Makan malam atas pemulihan Maysa dan Inara di rayakan oleh Raja Garsan. Di meja makan itu tersusun romantis buat keluarga tercintanya. Ketiga bunda ratu sudah duduk di kursi masing-masing, Foland dan Rexa juga ada di samping istrinya masing-masing. Sisa Jeval dan Arlesa belum jua nampak dengan istrinya.
"Mana dua pasangan ini?" tanya Raja Garsan.Rexa dan Foland saling melirik, keduanya tak mampu menjawab takut bila jawban mereka memancing kerusuhan di meja makan lagi."Risani, mana Arlesa dan Maysa, Inara juga?:" tanya Raja Garsan pada ibu kandung Arlesa itu."Mungkin mereka masih di kamar, Ayah.""Biarkan saya memanggilnya yang mulia," kata Bun Great. Kepala pelayan andalan kerajaan itu menuju ke bagian tengah istana, tepatnya ke kamar Arlesa dan Jeval.Sebelum ke kamar Arlesa, Bun Great menyinggahi kamar Jeval terlebih dulu, di ketuknya beberapa kali. Dalisah nampak d balik pintu dengan keadaan yang sudah rapSeminggu kemudian ..Arlesa dan Maysa sudah tiba di rumah pribadi mereka di kota P tersebut. Di rumah yang memiliki banyak kenangan juga tempat mengukir kenangan baru lagi. Disana tak ada Gala, Gus Alam pun juga tak ada, hanya asisten rumah tangganya yang masih sampai sekarang setia mengurus rumah itu di kala Gala dan Gus Alam sibuk.Maysa membawa Inara naik ke atas kamarnya. Sementara Arlesa mengecek semua keamanan yang ada du rumah itu, mulau dari cctv dan dua security yang sudah Gus Alam siapkan."Inara bobo ya, ini rumah kita sayang," ujar Maysa mmeperlihatkan Inara pemandangan dari atas kamarnya."Inara, sini ayah gendong," pinta Arlesa."Setahun kita tinggalkan rumah kita, dan kita kembali setelah bawa Inara," kata Maysa mengenang saat di culik oleh Shera."Kita akan mulai hidup normal seperti manusia pada umumnya, tetapi Inara dan kamu harus tetap aku utamakan, sesekali bawa dia ke Cafe
Maysa meninggalkan Luna di kamar tamu, dia menyusul Arlesa naik ke kamar. Rambu-rambu dari ibunya ia tak simpan dalam hati. Rasa percaya pada suaminya sudah sempurna, tak ada lagi ketakutan tentang kesetiaan Arlesa yang bisa saja di uji oleh perempuan lain. "Inara tadi rewel ya?" tanya Arlesa. "Kayaknya dia cari kamu, kebiasaan dia saat di wandara selalunya tidur sama kamu," kata Maysa. "Oh ya sayang, kita harus sembunyikan tentang wandara pada perempuan di bawah, aku takut jika dia membocorkan pada orang lain identitasku," pinta Arlesa. "Berapa lama da harus tinggal disini? maksudku dia sedang hamil kalau kita biarkan tinggal sendiri." Arlesa berpikir sejenak, dia juga merasa risih bila Luna lama tinggal bersama mereka. Selain tak leluasa, dia takut bila Luan mengetahui jari diri mereka sebagai mahluk wandara. "Bagaimana sayang?" tanya Maysa menantu jawaban. "Kita tunggu Gala mendapatkan tempat yang lay
Pagi itu sarapan sudah siap di meja, Maysa naik kembali ke kamarnya memanggil Arlesa, meski jalannya agak kaku namun Maysa tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu."Aku sudah siapkan sarapan," kata Maysa. Arlesa siap-siap berangkat lagi memenuhi panggilan polisi."Kamu masih sakit?" Arlesa balik bertanya sebab cara jalan istrinya tak beraturan."Kamu berlebihan," protes Maysa kesal.Arlesa tertawa, dia menginggit mesra bahu istrinya. "Aku hebat 'kan?" tanyanya."Iya, iya, kamu memang yang terbaik!"Mereka turun ke bawah, Arlesa yang emnggendong Inara sesekali menggelitik putrinya agar tertawa riang pagi ini."Bi, panggil Luna untuk sarapan," pinta Maysa."Kamu kenapa Maysa?" tanya Bu Rohma yang melihat jalan anaknya kaku."Habis terpeleset di kamar mandi, Bu," kelik Maysa."Ayah panggilkan tukang urut," kata Pak Sali
Setelah banyak proses yang di lalui, Arlesa sselamat dari penyelidikan polisi, justru Gala yang sebagai pemilik harus di minati keterangan. Jika tetap tertuju lada Arlesa maka jati diri pria itu terbongkar karena di dunia ini dia belum memiliki identitas sebagai manusia.Dia lebih dulu pulang bersama Luna. Arles Menyempatkan diri menyinggahi toko boneka, membelikan Inara berbagai macam boneka dan permianan, juga menyinggahi toko bunga untuk di hadiahkan untuk istrinya. Kuna yang menunggu di mobil melihat dari kejauhan sangat terkesima dengan sikap Arles ake istri dan anaknya.Setelah Arlesa kembali, Luna segera membutarkan lamunannya bila dia yang mendapat perhatian demikian dari suaminya.."Maaf Luna, menunggu lama," ucap Arlesa."Untuk Inara dan Bu Maysa ya?" tanyanya."Iya, saya jaramg berikan mereka hadiah," kata Arlesa.Dia kembali melajukan mobilnya, Luna pun kembali melirik wajah pangera
Luna diam merenung di kamar perawatannya. Dia pun juga sudah mendapat penjelasan tentang hukum hamil di luar nikah, dirinya merasa kotor dan jijik, tak berarti, anak yang di kandungannya hanya sebuah beban yang harus ia lenyapkan bersama nyawanya pula.Dia mengumpulkan tenaga, beranjak pelan ke arah meja yang menumpukan alat medis. Disana ada pisau bedah yang belum di bereskan oleh suster-suster tadi. Luna sudah gelap mata, jika Hadi berani mengambil keputusan untuk mengakhiri hidup, lalu mengapa dia tidak melakukan juga? ini resiko mereka berdua, harus sepenanggungan dosa pula, pikir Luna.Saat pisau itu ingin ia tancapkan ke perutnya, gagangan pintu di putar oleh Maysa, betapa terkejutnya istri Arlesa itu."Luna kamu mau apa?" tanya Maysa.Arlesa yang juga melihat segera berlari mengambil paksa pisau dari tangan Luna, sekuat tenaga Luna mendorong tubuh Arlesa agar tak menghalangi aksi nekat bunuh dirinya."Jangan gan
"Lalu solusinya bagaimana, Kak?" tanya Maysa.Arlesa melepas pelukannya, dia berpimir sejenak, di dunia manusia dia sangat terbatas melakukan sesuatu, sulit memang menyesuaikan diri di dunia berbeda darinya."Kita tanya Gala dulu, mungkin saja dia sudah menemukan orang lain," sahut Arlesa.Keduanya kembali ke kamar rawat Luna, disana perempuan itu tertidur karena sudah di beri obat penenang dari suster. Sheea yang di samping Gala memasang wajah lesuh, sungguh tak ikhlas membantu Luna."Kamu sudah dapatkan?" tanya Maysa."Belum, Kak. Sulit, karena harga diri pria ada di aib ini," jawab Gala.Dari balik pintu luar ada seseorang wanita tua yang mengintip pergerakan mereka, ada sesuatu yang membuatnya penasaran dengan aroma yang berbeda dari kedua tubuh mahluk di dalam ruangan itu.'Apakah mereka siluman?' gumam wanita tua itu.Dia enyah dari tempat penguntitnya, meski begitu di
Seminggu kemudian, Luna sudah kembali dari rumah sakit, dia tidak memikirkan lagi soal aibnya. Satu di pikrannya ialah menjalankan sesuai rencana Dewi Patih. Dia di bawa ke rumah kontrakkan yang di sediakan Gala, Maysa dan Arlesa masih tetap mendampinginya."Ini rumah kamu, Luna. Ada asisten rumah tangga yang akan menemanimu," ujar Maysa.Arlesa hanya duduk di luar teras, Luna menanti pria itu masuk tapi karena tak penting masuk menemui Luna, Arlesa hanya berdiam saja."Terima kasih Kak," ucapnya.Maysa memeluk Luna, dari hati yang tulusnya dia sudah menganggap Luna sahabatnya. Sementara di hati Luna merasa muak, kebaikan Maysa membuatnya iri, inilah yang tak bisa membuat Arlesa lepas dari istri tercintanya itu."Kamu sangat baik," puji Luna."Ah, tidak. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya di lakukan," timpal Maysa."Pak Arlesa tidak di ajak masuk?" tanya Luna."Iya yah,
Gala sejak tadi mencari Shera, dia bahkan menanyakan ke semua karyawan Shera, kembali ke rumah, tapi sosok kekasihnya tak ia temukan, Gala menelpon ke Maysa, kata kakakknya pun ia tak melihat Shera seharian.Gala kembali mengitari sekitar kota, berharap Shera terdampar di suatu tempat tanpa sengaja karena putri Rajab itu memang belum menghafal jalan kota Palu seluruhnya.Ponsel Shera pun sudah tak aktif lagi, Gala tentu makin khawatir, hanya dia yang Shera miliki di dunia manusia, Gala merasa bertanggung jawab atas Shera sepenuhnya."Kamu dimana Shera," gumam Gala menjalarkan pandangan ke setiap sisi jalan yang ia lewati.Gala membelok lagi ke setiap lorong, tapi sama tak ada jejak Shera ia temukan. Dia memutar arah ke rumah Arlesa, dia ingin meminta bantuan pada kakak iparnya itu, bisa saja Arlesa membantunya mencari Shera sebagai sesama mahluk wandara.Setiba disana, Gala bergegas masuk ke d