“Hai Dirga, kata Papiku kamu duda ya? Udah pengalaman dong. Mau nambah pengalaman lagi sama aku nggak? Aku suka pria matang berpengalaman.”Dirga mematung saat disapa sosok wanita cantik dengan busana minim dan make up tebal yang tiba tiba duduk di depannya. Siapa orang ini?“Eh, sorry kita belum kenalan. Aku Maya, anaknya boss kamu di rumah sakit. Kata Papi kamu calon suamiku ya?”Hah? Jadi ini Maya, anak Dokter Fajri? Batin Dirga terkejut. Sosok wanita cantik ini sungguh berbeda dari apa yang dibayangkan Dirga.Dokter Fajri berpenampilan rapi, selalu terlihat menjaga perilaku dan image nya sebagai Direktur rumah sakit sekaligus dokter senior yang berwibawa. Dalam bayangan Dirga, sosok Maya adalah perempuan yang berpakaian sopan, kalem, tak banyak bicara, dan terlihat rapi dan menjaga image nya seperti Dokter Fajri. Ternyata yang muncul adalah sosok wanita bermake up tebal, mengenakan jeans ketat dan atasan crop top tanpa tali yang memamerkan bahu, pundak, dan tentu saja sebagian are
“Ma-Maya tunggu dulu. Semua bisa dibicarakan pelan pelan. Jangan langsung minta mati. Serem itu. Kamu tau nggak, orang orang yang sudah mati itu pasti pengen banget hidup lagi karena beratnya siksa kubur, kamu malah minta mati. Emangnya udah siap? Mati itu mungkin gampang. Pertanggung jawaban sesudah mati itu yang berat.”“Kamu dokter apa ustad sih! Malah ceramah!”“Aku dokter. Tapi kan aku dokter forensik. Hampir setiap saat aku melihat mayat mayat berbagai bentuk, jenis, dengan berbeda sebab kematian, kondisi juga lain lain, tapi satu pelajaran berharga yang aku ambil dari mayat mayat itu. Kita semua harus menghargai hidup. Harus bersyukur sampai hari ini kita belum jadi mayat kayak mereka kan?”“Dih! Kamu tau darimana? Jangan jangan malah mayat mayat itu sebenernya happy banget bisa mati dan ninggalin semua masalah berat di dunia ini. Kita nggak tau gimana isi pikiran mayat mayat itu? Kamu cuma kerjaannya kan cuma otopsi doang, bukannya bicara sama arwah. Jadi kamu juga nggak tau g
“Pembunuh berantai?” tanya dokter Rahman nyaris tak percaya. Dirga mengangguk mantap.“Ada dugaan begitu, dok. Sejauh ini sudah empat jenazah yang kita otopsi dan menunjukkan keterkaitan satu sama lain. Mulai dari usia korban yang nyaris sama, lalu semua jenazah ditemukan dalam kondisi tanpa tangan kanan, dan yang paling jelas adalah terdapat kandungan arsenik di tubuh keempat jenazah itu.” Dirga menjelaskan secara singkat dan dokter Rahmat langsung memeriksa hasil laporan Dirga.Pihak kepolisian kemudian mencocokkan data data yang diberikan Dirga untuk kepentingan penyelidikan. Dan mereka mulai menemukan kecocokan satu sama lain.Dirga dan timnya memang tengah membantu pihak kepolisian yang baru saja menemukan jenazah empat orang laki laki tanpa tangan kanan di saluran pembuangan limbah pabrik. Seminggu sebelumnya, polisi juga menemukan jenazah tanpa tangan kanan di tempat pelelangan ikan. Lalu beberapa bulan sebelumnya, polisi juga menemukan jenazah tanpa tangan kanan di dua tempat
“Apa ini?”“Surat pengunduran diri, dok. Maaf saya sudah membuat kekacauan di rumah sakit ini. Saya ingin mengundurkan diri dari posisi saya sebagai tim humas departemen forensik. Sebelum itu, saya juga ingin menjelaskan kondisi kemarin antara saya dan putri dokter Fajri,” jelas Dirga panjang lebar membuat Dokter Fajri terbelalak.“Sebentar, ini apa apaan? Kenapa Dokter Dirga tiba tiba mengundurkan diri?”“Sebenarnya, sebelum artikel kemarin beredar, saya sudah ingin mengundurkan diri, Dok. Bukan karena saya lelah dengan pekerjaan, tapi karena saya nyaris kehilangan privasi. Ada banyak hal yang tidak sanggup saya jalani jika saya terus mendapat sorotan publik yang mengarah ke ranah pribadi dan di luar urusan pekerjaan, dok,” jelas Dirga cepat nyaris tanpa jeda.“Saya juga ingin menjelaskan tentang artikel yang beredar liar di media sosial, Dok. Itu semua salah paham. Saya memang kemarin ketemu dengan Maya untuk makan siang, sesuai jadwal yang dokter Fajri sebutkan. Saya datang dan kam
“Dokter, apa kata abang saya?”“Hah?”“Dokter mengautopsi jenazah abang saya kan? Dokter tau penyebab kematiannya kan? Saya liat berita berita di TV dan medsos, dokter berhasil mengungkap pembunuhan berantai karena racun arsenik. Apa di tubuh abang saya ada arsenik juga dokter?”“Maaf, Mbak. Hasil autopsinya belum keluar, dan nanti kalau sudah keluar bukan saya yang berhak menyampaikan hasilnya, tapi ketua tim forensik dan pihak kepolisian. Jadi mohon ditunggu saja sampai prosesnya selesai,” Dirga menjawab dengan hati hati.“Tapi abang saya beneran dibunuh kan? Bukan meninggal bunuh diri? Nggak mungkin abang saya masuk sendiri ke ruangan pendingin terus mengurung diri di sana. Abang saya itu orang baik, dok. Nggak punya masalah hidup. Istri dan anaknya cakep cakep, keluarga harmonis, uang ada hutang nggak ada, aneh aja kalau dia bunuh diri di situ. Lagian mana ada orang bunuh diri memilih mati beku di freezer itu? Iya kan dok?”Dirga menghela nafas dan tak menjawab. Dari kemarin sosok
“Hah? Kejepit karena mau ngambil HP?”“Iya. Diperkirakan korban sedang ingin mengambil ponselnya yang terjatuh di belakang freezer box, tapi kemudian terjepit dan meninggal karena hipotermia akibat suhu udara yang terlalu rendah.”“Nggak mungkin dokter! Pasti ada yang meracuni abang saya sebelum masuk ke cooler storage!”“Hasil rekaman CCTV terlihat korban masuk ke ruang pendingin pukul 21 lewat 25 menit. Lalu tidak keluar lagi. Dan korban masuk ke sana seorang diri. Kondisi restoran sudah tutup. Menurut keterangan saksi, korban memang sering mempersiapkan bahan makanan untuk keesokan paginya di malam hari setelah semua karyawan restoran pulang lebih dulu. Kemungkinan besar saat mempersiapkan bahan, ponsel korban terjatuh di belakang freezer box, karena ponsel korban ditemukan di sana dalam kondisi mati. Lalu posisi korban juga terjepit dalam kondisi sedikit membungkuk seperti akan menjangkau ponsel yang jatuh. Tapi tidak bisa keluar. Kemungkinan korban berteriak minta tolong, tapi ko
“Rumah sakit Healthy Life?” tanya Dirga.“Iya. Sudah tiga tahun kerja di sana. Tapi di manajemen rumah sakit, nggak praktek.” Selina menyibak rambutnya saat menjelaskan pada Dirga. Bibirnya yang dipulas satin lipstick warna peach yang membuatnya terlihat sangat cantik dan elegan.“Ooh, jadi di manajemen. Kenapa nggak lanjut Sel? Katanya waktu itu mau ambil bedah syaraf?” tanya Dirga penasaran. Sepuluh tahun yang lalu, Dirga yang sedang bersiap ke program internship iseng iseng bertanya pada Selina yang saat itu masih mahasiswi tahun pertama di fakultas kedokteran. Selina bilang dia nantinya akan melanjutkan ke spesialis bedah syaraf. Tapi ternyata sekarang malah ke manajemen rumah sakit.“Ceritanya panjang. Intinya sih semua gara gara Mas Dirga,” rutuk Selina dengan nada manja.“Loh? Kok gara gara aku? Kenapa aku?” tanya Dirga dengan jari telunjuk mengarah ke dirinya sendiri.“Iya gara gara Mas Dirga. Dulu kan aku maunya bareng sama Mas Dirga di bedah syaraf, kata Mas Dirga dulu mau l
“Itu … Tadi …”“Itu Dinaya, anakku.” Akhirnya Dirga memutuskan untuk melepas bebannya dan berterus terang pada Selina tentang statusnya yang seorang ayah.“Mas Dirga sudah punya anak? Tapi kata Kak Elga dan Bang Farez, Mas Dirga belum menikah?” tanya Selina bingung. Ada gurat kekecewaan yang jelas terbaca di matanya.“Aku belum menikah lagi setelah berpisah dengan ibunya Dinaya. Dulu Dinaya tinggal dengan ibunya, tapi beberapa minggu yang lalu Ibunya meninggal dunia dan Dinaya tinggal denganku, Sel.” Dirga menjelaskan dengan lancar. Ia tak ingin lagi menutupi tentang Dinaya dari siapapun.Dirga sadar, tujuannya saat ini adalah mencari istri, dan Selina adalah kandidat pertama. Dirga sudah trauma dengan perempuan perempuan seperti Cindy yang hanya melihat satu sisi dirinya saja. Padahal dirinya punya sisi lain yang harus diketahui calon istrinya kelak. Dirga tak ingin membuang waktu lagi, ia memutuskan untuk menjelaskan sejak awal tentang Dinaya. Kalau Selina bisa menerima keadaannya,