"Terus, apa yang kamu lakukan Wiyah?" tanya Bu Ipah pada Bu Wiyah.
"Aku tak berani berbuat apa-apa. Hanya diam, tak berani komentar apalagi bertanya. Waktu itu aku bingung harus berbuat apa. Dari situ akhirnya aku faham kenapa kematian Danu dan Suci sangat janggal dulu. Kamu ingatkan, bagaimana Danu dan Suci meninggal?" Bu Ipah mengangguk, menjawab pertanyaan Bu Wiyah.
Pandangan mata Bu Ipah menerawang, mungkin beliau sedang mengingat lagi, bagaimana kematian Danu dan Suci terjadi. Kematian yang tak wajar menurutnya. Demam tinggi menjadi penyebab utama meninggalnya dua bocah itu. Hanya menjadi janggal saat terdapat bekas cekikan di leher mereka. Juga dengan kepala terdongak dan kaki juga tangan yang menekuk. Namun saat itu tak ada yang berniat mengusut peristiwa kematian dua bocah itu. Apalagi mereka meninggal dalam
"Mbak Wati yang tak mau menghentikan perjanjian itu," kata Bu Wiyah.Bu Ipah terhenyak merasa tak percaya, kalau Bu Wati, kakak kandungnya justru yang tak mau lepas dari perjanjian itu. Nafasnya terasa sesak, tak percaya tapi tak mungkin Bu Wiyah mengarang cerita."Kamu tau kan, Mas Darma sangat mencintai Mbak Wati?" Bu Wiyah masih menatap lekat ke manik mata Bu Ipah. Mengatakan, bahwa apa yang diceritakannya adalah kebenaran.Bu Ipah hanya diam, tak menjawab pertanyaan Bu Wiyah. Dia tak menampik hal itu. Mereka memang mengetahui, cinta Pak Darma sangat besar pada Bu Wati. Pak Darma sangat sulit menolak setiap keinginan Bu Wati. Bahkan sejak mereka hidup serba kekurangan. Hanya saja sebelum harta menyinggahi hidup mereka. Bu Wati juga sosok istri yang menerima apa adan
Roni juga menyodorkan air itu pada Dewi dan Dodo. Dodo sedari tadi hanya diam, mungkin dia belum bisa mencerna arah pembicaraan ini. Atau sesungguhnya, hatinya juga sedang dilanda keterkejutan. Karena tak menyangka ternyata orangtua sahabatnya terlibat pesugihan. Perjanjian sesat yang dilaknat Allah. Musyrik, dosa besar yang tak terampunkan. Apalagi Dodo juga mengenal Pak Darma dan Bu Wati. Rasanya tak percaya kalau mereka melakukan perjanjian yang menyesatkan iman.Sesaat mereka membiarkan Bu Wiyah tenang dulu. Bu Wiyah tak lagi tergugu, meski masih jelas air matanya tak henti mengalir. Tangannya berulangkali menghapus bening kristal di wajahnya. Yang terus mengalir membentuk aliran sungai kecil di kedua pipinya.Dewi mengelus-ngelus punggung Bu Wiyah. Saat ini dia sedang butuh sedikit perhatian yang kecil.
Dewi terhenyak, ternyata kisah anak Minati berbeda dengan kisahnya. Berarti bukan dia anak Minati. Bukankah kata Bu Yanti, Dewi di temukan hanyut di sungai? Dewi agak kecewa, ternyata dia hanya berperasaan saja. Tapi kenapa … wajah Minati sangat mirip dengan Dewi? Seandainya mereka hidup di zaman yang sama. Mereka selayaknya anak kembar, hanya tembong kecil di pipi Dewi yang membuat mereka tampak berbeda."Kenapa kau berikan pada orang lain! Dia keponakanmu Wiyah!" Bu Ipah terlihat agak kesal. Tak menyangka Bu Wiyah setega itu."Maafkan aku Pah. Aku memang sengaja melakukannya, semua juga atas perintah Mas Darma," kata Bu Wiyah.Terang saja hal itu membuat mata mereka semua terbelalak. Ternyata Pak Darma juga mengetahui tentang anak Minati.
"Biar saja! Biar Bapakmu hidup dalam penyesalan seumur hidupnya!" ketus Bu Wiyah."Wiyah, kenapa kau berkata seperti itu. Tinggal Mas Darma, Abangmu. Maafkanlah dia. Lagipula dia tak sengaja melakukan perjanjian itu." Kali ini keadaan menjadi berbalik. Bila tadi Bu Ipah yang belum bisa menerima kenyataan. Sekarang Bu Wiyah pula. Bu Ipah berusaha melunakkan hati Bu Wiyah."Tapi seharusnya, begitu sadar dia jangan menunda-nunda untuk bertobat!""Astaghfirullah Wiyah, urusan hati, Allahmenentukan. Lalu bagaimana denganmu yang menjadi sekeras batu begini!"Bu Ipah dengan Bu Wiyah malah berdebat. Mempertahankan argumennya masing-masing. Bu Wiyah terdi
"Sejak kecil, dia sudah sangat cantik. Semua orang menyayanginya. Aku sangat senang melihatnya. Kadang … aku ingin sekali memeluknya."Bu Wiyah mengusap sudut matanya. Meski bibirnya tersenyum, tetap saja ada kristal bening yang mengembang di pelupuk matanya. Mengingat kembali akan masa kecil keponakan yang terpaksa dia pisahkan dari dirinya, demi untuk keselamatannya."Tapi aku harus menahan diriku. Aku tak mau, dia mengetahui tentang aku. Sebenarnya sejak awal Ustadzah mengizinkan aku bertemu maupun mengasuhnya.""Lalu, kenapa tak kamu lakukan?" tanya Bu Ipah.Ya, kenapa Bu Wiyah tak mengasuh anak Minati kalau Ustadzah yang membawa anak Minati sudah memberi izin? Pertanyaan yang sama tersemat di
"Maafkan Biyah. Semua itu Bu Yanti lakukan, karena dia telah mengucap janji pada Biyah. Untuk tetap merahasiakan semuanya darimu. Biyah gak mau, kamu mencari keberadaanmu kerabatmu, kalau tau semuanya." Dewi melihat lebih dalam, sorot mata Bu Wiyah menyiratkan penyesalan yang teramat dalam. Mau tak mau, Dewi harus bisa memaklumi tindakannya. Seandainya Dewi yang ada di posisi Bu Wiyah, mungkin dia akan melakukan hal yang sama."Saat kamu memutuskan menikah dengan Roni. Bu Yanti menemui Biyah. Dia ingin menceritakan semua tentang jati diri kamu. Karena khawatir, kamu adalah saudara kandung Roni. Biyah memberitahukan padanya, kalau Roni adalah anak angkat Mas Darma. Dan meyakinkan Bu Yanti, kalau kalian tidak satu nasab," cerita Bu Wiyah lagi."Jadi Bu Wiyah, sering menemui Bu Yanti?" tanya Dewi.
Beruntung mereka yang bisa merasakan langsung kasih sayang kedua orangtua. Maka sayangi mereka, jangan pernah berkata "ah" meski kau tak menyukai apa yang dikatakannya. Apalagi membentak juga membangkang pada orangtua. Di saat kita merasa orangtua kita terlalu cerewet juga bawel. Percayalah, di luar sana banyak yang ingin mendengar omelan ayah dan ibunya. Tapi jangankan mendengar omelan, bahkan mereka tak tau seperti apa suara orangtuanya."Ganteng Ayahmu, Wi. Sangat cocok sama Minati, pasangan serasi," kata Bu Ipah mengomentari foto Ayah Dewi.Ayah Dewi memang sangat ganteng di foto itu. Gagah, meski berkulit sawo matang. Tak tampak kalau pekerjaannya hanya seorang kuli bangunan. Ibunya juga cantik sekali. Senyum mereka mengembang di setiap foto yang Dewi lihat. Terlihat bahagia kehidupan mereka, meski Ayahku hanya seorang bur
"Biyah … Bulek … ada yang mau Roni ceritakan. Biyah sama Bulek pun berhak tau tentang masalah ini," kata Roni membuka percakapan usai mereka sholat Isya berjamaah.Mukenah pun masih lagi dikenakan oleh Bu Ipah, Bu Wiyah dan Dewi."Sebenarnya Roni ingin menceritakan hal ini dari tadi saat di rumah Biyah. Tapi tadi ada Dodo, makanya Roni masih menahan diri. Walaupun dia sudah banyak tau tentang keluarga ini. Tapi untuk yang satu ini, biarlah tetap menjadi rahasia keluarga kita," kata Roni. Membuat rasa penasaran kembali hadir di hati Bu Ipah dan Bu Wiyah."Apalagi yang belum kamu ceritakan, Roni?" Pertanyaan Bu Ipah mewakili Bu Wiyah. Beliau lebih mendekatkan posisi duduknya dengan Roni.