Bagaimana mereka bisa lolos masuk ke istana?!" Raja Garsan murka pada kelengahan keamanan istana.
Rexa yang sebagai komandan militer wandara merasa gagal menjaga keamanan istana. Dia bahkan sibuk dengan urusan keluarganya hingga melalaikan tugasnya. "Incaran mereka adalah Maysa dan Inara, itu berarti ini juga untuk Arlesa, dan satu-satunya musuh besar Arlesa itu hanya satu, Rajab!" Foland menyimpulkan."Benar, Rajab masih mengincar untuk membahayakan Arlesa dan keluarganya," tambah Jeval.Raja Garsan mengeram. Sejahat itukah Rajab hingga tega membunuh menantu dan cucunya. :"Di istana ini ada pengkhianat! Entah dari bagian apa, tidak mungkin prajurit pembelok bisa masuk ke istana jika tidak ada orang dalam yang membantunya," kata Foland.Rexa keluar dari raungan putih itu. Dia akan mencati tahu siapa penyusup sebenarnya yang mengelabui mereka. Sementara Ratu Risani dan kedua RRatu Risani mulai makan. Bun Great yang menemani Inara di tempat tidur. Sedang kedua pelayan itu berdiri di samping Ratu Risani. Termasuk adik ipar Rajab, matanya mengawasi pergerakan Bun Great, menanti kelengahan perawan tua itu agar ia bisa mebusuk Inara tanpa ada halanagan sedikit pun. Jika Bun Great beranjak sebenatar saja dari samping Inara maka aksinya akan ia jalankan segera. "Kamu tahu kondisi Maysa sekarang, Gret?" tanya Ratu Risani sembari makan. "Belum yang mulia, belum ada kabar dari rumah sakit," sahut Bun Great. "Tolong bawakan ponselku di bawah bantal, aku ingin menelpon Arlesa," pinta Ratu Risani. Adik ipar Rajab tersemyum miring mendengar itu. Bun Great beranjak memberikan ponsel itu ke Ratu Risani. Kesempatan brutal adik ipar berlari ke Inara sembari mengeluarkan sebilah pisau, Bun Great yang melihatnya hanya bisa menggapai rambut perempuan itu, hingga dada Inara tidak tertancap pisau tajam melainkan
Jeval diam. Bibirnya membeku, dia bahkan tidak memiliki alasan untuk mengelak. Pasrah saja akan kemarahan Rexa. Di luar pintu, ada Foland yang cemas, dia tahu ini akan jadi bom atom bagi kerajaan wandara. Entah apa reaksi adik pertamanya itu setelah tahu kebenaran."Jika kau diam, berarti itu semua benar?" tanyanya."Tidak semuanya benar," jawab Jeval."Tidak semuanya benar? berarti ada kebenaran yang di katakan perempuan itu?" tanya Rexa agar meyakinkan.Jeval menguatkan diri untuk menjelaskan semuanya. Dia tahu sifat Rexa sangat bijaksana dalam menanggapi apapun."Awalnya aku mencuntai Maysa, jauh sebelum Arlesa menikah dengannya. Tapi setelah menikah, aku tidak pernah lagi menganggunya. Saat Maysa hamil dimana Arlesa memgkhianatinya, dia pergi di istana, kami tinggal bersama, kami berencana untuk menikah, benar, aku pernah melakukannya sekali dengan Maysa, tapi itu tak di sengaja," jelas Jeval terbata-ba
Dua hari kemudian, Arlesa turun kembali ke penjara bawah tanah. Dia ingin mengetahui kondisi tragis Cusi. Adik ipar Rajab saat itu sudah tak mampu bersuara lagi. Tiga hari dia menjerit kesakitan karena bekas gigitan serangga."Apa kau sudah melihat ajalamu?" tanya Arlesa.Cusi melempar tatapan tajam padanya. Dia bahkan belum sudi meminta ampun atas kejahatannya."Kau memang perwujudan iblis! Aku akan membuat kamu mati perlahan," kata Arlesa."Dendam kami tidak akan berhenti pada kalian, kamu seoranh calon Raja! Tapi bodoh! Kau mempertahankan perempuan yang tidak setia padamu, yang rela di nikmati tubuhnya pada pria lain!" Cusi lagi-lagi ingin mendoktrin Arlesa.Suami Maysa itu tergugu. Dia berusaha agar tidak mempercayai itu, namun perkataan Cusi selalu saja menggodanya untuk marah."Tanyakan sendiri pada Jeval, dan kedua kakakmu, apa yang mereka sudah ketahui, " lanjut Cusi."Penj
Rajab dan Istrinya di bawah ke penjara bawah tanah. Di samping sel mereka ada Cusi yang merintih kesakitan karena tubuhnya di penuhi luka gigitan berbagai macam serangga. Istri Rajab berusaha menagajak adiknya itu bicara."Cusi, ini Kakak Cia, Dek," kata Istri Rajab pada adiknya itu.Cusi mendengar suara kakaknya membalikkan wajah. Dia merayap sedikit demi sedikit ke arah pembatas sel yang mengantarai mereka."Kak, badanku semua sakit," keluh Cusi. Istri Rajab melihat tubuh adiknya bentol di di penuhi darah. Semuat itu masih banyak menempel di tubuh Cusi."Cusi, maafkan Kakak, karena kami, kamu tersiksa seperti ini," lirih Cia menyesal melibatkan adiknya.Cusi menangis tersedu-sedu. Dia tidak menyesali semuanya. Melainkan karena mengapa harus gagal membantu kakaknya. Karena dia gagal sehingga mereka semua tertangkap."Rajab, adikku kesakitan, itu karena kamu!" Cia membentak suaminya. Ini baru pertama kali
Dalisah masih tetap terkurung di kamar tamu, dia belum berani menampakkan diri pada keluarga istana. Hanya Jeval yang sesekali menjenguknya, membawakan makanan. Dalisah juga sudah tahu dengan apa yang menimpa Maysa dan Inara. "Dalisah," suara Jeval nampak di balik pintu kamarnya. "Keadaan Kak Maysa dan Inara baik-baik saja 'kan?" tanyanya. "Keduanya sudah membaik,aku dari melihat Inara, lukanya masih nyeri tapi kata dokter sisa menunggu kering saja," sahut Jeval. Dia menghempaskan tubuhnya di atas kasur itu. Dua hari tak tidur di kasur Dalisah buat dia rindu berlebihan. Mengurus dan memikirkan resiko kemarahan Arlesa, Jeval hampir gila saat ini, reaksi Arlesa penuh misteri, tak ada yang bisa menebak apakah adiknya tahu atau hanya berpura-pura tidak tahu. "Dalisah, pijit kepalaku," pinta Jeval. Perempuan cantik itu hanya mematung. Dia tahu keinginan Jeval lagi, Dalisah enggan beranjak ke arah Jeval.
Dua hari berselang, Maysa sudah lebih baik. Dia sudah di perbolehkan untuk kembali ke istana. Namun dokter akan setiap saat mengecek kondisinya yang masih dalam pemulihan secara total. Begitu bahagianya, sebentar lagi dia akan bertemu Inara.Sebagai suami yang baik, Arlesa tetap mendampingi. Dia begitu gesit mengarahkan semua kebutuhan istrinya."Jangan terlalu begitu, Kak. Aku sudah merasa tidak perlu di tuntun jalannya," ujar Maysa. Arlesa tetap saja menuntunnya. Dia hanya bisa mengeleng dengan perhatian suaminya yang berlebihan.Di istana penyambutan kedatangannya di adakan secara meriah, seluruh keluarga kerajan menyambutnya penuh suka cita. Sebagai calon Ratu utama Wandara, Maysa begitu di hormati.Setibanya di pintu gerbang, Maysa di hujani bunga-bunga dari rakyat wandara. Suara seru namanya menggelegar terucap oleh bibir rakyatnya."Aku sepertu berasa jadi Ratu sungguhan," gumma Maysa."
Shera gamang. Dia bahkan tidak berani berbohong apabila itu tentang kebenaran ayahnya. Sebagai anak, dia sangat menyadari kesalahan ayahnya yang memang tak memiliki hati nurani."Ayah Shera baik-baik saja Yah," timpal Gala yang ingin meringankan beban Shera."Apa dia mengetahui hubungan kalian?" tanya Pak Salim pada keduanya."Sudah tahu, Pak. Tapi .." uajr Shera tak mampu melanjutkan kalimatnya."Om paham maksud kamu, kalian pelan-pelan saja, buat kami ini memang tidak mudah, tapi yakinlah kalian akan tetap bersama," tutur Pak Salim dengan segala kalimat kebijakannya.Setelah memberi sepatah kalimat wejangan, Pak Salim pamit dari kedua sejoli yang di mabuk cnta itu, dia kembali menemui istrinya, membujuk perempuan yang berwatak keras itu untuk menemui Shera."Sayang, ayah kamu orang yang sangat baik," bisik Shera.Gala mengusap lutut kekasihnya, " Dia memang baik, makanya aku berani membawa k
Setelah Maysa tenang, Arlesa pamit keluar dari kamar, dia beralasan untuk ke kantor kerajaan, tapi itu hanya sebuah alasan agar Maysa tidak mengetahui bahwa dia akan menemui Jeval.Sembari mengepal tangan, Arlesa melangkah penuh amarah. Jeval dan Rexa sedang ada di ruangan Foland, mereka sedang meyusun pembagunan jembatan layang.Drak!Pintu ruangan itu terdobrak, di baliknya ada Arlesa yang menampakkan kemarahan yang berapi-api. Tatapannya tersorot tajam ke Jeval. Arlesa menuju ke kakaknya itu lalu menonjok wajah Jeval dengan keras."Brengsek kamu! Biadab!" Arlesa mengumpat sembari memukul.Jeval terjatuh ke lantai, pukulan Arlesa sangat keras sehingga darah kuning mengalir di sela kening Jeval. Reza dan Foland berusaha menahan tubuh Arelsa namun adiknya itu mengerahkan semua tenaga dalamnya saat ini, sulit menaklukkan Arlesa yang terbilang kuat karena kekuatan yang langka dari Raja Al Chamy turun pada anak bungsu Raj