102 Permintaan Arjuna''Meski suaminya enggak ada sekarang. Tapi, ada beberapa orang yang dengan sukarela akan melindungi wanita dari cowok keras kepala enggak tahu etika kek kamu!'' sahut Arjuna yang tiba-tiba muncul di hadapan Aruna dan Rama.''Pak Juna!'' seru Aruna dan Rama terpekik kaget.''Aruna Hashifa, dia bukan hanya salah satu mahasiswi di kampus ini. Tapi, saya adalah dosen pembimbingnya, saya rasa, di saat seperti ini, saya punya hak untuk melindunginya,'' ujar Arjuna sambil menatap tegas pada Rama.''Pak, bapak ngapain sih?!'' seru Rama menghardik Arjuna dengan ekspresi jengkel, ''Saya, kan, enggak macem-macem...''''Tapi, dari kaca mata saya, saya melihat Aruna sangat terganggu,'' jawa Arjuna santai tapi sorot matanya tajam menatap Rama, ''Sebagai seorang akademisi, seharusnya kamu paham etika. Dia sudah menolak kamu dengan cara yang sopan tapi kamu bersikeras, itu sangat menggangg
103 Sikap Gavin pada Arjuna''Runa!'' pekik Gavin memanggil Aruna.Panggilan Gavin mengejutkan Aruna yang masih menyimpan sejuta tanda tanya tentang Arjuna.''Vin...'' jawab Aruna yang masih terlihat linglung.''Apaan, Vin?!'' pekik Gavin dengan ekspresi kesal, ''Elo enggak apa-apa? Mana dia, si kucluk?!''Gavin tampak mencari-cari, dahinya mengerut, dia cemas dan gusar akan keadaan Aruna. Tapi, dia juga merasa jengkel dengan Rama yang terus menerus membuat keributan.Masalah Aruna dan Rama tidak selesai begitu saja. Dengan prejudis dari pernikahan Aruna yang menikah diusia muda di tambah sikap sentimen dari gadis-gadis yang menyukai Rama. Aruna, berada di posisi kurang menguntungkan. Meski begitu, itu hanya sebagian kecil saja. Tapi, cukup mengganggu. Beruntung, masih banyak orang yang bersikap netral dan tidak ambil pusing. Karena, apa pun itu, pernikahan adalah urusan pri
104 Keributan yang dibuat Indira''Rama!'' seru Indira memekik memanggil Rama dengan ekspresi berang.Suara Indira yang memekik, mengejutkan beberapa orang yang ada di sekitarnya. Tentu saja, seketika itu juga Indira segera jadi pusat perhatian.''Lu, abis ngapain si Runa?!" seru Indira kembali memekik dengan nada ketus, diiringi tangannya yang mendorong Rama dengan sangat kasar.''Apa-apan sih, lu?!'' seru Rama memekik, dia membalas, menepis tangan Indira dengan sangat kasar.Rama bukan hanya terganggu dengan teguran kasar Indira, tapi, juga merasa malu dengan ucapan Indira yang segera membuat orang berspekulasi bagi siapa saja yang mendengarnya.''Elo, yang apaan?!'' seru
105 Pergi ke apotek''Kacau!''seru Aruna memekik tapi dalam setengah berbisik, ''Sama sekali enggak bisa tidur... kepikiran Bang Ardan terus.''Tengah malam itu Aruna terbangun dari tidurnya yang sama sekali tidak lelap karena hatinya sedang tidak tenang.Aruna segera bangun dari tempat tidur, lalu berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum. Dia sempat terperanjat kaget saat mendapati punggung seorang pria tengah membelakanginya dalam cahaya remang di dapur.''Bang Ardan, udah pulang?!'' seru Aruna mengur, ''Kok, Runa enggak di bangunin?''Ternyata Ardan, sosok yang mengejutkan Aruna pada malam itu, dia pulang tanpa membangunkannya.''Hei, Run... Maaf, abang enggak mau
106 Pengertian dari sepasang suami istri''Udah bangun?!'' seru Aruna, saat Ardan membuka matanya dari istirahat panjangnya semalaman.Ardan tertidur setelah semua perawatan yang diperlukan, diterapkan padanya. Tubuhnya demam, dan obat membuatnya terlelap walau dia selalu gelisah. Aruna selalu ada di sampingnya, menjaganya, karena hal itu juga Ardan bisa tetap tenang beristirahat.''Jam berapa, Run?''''Jam tiga sore.''Aruna segera duduk di samping tempat tidur dengan segelas air putih di tangannya saat Ardan mencoba untuk duduk.''Abang tidur, seharian?!'' seru Ardan bertanya sambil berusaha membuat tubuhnya duduk di ujung tempat tidur.''Eum,'
107 Bagaimana Ardan bisa terlukaSetelah beberapa waktu akhirnya Runa bisa tenang, dia keluar dari dekapan Ardan dan memeriksa kembali luka-luka Ardan.''Mau cerita, kenapa abang bisa sampe kek gini?''''Yang jelas, abang ceroboh...'' jawab Ardan acuh, ''Kebawa emosi jadi enggak mikir panjang.''''Apa yang bisa bikin abang jadi kek gitu?!'' tanya Aruna serius tapi tetap santai, ''Abang bukan amatir... di lapangan logik itu penting, kenapa malah ceroboh?!'' tambah Aruna lagi, dia tegas mengkritisi suaminya.Mengernyit dahi Ardan mendengar kritik istri kecilnya yang sekaligus mengingatkannya tentang hal dasar saat berada di lapangan. Terbersit penyesalan di hati Ardan, tentang kenapa dia harus menceritakan banyak hal tentang situasi dan kondisi lapangan dan bagaimana cara mengatasinya, kepada istrinya jika dia sedang berada di rumah.''Huft...'' desah Ardan pasrah setelah memikirkan beberapa hal, ''Kamu, Runa...'' jawab Ardan singkat hingga membuat Aruna menaikkan alisnya sambil menatap
108 Situasi Ardan sekarangGavin, mengetahui tanggung jawabnya sebagai anak lelaki tertua yang punya tiga adik, Aruna salah satunya. Dia ingin bisa mengerti beberapa hal tentang yang terjadi di rumahnya. Dengan begitu, dia bisa lebih diandalkan.''Bukan cuma Om yang lagi dimonitor,'' ujar Ardan menjelaskan dengan perasaan bangga pada kebijaksanaan Gavin, ''Tapi, juga kalian semua... bukan cuma sama Dhani,'' lanjut Ardan dengan ekpsresi menyesal jelas terlihat di wajahnya masih terlihat lecet dan memar di beberapa bagian, ''Tapi juga sama orang yang enggak om tahu... Siapa dia?!''Di akhir kalimat ekspresi Ardan berubah, dia terlihat marah tapi juga gusar.''Maksudnya?!'' seru Gavin bertanya penuh selidik.Ardan menjelaskan bagaimana modus operandinya selama ini dalam menggagalkan berbagai kegiatan gangster yang pernah disusupinya.Ardan mengulik setiap kelemahan dari anggota mafia yang akan digunakannya sebagai kambing hitam untuk mengkhianati komplotannya. Dengan begitu, mereka menja
109 Peringatan pertama Karissa pada Aruna''Runa, sini!'' panggil Ardan pada Aruna yang sibuk membersihkan kamar setelah makan dan juga melakukan perawatan pada Ardan.''Eum...'' jawab Aruna sambil berjalan menghampiri Ardan, ''Ada apa bang?'' tanya Aruna saat berdiri di hadapannya.''Duduk sini, deket abang!'' seru Ardan lembut sambil menepuk-nepuk kasur di sisi sebelahnya.Aruna tidak segera menurut, dia membuat mimik wajah. Tapi, akhirnya dia pasrah dan mengikuti permintaan Ardan.''Udah selesai semua, kerjaan di rumah?'' tanya Ardan lembut sembari memegang tangan Aruna.''Di bilang udah, tapi namanya kerjaan di rumah, selalu ada aja... apalagi ada bocah dua yang lagi lincah-lincahnya.''''Tapi, Mpok Hasna ada dateng, kan?!''''Iya, dia lagi ama anak-anak sekarang. Ada apa bang?''''Abang mau ngobrol sama Runa.''''Tapi bang, ada mpok Hasna...''''Bukan masalah itu!'' seru Ardan memotong dengan segera, ''Ini tentang abang sama Runa... Abang capek, selalu enggak tenang mikirin itu.'