Muka BJ mendadak merah.
"Maura mana?" BJ yang mulai bisa menguasai diri akhirnya mulai bisa bertanya.
"Belum dateng. Nah lu sendiri gimana? Kok cuma lu berdua? Biasanya ada Charlie sama Happy juga. Pada kemana mereka?"
"Happy udah dari tadi pergi ke toilet akibat salah makan. Celamitan sih,“ jawab Dedot.
“Charlie ikut buat nemenin," BJ menyambung.
"Nemenin buat apa?"
"Takutnya Happy nggak tau jalan pulang."
Canda kecil itu membuat Lichelle terkikik.
“Beningnya lu, Lichelle,” puji Dedot.
BJ yang sudah beradaptasi mulai muncul isengnya. “Iya, beningnya pake banget.”
“Muji mulu ah,” kata Lichelle agak malu.
“Tapi lu juga keren, Dot.“ BJ ganti memuji Dedot. “Dengan tampilan rapi gini, lu kayak aktor Dan Stevens. Tau kan waktu dia main bareng Emma Watson?”
“Makasih.” Hidung Dedot serasa berkembang
Tidak melanjutkan sekolah, berarti susah dapat kerjaan. Susah dapat kerjaan, berarti susah dapat jodoh. Susah dapat jodoh, berarti para jomblowan akan makin keleran di seantero negeri dan akan jadi preman di segala tempat mereka berada akibat status mereka yang ‘tidak laku’. Jadi kasus radang tenggorokan Maura ini bukan masalah sederhana. Ia bisa berdampak pada penambahan para jomblo kategori tak laku-laku di seluruh negeri. Mengerikan sekali bukan? Iyalah, ini jauh lebih mengerikan daripada tsunami Aceh tahun 2004 – well, setidaknya begitulah yang ada dalam benak Dedot. “Berarti ini kasus darurat. Dan gue kalo nggak bisa lanjut sekolah, mendingan gue kawin aja dah,” ucap Dedot yang akhirnya mengungkap ketakutannya. Sekilas terlihat putus asa tapi sebetulnya ngarep dot com alias berharap. “J, coba lu juga cari akal dong.” BJ berpikir keras mengenai obat apa yang cocok untuk Maura. Matanya nanar menatapi deretan buah-buahan di
Usulan itu sekilas sepertinya cerdas. Tapi begitu mengetahui dua judul lagu yang akan dinyanyiin, usulan itu langsung dibuang Dedot jauh-jauh karena lagunya tidak ia hafal liriknya. "Apa penampilan lu mau dibatalin aja?” Maura menggeleng sambil mengebas tangan. “Hahh-nghan." Dedot berpikir keras sebe
BJ masih mau protes tapi Lichelle sudah terburu masuk. Gadis itu mengawali dengan lengkingan vokal murni tanpa iringan musik. ‘Lately I’ve been, I’ve been losing sleep. Dreamin’ about the things that we could be.” BJ terperangah. Dengan sudah masuknya Lichelle di chorus, BJ jelas tak punya pilihan lain. Ia langsung bersiap di keyboard yang menjadi bagiannya. “But baby I’ve been, I’ve been prayin’ hard. Said no more counting dollars. We’ll be counting stars. Yeah, we’ll be counting stars.’ Saatnya BJ beraksi. Dentang-denting keyboard mulai mengalun. Mengiringi intro lagu yang memang ikonik itu. Selain karena keyboardnya yang canggih, olah vokal Lichelle memang di atas Maura. Perpaduan dua hal tadi membuat BJ tak terhalang untuk menampilkan permainan keyboard terbaiknya. Memang mereka nyaris tersendat di bait pertama tapi de
Tapi sewaktu BJ toss tangan dengan Happy, ia kaget karena merasa ada sesuatu di telapak tangannya. “Lu nyelipin apaan? Duit?” tanyanya yang belum melepas toss dengan Happy. Sambil menahan tangan BJ, Happy terlihat seperti menahan senyum. "Kalo duit kan udah dapet. Ini lain, Bro." Dedot juga tak menjawab pertanyaan BJ tadi. “Itu dari penggemar lu, J. Dia duduk paling depan bangku sebelah kiri.” Begitu sudah melepas telapak tangan dengan Happy, BJ baru tahu bahwa benda itu ternyata kunci kamar hotel. "Apa nih maksudnya?" "Hebat kali kau! Kau sudah langsung dapet penggemar nih. Cepatlah kau temui dia sekarang," cetus Happy yang logat Bataknya mendadak muncul begitu saja. "Ketemu gue? Di mana?" tanya BJ lugu. "Di kamarnya lah. Tuh, dia udah kasih kunci kamarnya ke lu. Masa' nggak ngeh?" Dedot tersenyum-senyum. BJ terperanjat. "D-di kamar hotel?" "Sssssh, k
Akhirnya, di hari ini, BJ mengabarkan hilangnya amplop angpauw berisi chek tunai untuk kegiatan operasional band. Dan seperti sudah diduga ketiga temannya kecewa. Marah. BJ benar-benar meminta maaf untuk kelalaiannya. Beruntung ketiga temannya memiliki rasa solidaritas tinggi. Adalah si pria asal Tarutung, Happy, yang ternyata cukup cerdik untuk berkesimpulan bahwa BJ tidak mungkin menggelapkannya. Patokannya sederhana. Ia diam-diam melirik ponsel di kantong celana dan melihat bahwa BJ masih setia dengan ponsel lamanya. Padahal Happy tahu bahwa sudah lama BJ kepingin mengganti ponsel dengan kapasitas lebih baik demi memenuhi kebutuhan BJ. Baik kebutuhan untuk bermusik maupun video editing. Kalau ia memiliki uang, mestinya BJ sudah memakai yang baru dan bukannya tetap dengan ponsel lamanya. Sebuah ponsel ber-O/S Android jadul dengan layar retak-retak yang kondisinya kian mengenaskan. "Gue nanti mau minta tolong supaya cheknya diterbitin lagi. Kar
Namanya rezeki memang tidak kemana. Secara fisik sebetulnya nyaris tak ada calon penumpang yang mau menaiki Si Doyok karena kondisinya yang jauh dari menarik. Tapi sore itu, di lokasi omprengan, mereka mendapatkan seorang calon penumpang yang bermaksud mencarter kendaraan. Seorang encim datang dan menegur dengan suara laiknya orang tengah berkumur-kumur. “Apaan, Cim?“ Dedot yang tidak bisa mendengar jelas meminta si encim mengulang. “Mleemlhl kebelllemlem mllllm... nas?“ “Ulangin dong. Nggak jelas.“ Di luar dugaan Dedot, si encim melepas giginya yang ternyata palsu. Dedot kaget, begitu pun Charlie yang duduk di belakang kemudi. “Ini ke kelulahan Kebon Nanas bukan?" Setelah itu ia kemudian memasang lagi gigi palsunya. Charlie berembug sesaat dengan Dedot. “Kalo ke sana carter aja, Cim.“ “Bel...mmm... llmmmnlmmnya ....“ “Apaan?“ “Bel...mmm... llmmmnlmmnya ....“
“Sabarrrr. Jadi gimana sekarang?” “Kok pake nanya jadi gimana. Nomor ponsel petugasnya kan ada di lu? Suruh dia balik! Gue tungguin dia di WC." "Idiiih, kenapa lu musti tungguinnya di WC? Lu tungguin aja di ruang penerimaan tamu." "Jangan macem-macem lu, Charlie. Pokoknya gue tunggu di WC, bilik nomor 3!" "Macam mana kau ini. Berjalan sedikitlah sampe ke ruang penerimaan tamu. Nggak enak kita sama petugas yang udah pulang." Disarankan begitu oleh Happy, BJ malah jadi semakin galak. "Pokoknya gue tunggu di WC, bilik nomor 3! Sekarang!" "Ih, keukeuh banget lu." Dengan terpaksa, antara mengalah dan sebal karena BJ sukses merepotkan banyak orang, Dedot ganti ikut bicara. "Ya udah, gue juga nanti ikutan masuk. Gue jemput lu di WC. Bilik e'ek nomor 3 kan? Gue sadar lu emang orang penting di grup ini, J. Orang VVIP lu. Puas?" "Makasih," suara BJ kedengaran lega. "Jangan lupa mampir
Dengan berbagai alasan, BJ selama ini rupanya mengamen dengan diam-diam. Abah dan Emak sama sekali tidak tahu. Sayangnya, usaha BJ mencari uang mendapat hambatan sewaktu ulah BJ itu terpergok Emak. Ceritanya waktu itu siang hari dan udara panas luar biasa. Dalam keadaan radiasi super panas, tak heran kalau BJ dengan rekan mengamennya kehausan. Sialnya, tak ada orang yang berjualan air mineral atau softdrink di sekitar situ. Yang ada hanya tukang nira – penjual minuman dari pohon aren. Tak ada pilihan, mereka minum itu saja. Baik BJ maupun Happy tidak tahu bahwa air nira yang tersimpan lama akan menjadikan air nira mulai mengandung alkohol. Entah karena sebelumnya tidak pernah minum minuman beralkohol, air niranya sudah lama sehingga kadar alkoholnya lebih tinggi, minum berlebihan, lagi tulalit, atau faktor lain, efeknya langsung terasa. Mereka berdua jadi tampil begitu penuh percaya diri – bahkan cenderung b