Shera gamang. Dia bahkan tidak berani berbohong apabila itu tentang kebenaran ayahnya. Sebagai anak, dia sangat menyadari kesalahan ayahnya yang memang tak memiliki hati nurani.
"Ayah Shera baik-baik saja Yah," timpal Gala yang ingin meringankan beban Shera."Apa dia mengetahui hubungan kalian?" tanya Pak Salim pada keduanya."Sudah tahu, Pak. Tapi .." uajr Shera tak mampu melanjutkan kalimatnya."Om paham maksud kamu, kalian pelan-pelan saja, buat kami ini memang tidak mudah, tapi yakinlah kalian akan tetap bersama," tutur Pak Salim dengan segala kalimat kebijakannya.Setelah memberi sepatah kalimat wejangan, Pak Salim pamit dari kedua sejoli yang di mabuk cnta itu, dia kembali menemui istrinya, membujuk perempuan yang berwatak keras itu untuk menemui Shera."Sayang, ayah kamu orang yang sangat baik," bisik Shera.Gala mengusap lutut kekasihnya, " Dia memang baik, makanya aku berani membawa kSetelah Maysa tenang, Arlesa pamit keluar dari kamar, dia beralasan untuk ke kantor kerajaan, tapi itu hanya sebuah alasan agar Maysa tidak mengetahui bahwa dia akan menemui Jeval.Sembari mengepal tangan, Arlesa melangkah penuh amarah. Jeval dan Rexa sedang ada di ruangan Foland, mereka sedang meyusun pembagunan jembatan layang.Drak!Pintu ruangan itu terdobrak, di baliknya ada Arlesa yang menampakkan kemarahan yang berapi-api. Tatapannya tersorot tajam ke Jeval. Arlesa menuju ke kakaknya itu lalu menonjok wajah Jeval dengan keras."Brengsek kamu! Biadab!" Arlesa mengumpat sembari memukul.Jeval terjatuh ke lantai, pukulan Arlesa sangat keras sehingga darah kuning mengalir di sela kening Jeval. Reza dan Foland berusaha menahan tubuh Arelsa namun adiknya itu mengerahkan semua tenaga dalamnya saat ini, sulit menaklukkan Arlesa yang terbilang kuat karena kekuatan yang langka dari Raja Al Chamy turun pada anak bungsu Raj
Makan malam atas pemulihan Maysa dan Inara di rayakan oleh Raja Garsan. Di meja makan itu tersusun romantis buat keluarga tercintanya. Ketiga bunda ratu sudah duduk di kursi masing-masing, Foland dan Rexa juga ada di samping istrinya masing-masing. Sisa Jeval dan Arlesa belum jua nampak dengan istrinya. "Mana dua pasangan ini?" tanya Raja Garsan. Rexa dan Foland saling melirik, keduanya tak mampu menjawab takut bila jawban mereka memancing kerusuhan di meja makan lagi. "Risani, mana Arlesa dan Maysa, Inara juga?:" tanya Raja Garsan pada ibu kandung Arlesa itu. "Mungkin mereka masih di kamar, Ayah." "Biarkan saya memanggilnya yang mulia," kata Bun Great. Kepala pelayan andalan kerajaan itu menuju ke bagian tengah istana, tepatnya ke kamar Arlesa dan Jeval. Sebelum ke kamar Arlesa, Bun Great menyinggahi kamar Jeval terlebih dulu, di ketuknya beberapa kali. Dalisah nampak d balik pintu dengan keadaan yang sudah rap
Seminggu kemudian ..Arlesa dan Maysa sudah tiba di rumah pribadi mereka di kota P tersebut. Di rumah yang memiliki banyak kenangan juga tempat mengukir kenangan baru lagi. Disana tak ada Gala, Gus Alam pun juga tak ada, hanya asisten rumah tangganya yang masih sampai sekarang setia mengurus rumah itu di kala Gala dan Gus Alam sibuk.Maysa membawa Inara naik ke atas kamarnya. Sementara Arlesa mengecek semua keamanan yang ada du rumah itu, mulau dari cctv dan dua security yang sudah Gus Alam siapkan."Inara bobo ya, ini rumah kita sayang," ujar Maysa mmeperlihatkan Inara pemandangan dari atas kamarnya."Inara, sini ayah gendong," pinta Arlesa."Setahun kita tinggalkan rumah kita, dan kita kembali setelah bawa Inara," kata Maysa mengenang saat di culik oleh Shera."Kita akan mulai hidup normal seperti manusia pada umumnya, tetapi Inara dan kamu harus tetap aku utamakan, sesekali bawa dia ke Cafe
Maysa meninggalkan Luna di kamar tamu, dia menyusul Arlesa naik ke kamar. Rambu-rambu dari ibunya ia tak simpan dalam hati. Rasa percaya pada suaminya sudah sempurna, tak ada lagi ketakutan tentang kesetiaan Arlesa yang bisa saja di uji oleh perempuan lain. "Inara tadi rewel ya?" tanya Arlesa. "Kayaknya dia cari kamu, kebiasaan dia saat di wandara selalunya tidur sama kamu," kata Maysa. "Oh ya sayang, kita harus sembunyikan tentang wandara pada perempuan di bawah, aku takut jika dia membocorkan pada orang lain identitasku," pinta Arlesa. "Berapa lama da harus tinggal disini? maksudku dia sedang hamil kalau kita biarkan tinggal sendiri." Arlesa berpikir sejenak, dia juga merasa risih bila Luna lama tinggal bersama mereka. Selain tak leluasa, dia takut bila Luan mengetahui jari diri mereka sebagai mahluk wandara. "Bagaimana sayang?" tanya Maysa menantu jawaban. "Kita tunggu Gala mendapatkan tempat yang lay
Pagi itu sarapan sudah siap di meja, Maysa naik kembali ke kamarnya memanggil Arlesa, meski jalannya agak kaku namun Maysa tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu."Aku sudah siapkan sarapan," kata Maysa. Arlesa siap-siap berangkat lagi memenuhi panggilan polisi."Kamu masih sakit?" Arlesa balik bertanya sebab cara jalan istrinya tak beraturan."Kamu berlebihan," protes Maysa kesal.Arlesa tertawa, dia menginggit mesra bahu istrinya. "Aku hebat 'kan?" tanyanya."Iya, iya, kamu memang yang terbaik!"Mereka turun ke bawah, Arlesa yang emnggendong Inara sesekali menggelitik putrinya agar tertawa riang pagi ini."Bi, panggil Luna untuk sarapan," pinta Maysa."Kamu kenapa Maysa?" tanya Bu Rohma yang melihat jalan anaknya kaku."Habis terpeleset di kamar mandi, Bu," kelik Maysa."Ayah panggilkan tukang urut," kata Pak Sali
Setelah banyak proses yang di lalui, Arlesa sselamat dari penyelidikan polisi, justru Gala yang sebagai pemilik harus di minati keterangan. Jika tetap tertuju lada Arlesa maka jati diri pria itu terbongkar karena di dunia ini dia belum memiliki identitas sebagai manusia.Dia lebih dulu pulang bersama Luna. Arles Menyempatkan diri menyinggahi toko boneka, membelikan Inara berbagai macam boneka dan permianan, juga menyinggahi toko bunga untuk di hadiahkan untuk istrinya. Kuna yang menunggu di mobil melihat dari kejauhan sangat terkesima dengan sikap Arles ake istri dan anaknya.Setelah Arlesa kembali, Luna segera membutarkan lamunannya bila dia yang mendapat perhatian demikian dari suaminya.."Maaf Luna, menunggu lama," ucap Arlesa."Untuk Inara dan Bu Maysa ya?" tanyanya."Iya, saya jaramg berikan mereka hadiah," kata Arlesa.Dia kembali melajukan mobilnya, Luna pun kembali melirik wajah pangera
Luna diam merenung di kamar perawatannya. Dia pun juga sudah mendapat penjelasan tentang hukum hamil di luar nikah, dirinya merasa kotor dan jijik, tak berarti, anak yang di kandungannya hanya sebuah beban yang harus ia lenyapkan bersama nyawanya pula.Dia mengumpulkan tenaga, beranjak pelan ke arah meja yang menumpukan alat medis. Disana ada pisau bedah yang belum di bereskan oleh suster-suster tadi. Luna sudah gelap mata, jika Hadi berani mengambil keputusan untuk mengakhiri hidup, lalu mengapa dia tidak melakukan juga? ini resiko mereka berdua, harus sepenanggungan dosa pula, pikir Luna.Saat pisau itu ingin ia tancapkan ke perutnya, gagangan pintu di putar oleh Maysa, betapa terkejutnya istri Arlesa itu."Luna kamu mau apa?" tanya Maysa.Arlesa yang juga melihat segera berlari mengambil paksa pisau dari tangan Luna, sekuat tenaga Luna mendorong tubuh Arlesa agar tak menghalangi aksi nekat bunuh dirinya."Jangan gan
"Lalu solusinya bagaimana, Kak?" tanya Maysa.Arlesa melepas pelukannya, dia berpimir sejenak, di dunia manusia dia sangat terbatas melakukan sesuatu, sulit memang menyesuaikan diri di dunia berbeda darinya."Kita tanya Gala dulu, mungkin saja dia sudah menemukan orang lain," sahut Arlesa.Keduanya kembali ke kamar rawat Luna, disana perempuan itu tertidur karena sudah di beri obat penenang dari suster. Sheea yang di samping Gala memasang wajah lesuh, sungguh tak ikhlas membantu Luna."Kamu sudah dapatkan?" tanya Maysa."Belum, Kak. Sulit, karena harga diri pria ada di aib ini," jawab Gala.Dari balik pintu luar ada seseorang wanita tua yang mengintip pergerakan mereka, ada sesuatu yang membuatnya penasaran dengan aroma yang berbeda dari kedua tubuh mahluk di dalam ruangan itu.'Apakah mereka siluman?' gumam wanita tua itu.Dia enyah dari tempat penguntitnya, meski begitu di
Sean mengelilingi seluruh kota bersama keempat pengawalnya. Namun sosok Luna tak ia temukan, jalanan yang ia telusuri tak memberikan jejak Luna sedikitpun. Alhasil Sean menyimpulkan yang sedari tadi ia curigai."Stop kita mencari seperti manusia," ujar Sean."Kenapa, Pangeran?" tanyanya pengawalnya."Luna tidak ada di dunia manusia, kita telah di tipu oleh jin Wandara itu."Keempat pengawalnya menyimpulkan demikian, bila tak menemukan jejak di dunia manusia maka alam jin cara yang paling tepat untuk mereka.Sean yang saat itu terdiam mencari cara agar Ray bisa ia bawa ke Sarajana. Itu cara yang tepat melindungi anaknya agar tak di ganggu oleh orang-orang yang ingin berniat jahat di dunia manusia."Ikut saya, kita ke kembali ke Sarajana membawa Ray," titah Sean.Keempat pengawalnya menurut saja, meskipun mereka khawatir ini akan membuat kerajaan Sarajana gempar dengan kehadiran Ray di ist
Sean menuju ke kota dengan mengunakan taksi, ia seolah-olah menjadi manusia pada umumnya. Di dalam taksi, dia mempersiapkan kata-kata ketika menemui Luna. Terbersit di pikirannya agar lebih baik jujur pada Luna tentang siapa dirinya sebenarnya. "Apakah dia akan takut? mungkinkah dia mau menerimaku setelah dia tahu aku ayah Ray?" Sean bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Laju taksinya kian cepat, berharap semau akan baik-baik saja setelah bertemu dengan Luna. Namun tiba-tiba, ada seseorang berjubah hitam menghadang taksi itu. Rem di injak mendadak oleh supirnya, Sean yang berada di jok belakang ikut pula terpental ke depan. "Ya ampun! siapa sih, orang itu?" gerutu supir taksi. Pria berjubah hitam itu begitu pelan melewati mereka, sedetikpun tak melirik ke arah mobil, langkahnya bagai zombie yang sedang berjalan. Sean yang curiga berinisiatif untuk turun dari taksi, tapi ia cegah oleh supir itu. "Jangan, Bang. Bis
Usai upacara adat, Sean segera bubar dari tatanan keluarga kerajaan. Man Ras melirik ke Raja Rahadian, mimik ayah Sean itu terlihat menyimpan ketidaksukaan pada sikap anaknya."Maaf pangeran, jangan pergi dulu," ucap Man Ras pada Sean."Apalagi, Man Ras?""Ada banyak yang Pangeran harus kerjakan, jangan pergi.""Saya belum jadi Raja, jadi biarkan saya menikmati kebebasan dulu, lagi pula saya memiliki urusan yang sangat penting, ini menyangkut Raja Arlesa," kata Sean yang terpaksa berbohong. Dengan membawa nama Arlesa, dia tahu nyali ayah dan Man Ras akan ciut mencegatnya.Tanpa membuang waktu lama, Sean menaiki kuda putihnya. Memacu dengan cepat menuju gerbang dimensi yang tak jauh dari kebun kopi milik kerajaan."Tunggu aku, Luna. Aku harus jujur, tapi apakah kau akan menerima kejujuran itu?"Sean tak henti bertanya-tanya dalam hat
Luna masih memikirkan semua kalimat Sean yang penuh makna. Dia membocorkan Ray sembari membandingkan wajah pria yang tampan itu. "Ah, kenapa kamu jadi ide dia sih, Lun.." Luna menggerutu seorang diri. Bayangan Sean tiga hari belakangan ini berkelebat di pikirannya. Seolah hati dan pikirannya menanti Sean namun kegengsian buat dia harus menolak semua keinginan itu. Dari luar ada suara Cia mengetuka memanggilnya. Luna beranjak membuka pintu kamarnya.
Luna membenamkan kedua mata. Sentuhan Sean memabukkan dirinya, lupa daratan bahwa ada Ray yang menyaksikan mereka tanpa berkedip. Anak bayi yang bertingkah lucu itu sesekali menjerit kegirangan saat ibunya mengeluarkan desahan karena kecupan Sean yang menyerang di leher. "Mari kita ulang kembali kenikmatan itu," lirih Sean dengan kalimat yang penuh arti. Luna tak mendengar jelas apa yang di katakan Sean, hanya hembusan nafas yang hangat tersembul mesra di belakang telinganya. Mungkin karena gairah yang telah memuncak sehingga barisan kata Sean tak terbaca lagi olehnya. Sean membaringkan tubuh Luna di kasur lagi, menciumi punggung Luna dari arah belakang. Desahan kecil sudah mulai rutin menghiasi mulut mantan istri Hadi itu. Tangan kannanya menyusup di selipan pelindung dua benda kenyal milik Luna, meremas juga memilin-milin puting coklatnya. "Hamm.. Ahh.." Desah Luna. Sean perlahan melepas baju Luna,
Luna sedang membereskan butik bersama Bu Cia. Saat itu Ray ia titipkan di pengasuh lagi. Cia sudah mulai merenanakan untuk membuat Luna tersiksa setaip harinya. Ibu kandung Shera itu membuatkan teh Luna menaruh obat pencuci perut ke dalamnya. Ini cara halus untuk membuat Luna kelelahan dan tersiksa untuk menebus dendamnya atas kematian Shera."Bu Cia tolong bersihkan ruang jahit ya, aku ingin istirahat dulu, oh ya makasih teh nya," ucap Luna.Cia hanya mengangguk, dia masuk ke dalam ruang jahit seraya tersenyum miring, meski itu hanya hal kecil, namun ia tahu Luna akan merasa tidak nyaman hingga hari esok.Sembari mengamati desain butiknya, Luna menyeruput teh hangatnya tak henti-henti. Ia teringat tenang baju-baju yang sobat di pakai oleh Ratu Risani saat bertemu dulu. Baju Ratu ke empat wandar itu sangat elegan dan mewah, tak pernah ia lihat sebelumnya koleksi itu ada di dunia manusia. Tercetus di benak Luna unt
Maysa keluar dari kamar Dalisah, begitu pun pula Almira, rombongan itu akan kembali ke istana utama, tetapi mereka tak sengaja bertemu dengan Jeval.Maysa yang masih saja trauma dengan kisah antara dia dengan Jeval hanya melempar senyum lalu menundukkan wajah. Tentu istri Arlesa itu merasa tidak nyaman dengan pertemuan tiba-tiba mereka itu. Sementara Almira menyinggung senyum cantik pada suami Dalisah itu, sejak. Di bangku sekolah dasar, Almira memang menyimpan rasa terhadap Jeval."Terima kasih kalian sudah menjenguk Dalisah,"ucap Jeval.Maysa hanya mengangguk-angguk. Tak sanggup membalas ucapan terima kasih Jeval, keintimandan cinta sesaat yang pernah mereka lalui tentu buat keduanya gugup bilang bertemu."Maaf, kami harus kembali ke istana utama," kata Maysa pamit berlalu begitu saja melewati Jeval. Suami Dalisah itu hanya bisa menghela nafas, dia tahu Maysa masih trauma akan perlakuannya terdahulu.
Almira tahu Dalisah sakit parah, untuk menghilangkan rasa pemasarannya, dia mengejar Maysa yang hampir masuk ke dalam litf. "Tunggu, Ratu." Almira mengejar sembari berteriak memanggil nama Maysa. Para pengawal saat itu geram akan tingkah anak dari menteri sosial itu karena sudah lancang pada Ratu utama wandara. "Ya, Almira, Ada apa?" tanya Maysa. "Maaf yang mulia, Ratu. Saya sudah menghambat Ratu, bolehkah juga saya menjenguk Ratu Dalisah?" pinta Almira. Maysa terdiam sejenak, dia tahu, sebagai pengurus ketaatan istana wandara, Almira juga sangat dekat dengan Ratu Wandara lainnya, termasuk pula dengan Dalisah. Karena menurut Maysa itu hal baik, dia pun mengiyakan permintaan Almira yang ingin ikut menjenguk Dalisah di ruang rawat istri Jeval itu. "Baiklah, ayo kita sama-sama besuk Ratu Dalisah," kata Maysa. Mereka masuk lift, menukik ke lantai atas bagian istana ke empat wilaya
Satu tahun kemudian, Jeval berdiri melihat sosok Dalisah yang agak pucat, istrinya itu terlihat tak memiliki daya untuk bergerak. Dalisah memang saat itu sedang hamil besar. Selama kehamilannya, dia terus saja sakit-sakitan, bahkan hari-hari ia habiskan hanya berdiam diri di tempat tidur. Ada penyakit yang sulit di sembuhkan oleh dokter senior Wandara. Berbagai upaya Kebal telah lakukan agar dia bisa menyembuhkan istrinya dan bayi yang di kandung Dalisah tetap pula selamat. "Kamu sangat pucat, kamu makan dulu ya," kata Jeval. "Aku tidak lapar, entah kenapa semua terasa pahit tak bergairah," ujar Dalisah. Jeval akhir-lahir ini merasakan tidak enak, pikirannya selalu takut bila kehilangan Dalisah. Semenjak di nobatkan sebagai Raja ke empat, Jeval belum maksimal menjalankan tugasnya itu, ini karena kesehatan Dalisah yang kian menurun. "Usia kandunganku sudah sembilan bulan, aku boleh minta sesuatu padamu," kata Dal