"Duh, kata sandinya kenapa berubah? Dia menggantinya?" gumam Clara sembari terus berpikir keras bagaimana caranya ia bisa membuka ponsel suaminya tersebut.Beberapa kata sandi yang biasanya digunakan oleh Bagas dan diketahuinya dicoba, tapi, Clara tidak berhasil sampai kemudian waktunya terbuang habis tanpa melakukan apapun untuk menghapus foto-foto yang ada di ponsel suaminya tersebut."Apa yang kau lakukan?" tanya Bagas yang ternyata sudah keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah."Kenapa kata sandi kamu berubah?" Meskipun terkejut kepergok memegang ponsel Bagas, Clara berusaha untuk tenang.Bagas melangkah mendekati Clara dan menyambar ponselnya di tangan Clara dengan cepat. "Aku hanya tidak suka ponselku dibuka tanpa sepengetahuan dariku.""Termasuk aku?""Ya!""Kenapa jadi begitu? Bukankah biasanya juga aku dan kamu enggak keberatan memberitahu kata sandi?""Clara, apakah kamu sedang memeriksa ponsel suamimu sendiri?" tanya Bagas sambil mencengkram salah satu pund
"Ya, sebenarnya aku hanya ingin membenahi pernikahan kita. Aku enggak mau rumah tangga kita itu rusuh terus, kamu dan ibu selalu mempermasalahkan penampilan aku, tapi pekerjaan aku menuntut aku berpenampilan seperti itu, aku jadi bingung....""Perusahaanku belum bangkit, aku masih perlu bantuan kamu.""Jadi?""Seperti di awal, aku tidak mengizinkan kamu berpose dengan model pria, yang kemarin hanya satu kali, tidak ada selanjutnya. Kau harus menolaknya. Untuk penampilan, cobalah lebih giat mencari job dengan pakaian tertutup.""Jadi, aku tetap kerja?""Memangnya, kalau tidak jadi model, kamu bisa mengerjakan apa untuk dapat uang?""Mungkin, aku bisa jualan?"Bagas tertawa sumbang kembali mendengar ide yang disampaikan Clara. "Jualan apa? Gorengan? Sekarang apa-apa mahal, kamu harus bergelut dengan modal dan keuntungan yang tipis, sehari cuma dapat sepuluh ribu itu sih tidak cukup!""Kalau kita tinggal di rumah yang lebih kecil, mungkin -""Itu lagi, aku tidak mau pindah dari rumah in
"Apa? Ada Bagas?"Anisa terlihat sangat terkejut, hingga buru-buru ia kembali masuk ke dalam kamar yang ia biarkan terbuka, lalu mematikan musik yang tadi ia hanya kecilkan saja volume suaranya.Sang ibu yang melihat hal itu benar-benar hanya bisa geleng-geleng kepala. Merasa bingung bagaimana caranya agar ia bisa mengarahkan sang anak untuk bisa berprilaku seperti penampilannya ketika keluar dari rumah. "Bu! Suruh Bagas tunggu sebentar, bilangin aku lagi ngaji! Ya!"Suara Anisa membuyarkan lamunan prihatin yang ada di otak ibunya. "Ibu tidak mau berbohong!" tolak sang ibu yang langsung membuat mata Anisa seketika melotot mendengarnya."Jadi, Ibu mau bilang, kalau aku joget-joget, gitu?""Ibu akan cari alasan lain.""Kenapa sih, Ibu itu selalu ngeyel kalo aku minta tolong? Aku anak Ibu satu-satunya, kenapa Ibu-""Masih ada Hasnah anak Ibu, meskipun dia di pesantren, tapi Ibu tidak pernah melupakan dia, Anisa!""Hasnah? Dia cuma anak pungut, Ibu! Anak kandung Ibu itu aku! Aku satu-s
Tanpa disadari oleh Bagas, Anisa mencengkram tempat duduknya ketika mendengar apa yang diucapkannya.Apa, sih, kelebihan Clara itu? Dicintai banget sama Bagas? Dibandingkan aku yang disukai ibunya, masih sempurna aku daripada wanita itu, kalo saja ibu Bagas suka perempuan seksi, aku pasti akan berpenampilan lebih seksi dibandingkan Clara, sayang aja perempuan tua itu suka menantu alim, aku harus berjuang berat untuk berakting menjadi perempuan alim!Anisa menggerutu di dalam hati, sampai akhirnya...."Apa kamu lebih memilih aku untuk melakukan hal itu? Membujuk Pak Gunawan mungkin, biar kamu juga enggak pusing dengan kondisi perusahaan kamu?" katanya pada Bagas, dan Bagas buru-buru menolak. "Jangan. Kamu wanita syar'i, aku akan berdosa melibatkan kamu untuk hal ini, mana ada perempuan seperti kamu ditugaskan untuk mengajak pria bicara, tidak. Aku akan dimarahi ibuku kalau itu aku lakukan!" "Tapi, Bagas. Kalau itu bisa buat kamu jadi lebih baik, kenapa enggak? Kamu juga khawatir Clar
Untuk sesaat, Hasnah terdiam mendengar apa yang diceritakan oleh sang ibu angkat. Ia prihatin mendengarnya tapi tentu saja permasalahan yang sekarang membelit ibu angkatnya itu bukan permasalahan yang sederhana. Anisa adalah wanita yang keras kepala, itu yang diketahui Hasnah hingga ia sendiri memilih tinggal di pesantren daripada membuat situasi rumah menjadi ribut terus menerus karena Anisa selalu mempermasalahkan sesuatu yang seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. "Aku akan coba bicara dengan Anisa nanti di rumah, tapi, aku tidak menjamin aku berhasil, ya, Bu. Cuma aku akan berusaha." Akhirnya, Hasnah bicara demikian untuk mencoba menenangkan hati ibunya. Ibu Siti mengucapkan terima kasih pada sang anak mendengar apa yang diucapkan oleh Hasnah. Ia tahu, belum tentu Anisa akan menerima baik nasihat yang diberikan oleh Hasnah. Akan tetapi, tidak ada salahnya untuk mencoba karena setiap saat hati manusia itu akan berubah. Ibu Siti berharap, ketika Hasnah bicara dengan san
"Apa kamu bilang? Aku mau jual kamu?" tanya Bagas tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang istri padanya. "Ya, kesannya kayak gitu, kamu kayak jual aku ke pebisnis lain.""Aku tidak menjual kamu! Aku hanya minta bantuan sama kamu, apa itu salah? Kamu suka melihat aku mati-matian bertahan seperti sekarang? Kalau perusahaan aku bisa bangkit lagi, aku tidak akan lagi meminta kamu buat bantu cari uang, kan?"Nada suara Bagas mulai meninggi ketika pria itu mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Clara, membuat Clara menghela napas panjang dan akhirnya wanita itu tidak bisa menolak apa yang diinginkan oleh suaminya.***Clara sudah duduk di sebuah cafe di mana Bagas memintanya datang untuk melakukan pertemuan dengan salah satu target yang dibicarakannya.Menurut Bagas, orang yang akan ditemuinya kali ini adalah orang yang sangat berpengaruh di dunia bisnis hingga banyak sekali yang ingin bekerjasama dengan perusahaan orang tersebut.Meskipun setengah hati melakukan apa yang diingi
"Kamu tidak mau membantu suami kamu sendiri?"Kemarahan Bagas yang tadi sempat menurun kini terpancing kembali hingga pria itu meninggikan suaranya lagi pada Clara.Membuat Clara mau tidak mau berusaha menahan diri untuk melanjutkan aksi protesnya karena mereka diperhatikan oleh beberapa orang yang keluar dan ingin masuk ke dalam cafe. "Baiklah, aku bantu, tapi aku enggak mau hal kayak gini terulang lagi! Kamu harus profesional! Jangan campur adukkan perasaan cemburu kamu dengan pekerjaan!""Aku cuma tidak suka dengan model pria itu daripada yang lain, jadi kau tidak perlu khawatir. Hal ini tidak akan terulang lagi."Clara hanya menghela napas mendengar janji Bagas. Ia segera beranjak ketika Bagas mengajaknya untuk naik ke atas motor. Bagas mengeluarkan motornya dari parkiran, sebelum naik ke atas motor, ia lagi-lagi mengingatkan Clara bahwa kali ini ia tidak akan bersikap seperti sekarang karena pria yang tidak ia sukai hanya satu, yaitu Sean.Bagas menegaskan pada Clara, bahwa kej
Perasaan Clara semakin tidak nyaman mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Christ padanya, tapi perempuan itu berusaha untuk menahan perasaan itu karena ia tidak ingin apa yang dilakukannya sekarang sia-sia."Baiklah, Mas. Sekarang, bagaimana menurut Mas, tentang tawaran kerjasama yang diberikan oleh suami saya? Apakah -""Jangan pakai saya, pakai aku!" potong Pak Christ membuat Clara lagi-lagi menghela napas karena semakin lama, ia semakin tertekan dengan apa yang diperintahkan oleh pria itu padanya.Namun, seperti tadi, Clara tetap tidak bisa berbuat banyak karena ia tidak mau apa yang dilakukannya sekarang lagi-lagi tidak membuahkan hasil."Baik, Mas. Jadi, bagaimana? Apakah-""Kita makan bersama dulu baru membahas pekerjaan, bisa?" Kembali Pak Christ memotong perkataan Clara, hingga lama kelamaan, Clara jadi semakin menumpuk perasaan kesalnya.Pria ini, benar-benar membuat aku kesal, apa yang harus aku lakukan sekarang? Apakah aku tetap bertahan agar pembicaraan ini mendapatkan ha
Mendengar nada suara Bagas yang meninggi, langkah Clara terhenti seketika. Niat hati ingin bersikeras untuk mengabaikan suaminya agar ada efek jera bagi Bagas, tapi Clara mengurungkan niatnya untuk melakukan hal itu karena bagaimanapun juga ia seorang isteri.Terpaksa, Clara mengikuti perintah Bagas agar ia ikut duduk di ruang keluarga begitu juga dengan Berlina.Hening untuk sesaat, meskipun mereka bertiga sudah duduk saling berhadapan, sampai akhirnya...."Sekarang, aku dulu yang bicara, setelah itu kalian boleh bicara bergiliran untuk mengemukakan pendapat kalian masing-masing."Bagas yang membuka suara lebih dulu, dan Clara hanya diam tapi menanti juga apa yang akan diucapkan oleh suaminya tersebut."Perusahaan belum baik-baik saja, karena Clara tidak bisa membujuk Pak Christ untuk menjadi investor, aku belum bisa mengatakan bahwa finansial kita aman, jadi mungkin sekarang, pengeluaran sedikit dipangkas.""Kenapa tidak mempertimbangkan tawaran dari Pak Steven?" "Tidak akan! Tanpa
"Bagas ngomong begitu sama kamu?"Anisa mengangguk. Membuat Berlina menghela napas panjang. "Kasihan, Bagas. Sudah menikah setahun pun, Clara tidak hamil juga, tidak patuh sebagai istri untuk menutup aurat, beban Bagas sangat berat, Tante kasihan sama dia.""Kalau memang Bagas begitu tersiksa, kenapa dia tidak mau menceraikan Clara? Atau, buat Clara itu mau patuh sama Bagas dengan cara, Bagas menikah lagi.""Tante juga berpikir seperti itu, Nisa. Tapi, siapa yang mau sama anak Tante yang perusahaannya saja belum stabil?""Pasti banyak, Tante. Bagas itu ganteng, baik, bertanggung jawab, pasti banyak perempuan yang suka sama dia.""Banyak yang suka, tapi kalau Tante tidak suka, buat apa?""Jadi, Tante suka sama siapa? Biar aku bantu buat comblangin Bagas, mungkin?""Tante suka sama kamu.""Aku?""Ya!"Wajah Anisa menjadi terlihat salah tingkah mendengar pengakuan Berlina, meskipun Anisa tahu Berlina suka padanya lewat sikap perempuan tersebut, tapi jika dikatakan secara terbuka sepert
Clara menggeliat berusaha untuk melepaskan pelukan Bagas karena saat ini ia sedang emosi dan tidak ingin disentuh oleh suaminya tersebut. Meskipun memilih tidak memperpanjang perdebatan, Clara tetap belum bisa bersikap biasa pada Bagas.Namun, Bagas seolah tidak peduli dengan penolakan Clara hingga laki-laki itu terus saja mendekap tubuh ramping Clara bahkan satu tangannya masuk ke balik pakaian Clara membuat Clara makin sebal dengan apa yang dilakukan oleh Bagas. "Gas! Hentikan! Aku mau nyiapin sarapan!" katanya sambil mengeluarkan tangan Bagas yang sudah bermain di balik pakaiannya dan menyentuh dadanya. "Main dulu yuk, bentar?" ajak Bagas tidak patah semangat untuk menutupi kebohongannya didepan sang istri dengan mengajak istrinya berhubungan intim terlebih dahulu."Enggak! Aku mau nyiapin sarapan terus kerja! Kamu juga harus kerja, kan?" Clara menolak, perempuan itu benar-benar tidak mau menoleransi sikap Bagas yang dinilainya terlalu meremehkan rasa takutnya pada Pak Christ.
"Jangan pura-pura enggak tahu deh, kamu. Kamu itu punya nafsu yang tinggi, aku yakin hal seperti ini tuh buat kamu bukan hal yang sulit untuk dipahami!"Anisa merajuk di hadapan Bagas, dan Bagas menarik napas panjang mendengar apa yang diucapkan oleh Anisa. Matanya mengarah pada dada Anisa, setelah itu beralih ke bagian bawah perut perempuan tersebut lalu lagi-lagi, Bagas menelan salivanya dengan kasar setelah memperhatikan itu semua.Ia mengulurkan tangannya, lalu dalam sekejap tangan Bagas sudah bermain di kedua dada Anisa hingga Anisa kembali meloloskan suara ketika Bagas melakukan hal itu pada dadanya. Tidak hanya sampai di situ, satu tangan Bagas meraba ke bagian bawah perut Anisa dan dengan gerakan cepat jemari tangan Bagas sudah bermain di sana membuat Anisa semakin tidak karuan karena apa yang dilakukan oleh Bagas lalu dalam sekejap ia mencapai puncaknya membuat jemari tangan Bagas penuh dengan cairan tersebut.Anisa membaringkan tubuhnya, sembari membuka kedua pahanya, matan
Bagas terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Anisa padanya. Tidak menyangka, Anisa begitu agresif, hingga ia benar-benar dibuat kelimpungan oleh tindakan perempuan tersebut pada tubuhnya terutama pada kelelakiannya.Detik berikutnya, Bagas hanya bisa pasrah kembali diajak bercinta oleh Anisa, dan malam itu mereka mengulangi perbuatan mereka sampai beberapa kali hingga keduanya terkulai lemas di atas tempat tidur dengan tubuh polos tanpa pakaian yang berkeringat.Anisa tertidur tanpa membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, dan itu membuat Bagas kembali bertanya-tanya, mengapa lagi-lagi ada hal yang terasa aneh dan janggal yang mustahil dilakukan perempuan berpakaian syar'i seperti Anisa?Clara saja biasanya langsung mandi bersih kalau habis berhubungan intim denganku dan aku yang biasa suka menunda. Tapi, mengapa Anisa juga sama seperti aku? Menunda melakukan mandi bersih?Hati Bagas bicara sambil perlahan bangkit dan duduk sambil memandang Anisa yang tidur tanpa pakaian. Matanya men
Mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Bagas, Anisa yang tadinya berbaring terlentang karena masih menikmati perasaan melayangnya usai berhubungan intim dengan Bagas seketika bangkit.Gadis itu menatap tidak suka pada Bagas karena pertanyaan Bagas membuat ia kesal."Enggak berdarah bukan berarti enggak perawan, Bagas! Kamu masih mempercayai kepercayaan orang-orang dulu? Tanya dokter, sana! Kadang ada juga yang enggak mengeluarkan darah meskipun dia masih perawan!"Nada suara Anisa terdengar meninggi ketika ia mengucapkan kalimat tersebut pada Bagas. Membuat Bagas garuk-garuk kepala. Meskipun ia tahu, ada kemungkinan perempuan yang tidak mengeluarkan darah itu tetap perawan, tapi entah kenapa, perasaannya menentang kesimpulan itu untuk Anisa. Beberapa hal membuat Bagas ragu kalau Anisa itu perawan, karena perempuan itu sangat berpengalaman saat memuaskan dirinya. Apakah Anisa melihat film biru untuk menambah imajinasinya? Bukankah perempuan berpakaian syar'i tidak akan melakukan hal
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Bagas, membuat Anisa bangkit dan perempuan itu duduk di hadapan Bagas tanpa peduli bagian dadanya menggantung bebas di hadapan Bagas hingga Bagas menelan salivanya dengan kasar. Anisa beringsut. Ia mengalungkan kedua tangannya di leher Bagas dan wajah mereka kini jadi sangat dekat satu sama lain karena hal itu."Kamu benar-benar berpikir aku pernah melakukan hubungan intim sama pria lain? Memangnya aku Clara? Seorang model yang mengekspos tubuhnya di depan kamera?" tanya Anisa sambil mempergunakan tangannya untuk membelai rahang kokoh Bagas, hingga Bagas kembali merasakan, ada gelanyar nikmat saat Anisa melakukan itu padanya. "Tapi, Clara masih perawan saat aku menyentuhnya," sahut Bagas dengan nada suara bergetar, pertanda ia menahan diri untuk tidak menyentuh dada Anisa yang begitu menantang di hadapannya."Masih perawan, emangnya kamu yakin, tubuh dia enggak pernah disentuh pria lain?""Dia tidak pernah berpacaran terlalu bebas, Nis. Hanya saja di
Jantung Bagas seolah berhenti berdenyut melihat sesuatu yang tidak seharusnya ia lihat tersebut. Dengan tangan gemetar, ia membetulkan handuk yang dipakai Anisa tapi Anisa yang terus melakukan pergerakan sulit untuk diatasi oleh Bagas hingga tanpa sengaja, telapak tangan Bagas justru menyentuh paha Anisa. Merasakan tangan Bagas di pahanya, Anisa bersorak. Tidak sia-sia ia mengorbankan diri menahan sakit di kakinya seperti sekarang hingga ia bisa merasakan sentuhan Bagas di salah satu pahanya."Kakiku sakit, Gas, tolongin...."Anisa merintih lagi, sambil terus menggerakkan kakinya hingga bagian terlarangnya semakin terekspos dan Bagas semakin dibuat kalang kabut karena hal itu."Nisa. Jangan bergerak dulu, itu, aurat kamu ke mana-mana, aku akan berdosa kalau terus melihatnya, diam dulu ya, aku pindahkan kamu ke atas tempat tidur!"Sambil berusaha untuk menguasai perasaan berdebarnya, Bagas segera membenarkan handuk Anisa lagi, lalu ia mengangkat tubuh Anisa untuk ia pindahkan ke atas
"Nina!"Melihat yang datang adalah Nina, Clara langsung beranjak ke arah sahabatnya tersebut dan ia segera memeluk Nina untuk menumpahkan semua perasaannya yang tadi sulit untuk ia tahan saat bersama dengan Sean. "Aku tidak sengaja bertemu dengan Clara, jadi karena sekarang ada kamu, aku titip Clara sama kamu, ya? Mungkin lain kali, Clara jangan sendirian saat menemui seseorang, apalagi orang itu asing baginya, agar kejadian ini tidak terulang lagi."Sean bicara seperti itu sebelum akhirnya ia beranjak pergi karena ia sudah ditunggu oleh rekan yang memintanya untuk datang ke cafe tersebut.Nina sebenarnya sangat ingin banyak bicara dengan Sean. Selain sangat jarang bisa bertemu dengan Sean di luar pekerjaan, Nina juga masih ingin banyak bertanya pada laki-laki tersebut tentang Clara. Hanya saja, karena Nina tahu, Sean sangat sulit untuk mencari waktu senggang, Nina terpaksa merelakan idolanya itu untuk pergi meninggalkan mereka. Ia fokus pada Clara yang masih memeluknya erat sambil