PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 29Pov ARFANBukan tanpa alasan aku memilih Adit sebagai orang kepercayaanku. Wajahnya tampan, postur tubuh tegap sempurna, yang sepintas mirip aku. Dia bisa saja menjadi aktor atau model jika mau. Tapi dia tidak mau. Keterikatannya padaku bermula ketika suatu malam, aku menemukan dirinya nyaris mati karena menjadi samsak hidup para berandalan. Rupanya dia punya hutang yang cukup besar dan tak mampu membayar. Aku yang iba, dan juga tak bisa melihat satu orang tak berdaya dikeroyok oleh lima orang berbadan raksasa, menyelematkannya. Hutang sebesar dua ratus juta itu aku lunasi malam itu juga."Kalau nggak main keroyok, saya nggak mungkin babak belur gini, Bang." Ujarnya kemudian ketika kuajak dia ke klinik dua puluh empat jam untuk mengobati luka-lukanya. Dan ketika darah itu telah hilang dari wajahnya, aku terkesima mendapati wajah itu seharusnya berseliweran di layar televisi."Dan kenapa kau bisa berhutang sebanyak itu? Sebaiknya kau beri aku jawaban yang ba
PoV EMILYAku meletakkan beberapa kotak kue dan roti di atas jok sebelah kiri. Akhirnya, untuk pertama kalinya, aku mengendarai mobil baru ini. Agak deg-degan juga, karena sudah lama nggak nyetir. Dan sekalinya nyetir, malah mobil baru yang masih super mulus.Setelah semuanya beres, aku melaju ke kantor lama. Aku ingin bertemu Pak Ahmad, Mbak Astri dan teman-teman lamaku. Mobil meluncur mulus di aspal yang halus. Untung saja semalam tidak hujan, pagi menjelang siang ini cuaca cerah, seperti hatiku. Naik mobil baru, hendak menemui calon suami. Uhukk…Aku terbatuk sendiri ketika kosa kata itu melintas dalam pikiranku. Tiba-tiba merasa malu pada diriku sendiri karena sebelumnya, aku sempat berpikir untuk kabur dan menghindar darinya. Tapi Mas Arfan rupanya begitu cepat bergerak. Dia benar membuktikan bahwa dia mencintaiku. "Kalau sudah serius, suruh dia ngelamar kamu, Em. Mama nggak suka anak gadis Mama pacaran lama-lama.""Dih, aku nggak pacaran, Ma.""Nggak pacaran gimana kalau dia be
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 30"KAMU!""Eh, kenapa? Jangan teriak-teriak, Mbak. Mana tahu ada kamera tersembunyi disini. Tau-tau viral lagi."Laura mendekat, kami nyaris saja bersentuhan. Yang kupikirkan dalam hati adalah, buset, mukanya licin banget. Kasihan nyamuk, pasti kepleset kalau nempel di sana."Kamu kau melawan saya ya?"Aku tertawa kecil."Nggak lah, Mbak. Ngapain? Saya nggak suka berantem, Mbak. Capek. Udah ya, Mbak. Saya mau nemuin calon suami dulu."Tanpa menunggu jawabannya, aku melenggang masuk ke dalam. Aku tidak akan membiarkan dia merusak mood-ku. Kubiarkan Laura memperhatikan punggungku hingga masuk ke dalam dengan tatapan kesal. Ugghh, awas dia. Mungkin benar kata Mama, kami harus cepat-cepat menikah. Ups."Emiii!" Mbak Astri langsung heboh. Suaranya membuat para karyawan lain ikut turun. Termasuk para OB dari pantry. Tak ketingala Riana dan Raya."Wow, bos bakery!"Dan mereka langsung berpesta, berceloteh tiada henti sambil makan roti dan kue yang kubawa. Mas Tono
"Emily, Dek! Kamu dimana?"Suara Bang Arga pagi-pagi sudah membuatku terkejut. Aku berlari dari halaman depan setelah melemparkan begitu saja selang air usai menyiram tanaman bunga Mama. Hari minggu, adalah jadwalku membantu Mama berkebun."Ada apa, Bang?"Bang Arga menyodorkan ponselnya dengan wajah tegang. Aku meraih ponsel itu dan melihat apa yang ditunjukkan oleh Bang Arga.Di sebuah akun gosip, ada video yang menampakkan sosok Laura yang tampak mabuk berat, berada dalam pelukan seorang lelaki yang tak terlihat wajahnya. Dan hebatnya, adegan itu ditampilkan dalam sebuah layar besar yang diputar di sebuah acara, sepertinya acara ulang tahun. Laura yang asli, memandang rekaman video itu dengan wajah pucat pasi."Goyang dong, Mas. Plis jangan kayak calon laki gue, dingin kayak es kutub." Dia tertawa keras keras. Lalu tangan si lelaki mempererat pelukan di tubuhnya. Laura yang dalam posisi telentang dengan pakaian minum, sibuk menarik narik sendiri bajunya supaya terbuka. Dapat kulih
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 31Kehebohan terjadi. Aku sebagai korban, akhirnya melaporkan ulang kejadian pelecehan yang kualami di kantor, dengan pengacara kondang yang tentu saja disediakan oleh Mas Arfan sebagai si pemilik kantor. Laura dijemput paksa dan Winda dibebaskan. Skandal itu menyebar dengan cepat, bagaimana orang tua Laura dan Winda, mengorbankan anak bungsunya demi anak sulungnya. Si lelaki pemerkosa ternyata tak pernah bertemu Laura. Dia menjalankan perintah melalui telepon, dan Laura, dengan kejamnya menyebut dirinya sebagai Winda."Apakah orang tua Winda tidak ada yang kesini?"Mama menatapku. Aku menggeleng, kami kemudian memandang Bang Arga yang duduk di depan ranjang Winda yang tertidur setelah dengan terpaksa disuntik obat tidur. Sepanjang perjalanan dari RSJ ke rumah sakit swasta terbaik ini, Winda histeris. Dia menjerit ketakutan, berusaha bersembunyi dimana saja. Bahkan di dalam mobil, dia tak mau duduk di jok. Dia meringkuk di lantai mobil, berusaha mengecilkan tu
Kami kini duduk di dalam mobil, setelah menempuh dua jam perjalanan ke tempat ini. Sebuah tempat dimana sejauh mata memandang, ada lautan yang luas, dengan ombak kecil yang tak lelah menepi ke pantai. Pantai ini ramai, dengan rombongan keluarga yang asyik bermain air, perahu-perahu kecil yang lalu lalang, dan di kejauhan, ada banana boat melaju kencang."Apa benar, Mamamu itu, bukan Ibu kandungmu, Mas?"Akhirnya, satu pertanyaan yang sejak tadi menganggu pikiranku itu berhasil kuucapkan.Mas Arfan tersenyum. Dia menggenggam tanganku."Benar. Karena itulah kamu nggak perlu khawatir, Em. Yang kubutuhkan adalah restu dari Papa.""Tapi, bukankah meski hanya Ibu tiri, dia telah merawatmu sejak kecil?"Kini dia tertawa, sembari melemparkan pandangannya pada lautan yang tampak biru."Bukan dia yang merawatku, tapi Bik Maryam. Yang dilakukan Mama selama ini hanya menikmati harta keluarga Papa. Itu tak masalah bagiku karena dia istri Papa dan Trisha benar-benar adik sedarahku meski tidak lahir
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 32(Winda dibawa keluarganya, Mas. Bang Arga memaksa datang ke rumahnya. Jadi kami sekarang dalam perjalanan kesana. Aku nggak bisa membiarkan Bang Arga sendirian.)Usai mengirimkan pesan singkat itu pada Mas Arfan, aku menyimpan ponsel kembali ke dalam tas. Di sampingku, Bang Arga menyetir mobil dengan kecepatan tinggi, sementara Mama ku suruh pulang lebih dulu. Mama memilih berangkat ke toko saja. Katanya supaya tidak terlalu kepikiran masalah Winda. Bagaimana bisa keluarga yang dulu membuangnya ke rumah sakit jiwa, dan selama lebih dari dua minggu tak juga mau peduli dengan keadaannya, tiba-tiba saja datang dan membawanya pulang? Bang Arga nyaris saja mengamuk di rumah sakit tadi, karena rumah sakit yang mengizinkan Winda dibawa pergi padahal selama ini mereka tahu bahwa kamilah yang merawatnya. Pihak rumah sakit tak bisa melarang karena mereka membawa kartu Identitas yang menunjukkan bahwa Winda adalah anggota keluarga mereka.(Sayang, bisa nggak kalian b
Setidaknya kali ini, dia mengakui Winda sebagai putrinya, meski ujung kalimatnya cukup menyakitkan.Bang Arga tak meladeni perkataan ibu Winda. Aku bahkan berusaha perpura-pura tak mendengar saja."Tolong, Tante. Biarkan saya bertemu Winda."Bang Arga nyaris memohon. "Apa kau mencintai putriku?"Bang Arga mengangguk tanpa ragu."Saya akan menikahinya. Tolong izinkan."Sesaat, kulihat selarik senyum dari bibir itu. Sebuah senyum kemenangan. Aku masih diam, menanti apa yang akan dikatakan Ibunya Winda."Kau lelaki gentleman. Kau mau menikahi putriku yang sakit jiwa itu? Sungguhan?"Bang Arga mengangguk."Tapi izinkan saya bertemu Winda dulu."Wanita itu melambaikan ujung telunjuknya. "Tidak bisa. Saat ini Winda sedang terapi oleh psikolog handal. Kemungkinan dia sembuh sangat besar.""Benarkah?" Tanya Bang Arga dengan antusias. "Oh, ternyata Tante Ibu yang baik. Tadinya saya pikir Winda sudah dibuang oleh keluarganya."Sang Mama mengangguk-anggukkan kepala. Mengamati Bang Arga dengan