“Dirga? Ga? Kamu nggak apa apa?”Suara Farez perlahan lahan terdengar di telinga Dirga. Seketika ingatannya tentang kenangan mengerikan tujuh tahun yang lalu mulai memudar. Dirga melihat sekelilingnya. Dia masih di kantor polisi, Farez duduk di sebelahnya, dan mereka berdua ada di sini karena kejadian tujuh tahun yang lalu terulang lagi dengan versi yang berbeda.“Kamu nggak apa apa? Kamu teringat kejadian tujuh tahun yang lalu ya?” tanya Farez menatap tajam Dirga, memastikan sahabatnya itu baik baik saja. Dirga mengangguk lemah.“Setiap kali mendengar nama Dokter Syarvan, mau nggak mau aku teringat kejadian itu, Rez. Padahal terakhir kali kami bertemu, aku sudah berjanji padanya dan pada diriku sendiri untuk mengubur semua kenangan buruk dan meninggalkan beban itu jauh jauh di belakang,” sahut Dirga sambil menghela nafas.“Kita hanya bisa berdoa, semoga semua baik baik saja,” ujar Farez sambil menepuk bahu Dirga. Keduanya terdiam sambil terpekur menatap garis lantai.“Rez, jaga Dinay
“Naya udah tidur Kak?” tanya Reisha pada Priska dengan suara pelan.“Udah. Kasian dia nangis seharian. Akhirnya capek dan ketiduran. Untung tadi mau makan walaupun sedikit. Kamu juga makan dulu Rei. Seharian belum makan kan?” tanya Priska khawatir.“Iya Kak, aku mandi dulu sebentar ya Kak. Nanti aku makan.”“Ya udah sana mandi dulu. Nanti kita makan sama sama. Aku nungguin Bang Rio tapi kayaknya dia nggak pulang. Barusan telepon katanya mereka bertiga mungkin menginap di rumah Mas Farez. Rumah Mas Farez paling dekat dengan kantor polisi. Malam ini mereka bertiga dan tim lawyer mau meeting lagi,” jelas Priska sambil menghela nafas.“Kak, maaf ya ... Semua orang jadi repot gara gara masalah ini. Makasih banyak ya kak sudah mau menampung aku di rumah ini.”“Ya Allah Reisha. Kamu kok masih ngomong gitu sih? Kan Bang Rio udah bilang, kamu, Dinaya, dan Mas Dirga itu udah kami semua anggap bagian dari keluarga. Bukan cuma aku dan Bang Rio, tapi juga Mas Farez dan Mbak Elga, Mas Dillo dan Mba
“Papaaaa!”“Naya kamu harus sehat. Kalau kamu nggak kuat, papa juga nggak kuat. Kekuatan Papa ada sama kamu sayang. Naya harus sehat ya? Harus kuat, harus kuatkan Papa. Papa sayang Naya ...”Dinaya tak bisa bicara lagi. Hanya isaknya yang terdengar. Dinaya masih terbaring di tempat tidur dengan selang infus tertancap di tangan dan selang oksigen terpasang di hidungnya. Dokter mengatakan Dinaya terguncang secara psikis dan membuat tubuhnya ikut lemah. Ditambah lagi, sejak Dirga ditahan, Dinaya susah sekali diminta makan dan minum. Akhirnya gadis itu tumbang dan Priska memanggil dokter keluarga untuk memeriksa kondisi Dinaya.Setelah selesai pengobatan, dokter mengatakan Dinaya stress berat dan itu membuat tubuhnya melemah. Itu sebabnya Rio langsung menghubungi Dillo yang sedang berada di kantor polisi. Rio meminta Dillo menemui Dirga dan melakukan panggilan video dengan Dinaya.Baru melihat wajah Dirga di layar ponsel, tangis Dinaya pecah. Dia rindu sekali dengan ayahnya dan sangat kha
“Rei, ini kesempatan terakhirmu, saat nanti memberikan kesaksian, kasih informasi sebaik mungkin. Walaupun kemungkinan besar Dirga akan ditahan,” ujar Farez lirih.“Iya Mas Farez, InsyaaAllah aku hari ini berusaha sebaik mungkin,” sahut Reisha sambil berjalan ke arah tim penyidik yang akan mencatat kesaksiannya.Reisha gugup sekali. Tapi yang membuatnya gugup bukanlah kesaksian terakhirnya kali ini, melainkan tentang rencana yang dikatakan Shelly. Reisha masih belum yakin apakah rencana Shelly ini akan berhasil atau tidak. Tapi yang pasti resikonya besar sekali.Pihak keluarga Rehan pasti akan marah besar dan kalau itu sudah terjadi, entah apa yang akan mereka lakukan untuk membalas dendam. Itu saja sudah membuat Reisha ketakutan. Dia tak ingin semua ini pada akhirnya akan berimbas pada Dirga dan Dinaya.Tapi di sisi lain rencana yang disebutkan Shelly sangatlah masuk akal dan kemungkinan besar bisa membantu kalau memang berjalan lancar sesuai dengan yang mereka prediksi. Sampai saat
“Dia pembunuh Abangku! Abangku cuma ikut tiga temannya nonton bola. Malamnya, Abangku dan teman temannya dikeroyok Rehan dan gerombolannya. Tiga temannya sempat luka parah tapi sekarang sudah sehat, dan Abangku meninggal dunia karena pendarahan di kepala! Kami terpaksa bungkam karena waktu itu adik laki lakiku yang bungsu diancam akan dipukuli juga! Jangan salahkan Dokter itu, memang sudah seharusnya Pak Dokter memukuli Rehan sampai mati karena dia memang biadab!”“Ayahku mantan wasit sepakbola yang harus pensiun dini karena pernah dipukul si Rehan ini. Gara gara pukulannya itu, syaraf mata ayah bermasalah dan harus berhenti bekerja. Padahal keputusan ayah saat pertandingan memang adil. Kejadian itu berakhir damai dan ayah diberikan ganti rugi. Tapi tetap tidak adil. Dia hanya menerima skorsing dua bulan sementara ayahku hampir buta di umurnya yang masih muda. Pak Polisi tolong jangan salahkan Pak Dokter. Rehan memang pantas mati karena dia manusia kejam yang tidak punya otak dan hati
“Kita berhasiiiil! Nayaaaa! Kita berhasiiiil!”“Tapi Shel, kamu pastiin videonya nggak berat sebelah, nggak ada pencemaran nama baik atau fitnah kan? Takutnya pihak korban nuntut kita UU ITE,” ujar Dinaya waspada.“Nggak ada Nay. Aman. Aku kan konsultasi dulu sama kakakku. Dia kan pernah jadi jurnalis TV. Video itu udah dia liat berulang ulang. Dipastikan nggak berat sebelah, nggak membela salah satu pihak, nggak ada fitnah dan pencemaran nama baik, dan nggak ada informasi palsu karena semua info itu aku dapat dari keterangan polisi yang ada di artikel media besar. Di beberapa artikel juga disebutkan nama korban dan pelaku. Jadi ini udah jadi berita umum.”“Alhamdulillah kalau aman. Aku takut aja nanti pihak korban menuntut kita.”“Mudah mudahan sih nggak, Nay. Lagian berita ini udah kesebar dimana mana loh. Banyak yang tiba tiba bikin video yang sama termasuk akun akun berita viral, akun akun informasi kejadian terkini, akun akun media online yang gede gede juga. Terus banyak yang re
“Aduh ... Ya Allah Rei, galak amat sih.”“Ma-maaf Dok. Kupikir orang jahat! Ya Allah sakit ya Dok?”“Nggak, geli geli doang. Ya sakit lah Rei!” tukas Dirga sambil mengusap bokongnya yang terasa ngilu. Reisha pun membantu Dirga berdiri sambil menepuk punggung Dirga yang kotor terkena rumput kering.“Sakitnya sebenernya nggak seberapa, malunya itu Ya Allah.” Dirga menepuk keningnya sendiri. Reisha seketika menatap ke arah teman teman Dirga yang berdiri tak jauh dari tempat mereka. Wajah mereka memerah menahan tawa.“Lagian kamu mau kemana sih?” tanya Dirga setelah berhasil mengatasi rasa malunya.“A-aku mau pulang, Dok.”“Ngapain buru buru amat? Nggak ada kompor nyala, panci gosong, atau kran air yang lupa dimatiin kan?” canda Dirga membuat Reisha salah tingkah.“Ayo kumpul sama yang lain. Sini.” Dirga mengajak Reisha mendekat ke arah kerumunan. Dengan enggan, Reisha terpaksa menyeret langkahnya mengikuti Dirga. Reisha merasa tak nyaman karena di sana tidak hanya ada teman teman Dirga t
“Kapan Mas Dirga mau melamar?”“Hah? Melamar apaan? Kerja? Aku masih kerja di rumah sakit, Na. Belum dipecat,” elak Dirga.“Dih! Becanda mulu ah! Serius nih pertanyaanku, kapan Mas Dirga lamaran?” ulang Nina.“Lamaran apa sih Naaa?”“Ya melamar calon istri, Mas. Melamar buat dinikahi!”“Aduuh, anak gadis siapa yang mau kulamar Ninaaa? Calon istri aja belum punya.”“Ya makanya buruan gerak cepet sebelum disambar orang! Itu Reisha ada di depan mata bukannya dikejar! Cewek kayak gitu yang mau banyaaak. Kalau kalah cepat Mas Dirga bisa ditikung. Udah cantik, pinter, mandiri, baik lagi. Siapa yang nggak mau coba?”“Ya nggak semudah itu juga, Na.”“Apalagi yang mempersulit sih, Mas? Dulu kan masalahnya Reisha udah punya tunangan, lah sekarang tunangannya udah beda alam. Kan nggak jadi penghalang lagi.”“Hush! Lisanmu dijaga!”“Iya maaf. Ya terus apalagi masalahnya?”“Ya kan aku belum dekat atau apa sama dia. Cuma sebatas dia guru Bahasa Inggris dan instruktur taekwondonya Naya. Kejadian kem