Setelah kembali dari bulan madunya, Rembulan bekerja seperti biasa di kantor dan Aldo pun kembali bekerja di rumah sakit. Sebagai seorang dokter spesialis bedah Aldo banyak menangani operasi dan terkadang pulang larut malam. Begitu pula dengan Rembulan yang memang seorang pekerja keras. Mereka bertemu hanya di malam dan pagi hari serta jika weekend saja. "Nggak takut kalo laki lo lirik cewek lain, Lan?" goda Dara sahabat dekatnya. Saat ini kedua sahabat itu sedang makan siang bersama. Dara memang bekerja sebagai asisten pribadi Rembulan. Mereka bersahabat dekat sejak sama-sama berada di bangku SMA. "Nggak usah nakut-nakutin deh, lagian Mas Aldo kan kerja juga, Ra. Gue tau dia pulang malam jika ada operasi. Dan akhir-akhir ini gue tau dari suster Nina kalo pasien laki gue itu emang lagi banyak. Trus, lu kan tau dia nggak dinas di satu rumah sakit aja." "Ya justru itu mestinya lu itu juga jangan terlalu sibuk sama perusahaan ini. Komisaris perusahaan ini kan, kakak lo sen
Sore itu sesuai Rembulan menuruti perkataan Dara. Ia pun mengikuti bujukan Dara untuk ke Mall dan membeli beberapa ‘pakaian dinas.’ “Aduh, yakin beli yang begini,Ra?” kata Rembulan dengan wajah yang memerah. “Kamu mau suamimu berlari ke pelukan wanita lain atau ke pelukanmu?” kata Dara. Rembulan hanya menurut pasrah, walau bagaimana Dara lebih berpengalaman dengan seputar urusan rumah tangga. Dan malam ini Aldo dibuat terkejut dengan penampilan sang istri yang menyambutnya dengan pakaian khusus yang jujur saja membuat ia menelan saliva dan juniornya pun ikut menegang. “Kamu cantik sekali, Sayang,” kata Aldo sambil mengecup bibir Rembulan dengan lembut. “Aku mau memberi kejutan,” jawabnya sambil menarik tangan Aldo ke kamar. Kedua pipi Rembulan bertambah merah, ia pun mulai membuka celana sang suami dan pipinya makin bersemu merah saat melihat senjata pamungkas suaminya itu sudah tegak berdiri seolah menunggu untuk dimanjakan. "Mau kamu apakan? Hanya kamu lihat saja begitu?" pa
Aldo tersenyum senang, ia tidak menyangka jika Rembulan bisa bersikap liar dan binal seperti tadi. “Aku senang kamu liar seperti tadi, sering-sering ya Sayang. Semua lelahku jadi hilang jika pulang ke rumah diberikan servis seperti tadi,” kata Aldo. Rembulan tersenyum, kemudian ia bangkit dari ranjang dalam keadaan telanjang. Aldo suka dengan gayanya yang percaya diri. Di usianya yang masih muda tubuh Rembulan memang sedang ranum-ranumnya. Sehingga tentu saja tidak ada lemak yang perlu disembunyikan di sana. Lekuk-lekuk tubuhnya sangat menggiurkan. Sepertinya ia juga sangat menyadari kelebihan itu. Aldo memerhatikan langkahnya dari belakang. Bokongnya yang bulat dan penuh, bergoyang turun naik selaras ayunan kakinya. Pinggangnya yang ramping, dengan pinggulnya yang menggiurkan, membuat darah lelakinya berdesir lagi. Aldo terpaksa menekan sela-sela pahanya, supaya tidak ada yang mencuat lagi. Aldo memejamkan mata sebentar, bermaksud mengumpulkan tenaga. Sehingga kalau Rembulan munc
"Apa wajahku terlihat seperti orang yang suka bermain wanita?" Aldo balik bertanya. Rembulan menggelengkan kepalanya. "Sudah larut malam, Sayang. Kita tidur sekarang. Besok pagi kamu harus ke kantor dan aku juga harus bekerja," kata Aldo mengalihkan pembicaraan. Ia tidak ingin istrinya itu curiga jika sebenarnya ia memiliki hubungan dengan saudara kembar sang istri. Jika diminta memilih, Aldo tentu tidak bisa memilih. Saat ini ia ingin memiliki keduanya. Rembulan dan Mentari memiliki dua sifat yang sangat bertolak belakang dan juga memiliki keistimewaan yang berbeda. Semua yang ada pada diri keduanya membuat Aldo tidak bisa melepas satu dari dua. Meski ia menyadari tidak boleh serakah, tetapi untuk sementara biar saja begini lebih dulu. Tidak lama kemudian, Rembulan yang memang sudah merasa lelah pun jatuh tertidur, sementara Aldo menyempatkan untuk mengecek ponselnya. Sejak tadi ia belum mendapatkan kabar dari Mentari. Sudah seminggu ini mereka tidak bertemu. Biasanya, jika Menta
Aldo baru saja tiba di rumah sakit dan akan memasuki ruangannya saat matanya menangkap bayangan seorang gadis yang berdiri menatapnya kesal. "Tari, kau di sini?" tanyanya sambil tersenyum. "Bagus ya, Mas. Aku telepon tidak kau angkat. Kau matikan juga ponselmu, menyebalkan sekali!"Aldo menahan senyum lalu menarik tangan Mentari untuk masuk ke dalam ruangannya. "Eh, ada ibu Rembulan. Tumben ni Pak Dokter bawa istri ke tempat kerja," sapa seorang perawat yang memang mengenal istri Aldo. Mentari hanya tersenyum kecil sementara ALdo menahan tawa. Inilah enaknya jika memiliki selingkuhan yang berwajah sama. Tidak akan ada orang yang tau dan curiga. "Sesekali biar semangat, Suster," jawab Aldo ramah. "Ya sudah, saya keluar dulu. Itu rekam data medis pasien, Dok. Saya letakkan di atas meja Anda." "Terima kasih suster." "Sama-sama. Mari Bu Bulan, saya tinggal dulu." "Iya, Suster." Setelah perawat itu berlalu, Aldo dengan cepat membawa Rembulan ke dalam pelukannya. "Maafkan aku, Say
"Nggak ada operasi? Suster yakin?" Rembulan menatap perawat berwajah manis di hadapannya itu. "Yakin, Bu. Lagi pula apa tadi pagi Ibu nggak dikasi tau Dokter Aldo? Tadi pagi kan Ibu ke sini sebelum ke kantor." Dahi Rembulan kembali berkerut, bukankah tadi pagi mereka membawa kendaraan masing-masing. Dan ia juga tidak merasa datang ke rumah sakit bersama ALdo. Tapi, perawat di hadapannya tidak mungkin berdusta. "Hmm, saya yang lupa Suster. Tadi pagi saya terburu-buru jadi saya tidak ingat kalau Mas Aldo ada keperluan lain. Makanan ini untuk suster saja, sayang kalau saya bawa pulang lagi," kata Rembulan. Ia terpaksa harus bersandiwara.Wajah perawat yang bernama Nina itu langsung berbinar. "Aduh beneran ini buat saya, Bu? Ini banyak banget loh," kata Nina. "Kamu kan lembur bareng temen kamu yang lain. Bisa buat bagi-bagi kok. Niatnya saya memang tadi supaya Mas Aldo bisa berbagi dengan rekan yang lain. Eh, malah saya yang lupa. Pasti sekarang dia udah sampe rumah dan saya belum
Rembulan tampak mondar mandir di kamarnya, ia pun memutuskan untuk menelepon Dara. Ia sangat yakin jika memang Dara mengetahui sesuatu. Ia pun meminta Dara untuk datang ke rumahnya. "Maaf malam begini aku memintamu datang." Dara memang langsung meluncur ke rumah Rembulan yang kebetulan tidak terlalu jauh dengan rumahnya saat Rembulan mengatakan ada sesuatu yang penting. "Ada apa, Lan? Ini bukan masalah kantor, kan?" tanya Dara dengan serius. Rembulan mengangguk. "Mas Aldo sepertinya dia selingkuh dan-" "Kau tau dari mana? Apa kau melihatnya sendiri?" kata Dara tergesa memotong ucapan Rembulan. Hal itu tentu membuat Rembulan semakin yakin jika Dara memang mengetahui sesuatu. "Ra, aku percaya kepadamu. Sekarang, jangan menimbang perasaanku. Selain sebagai asisten pribadiku, kau adalah sahabatku, bukan? Sekarang, katakan wanita itu adalah Mentari, kan? Aku mengenalmu sejak lama, Dara. Kau tidak mungkin memintaku melakukan sesuatu tanpa ada alasan yang kuat dibalik semuanya.
Dan sesuai kesepakatan antara dirinya dan Dara, Rembulan akan bersikap pura-pura tidak tau dulu dengan kelakuan sang suami di luar sana. Apa lagi ini perselingkuhan yang dilakukan oleh Aldo tidak lain bersama saudara kembarnya sendiri. Memang Aldo sudah tidak memiliki otak sehingga ia memilih wanita yang masih ikatan darah dengan istrinya. Bukan hanya Rembulan yang merasa kesal, Dara pun ikut merasa sakit hati dengan kelakuan Aldo. Pasalnya ia sangat membenci perselingkuhan dan pernikahan Rembulan baru seumur jagung. Dan pagi itu, Rembulan harus menerima kenyataan pahit. Sang suami benar-benar tidak pulang ke rumah semalaman. Jangan tanya bagaimana ia merasa sangat berang dan emosi. Tetapi, ia ingat perkataan Dara semalam jika ia harus terlebih dulu mengumpulkan bukti-bukti.Dengan hati yang penuh keresahan, Rembulan memutuskan untuk membawakan makanan. Jika memang Aldo habis melakukan operasi dan menginap di rumah sakit tentu ia kelaparan. Dan Rembulan harus menjadi istri yang baik
Rumah Mentari mendadak ramai, dua kamar tamu terisi dan setiap hari ada saja yang membuat Mentari tertawa geli. Laksmi dan Rembulan dengan semangat membagi tugas. Laksmi merawat Mentari dengan jamu-jamu tradisional buatannya dan juga tak lupa mengoleskan obat buatannya ke perut Mentari.Setiap pagi, Laksmi akan membuatkan kunyit asam sirih untuk Mentari minum setiap hari. Selain itu untuk mengembalikan bentuk tubuh Mentari seperti semula, Laksmi membuat jamu dengan bahan-bahan yang terdiri dari 7 gram daun papaya, daun jinten, 10 gram kayu rapet, 10 gram daun sendok, 7 gram daun iler, 7 gram daun sambilonto dan 7 gram asam Jawa. Semua bahan-bahan ini ia tumbuk halus lalu direbus dalam dua gelas air hingga mendidih. Dan, Mentari mau tidak mau meminumnya sambil memejamkan mata.Belum lagi setiap pagi Laksmi mengoleskan kapur sirih yang campur jeruk nipis sebelum memakaikan bengkung yang panjangnya hampir 7 meter itu di perut Mentari. Dan, meski Mentari merasa sesak, Laksmi benar-benar
_4 bulan kemudian_Tidak banyak hal yang terjadi dalam waktu 4 bulan. Semua berjalan dengan normal dan juga lancar-lancar saja. Namun, pagi saat akan menjalankan ibadah solat subuh Mentari terkejut melihat ada darah yang menetes, dan ia merasa perutnya terasa sedikit sakit. Perlahan, ia membangunkan Aldo."Mas, perutku sakit..." keluh Mentari. Aldo langsung membuka matanya dan menatap istrinya yang meringis kesakitan. Ia bertambah panik saat melihat ada darah yang mengalir di kaki Mentari."Ya Allah, kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu, aku panaskan mobil sebentar."Aldo langsung mengganti pakaiannya, dan ia berlari keluar kamar. Sutinah yang melihat Aldo panik langsung menghampiri."Ada apa, Pak?" tanyanya."Ibu mau lahiran. Cepat bawakan tas yang sudah disiapkan."Untung saja seminggu sebelumnya Laksmi datang dan berinsiatif untuk mengemasi perlengkapan Mentari. Setelah memberikan tas berisi perlengkapan. Sutinah pun membantu Mentari mengganti pakaiannya. Aldo makin panik saat Men
Shanghai memang terkenal sebagai pusat wisata. Shanghai Centre Theatre adalah salah satunya. Mentari dan Aldo pun memutuskan untuk menikmati hiburan yang berbeda dengan tontonan yang lain. Mereka sangat terhibur dengan pertunjukan acrobat yang mengusung kelas dunia. Penampilan para pemainnya tidak perlu di ragukan.Karena mereka sudah sangat terlatih. Mereka menggunakan gerakan-gerakan yang sangat eksotis, untuk koreografer, Mentari pun merasa sangat terhibur. Karena koreografer yang di sajikan memang sangat mengagumkan. Wisata acrobat ini memang sangat terkenal di China, karena itulah Mentari memilih Shanghai sebagai destinasi Baby Moon mereka.Setelah menikmati tontonan yang menarik, Fengying mengajak mereka ke Pasar malam kuliner Changli.Pasar malam di Shanghai ini sering dikunjungi oleh wisatawan dan penduduk setempat yang rela antri untuk melahap daging ayam dan kebab makanan laut bakar saat mayoritas penduduk di kota itu tertidur lelap. Tempat ini merupakan tempat yang disukai t
Mentari hanya tersenyum dan mendekat kemudian masuk ke dalam pelukan Aldo. Dibiarkannya Aldo membelai perutnya dengan mesra."Mas, jika terjadi sesuatu denganku lalu kau harus memilih, siapa yang akan kau pilih? Aku atau anak kita?" tanya Mentari."Jangan pernah bertanya sesuatu hal yang aku tidak bisa menjawabnya Mentari. Kau dan anakku adalah harta yang terindah dalam hidupku. Aku tidak bisa memilih salah satu dari kalian berdua.""Aku kan hanya bertanya, Mas."Tiba-tiba saja Mentari melihat suami tercintanya itu menitikkan air mata."Jangan, Ri. Aku selalu meminta pada Tuhan supaya kau dan anak kita sehat dan selamat. Aku ingin melihatmu menggendong anak kita. Aku ingin kita merawat dan membesarkan anak kita bersama, kemudian kita akan menua bersama. Kau adalah segalanya buatku Mentari," kata Aldo dengan suara yang bergetar karena air mata. Mentari terharu melihat kesungguhan di mata Aldo. Ia pun memeluk suaminya dengan erat sambil memejamkan matanya."Kau kenapa, Ri? Apa ada yang
Hari ini Aldo dan Mentari tampak rapi. Mereka akan menghadiri pesta pernikahan Kendric sahabat Aldo. Ya, Kendric akan menikah dengan wanita pilihan Sita yang bernama Herlina. Sebenarnya, Aldo sedikit khawatir dengan kondisi Mentari. Tapi, setelah bertanya kepada dokter Elvira , Aldo pun berani membawa Mentari ke pesta pernikahan. Lagipula Mentari juga merasa tidak enak jika tidak menghadiri pernikahan sahabat baik sang suami."Kita hanya sebentar saja di sana ya, sayang. Aku tidak mau kau terlalu lelah. Dan kau juga tidak boleh mengenakan sepatu tinggi. Ingat, dokter Elvira menganjurkan untuk memakai flat shoes.""Iya, Mas. Kita hanya sebentar saja kesana. Setelah itu kita langsung pulang. Lagipula, seminggu ini aku hanya berbaring seharian sambil menonton, aku ingin keluar sebentar saja," kata Mentari.Aldo tersenyum dan memeluk Mentari, perlahan ia mengelus perut Mentari yang masih rata dan mendekatkan wajahnya pada perut sang istri."Hai jagoan papa, kamu harus sehat di perut Mama
Ridwan dan Rembulan kebetulan memang sedang berada di rumah hanya tertawa mendengar cerita Aldo tentang sang istri."Mangga muda? Kamu mampir saja kemari, pohon manggaku kebetulan sedang berbuah. Dan, kalau tidak salah ada beberapa yang masih mengkal dan pasti asam rasanya. Mampirlah, biar aku pilih yang muda dan mengkal," kata Ridwan. Aldo langsung bersemangat, ia pun bergegas mengemudikan mobilnya menuju ke rumah Ridwan.Sesampainya di rumah Ridwan, ternyata iparnya itu sudah menunggu."Maaf merepotkan, Wan. Tadinya aku mau mencarinya ke toko buah. Tapi...""Memang begitu wanita jika sedang ngidam," jawab Ridwan sambil tersenyum."Beberapa hari ini, aku memang melihat Mentari sering muntah-muntah. Tapi, aku pikir hanya masuk angin biasa saja. Tiba-tiba tadi pagi ia langsung jatuh pingsan. Aku benar-benar panik.""Kamu harus lebih memperhatikannya. Wanita disaat sedang hamil terlebih di trimester pertama biasanya mudah marah, mudah menangis. Mood nya harus benar-benar kamu jaga.""
_ 5 TAHUN KEMUDIAN_Tak terasa pernikahan Mentari dan Aldo menikah sudah lima tahun. Kehidupan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat baik dan begitu mesra. Pagi itu, Mentari terbangun dengan perasaan yang sedikit tidak nyaman. Ia merasa seminggu ini dia begitu mudah lelah."Kenapa sayang?" tanya Aldo saat melihat sang istri kembali berbaring lagi setelah solat subuh bersama."Tidak tau, Mas. Aku rasanya tidak enak badan. Tadi,saat aku masak aroma masakan itu membuat aku mual dan pusing. Jadi, aku minta Inem yang melanjutkan. Tidak apa-apa, kan?"Aldo tersenyum, ia meraba dahi Mentari, tidak demam tapi ia melihat wajah Mentari tampak pucat."Kamu ini istriku, bukan chef atau asisten rumah tangga yang harus selalu siap memasak. Kita ke dokter, ya?""Aku mungkin hanya masuk a..."Tiba-tiba Mentari merasa mual yang luar biasa, ia bergegas bangkit dan langsung ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Demi melihat kondisi sang istri, Aldo langsung menyusul ia mengurut tengkuk
Siang itu Erlangga menepati janjinya. Ia menjenguk Ayunda di rumah sakit jiwa. Kondisi wanita itu masih sama seperti ketika Mentari datang berkunjung. Saat Erlangga datang, Mentari dan Aldo tampak baru saja mengunjungi Ayunda."Kamu sudah bertemu dia?" tanya Erlangga enggan menyebutkan nama Ayunda. Mentari hanya mengangguk."Iya, Mas. Kondisinya masih sama dan menurut dokter setiap hari dia selalu menceritakan tentang anaknya yang bernama Erlangga. Sebaiknya kamu melihatnya." Erlangga menganggukkan kepalanya."Jangan dulu pulang, kita bisa bicara kan?" tanyanya kepada sang adik. Mentari menatap ke arah Aldo dan saat sang suami menganggukkan kepalanya ia pun mengiyakan permintaan Erlangga. Erlangga pun segera melangkah ke ruangan di mana Ayunda dirawat. Tanpa terasa air matanya menetes perlahan. "Kamu nggak perlu menghukum dirimu seperti ini, Nyonya. Kamu hanya perlu bertobat dan meminta ampunan kepada Tuhan." Mendengar suara Erlangga, pandangan
Mentari baru saja menyelesaikan laporannya ketika ponselnya berdering. Saat melihat siapa yang menelepon ia pun segera mengangkatnya. Namun, setelah beberapa saat wajahnya berubah pucat. Dengan cepat ia pun segera berlari ke ruangan sang kakak, Buana. "Mas ...." Buana yang baru saja beranjak hendak makan siang langsung mengerutkan dahi saat melihat adiknya masuk dengan wajah panik."Tari, ada apa? Kamu baik-baik saja?" tanyanya. "Kita harus ke rumah sakit sekarang, Mas.""Siapa yang sakit? Bisma? Papa?" cecar Buana ikut panik. Mentari hanya menggelengkan kepalanya dan segera menarik tangan kakaknya itu dengan cepat. "Kita pakai mobil masing-masing saja, Mas." Buana akhirnya hanya mengikuti saja kemauan sang adik. Saat ini Rembulan dan Ridwan masih dalam perjalanan bulan madu, sementara perusahaan mereka berdua yang mengurus. Mentari yang pintar belajar dengan cepat sehingga perusahaan Suseno pun semakin maju. Buana hanya mengerutkan dahi saat Mentari me