''Bang Ardan enggak pulang... padahal 'kan dia lagi sakit... gimana kalo infeksi, coba?!'' gumam Aruna yang sedang duduk termangu di teras rumah saat malam tiba.
''Om Ardan, bukan anak kecil lagi, Run... dia bisa ngurus dirinya sendiri...'' sahut Gavin yang ternyata sejak tadi berdiri bersandar di bingkai pintu di sebelah Aruna.
''Ngagetin gue aja, lu... udah persis kek jalangkung kurang sajen... Makanya masih belom mau cabut...''
''Orang ganteng begini dikata Jalangkung. Liat nih, six pack gue... malem-malem gini mo cabut kemana gue... palingan nongkrong di pos ronda tapi banyak nyamuk.''
''Six pack... lagu lu... Lagian juga, nyamuk zaman now tuh pilih-pilih mangsa...''
120 Arjuna memanggil Aruna''Lo kenapa Run?'' tanya Kania yang mulai cemas karena sudah beberapa hari melihat Aruna kehilangan semangat.''Kagak...'' jawab Aruna singkat sambil memainkan sendok yang berulang kali keluar masuk ke dalam mangkuk dengan soto masih saja belum berkurang isinya.''Run, itu soto nangis, lu maenin kek gitu...'' ujar Indira yang juga punya pemikiran sama dengan Kania.Sempat terdiam sesaat Aruna setelah mendengar ucapan Indira, lalu dia menghela nafas seolah memperlihatkan betapa dia sedang banyak masalah.''Run, cerita dong ama kita... Lo kenapa sih?!'' seru Kania membujuk Aruna.''Gue paham perasaan elo bedua ama gue... tapi, sorry, laen kali aja...
Arjuna yang bersikap tegas meminta Aruna untuk segera masuk ke kelasnya membuat dua orang yang mengapitnya lengah. Tentu saja celah itu yang ditunggu Aruna sejak tadi. Pegangan tangan mereka mengendur, ujung pisau yang sudah tidak lagi menekan pinggang Aruna, lalu perhatian dua orang pria yang jelas punya niat buruk terhadapnya teralih kepada Arjuna.DUG BRAKAruna mendorong kedua pria yang mengapitnya sekuat tenaga, Aruna berusaha keras agar bisa lolos dari mereka berdua, hal itu juga langsung terlihat oleh Arjuna yang dengan cekatan segera menghampirinya. Tangan Aruna ditarik dengan kasar oleh Arjuna sampai Aruna hampir terjatuh.Dua pria yang mengapit Aruna dan mengancamnya dengan pisau terkejut tapi mereka juga bisa dengan segera bergerak. Pisau yang masih erat di genggaman salah satu pria refleks di ayunkan untuk melukai Aruna tapi segera di tepis oleh Arjuna hingga mengakibatkan darah segar keluar dari luka sayatan
''Ada apa, kok rame bener?'' tanya Gavin kepada salah seorang yang berbaur di dalam hiruk pikuk keramaian ketika dalam perjalanan menuju ruangan Arjuna karena di telefon Aruna barusan. ''Gavin!'' pekik Alisa dari belakanng Gavin saat menyadari kehadiran Gavin, ''Emang lu belom dapet kabar dari Aruna?'' ''Aruna?!... Emang ada apaan?'' tanya Gavin heran. ''Tadi sempet ada keributan, gue juga enggak tahu apa masalahnya, tapi gue lihat Pak Juna kek lagi negur gitu... enggak tauk Runa apa orang-orang yang lagi sama dia, eh tauk-tauk malah ribut, enggak lama Pak Juna luka, terus dipapah ama Aruna...'' ''Kok lu tauk?!'' ''Ya 'kan gue liat, tapi cuma dari jauh... makanya, gue enggak tauk jelas...'' ''Ya udah, makasih infonya Lis...'' ''Eh, Vin!'' pekik Alisa ketika Gavin bergegas meninggalkannya dengan wajah panik tapi Gavin tetap t
''Jadi, apa masalahnya?'' tanya Ardan dengan nada datar. ''Lo, kek lagi nginterogasi gue...'' jawab Arjuna dengan lagak seolah sedang menantangnya. ''Menurut lo gitu?!'' sahut Ardan tak kalah santai Ardan menanggapi Arjuna, ''Terserah, pikirin apa yang lu mau, bebas... jadi, bisa jawab pertanyaan gue?'' tanya Ardan kemudian dengan ekspresi menantang Arjuna yang sedang bermain-main dengannya. ''Bini lo, nyaris diculik...'' ''Lo ada andil?'' ''Menurut lo?!'' ''Apa gue akan tanya kalo gue tauk?!'' ''Jadi elu juga bingung...'' ''Juga!'' seru Ardan menyahut dengan alis naik, ''Jadi, elo juga enggak tauk rupanya...'' ujar Ardan melanjutkan ucapannya. Ardan merasa tenang karena ternyata Arjuna tidak berhubungan dengan percobaan penculikan Aruna, tapi di sisi lain dia juga merasa gusar k
Aruna menanggapi Ardan dengan nada suara seperti sedang merengek, dengan tubuh gemetar dia memperlihatkan ekspresinya yang menunjukkan kalau dia kecewa. ''Runa... Abang...'' ''Kalau abang tanya itu, Runa enggak ngerti...'' ujar Aruna menyela ucapan Ardan yang ragu-ragu, ''Runa enggak bisa misahin antara perasaan Runa saat abang ninggalin Runa, sama perasaan Runa setelah ngerasaain hampir diculik tadi... Runa enggak tahu gimana misahinnya...'' tambah Aruna dengan suaranya yang bergetar menahan tangis agar tidak tumpah ruah memperlihatkan kelemahannya yang berusaha disembunyikan. Emosi Aruna sedang berusaha memberontak setelah selama beberapa hari Aruna bahkan nyaris tidak tidur karena benaknya tidak bisa tidak memikirkan bagaimana suaminya meninggalkannya setelah menghardiknya dengan sangat keras saat itu. Ardan dengan segera memeluk istrinya yang hanya dalam hitungan detik akan segera meledak
Wajah Ardan memelas menanggapi reaksi istrinya yang tidak bisa menerima penjelasannya. Hatinya terenyuh dengan perasaan kecewa istri kecilnya yang jelas merasa tidak puas dengan keputusannya. Tanpa bicara, Ardan membelai wajah istri kecilnya, menatapnya dengan sorot mata yang redup, mengisyaratkan kalau dirinya juga merasa tersakiti karena tidak bisa membuat istrinya merasa aman dan nyaman. Sepasang suami istri saling bertatapan selama beberapa waktu, keduanya menunjukkan perasaan terluka. Pada akhirnya, Aruna kembali mengalah setelah melihat kekecewaan yang juga tersirat dibalik wajah tampan suaminya yang muram. Aruna menundukkan kepalanya, mengukuhkan perasaannya agar kembali tenang dan tetap tabah dengan konsekuensi yang harus diterima karena dia memiliki suami yang punya beban tanggung jawab besar karena tugas dan kewajibannya sebagai aparat pemerintah yang spesial. Tanpa melihat ke arah
126 Terbentuknya benih iri dan dengkiBaru saja kembali dari yang kata Ardan adalah bulan madu terlambatnya antara Ardan dan Aruna. Ardan dikejutkan oleh mobil mewah yang tiba-tiba memblokir jalan ketika Ardan hendak masuk ke pekarangan rumah.''Astaghfirullah...'' pekik Aruna karena terkejut.Di bangku kemudi Ardan mengernyitkan dahi dengan sorot mata kesal menatap pemandangan di hadapannya. Dia tahu siapa pengemudi mobil mewah di depannya.''Kak Karissa?!'' pekik Aruna pelan saat dia melihat dengan jelas pengemudi mobil mewah di hadapannya. Sontak saja Aruna segera menoleh ke arah suami di sebelahnya dengan ekspresi bertanya.Ardan tidak berkata apa-apa, tapi, dia tersenyum manis menanggapi wajah khawatir istri kecilnya, seolah berkata, ''tenang saja,
127 Penolakan''Maksud lo apa?'' tanya Ardan serius saat menghampiri Karissa di ruangan kantornya.''Ndra, kenapa sih, jutek amat... ada apa?'' tanya Karissa dengan wajah polosnya.''Enggak usah belagak pilon!'' seru Ardan ketus menjawab Karissa.''Ndra, semakin hari semakin hari kamu kok makin kasar sama aku... salah aku apa?!''Karissa masih memperlihatkan ekspresi yang menunjukkan kalau dia tidak mengerti maksud pertanyaan Ardan.''Sa, Nata mati di tabrak, itu semua elo kan?!'' sahut Ardan menanggapi Karissa dengan nada curiga.''Nata, mati ditabrak?!'' sahut Karissa dengan ekspresi heran, ''Kasian amat...'' kali ini wajahnya menampilkan ekspr