sakitan, tapi kali ini aku tidak bisa tinggal diam." Kedua netraku kembali terbelalak. "Jadi, kamu benar-benar memecat tunanganmu hanya k

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   33. Menjadi Wanita Karir

    "Wanita berambut pirang tadi siapa, Kan?" tanya Farid ketika kami sudah kembali ke mobil. Pria itu tidak menoleh ke arahku dan segera menyalakan mesin. Mobil pun perlahan mulai bergerak maju. "Oh, wanita tadi. Dia istri kedua mantan suamiku." Aku menjawab dengan santai, tetapi mampu membuat Farid menoleh seketika. "Maksud kamu?" tanyanya dengan penuh kebingungan. "Iya, aku dan suamiku bercerai karena dia."Farid mulai paham. "Aku pikir kalian bercerai karena ketidakcocokan, tapi ternyata karena ada wanita lain.""Iya, begitulah. Itupun bisa disebut ketidakcocokan, Rid. Karena artinya pria yang dulu bergelar suamiku itu sudah tidak cocok lagi denganku, makanya dia menikahi wanita lain," terangku dengan masih sangat santai. Emosiku sama sekali tidak terpancing meskipun setelah mendapat hinaan dari Jamilah. Semua masalahku sudah kupasrahkan kepada Allah. Bagiku, waktuku menangis karena pria yang berkhianat itu sudah terlalu banyak hingga membuatku sadar bahwa sesakit apa pun luka yan

Bab terbaru

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   45. The End

    Farid memenuhi ucapannya. Waktu sore di hari yang sama setelah kami melaksanakan lamaran, pria itu mengantarku dan Aqilla ke rumah sakit kota. Jarak perjalanan yang lumayan jauh sehingga kami tiba di rumah sakit di waktu malam. Untungnya jam besuk pasien masih diperbolehkan oleh pihak rumah sakit, sehingga kami bisa masuk untuk menemui Mas Abi dan istrinya. Setelah bertanya pada perawat kamar, kami menemukan kamar rawat Jamilah di posisi paling ujung. Dengan langkah cepat, kami memburu jam besuk agar kami sempat berbicara lama di dalam sana. Aku mengetuk pintu beberapa kali dan setelahnya kuucapkan salam. Terdengar suara Mas Abi menjawab salamku dari dalam. Pintu pun terbuka. Mas Abi terhenyak dan tak kuasa menahan tangis. "Aqilla, putri Papa ...." Pria itu memelvk putrinya dengan sangat erat, seperti tak mau dipisahkan. "Pa, maafin Qilla," ucap putriku di sela tangisnya yang pilu. Aqilla pun melakukan hal yang sama dengan sang ayah. Dia memeluk erat ayahnya seraya menangis terse

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   44. Karma?

    "Kanaya! Maafkan aku!" Hampir seluruh orang yang hadir mendengar suara pria memanggil-manggil namaku dan meminta maaf. Beberapa pria yang duduk di samping pintu segera bangkit dan melihat siapa yang datang. "Itu kayak mantan suaminya Kanaya," celetuk seorang pria berpakaian batik yang keluar paling depan. "Masa sih? Kalau benar, buat apa dia ke sini? Pas lagi lamaran gini??" sahut pria yang lain. Meskipun pembicaraan mereka di luar rumah, tetapi kami yang di dalam bisa mendengar dengan sangat jelas. "Siapa, Nduk? Masa Abimana beneran? Ngapain dia ke sini?" tanya padaku dengan wajah mulai cemas. Aku menggeleng pelan. "Kanaya juga nggak tahu, Bu.""Lebih baik kamu keluar. Coba lihat dan pastikan," saran ibu yang kutanggapi dengan anggukan paham. Namun, ternyata Farid memperhatikanku sedari tadi dan dia menghentikan langkahku."Nggak usah, Kan. Biar aku aja yang keluar!" Dengan langkah tegap Farid bergegas ke luar rumah untuk menghampiri Mas Abi. Aku segera menarik lengan ibu dan

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   43. Lamaran

    Kembali POV Kanaya"Kalau sudah sama-sama setuju, mending dicepetin aja pernikahannya," celetuk ibu yang mampu membuat pipiku memerah.Dengan cepat aku menyenggol lengan wanita yang telah melahirkanku itu. "Ah, Ibu ...." Ibu benar-benar membuatku malu. Bukan hanya ibu, tetapi putriku juga ikut menyambar, "Iya, Ma! Bener kata Nenek. Qilla juga setuju kalau Mama sama Om Farid cepetan nikah!" "Tuh, Aqilla juga setuju kan saran Nenek?" balas ibu lagi yang disambut tawa renyah oleh Farid. "Kalau Om Farid terserah Mama kamu aja, Qilla." Farid ikut menimpali seraya melirik ke arahku dan berganti kepada Aqilla. "Manggilnya kok masih Om? Qilla mau ganti panggilan aja! Kan Om Farid mau jadi Papa Qilla. Jadi, mulai sekarang, Qilla mau manggil Om Farid dengan panggilan Papa!" Ada desir aneh yang menjalar ketika mendengar ucapan putri kecilku. Rasa haru bercampur bahagia. Ada kesedihan yang muncul, mengingat putriku telah lama kehilangan sosok ayah.Namun, aku juga bahagia karena akhirnya ada

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   42. POV Farid 2

    Sebelumnya aku tidak tertarik pada perempuan mana pun, tetapi entah mengapa sangat berbeda dengan Kanaya. Meskipun aku tahu dia janda yang memiliki satu anak, tetapi hatiku merasa ingin lebih mengenalnya. Aku kerap membantunya bahkan aku menawarinya pekerjaan di perusahaan dengan posisi yang tidak tanggung-tanggung. Kuyakinkan dia mau untuk menerima tawaran dengan berbagai cara. Awalnya dia ragu karena merasa rendah diri. Ya, dia hanya lulusan SMP yang tidak melanjutkan pendidikan lagi. Aku paham betul apa yang dia pikirkan, maka dari itu, aku semakin meyakinkannya untuk mau maju bersamaku. Tidak mudah membujuk Kanaya hingga dia mau menjadi bagian dari staf penting perusahaan. Namun, tiba-tiba dia berhenti sebelum berperang karena satu alasan yang tidak kupahami. Setelah beberapa minggu berlalu, akhirnya aku tahu penyebab Kanaya menyerah. Seseorang telah memadamkan api semangatnya dan membuatnya berputus asa. Dia adalah Novita, mantan tunangan yang masih kupertahankan di perusaha

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   41. POV Farid 1

    Awalnya kupikir Aqilla akan menolakku, mengingat dia sangat takut dengan sosok ayahnya. Namun, ternyata gadis remaja yang sudah kuanggap seperti putriku sendiri itu tersenyum dan berseru, "Ya ... pastinya Aqilla mau dong, Om!" Mendengar jawaban dari remaja putri bahwa dia menerimaku sebagai ayahnya membuat hatiku sangat bahagia. Alhamdulillah, akhirnya keinginanku untuk melindungi Kanaya dan putrinya bisa terwujud. ***Namaku Farid Wijaya Kusuma. Aku anak tunggal dari pasangan orang tua yang bekerja sebagai guru di desa tempat kami tinggal. Ya, ibu dan ayahku adalah guru honorer di sekolah SMP yang berbeda. Hobiku berwirausaha membuat masa depanku jauh dari keinginan orang tua. Ibu dan ayahku sebenarnya ingin aku mengikuti jejak langkah mereka menjadi seorang guru, tetapi aku lebih memilih untuk berbisnis dan memiliki usaha sendiri. Entahlah, kupikir berbisnis itu lebih menyenangkan daripada menjadi guru. Lagipula, jika aku menjadi guru seperti mereka, kehidupanku pasti tidak akan

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   40. Menunggu Jawaban

    Jam alarm di handphone berbunyi membangunkan tidurku subuh ini. Kuraih benda pipih itu dan mengerjapkan mata memindai layar bercahaya yang menyilaukan mata. Tepat pukul lima pagi. Waktunya bangun dan melaksanakan kewajiban dua rakaatku.Hari ini libur kerja, aku ingin membersihkan kamar mandi sekalian dlmenguras baknya. Sudah satu bulan aku belum sempat membersihkan kolam per segi tempat air untuk mandi itu, jadi hari ini adalah waktu yang sangat cocok untuk melakukannya.Ketika sibuk di kamar mandi, tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintu dan mengucap salam dengan suara nyaring. Suara seorang pria dan aku sangat paham suara siapa itu. Ya, benar. Itu suara Farid. Untuk apa dia ke rumah sepagi ini? Tanpa menyelesaikan pekerjaanku, aku segera ke depan dan membukakan pintu. Terlihat pria itu berpakaian rapi dengan senyum mengembang menatapku. "Kamu sudah siap belum, Kan? Ayo, kita berangkat sekarang!" ajaknya dengan penuh semangat yang sontak membuatku terkejut. "Berangkat? Mau

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   39. Tuduhan Palsu

    "Kanaya! Jangan deketin Mas Abi lagi!" Dengan napas memburu dan kedua mata merah menatapku, Jamilah melangkah dengan sangat cepat. Entah bagaimana caranya, tangan wanita itu tiba-tiba mendarat cantik di pipi kananku. Plak!Meskipun hanya sekali, tetapi rasanya sangat panas! "Mila! Hentikan!" Mas Abi bangkit dari kursi dan melerai Jamilah yang ingin melakukan lebih pada diriku. Tampaknya dia belum puas men4mpar pipiku dan ingin menjambak rambutku yang tertutup hijab. "Nggak bisa! Aku nggak akan melepaskan wanita ini sekarang!" Jamilah terdengar begitu marah pada Mas Abi, seperti sebelumnya memang sudah terjadi pertengkaran di antara keduanya."Mari kita selesaikan semuanya di rumah. Nggak enak kamu marah-marah nggak jelas di empat umum." Mas Abi kembali merayu, tetapi Jamilah masih tetap bersikeras ingin mencengker4m tubuhku. "Mas, aku nggak nyangka istrimu senekat ini. Apa yang terjadi pada rumah tangga kalian, sehingga dia berpikir aku merayumu?" Ucapanku semakin membuat muka Ja

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   38. Memberi Peringatan

    Mendengar putriku sedih dan ketakutan karena kedatangan ayahnya, aku meminta izin pada Farid untuk pulang ke desa. Aku ingin memastikan keadaan putriku dan memenangkannya. Awalnya aku tidak bercerita alasanku, tetapi bukan Farid namanya kalau tidak memaksa hingga membuatku bercerita. Dengan penuh kekesalan aku menceritakan semuanya pada Farid. Bahwa mantan suamiku datang ke rumah ibu dan menginginkan Aqilla. Mendengar itu, Farid ikut merasa kesal. Bukan hanya mengizinkanku pulang, bahkan dia bersedia mengantarku hingga sampai tujuan. Katanya, dia juga ingin melihat kondisi Aqilla dan ingin ikut menghiburnya. Ya, mengingat hubungan Farid dengan putriku sudah cukup dekat, sehingga aku pun setuju dengan usulannya. Mungkin saja dengan kedatangan Farid bisa membuat Aqilla bisa tenang lebih cepat. Perjalanan dari kota terasa begitu lambat. Apa karena pikiranku yang terlalu fokus pada Aqilla, dan aku ingin segera memeluknya membuat perjalanan terasa lebih lama. Sesekali Farid menghiburku

  • PELAKOR YANG BERPENAMPILAN SYAR'I   37. Kesempatan Kedua?

    POV Kanaya"Apa, Mas? Kesempatan kedua??" Bisa-bisanya Mas Abi mempermainkan perasaan seperti ini. Apa dia pikir wanita hanyalah mainan yang bisa dipungut dan dibuang sesuka hati? "Iya, Kan. Kalau kamu mau memberiku kesempatan kedua, aku akan meninggalkan Jamilah." Begitulah janjinya padaku sambil memohon. Sebodoh-bodohnya perempuan, mereka tidak akan mau memberikan kesempatan kedua untuk pria br3ngs3k sepertimu, Mas! Aku sudah menolak mentah-mentah permintaan Mas Abi, tetapi pria itu tampaknya masih belum paham. Darahku mendidih seketika. Emosi yang sudah kutahan beberapa tahun akhirnya meluap kembali, hingga tak sadar aku berteriak keras padanya. "Mas! Cukup! Jangan ganggu aku!!!" Teriakanku sangat keras hingga membuat Farid tiba-tiba masuk. Mungkin dia tidak sengaja lewat di depan dan mendengar teriakanku. "Ada apa ini?!" Farid bertanya dengan tatapan tajam ke arahku, kemudian berpindah pada Mas Abi. Farid tampak sangat khawatir, bahkan dia mengancam Mas Abi, jika masih teta

DMCA.com Protection Status