095 Casdi''Kita dapet tikusnya, tapi, sayangnya, dia kabur duluan...'' ujar Casdi rekannya yang bekerja bersamanya di bawah perintah Deon.''Berarti, tikusnya enggak cuma satu...'' jawab Ardan santai sambil menengguk segelas minuman dihadapannya.''Enggak perlu lu ngebacot, gue juga tauk!'' seru Casdi dengan ketus menanggapi Ardan.''Bagus deh... yang katanya bakal selesein. Bukan malah kelar, nambah lagi DPO...'' sahut Ardan masih dengan gaya santainya yang dengan sengaja sedang memprovokasi Casdi.''Bangsat! Elo, ada di belakang semua ini... apa sebenernya motif, lu?!''Ardan tersenyum dengan mata yang menatap Casdi dengan pandangan merendahkan. Tak gentar, Ardan masih dengan santai menghadapi Casdi yang semakin meradang menghadapi provokasi Ardan.Casdi adalah tangan kanan Deon. Sebelum Ardan masuk, dia adalah anak emas yang selalu dibanggakan Deon. Kedengkiannya pada Ardan karena telah mengambil posisinya, membuat Casdi mulai menyelidik mencari-cari kesalahan Ardan. Beberapa kali
096 Bau alkohol''Bau apaan ini?!'' seru Aruna saat membuka pintu untuk Ardan pagi itu, sekitar pukul lima pagi.''Maaf Run...'' jawab Ardan singkat lalu bergegas masuk ke kamar mandi.Mengernyit dahi Aruna melihat suaminya pulang dengan tubuh dan pakaian yang berantakan plus bau alkohol yang menusuk menyerang indra penciuman Aruna.Dadanya berdebar keras tapi kali ini karena dia merasa sangat kesal, sangat, sangat kesal pada bau alkohol yang menempel ditubuh suaminya.''Run, tolong anduk!'' seru Ardan dari dalam kamar mandi.Aruna tidak menjawab tapi bergegas mencarikan handuk yang diminta Ardan lalu memberikannya.Setelah Ardan keluar dari kamar mandi, Aruna segera masuk memeriksanya, dia melihat pakaian yang telah dipakai Ardan sudah dicuci bersih olehnya saat mandi tadi.''Menghapus bukti!'' gerutu Aruna dengan wajah sangat kesal sambil sedikit membanting cucian yang sudah tinggal dijemur saja olehnya.*''Run!'' panggil Ardan dengan ekspresi heran saat membuka pintu kamar setelah
097 Pertemuan Ardan dan AidenRuangan megah nan mewah, riuh ramai dengan orang-orang yang saling menyanjung satu sama lain sekaligus untuk mengukuhkan kedudukan mereka dalam komunitas sosial masyarakat kelas atas.Dalam kerumunan sosialita terlihat Karissa menggunakan kesempatan dengan baik. Dia sama sekali tidak melepaskan tangan Ardan dan terus mendekapnya, seolah memamerkan Ardan sebagai objek berharga miliknya yang harus diketahui oleh khalayak ramai.Ardan yang tahu bagaimana etika ketika berada dalam perjamuan pesta formal kalangan atas tentu saja tidak bisa sesuka hatinya menepis keberadaan Karissa. Apa lagi, Karissa juga adalah elit dalam pergaulan sosial, bukan hanya untuk para sosialita organisasi putih tapi juga organisasi hitam. Karissa menjadi wanita yang sangat diperhitungkan, meskipun dia masih di bawah kontrol ayahnya dan juga Deon, kakaknya.''Riss, elu tauk kalo di tempat ini gua enggak bisa kabur... enggak perlu nempel kek gini!''''Tauk... Tapi, ini kesempatan lang
098 Dhani Elard MahendraArdan sebetulnya ingin segera pulang dan menemui Aruna. Tapi, sayangnya, segera setelah dia berpisah dengan Karissa, smartphonenya berdering, membuatnya harus menunda kepulangannya dan mengubah haluan ke gedung di pusat kota.Tok Tok TokArdan mengetuk sebuah pintu besar di hadapannya, tidak lama kemudian terdengar suara yang memintanya untuk masuk.''Bos...'' sapa Ardan sedikit menganggukkan kepala tanda menghormatinya.''Hmm...'' jawab Dhani, pria yang masih tetap terlihat gagah di usianya yang sudah menginjak awal enam puluhan.Dhani Kamal Mahendra, ayah dari Deon Elard Mahendra dan juga Karissa Ayu Mahendra. Big bos dinasty Mahendra yang sedang disusupi Ardan.Dhani tetap tenang dengan beberapa dokumen di hadapannya tanpa melihat pada Ardan yang berdiri tegap menghadap kearahnya menanti apa yang akan disampaikan oleh Dhani yang memanggilnya dengan perintah darurat.Tidak berapa lama kemudian Dhani menutup dokumen dihadapannya. Dhani duduk bersandar dengan
099 Terjalinnya hubungan baru antara Ardan dan Rendra''Berhenti, Rendra!'' seru Ardan dengan tekanan pada nada suaranya.''Enggak!'' seru Rendra menyahut dengan tegas, dia tak gentar menatap mata Ardan yang sedang melihatnya dengan sorot mata tajam, ''Keputusan udah bulet gue ambil. Saat mereka tahu kalo gue adeknya Bara, mereka akan kejar gue, dan mereka pasti tauk kalo gue bakal lakuin apa aja buat Nindi. Pada akhirnya, dia bakal dimanfaatin juga... sebelum itu semua terjadi. Lebih baik, gue duluan ambil tindakan... Apa lagi...''Mengernyit dahi Ardan menanggapi kalimat Rendra yang mulai terjeda.''Ternyata, gue di pancing...'' ujar Rendra dengan alis terangkat naik, ''Bukannya itu berarti... dari awal, gue emang udah jadi tumbal.''''Masalahnya, gue enggak tahu siapa yang mancing, elu?!'' seru Ardan segera menyahut sembari menekan bahu Rendra, ''Apa tujuan dia? Kawan, atau, lawan... itu bahaya, kita seolah jalan di atas medan ranjau,'' tambah Ardan, dia serius memperingatkannya, '
100 INFORMASIKRAKBunyi tulang patah berderak diiringi erangan memilukan yang menandakan bahwa si pemilik suara sangat tersiksa.''Satu lagi...'' ujar Ardan dengan ekpresi datar tapi seringai tipis terlihat di sudut bibirnya, sorot matanya dingin menatap korban yang tersengal-sengal di hadapannya, ''213... tulang yang ada di tubuh manusia. Dari tadi, udah berapa yang bunyi... Lu yang rasain, bisa itung berapa sisanya?''Robi yang saat itu jadi korban Ardan menatapnya dengan wajah memelas ketakutan.Ardan yang sudah terbiasa dengan situasi seperti ini, tentu tidak bergeming. Dia mantap untuk segera bisa mendapatkan informasi dari satu-satunya orang yang disisakan untuk tetap sadar, di antara beberapa orang yang balas menyerang, saat Ardan datang menyergap bersama Rendra.''Kuat juga... dari tadi masih bertahan,'' ujar Ardan lagi sambi tersenyum.Tapi, sayangnya, senyum Ardan saat ini terlihat dingin. Degup jantung Robi semakin tidak teratur, dengan rasa takut yang seolah membuatnya b
''Kenapa enggak mau, Run?'' tanya Rama dengan wajah memelas.''Rama, terima kasih...'' jawab Aruna berusaha tenang dengan tekanan Rama, ''Gue hargai kebaikan elo, tapi, maaf gue enggak bisa terima...''''Run, ini kan sekedar traktiran...'' ujar Rama masih berusaha merayu Aruna.''Iya, tauk...'' sahut Aruna tegas tapi tetap tenang, ''Tapi, sorry, gue enggak bisa terima.''''Kenapa?! Lu mau alesan lakik lu ngelarang...''''Enggak,'' tegas Aruna dengan segera, ''Dia kagak kek gitu. Tapi, gue sendiri yang nerapin batesan mana boleh dan mana enggak...''''Run, apa kekurangan gue di banding sama lakik lu?'' tanya Rama menyelidik.''Maksudnya lu apa?!'' seru Aruna bertanya dengan tegas.''Rama, gue rasa lu ada masalah. Lu sakit...'' ujar Indira dengan ekspresi setengah jijik.''Rama, si Aruna kan udah bilang enggak...'' tambah Kania ikut bicara, ''Ngapain juga lu terus maksa?!''Rama melirik pada Kania dan Indira dengan tatapan tidak suka yang sangat kentara. Lalu dia mengalihkan wajahnya sa
102 Permintaan Arjuna''Meski suaminya enggak ada sekarang. Tapi, ada beberapa orang yang dengan sukarela akan melindungi wanita dari cowok keras kepala enggak tahu etika kek kamu!'' sahut Arjuna yang tiba-tiba muncul di hadapan Aruna dan Rama.''Pak Juna!'' seru Aruna dan Rama terpekik kaget.''Aruna Hashifa, dia bukan hanya salah satu mahasiswi di kampus ini. Tapi, saya adalah dosen pembimbingnya, saya rasa, di saat seperti ini, saya punya hak untuk melindunginya,'' ujar Arjuna sambil menatap tegas pada Rama.''Pak, bapak ngapain sih?!'' seru Rama menghardik Arjuna dengan ekspresi jengkel, ''Saya, kan, enggak macem-macem...''''Tapi, dari kaca mata saya, saya melihat Aruna sangat terganggu,'' jawa Arjuna santai tapi sorot matanya tajam menatap Rama, ''Sebagai seorang akademisi, seharusnya kamu paham etika. Dia sudah menolak kamu dengan cara yang sopan tapi kamu bersikeras, itu sangat menggangg