Akhirnya, di hari ini, BJ mengabarkan hilangnya amplop angpauw berisi chek tunai untuk kegiatan operasional band. Dan seperti sudah diduga ketiga temannya kecewa. Marah. BJ benar-benar meminta maaf untuk kelalaiannya. Beruntung ketiga temannya memiliki rasa solidaritas tinggi. Adalah si pria asal Tarutung, Happy, yang ternyata cukup cerdik untuk berkesimpulan bahwa BJ tidak mungkin menggelapkannya. Patokannya sederhana. Ia diam-diam melirik ponsel di kantong celana dan melihat bahwa BJ masih setia dengan ponsel lamanya. Padahal Happy tahu bahwa sudah lama BJ kepingin mengganti ponsel dengan kapasitas lebih baik demi memenuhi kebutuhan BJ. Baik kebutuhan untuk bermusik maupun video editing. Kalau ia memiliki uang, mestinya BJ sudah memakai yang baru dan bukannya tetap dengan ponsel lamanya. Sebuah ponsel ber-O/S Android jadul dengan layar retak-retak yang kondisinya kian mengenaskan.
"Gue nanti mau minta tolong supaya cheknya diterbitin lagi. Kar
Namanya rezeki memang tidak kemana. Secara fisik sebetulnya nyaris tak ada calon penumpang yang mau menaiki Si Doyok karena kondisinya yang jauh dari menarik. Tapi sore itu, di lokasi omprengan, mereka mendapatkan seorang calon penumpang yang bermaksud mencarter kendaraan. Seorang encim datang dan menegur dengan suara laiknya orang tengah berkumur-kumur. “Apaan, Cim?“ Dedot yang tidak bisa mendengar jelas meminta si encim mengulang. “Mleemlhl kebelllemlem mllllm... nas?“ “Ulangin dong. Nggak jelas.“ Di luar dugaan Dedot, si encim melepas giginya yang ternyata palsu. Dedot kaget, begitu pun Charlie yang duduk di belakang kemudi. “Ini ke kelulahan Kebon Nanas bukan?" Setelah itu ia kemudian memasang lagi gigi palsunya. Charlie berembug sesaat dengan Dedot. “Kalo ke sana carter aja, Cim.“ “Bel...mmm... llmmmnlmmnya ....“ “Apaan?“ “Bel...mmm... llmmmnlmmnya ....“
“Sabarrrr. Jadi gimana sekarang?” “Kok pake nanya jadi gimana. Nomor ponsel petugasnya kan ada di lu? Suruh dia balik! Gue tungguin dia di WC." "Idiiih, kenapa lu musti tungguinnya di WC? Lu tungguin aja di ruang penerimaan tamu." "Jangan macem-macem lu, Charlie. Pokoknya gue tunggu di WC, bilik nomor 3!" "Macam mana kau ini. Berjalan sedikitlah sampe ke ruang penerimaan tamu. Nggak enak kita sama petugas yang udah pulang." Disarankan begitu oleh Happy, BJ malah jadi semakin galak. "Pokoknya gue tunggu di WC, bilik nomor 3! Sekarang!" "Ih, keukeuh banget lu." Dengan terpaksa, antara mengalah dan sebal karena BJ sukses merepotkan banyak orang, Dedot ganti ikut bicara. "Ya udah, gue juga nanti ikutan masuk. Gue jemput lu di WC. Bilik e'ek nomor 3 kan? Gue sadar lu emang orang penting di grup ini, J. Orang VVIP lu. Puas?" "Makasih," suara BJ kedengaran lega. "Jangan lupa mampir
Dengan berbagai alasan, BJ selama ini rupanya mengamen dengan diam-diam. Abah dan Emak sama sekali tidak tahu. Sayangnya, usaha BJ mencari uang mendapat hambatan sewaktu ulah BJ itu terpergok Emak. Ceritanya waktu itu siang hari dan udara panas luar biasa. Dalam keadaan radiasi super panas, tak heran kalau BJ dengan rekan mengamennya kehausan. Sialnya, tak ada orang yang berjualan air mineral atau softdrink di sekitar situ. Yang ada hanya tukang nira – penjual minuman dari pohon aren. Tak ada pilihan, mereka minum itu saja. Baik BJ maupun Happy tidak tahu bahwa air nira yang tersimpan lama akan menjadikan air nira mulai mengandung alkohol. Entah karena sebelumnya tidak pernah minum minuman beralkohol, air niranya sudah lama sehingga kadar alkoholnya lebih tinggi, minum berlebihan, lagi tulalit, atau faktor lain, efeknya langsung terasa. Mereka berdua jadi tampil begitu penuh percaya diri – bahkan cenderung b
Emak memang unik. Untuk iklan-iklan favoritnya dia bisa hafal bukan cuma adegan tapi juga kata-kata beserta intonasinya. Kalau di iklan ada dialog beberapa orang, komentar, plus jingle lagunya, Emak yang hafal secara spontan mengikuti narasi iklan lengkap dengan jinglenya. Kadang malah ikutan nari kalo di iklannya ada sedikit joget-joget. Begitu iklannya selesai ditonton, Emak melanjutkan interogasi. “Kamu musti berhenti ngamen. Emak ndak mau tau,” katanya melanjutkan kegalakannya. “BJ begitu kan supaya bisa main musik. Acaranya tinggal seminggu lagi. Kalo Emak larang, untuk ngidupin band-nya pake cara apa dong?" "Cari cara lain." "Contohnya?" "Jualan makanan, misalnya." "Emak lupa BJ pernah bikin empek-empek dan Abah sakit murus-murus?" "Kamu masaknya ngaco.” “Resepnya kan dari Emak.” “Aduh, kamu itu sekarang pinter ngebantah ya,” Emak y
Semalam Abah pulang sangat larut. Dengan demikian Emak baru memiliki waktu untuk bercerita pada pagi ini, ketika toko mereka baru saja buka. Emak langsung bercerita panjang lebar laiknya berita liputan khusus. Emak juga bercerita tentang keputusannya untuk mendisiplin BJ. Di luar dugaan Emak, suaminya ternyata kurang sependapat. "Abah pikir itu sih kurang bijaksana. Zaman kan sudah berubah, iyo ndak?” “Aduh Abah ini. Lebih bela BJ mentang-mentang dia nurut terus sama Abah.” “Emak mau ndak, kalo Emak punya hobi tapi dilarang?" "Habisnya anak kita bikin Emak marah. Aku ini malu nian lihat ulahnyo. Muka Emak mau di simpen di mano? Kamu ndak liat dia sih waktu di bis." "Memang aksinya kayak apo? Kok sampe bisa bikin isteriku jadi merasa ndak enak." "Puteramu itu nyanyi sambil nari joget-joget. Ngeliuk-liuk badan persis ulet keket. Muter-muter di tiang bis. Goyangnya seperti penyanyi kesayangan Abah waktu masih
Di tengah cuaca mendung Happy mengumpulkan BJ, Charlie dan Dedot. Happy paling penasaran karena ingin tahu apa yang terjadi pada BJ setelah terpergok Emak saat dangdutan di bis sambil berjoget gaya undur-undur. “Pren-pren sekalian,” kata Happy dalam kalimat pembukanya. “We’ve gotta problem. Kemaren BJ ke-gap nyokapnya lagi ngamen. Gue denger sendiri, Emak gak setuju perbuatan BJ. Malam kemarin BJ disidang. Nah, lantas hasilnya kayak apa biar BJ yang cerita.” BJ kini menceritakan semua. Mulai dari aksi kejadian, tertangkap basah oleh ibunya, interogasi, dan sanksi yang diberikan. Begitu selesai memberi keterangan, kontan yang lain lemas seketika. "Bah! Gawat kali kalau begitu caranya," keluh Happy. Seperti biasa ketika dalam suasana hati panik logat Batak-nya kembali muncul. "Main musik juga dilarang?” “Jadi lu gak boleh lagi ngamen?" BJ menggeleng. “Nggak.“ “J
Bocah tiga tahun itu kegirangan melihat ayahnya meminum isi mug sampai tandas. “Gelas mug-nya kembaliin ke Emak ya,“ kata Abah sambil menyerahkan mug kembali pada Minel. Seminggu terakhir, mug berwarna pink berbahan melamin itu memang menjadi salah satu mainan favoritnya. Bisa jadi karena ada gambar Teletubbies-nya. Sesaat setelah mendapat kembali mugnya bocah itu pergi. Abah baru sebentar melanjutkan pekerjaan ketika Emak muncul sambil membawa segelas air putih. Tak mau lagi membahas topik yang lagi panas, Emak mengajak Abah berbicara soal kloset mereka yang baru. “Kloset yang baru, enak ya. Tukang yang bikin kloset, rapih juga kerjanya.“ “Abah juga puas. Dengan kloset duduk ndak perlu lagi ada kejadian Abah nyikat gigi pakai sikat bekas kecemplung. Kecemplung di kloset jongkok pulo.“ Mendengar ucapan suaminya, Emak tertawa geli mengingat kejadian mengesalkan yang menimpa suaminya lebih dari dua bulan lalu. “Ya
Saipul yang sudah hampir setengah jam mengutak-atik ponselnya nyengir. Senyum culasnya berubah menjadi serius begitu videonya selesai diupload. Saat Apip mendapat link-nya, tautan itu langsung di-share ke semua WAG sekolah dimana dirinya jadi member.Dalam semenit, gagal tampilnya D’Corvus - band bentukan BJ cs - menyebar ke para siswa IPA dan IPS di gedung sekolah yang sama. Dalam hitungan menit pula pesan di WAG itu terbaca juga oleh BJ. Kebetulan tahu bahwa tiga temannya berada di kantin, BJ lantas menyusul ke sana.Mereka tengah seru-serunya membahas berita tentang Covid-19 yang sedang menghebohkan di Indonesia saat BJ masuk. Dengan segera topik pembicaraan berubah ketika BJ menunjukkan pesan WA yang masuk yang menjelek-jelekkan band mereka. Rasa marah, sedih, dan kecewa langsung menguasai. Dan satu per satu mereka mengungkap kemarahan, kesedihan, dan keputusasaan. Hanya Dedot yang siang itu agak pendiam dan nyaris tid