Hai, aku wolfy... Penulis cerita ini. Simak juga ceritaku yang lainnya... WANITA UNTUK MANUSIA BUAS (sudah tamat tapi sulit sekali mendapat kontrak dari GOODNOVEL) PAMANKU SUAMIKU MENJEMPUT ISTRIKU DUNIA MANUSIA BUAS SUAMIKU YANG BERBAHAYA KARENA KEBODOHANKU, AKU HAMPIR KEHILANGAN SUAMIKU SINGA BETINA MILIKKU (sequel lanjutan dari WANITA UNTUK MANUSIA BUAS, hanya saja kali ini wanita dari DUNIA MANUSIA BUAS yang terlempar ke DUNIA MODERN dan bertemu dengan CEO gahar.
Beberapa jam kemudian Ardan datang bersama Pak RT, Pak Amil, dan Pak Ustad yang biasa memberi tausiah di pengajian bapak-bapak atau ketika Salat Jum'at. Dia menjumpai Aruna yang sedang termangu di depan pintu kamar ICU tempat bapaknya di rawat, Aruna terlihat lesu, dia seperti sedang stres memikirkan sesuatu pikir Ardan. Karena melihat Aruna menempelkan dahi lebarnya di tembok yang bersisian dengan pintu ruangan ICU.''Aruna!... Ngapain?!!!'' seru Ardan bertanya pada Aruna, membangunkannya dari lamunan.''Mang Ardan!'' terkejut Aruna melihat kedatangan Ardan membuatnya kikuk tidak karuan, ''Enggak mang... Enggak. Kenapa?''ASSALAMU ALAIKUM WR WBPak RT dan yang lainnya memberi salam hampir secara bersamaan saat melihat Aruna di depan pintu ruang rawat ICU Pak Arga.''Wa alaikum salam wr wb. Pak RT, Pak Ustad, Pak Amil...'' sapa Aruna menjawab salam mereka sambil menganggukkan kepala.Aruna terkejut melihat Ardan dengan Pak RT dan yang lainnya mengekor di belakangnya. Sekarang Aruna men
Keputusan Mang TatangAruna mengetuk pintu meminta ijin kemudian memberi tahu kalau Mang Tatang sudah tiba. Segera saja, Ardan dan Pak Arga meminta agar Mang Tatang masuk dan bicara bertiga di dalam. Tapi, tetap tidak membiarkan Aruna untuk ikut masuk di dalam, mereka kembali meminta agar Aruna menunggu bersama yang lain di luar.**''Kang! Masa' begitu kang?... Aruna masih anak-anak...'' sahut Mang Tatang setelah mendengar permintaan Pak Arga.Mang Tatang sebetulnya sangat tidak menyetujui keputusan itu, tapi dia tetap berusaha sopan dan mengendalikan suara dan ekspresinya. Sebagai seorang manusia, Mang Tatang juga sangat bersimpati dengan keadaan Pak Arga yang sangat memprihatinkan.''Tang!... Saya minta maaf sama kamu... Tang, saya tahu, kamu wali sah Aruna. Tapi, saya minta kamu pikirin lagi. Anak itu sekarang yatim piatu. Kamu yakin bisa urus dia! Kalau kamu yakin bisa lakukan itu... Saya tidak akan memaksa untuk menikahkannya dengan Ardan, adik saya. Karena saya tahu seperti apa
Ijab tertundaSeperti yang di sarankan Pak Ustad. Aruna pergi ke Musala Rumah sakit untuk menunaikan sembahyang sunah istikharah. Aruna ingin mendapatkan jawaban pasti atas keragu-raguannya.''Kenapa Mang Tatang bukan nolak malah ngedukung pernikahan kacau kek gini?''''Apa sebegitu susahnya ya cuma buat kasih makan gue?!''''Mang, Aruna janji akan balas semuanya kalau Aruna sudah kerja nanti. Aruna enggak akan minta biaya kuliah kok, tenang aja...''''Apa begini nasib anak yatim piatu? Semoga aja enggak...''''Mak. Runa harus gimana? Runa bingung mak...''Aruna berkutat dengan berbagai perasaan negatif di dalam hatinya. Banyak hal yang membuatnya tidak nyaman. Dia sedang berduka atas kematian ibunya yang mendadak. Tapi, rasa-rasanya tidak ada seorang pun yang mau memahami hal itu. Dia juga merasa kesal karena satu-satunya wali yang dia pikir tidak akan menyetujui hal itu malah memberikan dukungannya.Berderai air mata Aruna saat dia hampir menyelesaikan sembahyang sunah dua rakaatnya.
MaharBaru saja di mulai kalimat ijab, mereka semua kembali di kejutkan dengan salah satu syarat sah sebuah pernikahan di mata Islam. Suasana canggung kembali terjadi di tengah prosesi sakral. Mereka semua sekarang serempak melihat ke arah Ardan yang terkejut dan kebingungan membuka dompet lusuhnya yang ternyata kosong melompong.Ardan yang sejak kemarin di buat sibuk dengan mengurus ini dan itu di rumah sakit membuatnya kelimpungan sekarang. karena memang di keadaan seperti ini dia tidak ingat kalau uang yang ada di dompetnya sudah terpakai semua. Dia kemudian mengorek semua kantong di tubuhnya dan hanya menemukan kertas-kertas, entah resi dan kuitansi yang kebanyakan dari Rumah Sakit bercampur aduk di dalam saku pakaiannya.Wajah semua orang yang ada disitu langsung memelas, terlebih ketika mereka melihat Aruna. Mereka ingin membantu tapi takut melukai harga diri Ardan dan juga Pak Arga. Saat ini Mang Tatang yang paling terluka hatinya, sebegini berat cobaan untuk Aruna. Mang Tatang
Kenapa harus Ardan yang menikahi Aruna?!Akhirnya kembali pada Gavin yang masih sulit untuk menerima Aruna yang sudah empat tahun berstatus sebagai adik tirinya, kini telah berstatus sebagai istri dari pamannya sendiri.''Gavin!... Kok tampang lu gitu sih?!'' seru Aruna bertanya dengan nada kesal merasa seperti sedang di ledek. Tapi, Gavin masih terdiam sambil menatap Aruna dengan tatapan tidak percaya.''Gavin!... Gue marah nih... Kenapa, ngeliat gue kek gitu?!'' seru Aruna semakin geram, karena jelas Gavin sedang mengasihaninya sekarang.''Sorry, Run... Sorry... Gue enggak maksud apa-apa... Cuma... Kok gue, kek susah move on gitu ya?... Gue masih susah nerima nih,'' jawab Gavin dengan segera, dia tidak mau kalau adik tirinya itu malah semakin tertekan dengan pemikiran sesaatnya tadi karena mengasihaninya.''Kenapa?'' tanya Aruna, masih dengan nada ketus.''Run... Om Ardan emang mamang gue, tapi lu juga adek gue. Lu ama gue sekolah bareng-bareng, gue jadi rasa nyesel gitu. Tau gak lo,
Perbincangan di ruang NICUKecut hati Ardan mendengar ucapan Gavin barusan, ''Berandalan''. Ya, itu adalah imej yang di milikinya di mata masyarakat sekarang. Tapi, apa boleh buat, Ardan harus berlapang dada. Dia tahu betul kalau itu adalah risiko yang harus di tanggungnya, karena itulah dia lebih memilih untuk pergi menjauh dari keluarganya, kakak laki-laki yang sangat dicintainya.''Om... Om Ardan ngambek ya?'' tanya Gavin saat melihat perubahan ekspresi tiba-tiba dari Ardan.''Siapa?... Gue?... Ngambek, buat apa?'' Ardan balik bertanya, ekspresinya langsung berubah menjadi biasa lagi.''Omongan Gavin barusan... itu nyatanya... Om Ardan bikin tampang kusut, tadi...'' jawab Gavin dengan ekspresi cemas, dia dengan serius memperhatikan wajah Ardan.''Sok tahu lu! Emang gue bikin tampang apa-an?! Dah, gue ama Runa mesti ke rumah sakit dulu,'' jawab Ardan mengalihkan fokus Gavin, ''Elu jagain rumah!''Saat Ardan beranjak, baru dia perhatikan, ternyata Aruna menatapnya dengan sorot mata ya
Debat di Lobby Rumah SakitAruna dan Ardan melangkah keluar dari ruang NICU bersama-sama meninggalkan tiga orang yang sedang menunggui pasien di dalam dengan wajah yang masih memperlihatkan keheranan dan beragam pertanyaan di hati mereka.Ardan menurut saja di tarik oleh Aruna keluar dari Ruang NICU. Ardan yang tadinya Heran dengan sikap berani Aruna sekarang malah tersenyum geli melihat wajah Aruna memerah karena tindakan nekatnya sendiri. Ternyata keberaniannya tadi cuma sesaat, setelahnya, malah dia malu sendiri.''Run...'' panggil Ardan dengan wajah tersengih-sengih.''Ya,'' jawab Aruna singkat tapi tidak mau melihat wajah Ardan.''Runa...'' panggil Ardan lagi dengan nada menggoda.''Iya...'' jawab Aruna gemas tapi dia tetap mengalihkan wajahnya dari Ardan.''Aruna Hashifa...'' seru Ardan memanggil Aruna dengan nada suara yang jelas sedang menggodanya.''Iya, ada apa?!'' seru Aruna bertanya, dia menjawab panggilan Ardan dengan sedikit ketus.''Kok... galak gitu?!'' seru Ardan berta
Tertidur di ruang tungguDari kejauhan Ardan melihat Aruna duduk di bangku ruang tunggu NICU dengan kepala terangguk-angguk karena mengantuk.Aruna yang sadar akan posisinya sebagai seorang wanita, dia tidak mau merebahkan tubuhnya yang sudah kelelahan, di tempat umum. Karena di ruang tunggu itu, tidak hanya ada dirinya saja. Tapi, ada beberapa orang yang lain, di antaranya adalah lelaki yang bukan muhrim.Ardan yang paham dengan hal itu, segera menghampiri Aruna dan menangkap kepalanya yang jatuh setelah terangguk-angguk karena menahan kantuk yang tidak tertahankan.Sadar akan kehadiran Ardan, seorang ibu yang duduk di sebelah Aruna segera bergeser, memberikan Ardan tempat duduk di samping Aruna, kemudian perlahan dia meletakkan kepala Aruna di bahunya yang besar.''Baru pulang kerja, nak?'' tanya ibu yang memberi tempat pada Ardan mencoba berbasa-basi.''Iya, bu...'' jawab Ardan sambil mengangguk dengan sopan menyapanya.''Kecapean dia, kesian...'' ujar ibu itu lagi.''Iya... abis, e
Ardan duduk di samping tempat tidur Aruna yang sedang tertidur setelah mendapat perawatan di rumah sakit dengan air mata berlinang.Ardan yang baru saja bangun setelah menjalani operasi karena luka tembak di bahu kirinya tidak mau mendengar ketika dokter dan perawat memintanya untuk tetap beristirahat. Dia tetap nekat untuk berada di samping Aruna. Pada akhirnya pihak rumah sakit yang mengetahui apa yang terjadi terhadap sepasang suami istri yang baru saja mengalami musibah membiarkan Ardan dan Aruna berada dalam satu ruangan.''Maaf... maafin abang, Run...'' gumam Ardan sambil memegang erat tangan Aruna, ''Maaf karena kamu harus mengalami ini semua gara-gara abang...'' Ardan terus bergumam menyalahkan dirinya dengan tangan Aruna yang didekap dekat wajahnya, ''Abang enggak tahu kalau kamu hamil... maafin abang karena enggak bisa lindungin dia...''''Bang, berisik!'' seru Aruna yang terbangun dengan semua penyesalan Ardan
''Kenapa sama Aruna?!'' pekik Ardan dengan sorot mata penuh amarah melotot pada Karissa.''Hehehe...'' kekek Karissa menaggapi Ardan yang sedang meradang karena pernyataannya barusan, ''Aku suka tampilanmu sekarang... kali ini, mata kamu bener-bener ngeliat aku.''''Brengsek Karissa, jawab aku!!!'' hardik Ardan yang semakin kesal dengan Karissa.''Dia pasti sedih... aku yakin dia masih belum tahu apa yang terjadi padanya... pasti seru ngeliat dia nangis...'' gumam Karissa yang seolah tdiak peduli dengan betapa marahnya Ardan.''Kamu bukan manusia,'' ujar Amira dengan suara bergetar, ''Bisa-bisanya kamu... KAMU BUKAN MANUSIA!'' teriak Amira histeris sambil menangis, ''Kamu sudah membunuh Raihan... kamu bunuh dia dengan sangat kejam... kamu tega, dasar perempuan jalang busuk!''Jeritan Amira menarik perhatian petugas yang sedang mengolah TKP sambil menunggu ambulans dan mobil tahan
Satu orang lagi tewas di tangan Karissa dan hal itu membuat para preman lain yang ingin berontak itu ciut nyalinya. Mereka tidak berkutik menghadapi Karissa yang sudah tidak lagi bisa mengontrol emosinya.''Buka, kasih dia masuk!'' seru Karissa memberi perintah, ''Atau... ada lagi yang mau ngerasain timah panas?!''Preman terdekat dengan pintu akhirnya menyerah dengan kebrutalan Karissa. Dia pasrah membuka pintu menuruti perintah Karissa.''Woy!'' pekik Casdi yang masih tidak menyetujui keputusan Karissa, ''Jangan di buka!''Preman yang sedang membuka pintu terkejut dan pintu terhenti sekitar sejengkal saat dia mendengar Casdi memekik kesal.''Buka!'' seru Karissa dengan mata melotot sambil mengarahkan moncong senjatanya ke arah si pembuka pintu.Perhatian Karissa teralih, lalu seketika itu juga beberapa preman mendekat hendak merebut senjata Karissa.
''...segera menyerah, kalian sudah di kepung!''Peringatan dari pengeras suara tiba-tiba terdengar ketika Karissa dan yang lainnya baru saja selesai mengikat Aruna, Amira, Dion dan Rafli.Karissa dan yang lainnya yang panik dan fokus dengan kubu masing-masing saat perseteruan belum lama terjadi barusan, mereka tidak menyadari deru mesin kendaraan yang datang mendekat, karenanya mereka semua terkejut ketika tiba-tiba saja mereka terkepung.Tanpa aba-aba kedua kubu segera mengadakan gencatan senjata lalu dengan cekatan menutup jendela dan pintu atau apa pun yang bisa menjadi akses dari luar untuk melihat situasi di dalam bangunan. Mereka semua tahu jika masih ada kesempatan karena mereka punya empat sandera yang bisa digunakan.***''Pak, mereka semua ada di dalam...'' ujar salah seorang petugas memberi laporan, ''Kemungkinan besar, Dion dan Rafli yang bertugas juga sudah di tangka
Dion dan Rafli bertindak mengikuti improvisasi dari situasi yang mereka ciptakan setelah terdesak.Desakan para preman yang meminta mereka untuk menyerahkan kunci mobil membuat mereka kesulitan mengulur-ulur waktu. Tapi, kreativitas dengan modal nyali nekat sekaligus bukti bahwa diklat yang mereka jalani menunjukkan kepiawaian mereka dalam melaksanakan tugas.''Lah, mana ya?!'' sahut Dion sambil kasak-kusuk berlagak mencari kunci di saku pakaiannya, ''Fli, mana kunci?''''Lah, bukannya ama elu?!'' jawab Rafli mengikuti skenario dadakan di lapangan.''Pe'a, kagak ada di gua... ama lu, kan...''''Kagak, kagak ada... tuh, liat!'' seru Rafli sambil menarik kantong pakaiannya keluar.''Ngelawak lu bedua!'' pekik preman yang menunggu kunci mobil mereka untuk di serahkan dengan mata melotot.''Ka-kagak bang, beneran dah... cek aja... kagak ada i
''Di mana ini?!" pekik Aruna ketika tali yang mengikat mulutnya dibuka saat sudah berada di sebuah ruangan, ''Mau apa kalian?!''Mereka yang ada di ruangan itu tersenyum sinis menanggapi kegelisahan Aruna dan Amira yang terkejut ketika tudung hoodie yang menutupi separuh wajah mereka dibuka, memperlihatkan suasana di sekeliling dengan lebih jelas sekarang.Salah seorang dari beberapa pria yang baru di lihat oleh Aruna dan Amira datang menghampiri.Pria itu mengangkat dagu Aruna dan Amira, memiringkannya ke kanan dan ke kiri, melihat mereka dengan seksama, menilai penampilan fisik mereka berdua.''Lumayan, biarpun enggak bisa laku mahal, tapi masih cukup ngejual,'' ujar Parta, pria paruh baya tapi punya aura mendominasi yang membuat Aruna dan Amira merasa sangat tidak nyaman, ''Enggak banyak duit yang bisa kamu dapet dari mereka berdua...'' tambah Parta seraya melirik kepada Karissa.
CKIITTTRem berdecit dan mobil yang dikendarai oleh para petugas yang mengikuti Karissa berhenti mendadak.''Dimana Pak Ardan?!" tanya Dion, salah satu petugas yang ditugaskan untuk mengawasi.''OTW,'' jawab Rafli yang jadi rekan bertugas Dion, ''Enggak jauh... dia pasti bentar lagi nyampe...''''Oke... keknya target udah sampe di tujuan. Gimana, kita lanjut masuk?''''Enggak tauk, tapi tempat ini sarang mafia, cuma kita bedua... ini mah nganter nyawa...''Dion dan Rafli berdiskusi tentang bagaimana langkah selanjutnya karena intruksi selanjutnya belum turun dari atasan mereka.''Terus gimana, target udah turun... iya kalo tujuan dia disini, kalo dia lanjut ke tempat laen... bakal repot...'' ujar Rafli dengan nada gemas.''Sialan!'' pekik Dion kesal, ''Gue juga bingung, kita cuma ditugasin buat ngintai... terjun langs
Ardan bergegas bergerak segera setelah mendapat laporan dari anak buahnya yang mengawasi rumah Amira.''Dua orang di seret paksa... kenapa dua?!'' tanya Ardan di dalam hatinya, ''Apa mungkin bukan Runa?!''Tidak banyak laporan yang diberikan anak buahnya selama dua hari terakhir karena sama sekali sulit untuk menemukan celah guna mengintip lebih dekat untuk melihat situasi di dalam rumah Amira supaya lebih jelas.Ardan bahkan meminta pada Ibunya Lita untuk menghubungi Amira dan menanyakan apakah ada hal lain yang dibutuhkannya supaya ada kesempatan baginya untuk bisa masuk ke dalam rumah Amira. Tapi, sayangnya, karena baru saja mendapat pasokan, Amira menolak tawaran bibinya.''Terserah deh... liat yang ini aja dulu. Enggak tauk kenapa tapi feeling gue beda tentang yang ini. Entah kenapa semangat gue naik buat ngejar yang ini... mudah-mudahan enggak salah...'' gumam Ardan d
Ardan memberikan beberapa foto Karissa dari berbagai posisi sebagai referensi agar Lita tidak salah mengenali.''Maafkan saya pak, saya tidak begitu yakin karena saya hanya melihat sekilas. Tapi pak, Ini bukan hal yang biasa di lakukan Kak Amira... Meski Kak Amira yang sekarang sangat jauh berbeda dengan Kak Amira tujuh tahun yang lalu. Tapi, tetap saja, saya merasa ada yang janggal...''Lita dengan jujur mengemukakan opininya karena dia juga tidak mau membohongi orang yang sedang kesulitan.''Saya tahu kalau ini tidak tepat,'' ujar ibu Lita menambahkan dengan wajah memelas menatap Ardan, ''Di saat bapak sedang susah saya malah merepotkan... tapi pak, bapak juga kan seorang petugas. Tolong bantu kami pak... Amira adalah anak baik yang ceria sebelumnya. Tapi, sejak tujuh tahun yang lalu tiba-tiba dia berubah... kami yakin ada sesuatu karena setelah tujuh tahun dia berdiam diri, tiba-tiba dia menghubungi kami.''&nb