PELAKOR KAPOK

PELAKOR KAPOK

By:  RENA ARIANA  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
27Chapters
4.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Menceritakan tentang seorang perempun yang merebut suami orang namun, ternyata tidak seindah dalam bayangan. Mira istri kedua Lengga harus berhadapan dengan Sinta istri pertama yang cerdas. Bagaimana kisah mereka? .....

View More

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
27 Chapters

BAB 1

Ya ampun …. lelahnya aku hari ini, nasib ya nasib, berharap nikah sama pengusaha hidup enak, malah jadi babu. Bagaimana tidak jadi babu, kalau semua pekerjaan rumah aku yang mengerjakan, benar-benar keterlaluan Mba Sinta.Perkenalkan, namaku Mira. Tepatnya, Amira Larasati. Wanita cantik berkarir cemerlang seketika harus redup karena nasib jadi istri kedua. Mba Sinta adalah istri pertama Mas Lengga. Cantik …, cerdas …, tapi angkuh menurutku. Beberapa tahun yang lalu, aku adalah sahabat kecil Mas Lengga. Pernikahan ini terjadi ketika aku bekerja menjadi sekretaris di kantornya. Karena seringnya bersama, akhirnya ada rasa diantara kami berdua, rasa itu semakin hari semakin kuat dan berubah menjadi cinta. Aku tahu, Mas Lengga sudah menikah dan memiliki istri serta anak laki-laki yang tampan. Tapi perasaan cinta yang aku miliki dapat mengalahkan segalanya. Suatu kejutan ketika sahabat masa kecil mengajak untuk melangkah ke pelaminan. "Aku nyaman sama kamu, Mir …" kata Mas Lengga saat it
Read more

Bab 2

"Mira! Sepatu saya mana?" tanya Mba Sinta keluar dari kamarnya."Mau Mira ambilin, Mba?" tanyaku berbasa basi. Harapannya Mba Sinta ambil sendiri."Boleh, tolong ya, Mir," pintanya."Eh, Iya, Mba." Dengan berat hati aku mengambil sepatunya. Udah persis babu beneran. "Mba Sinta mau pergi?" tanyaku sambil memberikan sepatunya. "Kelihatannya gimana? Emang kamu gak bisa lihat?" jawabnya ketus. Nyebelin banget si. Lagian aku juga cuma basa-basi. Uh, ingin sekali kuberi racun."Mau kemana kamu, Sinta?" tanya Mas Lengga yang baru saja pulang kantor. "Bukan urusan kamu! Awas deh aku mau ketemu teman," ketusnya pada Mas Lengga. 'ckckckck sukurin kamu, Mas. Emang enak di ketusin'"Ngapain cengengesan?" Mas Lengga terlihat merah padam."Seneng aja." Aku mulai berlendot di bahunya yang kekar."Iya, kenapa?""Gak apa-apa. Ayo kita makan udah kusiapkan makanan favoritnya.****"Mas … pindah yuk," rengekku manja."Lho, kenapa?" "Ya aku capek tinggal di sini. Mana enggak ada pembantu. Masa iya ak
Read more

Bab 3

Semalaman bergadang membuat badan lemas dan mata menjadi ngantuk. Gini amat si nasib gue. Udah persis babu. Sialan emang si Sintahe. Lagian Mas Lengga jadi suami kenapa mesti lembek coba. Dia itu kan yang punya kuasa di rumah ini, tapi kenapa harus takluk sama Sintahe. Tidak bisa dibiarkan kalau seperti ini. Tidak adil namanya.*****"Mira tolong setrikain baju saya." Mba Sinta melemparkan sekranjang pakaian lalu meninggalkannya begitu saja. Apa-apaan ini, enak saja dia mau menjadi nyonya di rumah ini. Aku yang gemas menarik kencang pergelangan tangannya sebelum dia pergi. "Mba! Tunggu! Maksudnya apa seperti ini?" kesalku padanya. "Kamu tuli? buta? Atau bodoh? Aku nyuruh kamu nyetrikain pakaianku. Kalau tidak kamu kerjakan, jatah bulanan kamu dari Lengga akan saya kurangi! Ngerti! Enak saja kamu masuk ke rumah tangga saya ketika kehidupan kami sudah jauh dari kata miskin! Kamu itu sahabat Lengga kan? Lalu kenapa kau menggodanya di saat Lengga sudah sukses dan memiliki istri serta an
Read more

Bab 4

Allhamdullillah …. Mba Sinta beneran pergi. Hatiku gembira riang tak terkira, mendengar berita, kabar nan bahagia. Mba Sinta kan pergi … jangan pernah kembali,,,, eh salah nyanyinya. Lupa lirik wajar, maaf ya sang pencipta lagu boneka India, Mira gak sengaja sangking seneng Mba Sinta mau ke Irlandia, eh salah, ke Bali maksudnya.**** "Mir … saya pergi dulu. Jaga Revan! Yang bener jangan macem-macem," pamitnya sambil membawa koper. "Kan Revan udah gede, Mba. Masa di jagain?" protesku. Mba Sinta tidak menjawab lagi, dia segera pergi.Yuhuuuuuuuuuu …. yes … yes …."Kenapa kamu kaya belatung nangka begitu?" Mas Lengga, kalau ngomong gak ada saringannya. "Mas … Mba Sinta ke Bali …." "Udah tahu! Aku juga mau ke Balik papan seminggu." "Serius, Mas? Ikut ya, please." Aku memohon."Gak usah, mau ngapain ikut-ikut segala! Suami mau cari duit juga!" tolaknya mentah-mentah."Mas, tapi inget, kalau digoda sekretaris, Mas cuekin aja, ya." Wanti-wanti lebih baik. Nanti dia diambil orang repot.
Read more

Bab 5

Setelah pulang dari salon, rasanya badan lumayan lebih enak, wajah sedikit terasa lebih kencang. Ya ampun, nikmat sekali rasanya. Baru terasa setelah pernikahan, ternyata tidak seindah waktu menjadi selingkuhan. Kukira Mba Sinta akan ninggalin Mas Lengga, tapi masih bertahan. Hem …. Entahlah, sampai kapan aku terus seperti ini, rasanya batin juga sudah tidak kuat. Bagaimana kalau Ayah dan Ibu tahu nasib anak perempuannya? 'Bu, hidup Mira di sini tidaklah seindah dalam angan.' Ini sebenarnya gara-gara Mas Lengga yang lembek ngadepin Mba Sinta. Pergerakanku tidak sebebas dulu, semua di bawah kendali Mba Sinta. Mira capek di sini, Bu. Tapi Mira takut ngelawan Mba Sinta. Mira juga malu cerita sama Ibu, Ibu pernah menentang pernikahan ini, tapi Mira tetap bersikeras. *****"Cantik-cantik kok jadi pelakor!" Aku teringat ucapan Bu Inem. Pelakor, perebut laki orang. Perasaan aku bukan pelakor, aku kan gak ngerebut Mas Lengga dari Mba Sinta. Pusing ih, mikirin kata-kata pelakor. Pesan masu
Read more

Bab 6

"Jurus jitu melawan pelakor supaya tidak kurang ajar ya memang kitanya harus tegas." Aku membahas seputaran tentang pelakor bersama Maya temanku. Dia baru saja mengalami apa yang aku alami, hanya saja Maya tidak sekuat aku, bodohnya dia malah langsung menyerahkan suaminya. "Sekarang Pelakor memang sedang merajarela, seperti sudah tidak ada pria single saja," ucap Ratna."Sebenarnya, ini semua tergantung mereka, mampu menahan hawa nafsu atau tidak. Tapi biarkan saja, aku tidak sebodoh itu menerima Mira. Setelah puas menjadikan babu, cepat atau lambat, semua surat-surat penting akan kuganti menjadi namaku. Kemudian, aku akan meminta cerai dari Lengga. Biar …. Jika sudah seperti ini, aku akan membuat mereka hancur, sehancurnya. Bermain cantik, butuh taktik," ungkapku pada kedua sahabatku."Gila! Sadis lu, Sint!" Ratna berucap sambil menengok ke arah Maya. "Laki-laki, jika sudah berani berselingkuh di belakang kita, tidak menutup kemungkinan dia akan mengulangi lagi. Selingkuh itu penya
Read more

Bab 7

Huaaaaaa … capek! Hik hik hik …. Tubuhku terkulai lemah akibat kelelahan, Mba Sinta kurang ajar! Aku terus berteriak memaki namanya. Capek, Mak! Lelah, capek, huuuaaaaaaaa! Awas lo, Mba! Aku siapkan racun besok! Dasar Sintahe! Gila! Gila! Gila! Sumpah aku gak kuat. ***Kebetulan Revan lewat mau kemana dia. "Revan! Kamu mau kemana?!" triaku beraharap anak tiriku mau menghampiri dan merasa iba."Ke rumah Nenek, Tan …." "Tolongin dong, bantuin Tante jemur korden yuk," pintaku dengan wajah penuh harap."Enggak ah, Tant, males. Tante kerjain sendiri aja, bye," jawabnya sambil berlalu mengabaikanku. Astagfirullah, Ya Robb. Mira … sabar … Mir. ****Akhirnya, setelah berjam-jam aku bergelut dengan korden selesai juga. Gila, capek banget. Untuk menghilangkan penat, aku duduk santai di ruang tamu sambil menonton televisi. Salah satu tema di sebuah chanel menarik perhatianku. Ya, tema itu mengusung tentang sebuah karma untuk pelakor. Sedikit takut melihatnya, tapi rasa penasaran mampu mengala
Read more

Bab 8

Huaaa … masih ngantuk. Kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 10. 00 pagi. Huwwwaa … kesiangan. Bisa di gorok aku sama Mba Sinta. Mudah-mudahan dia belum kembali, bisa repot aku. Dengan berat hati bahkan sampai tidak mencuci muka, aku bergagas lari ke tempat Mang Udin si tukang sayur. Ya Allah, mudah-mudahan masih ada sayuran. ***"Enak banget ya si Mira, jam segini baru bangun tidur," cetus Bu Nuning sesampainya aku di tempat Mang Udin. Astaga … aku kira kang gosip udah pada di kandang jam segini, ternyata masih ada yang berkeliaran. "Jangan sirik Napa, sama hidup saya, Bu Nuning," sungutku sambil memilih beberapa sayur. Untung masih ada ikan bandeng sama kacang panjang. "Ih amit-amit saya sirik sama kamu, Mira. Nauzubillah Minzalik." Wah, sembarangan Bu Nuning. Emang saya sehina itu pake ucap kata nauzubillah Minzalik. "Bu Nuning, jangan terlalu pedas kalau ngomong, dijaga sedikit perasaan orang, Bu," cetusku sedikit tersinggung. "Mang buruan bungkus, mumet saya sama ucapan
Read more

Surpise dan pertengkaran sengit

Hari ini aku akan memasak makanan kesukaan Mas Lengga.Karena, hari ini dia akan pulang. Aku bangun lebih pagi takut kalau sampai Mas Lengga pulang belum ada makanan yang tersedia. Mataku seketika terbelalak melihat makanan yang aku masak kemarin tidak sama sekali tersentuh. Aku hanya bisa menggeleng kepala, mengelus dada dengan kelakuan mereka. Dengan terpaksa aku membuang semua masakanku, terkecuali nasi karena masih bagus, dan Baru tersentuh sedikit olehku.***Pagi ini Revan berangkat ke sekolah menyiapkan sarapannya sendiri, dia mulai memanggang roti tanpa menyapaku. Sedikit sapaan Tante, tidak terdengar seperti biasanya. Mungkin dia marah dengan perlakuanku kemarin. Setelah sarapan, dia melewatiku begitu saja."Ayok jalan," ucap Mba Sinta pada Revan. Tidak seperti biasa, Mba Sinta menyuruhku mengerjakan sederetan pekerjaan rumah, dia sama seperti Revan mengabaikanku begitu saja. Baguslah, memang itu yang aku inginkan. Sebentar lagi, aku akan mendepak kalian keluar dari rumah
Read more

BAB 10

"Mas, kita pergi kemana?" tanyaku pada Mas Lengga. "Kita numpang di tempat Kakakmu dulu sampai aku dapat pekerjaan. Kamu juga cari kerja habis itu, kita cari kontrakan kecil sementara," jawabnya."Kenapa gak numpang di tempat orang tuamu saja, Mas?" Tidak mungkin aku meumpang di tempat Mba Desi. "Tidak enak, Mira. Mas gak mau ngerepotin mereka. Ini juga mereka belum tahu kalau Mas bercerai dengan Sinta.""Mas kita pulang ke tempat orang tuaku. Kalau Ibuku pasti akan mengerti." "Ya udah, sementara kita tinggal di rumah mereka." Keputusan pun telah diambil, untuk sementara waktu kami akan tinggal di rumah orang tuaku. Aku dan Mas Lengga akan mulai mencari pekerjaan untuk membangun mimpi supaya bisa membungkam mulut Sinta. "Naik ojek aja, Mas. Di depan ada tukang ojek." Mas Lengga mengangguk, berjalan di belakangku sambil menyeret dua koper besar. Mudah-mudahan di tempat Mang Udin aman, karena untuk menuju tempat kang ojek, harus melewati tempat berjualan Mang Udin."Mau kemana Mira
Read more
DMCA.com Protection Status