Dia terbangun, matanya mengerjap, melihat di sekelilingnya.
'Ah ..ini kamar yang sama seperti kemarin' batinnya.
Semalam terlewati, Maysa tertidur lelap seorang diri di kamar rahasia Pangeran Arlesa, meski tanpa Arlesa menjaganya, tetapi pengawal pribadi pengeran itu selalu menjaga Maysa dari luar pintu.
Belum sempat ia turun ranjang, pintu kamar itu terketuk. Tanpa izinnya, para pelayan telah masuk membawakan sarapan pagi, dan ada juga yang membawa baju kuning serta perhiasan untuk Maysa pakai.
Dayang istana itu meletakkan semua di meja lalu salah seorang menghampiri Maysa.
"Adik, Maysa. Silahkan sarapan dulu." Ucapnya.
Maysa memperhatikan dayang istana yang semuanya berparas cantik, mereka tak ada memiliki garis bibir. Tentu, ini jadi keanehan buat anak kecil sepertinya.
"Ayo, Maysa duduk di kursi sana," serunya lagi pada Maysa.
Maysa turun dari ranjang, salahsatu dayang lagi mengikat rambut panjang Maysa. Dia membelalakkan mata ketika melihat berbagai jenis makanan lezat tersaji di depan matanya, makanan yang tak pernah ia makan sebelumnya.
"Saya makan." Ucap Maysa tak sabar.
"Iya, silahkan." Sahut Dayang itu.
Tiba-tiba ada seruan dari luar berkata,
"Pangeran Arlesa ingin memasuki kamar." Seru pengawal itu pada mereka semua.
Arlesa memasuki kamarnya, dia mendapati Maysa sedang melahap makanan, sebenarnya ada yang ingin dia sampaikan, tetapi dia mengurungkan niatnya.
Arlesa duduk di depan Maysa yang berhenti mengunyah, wajah Maysa menunduk ketakutan, kewibawaan Arlesa memang selalu siapa saja segan pada anak usia sepuluh tahun itu.
"Lanjutkan makanmu, aku juga ingin makan." Ujar Arlesa yang juga mengambil potongan ayam.
Maysa melanjutkan makannya, sesekali matanya melirik ke Arlesa.
"Hari ini kamu akan pulang di antarkan oleh panglima kerajaan." Ujar Arlesa padanya.
Mendegar itu, Maysa tersenyum. Dia akan segera keluar dari dunia yang berbeda darinya.
Setelah mereka makan, Ratu Risani memasuki kamar itu, dia sudah membawa Panglima Rajab bersamanya.
"Maysa, kami akan membawamu ke pintu gerbang. Kamu pasti sudah di cari oleh orangtuamu." Ujar Ratu Risani.
Maysa hanya mengangguk, mereka keluar dari istana melewati jalur rahasia Arlesa, jalan pangeran selalu keluar dari istana tanpa sepengetahuan pengawal lainnya.
Dengan mengendarai mobil, mereka menuju gerbang utama dimana Maysa ketika memasuki Wandara. Mobil mereka melaju mulus begitu tenang, jalanan utama Wandara sangat tersusun rapi hingga belokan sama sekali tak ada di jumpai di Kerajaan tersebut, entah karna keajaiban atau kepiawaian kepemerintahan Wandara yang menyusun instruktur begitu apik menjadikan Kerajaan Wandara sebagai metropolitan termewah dan terapi di jagad raya.
Di perjalanan Ratu Risani memberikan pesan pada Maysa.
"Maysa, ketika Maysa sudah pulang, jangan pernah lupakan kami."
Maysa mengangguk, dia meraih tubuh Ratu Risani ke dalam pelukannya.
Ada sembilan pintu yang harus Maysa lewati untuk kembali ke dunia manusia sesungguhnya, tetapi Ratu Risani dan Pangeran Arlesa hanya bisa mengantarkannya di pintu pertama dari dalam Wandara, selanjutnya tugas Panglima Rajab yang mengantarkan Maysa keluar hingga ke pintu terakhir menuju dimensi dunianya.
"Kami sampai disini saja bisa mengantarmu, Panglima Rajab akan menemanimu. Saat Maysa sudah keluar, langsunglah pulang ke rumah."
Maysa melambaikan tangan perpisahan pada Ratu Risani dan juga Arlesa, tangan mungilnya sudah di gandeng oleh Panglima Rajab, prajurit yang bertugas menjaga gerbang dimensi menundukkan hormat perpisahan pada anak manusia itu. Air mata Maysa menetes, merasa berat berpisah dengan mahluk yang sebaik Ratu Risani dan Arlesa.
Di kelopak mata Arlesa juga menyimpan air yang berusaha ia tahan agar tidak tumpah, entah apa yang sudah terjadi pada dirinya, mungkin karna ketidakrelaan atas kembalinya Maysa ke dunianya.
Disaat Maysa sudah menuruni di pintu dimensi ke tiga, Arlesa meneriakinya dengan berkata.
"Maysa, suatu saat ketika dewasa kita akan bertemu kembali." Kata Arlesa melambaikan tangan.
Mendengar itu, Maysa tersenyum kecil, balasan lambaian tangannya mengisyaratkan persetujuan pada ucapan Arlesa tersebut. Hingga pintu dimensi ke delapan, Maysa dan Panglima Rajab sudah tak nampak di pelupuk mata Ratu Risani dan Arlesa.
Maysa yang masih berjalan menuruni anak tangga ajaib itu mengenggam erat tangan kekar panglima, pilar-pilar emas menyilaukan kedua matanya, wajah prajurit penjaga gerbang begitu mengerikan, sangar dengan guratan tegas di mimik mereka.
Tibalah mereka berdua di pintu dimensi terakhir, diluar dimensi itu terlihat dunia Maysa yang sangat berbeda dari kemewahan Wandara, Panglima Rajab berjongkok pada gadis kecil itu.
Dia mengusap kepala Maysa, cara itu ia lakukan untuk menghilangkan semua memori Maysa selama di Kerjaan Wandara. Kerahasiaan Wandara harus tetap terjaga, bila gadis kecil itu sampai menceritakan apa yang saja yang di lihat selama di istana maka itu menjadi bumerang bagi mereka sendiri.
Setelah melakukan ritual menghapus ingatan, panglima membawa Maysa keluar dari dimensi terakhir.
"Sekarang, kamu pulang. Ikuti jalan raya besar itu. Nanti orang-orang yang sedang mencarimu akan menemukanmu." Ujar Panglima Rajab dengan lembut.
Maysa menurut, langkah kakinya sudah tak berpijak lagi di dunia Wandara melainkan sudah kembali ke dunia yang memang seharusnya di huni oleh manusia sepertinya.
Perbedaan waktu di Wandara sangat berbeda di dunianya, meninggalkan wandara dengan keadaan yang masih pagi, namun di dunianya dalam pekatnya malam, jalan raya yang ia lewati sudah sangat sepi, tak ada kendaraan yang lalu lalang lagi di jalan trans utama di pulau tersebut.
Masyarakat di Desanya masih mencari keberadaan Maysa, Ibu Maysa tiada henti menangis mencari putri sulungnya yang sejak kemarin tak kunjung pulang. Banyak yang mengatakan, Maysa telah di bawa jin jahat, ada juga yang berspekulasi Maysa di bawa ke Alam Wandara.
Wandara memang sudah tidak asing bagi mereka, bagi orang-orang yang memiliki kemampuan khusus, mereka bisa masuk ke Wandara kapan saja, ada yang ingin melihat kemegahan Wadara dan ada juga sekedar ingin membuktikan Wandara memang ada.
Bukan cerita belaka, Dunia metropolitan yang begitu megah dan kehidupan layak semua ada di Wandara, bagi manusia yang awam, Wandara hanyalah sebuah mitos yang mereka namakan kerajaan jin terbesar di Asia, tetapi berbeda hal lagi yang sudah memasuki Wandara, mereka pasti mengetahui bahwa Wandara tempat mahluk yang bisa di sebut juga manusia, sebab penghuninya menjalani hidup layaknya manusia pada umumnya, di tambah lagi manusia dari dunia mereka banyak yang menikah dengan penghuni Wandara lalu memutuskan untuk hidup di alam metafisik tersebut.
Maysa berteriak memanggil Ibunya, ketakutannya pada malam yang gelap buat dia berlari, suara jeritan Maysa di dengar oleh kawanan hangsip yang berkeliling malam itu, mereka bergegas mencari asal suara anak kecil tersebut.
Cahaya senter menjalar ke berbagai arah di hutan kopi, dari kejauhan mata mereka menyorot anak perempuan yang berbaju kuning berlari seraya memanggil nama 'Ibu'.
Di pikiran ketiga hangsip itu, anak perempuan itu perwujudan penghuni Wandara yang keluar dari gerbang dimensi, tentu mereka ketakutan tetapi ketiga pasang kaki itu tak sanggup berlari, sebab sangat terkejut kaki mereka berpijak melekat erat di tanah yang basah.
"Ibu!" Maysa berlari ke arah mereka.
Di lihatnya secara seksama, salahsatu hangsip itu mengenali Maysa.
"Ini cucu Pak Ali yang menghilang kemarin." Tukasnya menghampiri Maysa.
Nafas yang masih terengah-engah, Maysa meminta pada ke mereka.
"Paman, antarkan saya pulang." Ujar Maysa yang sudah lemas.
Di detik berikutnya Maysa terjatuh tak sadarkan diri, tenaganya sudah lenyap dari tubuh mungilnya, semua terkuras ketika melewati sembilan pintu dimensi Wandara yang penuh keajaiban itu. Mereka membopong Maysa ke rumah Kakek Maysa yang berada di kampung sebelah.
Maysa yang tak sadarkan diri sudah di kelilingi sanak saudaranya, mereka berkumpul dengan melantunkan ayat suci Alqur'an untuk keselamatan anak perempuan dari Ibu Rohma itu. Di ujung kepala Maysa, ada Ibunya yang mengusap kepala anaknya dengan lembut.Di alam yang berbeda, Arlesa memasuki kamar rahasianya kembali, di lihatnya setiap sudut ruangan megah itu, dia terbayang dengan Maysa yang hadir di kamarnya, matanya mengarah ke sebuah boneka beruang berwarna coklat tergeletak di atas kasur, Arlesa meraih boneka beruang yang ia yakini itu milik Maysa.Dia memandangi boneka beruang kecil itu seraya berkata."Suatu saat aku akan mengembalikan ini padamu, Maysa."**************15 tahun kemudian..Dunia manusia."Apa pelanggan banyak siang tadi?" tanya perempuan berambut panjang itu pada seorang remaja laki-laki."Ah, lumayan, Kak. Cukup
"Ha, kenalkan nama saya Gus Alam. Seorang praktisi spiritual di kota ini." Ujarnya. Gus Alam masih penasaran dengan tujuan Arlesa menyambangi dunia manusia. "Aku hanya ingin bertemu dengan seseorang." Sahut Arlesa yang mulai menyeruput kopinya. "Hmm, saya yakin seseorang itu pasti perempuan. Kau jatuh cinta pada perempuan di dunia kami?" tanya Gus Alam. Arlesa mengerutkan alis, baru kali ini ada orang yang selancang itu padanya, tetapi dia berusaha mengerti bahwa sekarang ia berada di dunia yang berbeda, tak ada orang yang tahu kastanya disini, termasuk Gus Alam. "Itu jadi rahasia pribadiku." Sahut Arlesa sembari mengguratkan ketegasan di wajahnya buat Gus Alam tergugu. "Maaf, saya sudah lancang." Gus Alam membekap mulutnya sendiri, terlihat mimik Arlesa sedikit kesal padanya. Wah, pria muda di hadapannyan menyimpan kharisma kebangsawanan
Di dunia yang berbeda, keluarga Kerajaan Wandara bersiap untuk makan malam, ketiga ratu dan ketiga pangeran lainnya sudah menunggu Raja Garsan di meja makan.Ratu Flora istri pertamanya, memiliki dua putra yang bernama Folan dan Jeval, sedangkan istri kedua Ratu Indara memiliki seorang putra bernama Rexa. Ketiga istrinya hidup rukun, namun dua di antara pangeran mereka tak sejalan dengan Arlesa, setiap pendapat Folan dan Jeval mereka selalu berujung bentrok dengan Arlesa, rasa cemburu pada Arlesa membawa mereka menyimpan kedengkian pada adik bungsunya tersebut.Terlebih lagi saat Raja Garsan berniat menjadikan Arlesa sebagai Raja berikutnya setelah dia turun tahta, buat Folan dan Jeval murka, mereka makin memusuhi Arlesa.Raja Garsan telah memasuki ruangan makan keluarga, dia duduk di kursi kepemimpinannya sebagai kepala keluarga. Dia melirik ke kursi Arlesa yang tak berpenghuni."Kenapa Arlesa sudah j
Gus Alam masih menunggu Arlesa di ruang tamu, Arlesa masih di dalam kamar mengganti pakaiannya, terlihat di laci meja boneka beruang coklat yang usang duduk lesuh, Arlesa tersenyum kecil pada boneka Maysa itu."Aku sudah menemukan, Tuanmu." Ucap Arlesa pada boneka itu.Dia membayangkan senyuman manis Maysa saat di Cafe, Ah, betapa manisnya gadis itu. Wajahnya penuh keluguan, ada ketulusan, hangat, dan ceria. Tak sia-sia dia menjaga hati untuk putri kecil itu, kata orang, cinta memang kadang buat orang bodoh, Arlesa menunggu waktu selama 15 tahun hanya bertemu dengan gadis dari dunia seberang.Padahal, di dunianya bertebaran gadis cantik yang sangat memujanya. Namun hanya Maysa yang menjebaknya dalam kenangan. Akankah Maysa mengingat Arlesa bila memperkenalkan diri lagi? Arlesa harap demikian.Setelah berganti pakaian dengan kaos oblong putih, Arlesa turun ke lantai bawah, di ruang tamu masih ada Gus Alam yang masih mengamati setiap interior rumah sewaan i
Maysa masih menilik setiap kalimat Arlesa. Pria tampan itu sangat santun bicara, lembut, juga meneduhkan. 'Pasti dia berasal dari keluarga ningrat, tutur bahasanya lembut sekali.' Imbuh Maysa dalam hati. "Arlesa, kamu berasal dari kota mana?" tanya Maysa mencoba akrab. Arlesa tergugu. Jawaban itu belum ia persiapkan. Dia sama sekali tak tahu nama Kota di dunia manusia. "Dari Kota Bandung." Ujar Gus Alam yang tiba-tiba nimbrung di antara mereka. Arlesa yang tadi tegang, kini bernafas lega. Tak rugi dia berteman dengan Gus Alam, pria paruh baya itu bisa menolongnya dari hal-hal yang tak dia ketahui di dunia manusia. "Bandung? wah, jauh, ya." Ujar Maysa. Arlesa megangguk, dia terjebak dalam kebohongan kecil lagi. Seharusnya dia memberitahu Maysa bahwa dirinya adalah Pangeran Arlesa dari kerajaan Wandara. Arlesa memberikan t
Malam itu, Ratu Risani di rundung kesedihan. Arlesa tidak pernah lagi memberi kabar letak keberadaannya. Seluruh pengawal istana, Rexa kerahkan secara diam-diam, tetapi jejak Arlesa sama sekali tak di temukan. Sehingga Rexa menyimpulkan bahwa adiknya itu berada di dunia seberang."Bunda Risani, saya yakin, Arlesa berada di dunia manusia." Ujar Rexa pada ibu tirinya.Ratu Risani perlahan duduk di kursi. Dia tak menyangka Arlesa nekat ke dunia manusia. Bagaimana bila ada manusia yang jahil ingin mengujinya? naluri seorang ibu begitu khawatir."Bunda juga bingung, Nak. Karena Arlesa tidak pernah memberitahu itu." Sahut Ratu Risani.Rexa berjongkok ke ibu tirinya."Biarkan saya menyeberang juga, Bunda. Saya akan mencari Arlesa." Pinta Rexa agar di beri izin."Tapi, Nak. Dunia manusia itu banyak yang jahat." Imbuh Ratu Risani mengingatkan."Saya punya kekuatan melebihi mereka, Bunda." Sahut Rexa meyakinkan."Iya, Tapi kamu hati-hati.
Pelanggan Cafe Zona semua sudah pulang, Bahan di kulkas juga sudah habis. Gala tak sanggup lagi bila dia harus mengantar Maysa ke pasar. Mendengar keluhan Gala, Arlesa menawarkan diri . Dia beranjak ke bartender."Aku bisa antar kamu." Kata Arlesa.Maysa termangu. "Yakin, tidak merepotkan?" tanyanya.Arlesa menganggukkan kepala, "iya.""Baiklah, kita ke pasar sekarang."Mereka berdua menuju ke mobil yang baru saja di beli oleh Gus Alam." Ah, Arlesa bisa saja mengambil kesempatan." Ketus Gus Alam.Sebelum mengemudi, Arlesa mengaktifkan GPSnya. Jalur kota itu belum sepenuhnya ia ketahui. Maysa tersenyum kecil melihat itu."Tenang saja, itu tugasku yang arahkan kamu." Tukas Maysa.Sepulang dari pasar buah, mereka kembali menuju lagi ke Cafe. Arlesa melajukan mobilnya pelan. Dia ingin lebih banyak waktu bersama Maysa. Ada yang ingin ia katakan."Maysa, apa kamu percaya dengan kehidupan metafisik?"
Maysa mengambil bonekanya. Dia tersenyum mengingat moment ketika ayahnya memberikan boneka itu saat berulang tahun yang ke- 9."Ayah .." Lirih Maysa berkaca-kaca."Maysa, kamu mengingatnya?" tanya Arlesa.Maysa mengangguk, "Ini boneka dari ayahku, terakhir kali aku menghilangkannya di hutan.""Aku harap kamu juga mengingatku," ucap Arlesa.Maysa menenggelamkan wajah Arlesa di kedua bola matanya."Aku belum bisa mengingatmu. Tapi aku percaya itu." Sahut Maysa dengan mata berbinar.Arlesa memeluknya kembali. Mengusap kepala Maysa dengan lembut."Aku hampir gila selama lima belas tahun."Maysa belum membalas pelukannya. Tapi ketulusan Arlesa menyentuh kalbunya."Kenapa kamu bisa begitu? aku hanya manusia biasa.""Kamu satu-satunya yang buat aku selalu berpikir tentang cinta." Sahut Arlesa
Sean mengelilingi seluruh kota bersama keempat pengawalnya. Namun sosok Luna tak ia temukan, jalanan yang ia telusuri tak memberikan jejak Luna sedikitpun. Alhasil Sean menyimpulkan yang sedari tadi ia curigai."Stop kita mencari seperti manusia," ujar Sean."Kenapa, Pangeran?" tanyanya pengawalnya."Luna tidak ada di dunia manusia, kita telah di tipu oleh jin Wandara itu."Keempat pengawalnya menyimpulkan demikian, bila tak menemukan jejak di dunia manusia maka alam jin cara yang paling tepat untuk mereka.Sean yang saat itu terdiam mencari cara agar Ray bisa ia bawa ke Sarajana. Itu cara yang tepat melindungi anaknya agar tak di ganggu oleh orang-orang yang ingin berniat jahat di dunia manusia."Ikut saya, kita ke kembali ke Sarajana membawa Ray," titah Sean.Keempat pengawalnya menurut saja, meskipun mereka khawatir ini akan membuat kerajaan Sarajana gempar dengan kehadiran Ray di ist
Sean menuju ke kota dengan mengunakan taksi, ia seolah-olah menjadi manusia pada umumnya. Di dalam taksi, dia mempersiapkan kata-kata ketika menemui Luna. Terbersit di pikirannya agar lebih baik jujur pada Luna tentang siapa dirinya sebenarnya. "Apakah dia akan takut? mungkinkah dia mau menerimaku setelah dia tahu aku ayah Ray?" Sean bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Laju taksinya kian cepat, berharap semau akan baik-baik saja setelah bertemu dengan Luna. Namun tiba-tiba, ada seseorang berjubah hitam menghadang taksi itu. Rem di injak mendadak oleh supirnya, Sean yang berada di jok belakang ikut pula terpental ke depan. "Ya ampun! siapa sih, orang itu?" gerutu supir taksi. Pria berjubah hitam itu begitu pelan melewati mereka, sedetikpun tak melirik ke arah mobil, langkahnya bagai zombie yang sedang berjalan. Sean yang curiga berinisiatif untuk turun dari taksi, tapi ia cegah oleh supir itu. "Jangan, Bang. Bis
Usai upacara adat, Sean segera bubar dari tatanan keluarga kerajaan. Man Ras melirik ke Raja Rahadian, mimik ayah Sean itu terlihat menyimpan ketidaksukaan pada sikap anaknya."Maaf pangeran, jangan pergi dulu," ucap Man Ras pada Sean."Apalagi, Man Ras?""Ada banyak yang Pangeran harus kerjakan, jangan pergi.""Saya belum jadi Raja, jadi biarkan saya menikmati kebebasan dulu, lagi pula saya memiliki urusan yang sangat penting, ini menyangkut Raja Arlesa," kata Sean yang terpaksa berbohong. Dengan membawa nama Arlesa, dia tahu nyali ayah dan Man Ras akan ciut mencegatnya.Tanpa membuang waktu lama, Sean menaiki kuda putihnya. Memacu dengan cepat menuju gerbang dimensi yang tak jauh dari kebun kopi milik kerajaan."Tunggu aku, Luna. Aku harus jujur, tapi apakah kau akan menerima kejujuran itu?"Sean tak henti bertanya-tanya dalam hat
Luna masih memikirkan semua kalimat Sean yang penuh makna. Dia membocorkan Ray sembari membandingkan wajah pria yang tampan itu. "Ah, kenapa kamu jadi ide dia sih, Lun.." Luna menggerutu seorang diri. Bayangan Sean tiga hari belakangan ini berkelebat di pikirannya. Seolah hati dan pikirannya menanti Sean namun kegengsian buat dia harus menolak semua keinginan itu. Dari luar ada suara Cia mengetuka memanggilnya. Luna beranjak membuka pintu kamarnya.
Luna membenamkan kedua mata. Sentuhan Sean memabukkan dirinya, lupa daratan bahwa ada Ray yang menyaksikan mereka tanpa berkedip. Anak bayi yang bertingkah lucu itu sesekali menjerit kegirangan saat ibunya mengeluarkan desahan karena kecupan Sean yang menyerang di leher. "Mari kita ulang kembali kenikmatan itu," lirih Sean dengan kalimat yang penuh arti. Luna tak mendengar jelas apa yang di katakan Sean, hanya hembusan nafas yang hangat tersembul mesra di belakang telinganya. Mungkin karena gairah yang telah memuncak sehingga barisan kata Sean tak terbaca lagi olehnya. Sean membaringkan tubuh Luna di kasur lagi, menciumi punggung Luna dari arah belakang. Desahan kecil sudah mulai rutin menghiasi mulut mantan istri Hadi itu. Tangan kannanya menyusup di selipan pelindung dua benda kenyal milik Luna, meremas juga memilin-milin puting coklatnya. "Hamm.. Ahh.." Desah Luna. Sean perlahan melepas baju Luna,
Luna sedang membereskan butik bersama Bu Cia. Saat itu Ray ia titipkan di pengasuh lagi. Cia sudah mulai merenanakan untuk membuat Luna tersiksa setaip harinya. Ibu kandung Shera itu membuatkan teh Luna menaruh obat pencuci perut ke dalamnya. Ini cara halus untuk membuat Luna kelelahan dan tersiksa untuk menebus dendamnya atas kematian Shera."Bu Cia tolong bersihkan ruang jahit ya, aku ingin istirahat dulu, oh ya makasih teh nya," ucap Luna.Cia hanya mengangguk, dia masuk ke dalam ruang jahit seraya tersenyum miring, meski itu hanya hal kecil, namun ia tahu Luna akan merasa tidak nyaman hingga hari esok.Sembari mengamati desain butiknya, Luna menyeruput teh hangatnya tak henti-henti. Ia teringat tenang baju-baju yang sobat di pakai oleh Ratu Risani saat bertemu dulu. Baju Ratu ke empat wandar itu sangat elegan dan mewah, tak pernah ia lihat sebelumnya koleksi itu ada di dunia manusia. Tercetus di benak Luna unt
Maysa keluar dari kamar Dalisah, begitu pun pula Almira, rombongan itu akan kembali ke istana utama, tetapi mereka tak sengaja bertemu dengan Jeval.Maysa yang masih saja trauma dengan kisah antara dia dengan Jeval hanya melempar senyum lalu menundukkan wajah. Tentu istri Arlesa itu merasa tidak nyaman dengan pertemuan tiba-tiba mereka itu. Sementara Almira menyinggung senyum cantik pada suami Dalisah itu, sejak. Di bangku sekolah dasar, Almira memang menyimpan rasa terhadap Jeval."Terima kasih kalian sudah menjenguk Dalisah,"ucap Jeval.Maysa hanya mengangguk-angguk. Tak sanggup membalas ucapan terima kasih Jeval, keintimandan cinta sesaat yang pernah mereka lalui tentu buat keduanya gugup bilang bertemu."Maaf, kami harus kembali ke istana utama," kata Maysa pamit berlalu begitu saja melewati Jeval. Suami Dalisah itu hanya bisa menghela nafas, dia tahu Maysa masih trauma akan perlakuannya terdahulu.
Almira tahu Dalisah sakit parah, untuk menghilangkan rasa pemasarannya, dia mengejar Maysa yang hampir masuk ke dalam litf. "Tunggu, Ratu." Almira mengejar sembari berteriak memanggil nama Maysa. Para pengawal saat itu geram akan tingkah anak dari menteri sosial itu karena sudah lancang pada Ratu utama wandara. "Ya, Almira, Ada apa?" tanya Maysa. "Maaf yang mulia, Ratu. Saya sudah menghambat Ratu, bolehkah juga saya menjenguk Ratu Dalisah?" pinta Almira. Maysa terdiam sejenak, dia tahu, sebagai pengurus ketaatan istana wandara, Almira juga sangat dekat dengan Ratu Wandara lainnya, termasuk pula dengan Dalisah. Karena menurut Maysa itu hal baik, dia pun mengiyakan permintaan Almira yang ingin ikut menjenguk Dalisah di ruang rawat istri Jeval itu. "Baiklah, ayo kita sama-sama besuk Ratu Dalisah," kata Maysa. Mereka masuk lift, menukik ke lantai atas bagian istana ke empat wilaya
Satu tahun kemudian, Jeval berdiri melihat sosok Dalisah yang agak pucat, istrinya itu terlihat tak memiliki daya untuk bergerak. Dalisah memang saat itu sedang hamil besar. Selama kehamilannya, dia terus saja sakit-sakitan, bahkan hari-hari ia habiskan hanya berdiam diri di tempat tidur. Ada penyakit yang sulit di sembuhkan oleh dokter senior Wandara. Berbagai upaya Kebal telah lakukan agar dia bisa menyembuhkan istrinya dan bayi yang di kandung Dalisah tetap pula selamat. "Kamu sangat pucat, kamu makan dulu ya," kata Jeval. "Aku tidak lapar, entah kenapa semua terasa pahit tak bergairah," ujar Dalisah. Jeval akhir-lahir ini merasakan tidak enak, pikirannya selalu takut bila kehilangan Dalisah. Semenjak di nobatkan sebagai Raja ke empat, Jeval belum maksimal menjalankan tugasnya itu, ini karena kesehatan Dalisah yang kian menurun. "Usia kandunganku sudah sembilan bulan, aku boleh minta sesuatu padamu," kata Dal