PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 32(Winda dibawa keluarganya, Mas. Bang Arga memaksa datang ke rumahnya. Jadi kami sekarang dalam perjalanan kesana. Aku nggak bisa membiarkan Bang Arga sendirian.)Usai mengirimkan pesan singkat itu pada Mas Arfan, aku menyimpan ponsel kembali ke dalam tas. Di sampingku, Bang Arga menyetir mobil dengan kecepatan tinggi, sementara Mama ku suruh pulang lebih dulu. Mama memilih berangkat ke toko saja. Katanya supaya tidak terlalu kepikiran masalah Winda. Bagaimana bisa keluarga yang dulu membuangnya ke rumah sakit jiwa, dan selama lebih dari dua minggu tak juga mau peduli dengan keadaannya, tiba-tiba saja datang dan membawanya pulang? Bang Arga nyaris saja mengamuk di rumah sakit tadi, karena rumah sakit yang mengizinkan Winda dibawa pergi padahal selama ini mereka tahu bahwa kamilah yang merawatnya. Pihak rumah sakit tak bisa melarang karena mereka membawa kartu Identitas yang menunjukkan bahwa Winda adalah anggota keluarga mereka.(Sayang, bisa nggak kalian b
Setidaknya kali ini, dia mengakui Winda sebagai putrinya, meski ujung kalimatnya cukup menyakitkan.Bang Arga tak meladeni perkataan ibu Winda. Aku bahkan berusaha perpura-pura tak mendengar saja."Tolong, Tante. Biarkan saya bertemu Winda."Bang Arga nyaris memohon. "Apa kau mencintai putriku?"Bang Arga mengangguk tanpa ragu."Saya akan menikahinya. Tolong izinkan."Sesaat, kulihat selarik senyum dari bibir itu. Sebuah senyum kemenangan. Aku masih diam, menanti apa yang akan dikatakan Ibunya Winda."Kau lelaki gentleman. Kau mau menikahi putriku yang sakit jiwa itu? Sungguhan?"Bang Arga mengangguk."Tapi izinkan saya bertemu Winda dulu."Wanita itu melambaikan ujung telunjuknya. "Tidak bisa. Saat ini Winda sedang terapi oleh psikolog handal. Kemungkinan dia sembuh sangat besar.""Benarkah?" Tanya Bang Arga dengan antusias. "Oh, ternyata Tante Ibu yang baik. Tadinya saya pikir Winda sudah dibuang oleh keluarganya."Sang Mama mengangguk-anggukkan kepala. Mengamati Bang Arga dengan
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 33Aku menerima uluran tangan Bang Arga dengan dada sesak oleh rasa haru. Ya Allah, aku telah salah mengira selama ini. Aku selalu beranggapan bahwa Bang Arga tak menyayangiku lagi semenjak dia mengenal Winda. Bahwa Winda adalah segalanya dan lebih penting dari aku dan Mama. Ternyata aku salah. Dia rela mengorbankan perasaannya, demi aku. Demi menjaga hatiku."Abang."Aku menahan tangannya yang baru saja memutar kontak mobil. Kami masih berada di depan rumah Winda, berteduh di bawah sebuah pohon yang daunnya rindang seperti payung.Bang Arga menoleh, tersenyum meski aku dapat menangkap dengan jelas kesedihan di matanya."Kenapa Abang nggak meminta padaku untuk mencabut gugatan pada Laura?"Bang Arga mengusap kepalaku."Tadinya Abang ingin meminta itu padamu, Dek. Jujur saja, tadi Abang bahkan ingin memohon bahkan memaksamu, demi Winda. Tapi ketika Abang menatapmu tadi. Melihat sinar matamu yang pasrah, Abang tahu bahwa Abang tidak boleh egois. Papa menitipkan
Laura mendapat hukuman sepuluh bulan penjara, sementara si pelaku tiga tahun penjara. Sebuah hukum yang timpang sebelah. Karena Laura adalah dalangnya, bukankah seharusnya hukuman untuknya lebih berat? Mas Arfan memintaku untuk naik banding, tapi aku menolak. Aku lelah dan tak ingin terus berurusan dengan hukum. Biarlah, aku yakin saksi sosial yang dia dapat akan lebih mengerikan daripada dikurung dalam jeruji besi sepuluh bulan lamanya."Pasti ada uang ratusan juta bermain di dalamnya." Celetuk Mama ketika kami duduk untuk sarapan pagi. Tak ada yang harus pergi tergesa-gesa seperti dulu lagi, lalu duduk di kantor, menunggu pagi merambat naik. Aku bisa datang sesuka hati ke toko toko Mama, mewakili Mama membuat keputusan. Ternyata bekerja tanpa perintah atasan itu sangat menyenangkan. Lalu aku teringat Mas Arfan. Hemm, tapi kalau atasannya seganteng dia sih, kayaknya nggak bakalan bete juga. Iya kan?"Dek, bagaimana denganmu?"Suara Bang Arga membuatku terkejut. Bayangan wajah itu sek
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 34PoV EMILY"Em, ini beneran kamu punya hubungan sama Pak Arfan? Serius?""Ish, masih nanya. Masa nggak liat gimana bos kalau sama Emi."Bukan aku yang menyahut, tapi Riana. Dengan sadis, dia menyodok bahu Raya dengan sikutnya. Membuat si pemilik bahu meringis kesakitan. Aku tertawa, entah sejak kapan mereka sedekat ini. Tapi aku senang melihatnya. Keinginanku dulu agar Bang Arga jadi pacarnya Riana saja, sepertinya harus ku pupus. Cinta tak bisa dipaksakan. Aku justru selalu teringat pada Winda, yang sampai kini, nyaris sebulan lamanya tak juga ada kabar. Mas Arfan masih berusaha dan menyuruhku bersabar. Kami harus berhati-hati kalau tak ingin dikenakan pasal penculikan."Yaahh, benar-benar musnah harapan gue."Raya menyandarkan kepalanya di sandaran kursi dengan ekspresi sedih yang berlebihan. Riana melotot."Kan ada gue."Raya melirik dengan sadis. "Males lah. Ntar lo bucin sama gue, kelar idup gue."Aku tertawa sementara Riana mencubit Raya tak terima. Se
Mobil berhenti di depan sebuah rumah mungil bercat putih bersih. Halamannya kecil, hanya muat satu mobil saja. Tapi meski begitu, beragam pot bunga tertata dengan apik di teras, sehingga teras kecil ini terlihat segar dan enak di pandang mata."Ini rumah siapa, Mas?"Mas Arfan tidak menyahut. Dia menarik tanganku masuk ke dalam rumah yang tak terkunci. Ruang tamunya kecil, dengan satu set sofa minimalis yang berwarna putih bersih. Aku tertegun sejenak mendapati rumah sepi sekali. Kakiku kaku, tak mau diajak bergerak. Aku menatap punggung Mas Arfan yang menarik tanganku, tapi tertahan karena aku tak mau bergerak."Kenapa?"Aku menarik tanganku dengan sekali sengak."Mau apa Mas ngajak aku kesini? Aku… aku memang mencintai Mas. Tapi aku bukan cewek murahan."Matanya melebar sesaat. Lalu tak lama, tawanya berderai. "Ya Tuhan, jadi kamu pikir…?"Aku menatapnya, lalu memandang pintu depan yang tertutup, dengan hati tak menentu. Aku rasa, kalau dia macam-macam, aku bisa lari dan kabur dari
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 35"Emily, mau kemana?"Aku terdiam sejenak. Suara Bang Arga menghentikan langkahku. Jam tujuh malam, dan aku berjanji akan datang kesana lagi. Berjanji pada diriku sendiri. Sekali lagi sebelum dia pergi."Aku ada janji sama Riana, Bang. Sudah pamit Mama tadi."Ya Allah, maafkan Emi karena bohong. Tapi aku tak bisa memberikan alasan sebenarnya pada Bang Arga kali ini.Bang Arga menghembuskan nafas. "Mau pergi sama Riana aja kok tegang gitu. Sini Abang anter.""Eehh, nggak usah, Bang. Ini… emm.. Urusan cewek. Riana minta dianterin beli underwear." Mata Bang Arga membola, lalu sejenak kemudian dia tertawa."Ya udah deh. Naik mobil saja ya, takut hujan.""Siap, Bang.""Salam buat Riana."Sesaat, aku terpaku. Aku memandang wajah Bang Arga dalam-dalam. Bang Arga menghela nafas, lalu menarikku duduk di teras. Kami memandang langit yang kelabu. Bintang-bintang yang di hari cerah bertaburan menghiasi langit, hari ini bersembunyi entah dimana. Sementara itu, bulan h
Aku menatap mobil Hi-ace putih yang membawa Winda bersama Adit dan Mbak Nurul, meluncur membelah jalanan. Malam ini juga, mereka berdua pergi mengantarkan Winda ke suatu tempat yang akan menjadi wasilah kesembuhannya. Ya. Aku sangat yakin Winda akan sembuh. Dia tidak gila, dia hanya depresi karena tekanan dan obat yang sengaja dijejalkan oleh orang tuanya. Dan aku yakin, dengan izin Allah, dia akan sembuh. Dan disana, Winda akan lahir kembali sebagai Winda yang baru.Mas Arfan menggandeng tanganku, menuju mobil setelah mengunci pintu rumah yang kini kosong. Besok, pengurus rumah akan datang untuk membersihkan rumah dan merawat ikan mas koi di belakang."Aku pulang sendiri aja Mas. Nggak usah dianter."Mas Arfan menggeleng tegas. Dia membuka pintu penumpang mobilku, mobil pesangon darinya, dan menyuruhku naik. Dia lalu berjalan memutar dan naik ke kursi sopir."Nanti pulangnya gimana?""Gampang. Nggak usah mikirin aku, Emi. Yang penting aku melihat kamu pulang dan masuk ke rumah dalam
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA (ENDING)musim ke-2. SISA RASA TERTINGGALBab 15PoV WINDAEnam bulan kemudian"Kak, kenapa sih Mama nggak sayang sama aku? Seperti Mama sayang sama Kakak?""Kata siapa? Mama sayang kok sama kamu.""Tapi Mama dikit-dikit marah. Kalau sama Kakak nggak."Kak Laura tersenyum, mengusap rambutku dengan lembut."Mama cuma lagi nggak enak badan. Kamu tenang aja ya, kan ada Kakak." Ujar Kak Laura sambil tersenyum manis. Dia mengulurkan perahu dari kertas yang baru saja dibuatnya.Aku ikut tersenyum, meraih perahu kertas itu dan berlari ke dalam kolam ikan di belakang rumah. Berdua kami melarungkan perahu itu disana, membuat ombak kecil dengan kedua tangan hingga perahu itu sesekali terombang-ambing. Ah, masa kecil yang indah. Kenapa orang harus menjadi dewasa jika masa kecil sudah membuat bahagia? Padahal dengan menjadi dewasa, ada banyak masalah yang mulai menghampiri."Sayang…"Aku menoleh, segala kenangan tentang masa kecil itu segera lenyap dari benakku. Mas Adit
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2. Sisa Rasa TertinggalBab 14PoV ADITYAKeadaan rumah baik baik saja kecuali satu hal, kunci pintu depan yang dibuka paksa menggunakan sebuah alat. Itu artinya, Winda pergi kesana tidak dengan sukarela. Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa Winda bisa ada disana bersama si pembunuh? Dan suara Siapakah yang menjerit demikian pilu? Suara itu, seperti seseorang yang tengah merasakan sakit yang luar biasa.Aku memandang wajah istriku dengan gundah, sekaligus kesal karena aku tak tahu apa-apa, persis orang buta. Wajah itu masih pucat pasi saat kuletakkan di atas pembaringan. Tapi setidaknya dia tak menolak semua sentuhanku padanya. Sepanjang subuh hingga pagi itu, Winda tak juga mau melepaskan diri dari pelukanku. Belum pernah aku merasa se bingung ini. Aku tak tahu apa yang telah menimpanya, dan juga apa yang terjadi. Dan suara tembakan itu? Aku menghela nafas dalam-dalam. Aku percaya Mas Arfan akan melakukan yang terbaik, seperti dia selalu mempercayaiku
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2.SISA RASA TERTINGGAL.Bab 13Lika masih menjerit histeris, aku bisa memperkirakan bertapa kuat tenaga lelaki itu, apalagi dengan sepatu model boot yang keras dan berat menekan paha Lika. Jantungku berdebar sangat kencang. Aku tak sanggup, seandainya harus melihat seseorang disiksa si depan mataku. Lika memang bersalah, tapi bukan seperti ini hukuman yang kuinginkan untuknya. Dan lagi, adakah manusia yang punya hak melakukannya."Ya Allah… jangan! Tolong jangan! Lepaskan dia!"Mendengar suaraku, Lika berhenti menjerit. Dia memandangku sambil berurai air mata sementara si malaikat maut sama sekali tak menoleh. Dengan sebelah tangannya, dia mengulurkan pisau kecil membuka ikatan di kakiku, memutar kursiku dan kembali membuka ikatan di tanganku. Semua itu dia lakukan tanpa melepaskan kakinya dari paha Lika."Pergi Winda. Dan jangan sekali kali lapor polisi. Biarkan aku jadi hakim untuk mereka dan biarkan aku sendiri yang menanggung dosanya."Aku berdiri
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2. Sisa Rasa tertinggalBab 12Dadaku langsung berdebar hebat membaca pesan itu. Aku refleks berdiri, memandang berkeliling. Aku sangat yakin lelaki itu tadinya ada disini. Sang malaikat maut yang telah menyiksa Kak Laura. Kak Laura sekarang tenang karena dia memutuskan pergi. Barulah kusadari arti kalimat Kak Laura selama ini : Dia ada disini! Ya. Setiap kali aku menjenguknya, ada kalanya Kak Laura tiba-tiba seperti melihat sesuatu dan dia ketakutan. Jadi, apakah selama lebih setahun ini, sebenarnya orang itu ada disini?"Ada apa?"Mas Adit memegang lenganku, menyuruhku berhenti. Dia merasakan gerakanku yang gelisah sedari tadi. Aku memberikan ponsel itu padanya. Dia mengamatinya sejenak, mengeluarkan ponselnya sendiri dan entah melakukan apa, mungkin melacak atau mencari tahu identitas si pengirim, entahlah. Ponsel pintarnya sepertinya bisa melakukan apa saja.Mas Adit melangkah sambil merangkul bahuku."Itu artinya, Kak Laura aman disini. Meski un
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2 SISA RASA TERTINGGALBab 11Sepasang matanya yang dihiasi bulu mata tebal, juga pewarna dengan aksen smoke, memandangku tajam. Kami bertatapan sekian menit lamanya sementara si lelaki ikut mengamatiku. Entah apa yang kulakukan, nekat atau ceroboh, terserah. Aku telah membantunya malam itu, jadi pantaskah dia membalasnya dengan cara menggoda suamiku?"Suamimu tidak pernah menyimpan rahasia dariku. Dan aku jamin, dia tak akan pernah menyakiti hatiku. Jadi berhentilah berbuat bodoh. Silahkan mencari lelaki lain yang mau kau rayu. Tapi bukan suamiku."Lika diam saja mendengar aku memakinya. Aku berbalik dan berjalan dengan cepat menuju taksi online yang masih menunggu. Tiba di rumah, dengan nafas terengah-engah, aku merebahkan diri, teringat pada janin dalam perutku. Aku memejamkan mata. Apakah yang kulakukan tadi salah?Masih kuingat wajahnya yang tanpa ekspresi tadi. Entahlah, aku bukan Emily yang pandai membaca raut wajah orang lain. Aku hanya tahu b
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA musim ke-2. SISA RASA TERTINGGALBab 10Aku belum pernah merasa marah dan cemburu sehebat ini. Bahkan dengan Bang Arga dulu, aku tak pernah merasa. Hubunganku dengannya terlalu mulus, tanpa sedikitpun gelombang. Bang Arga yang sangat mencintaiku, sama sekali tak pernah membuatku cemburu. Akibatnya, akulah yang sering membuat ulah hanya karena ingin menepis rasa bosan. Salah satunya, dekat dengan Mas Adit yang dulu jelas jelas hanya menggoda.Aku mengusap wajah. Kemarin, aku bahkan masih meragukan cintaku padanya. Tapi hari ini, membaca chat WA dari nomor tak dikenal, yang bahkan sama sekali belum dibaca oleh Mas Adit membuat dadaku berdebar hebat. Aku terbakar oleh amarah dan api cemburu.Tring!Pesan itu masuk lagi. Kali ini sebuah foto. Foto yang sangat vulgar. Dan aku semakin meradang mengetahui siapa yang mengirimkan foto itu.Lika!Dia berpose sensual, memakai baju dengan dua tali di pundak, tipis berenda-renda sehingga aku tahu dia tak memakai apa apa l
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAmusim ke-2 SISA RASA TERTINGGALBab 9Mas Adit, jika malam ini terjadi sesuatu padaku, aku minta maaf. Entah bagaimana caranya, aku ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu. Dan sama sekali tak lagi ada keraguan tentang itu.Krieett…Pintu terbuka, sesosok tubuh melangkah masuk, aku memejamkan sambil menjerit dan mengayunkan sapu lidi di tanganku."Aaaaaaaa…!"Bag bug bag bug…"Winda! Berhenti sayang. Ini aku!"Tanganku gemetar, rasanya telingaku kebas, tak mampu mengenali suara yang samar-samar kukenali itu. Kenapa dia memanggilku? Kenapa dia tahu namaku? Dan kenapa dia bahkan tak menghindari semua pukulanku?Tangan itu lalu sigap menangkap sapu lidi yang sudah beberapa kali menghantam tubuhnya, lalu melemparnya ke sembarang arah. Dengan paksa, dia memelukku, menarikku ke arah saklar lampu dan menghidupkan lampu. Seketika terang benderang, dan aku terpana memandang wajah yang telah membuatku menangis semalaman."Mas Adit?""Winda? Kamu kenapa Sayang? Ya Allah… ma
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2 Sisa Rasa TertinggalBab 8PoV WINDA"Mas Arfan, Mas Aditya sebenarnya kemana? Sejak sore tadi WA ku ceklis satu."Mas Arfan tersenyum dengan wajah tenang. Kami baru saja selesai makan malam di rumah Emily. Makan malam yang nyaris tak dapat kutelan karena gelisah mengingat suamiku tak ada disini. Terlebih, aku harus satu meja dengan Bang Arga dan Riana. Meski Mama dan juga Emily ada didekatku, aku masih juga tak bisa membuang rasa canggung itu. Aku masih sering teringat bagaimana dulu Bang Arga begitu menyayangiku. Belum lagi mata Riana yang terus memperhatikan walau sembunyi-sembunyi. Tapi setidaknya aku sedikit lega, Riana tak seketus itu lagi. Entah apa yang Emily katakan padanya."Aditya melakukan sebuah pekerjaan rahasia Winda. Maaf, aku tak bisa memberi tahukan-nya padamu."Aku terdiam. Tugas rahasia. Aku tahu bahwa Mas Adit adalah orang kepercayaan Mas Arfan. Mereka telah bersama bahkan jauh sebelum aku dan Emily mengenalnya. Dan tentu saja a
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2 SISA RASA TERTINGGALBAB 7PoV EMILYKami duduk di bangku taman belakang rumah sakit. Dimana beberapa buah bangku kayu dipasang permanen di atas semen-semen yang di cat warna warni. Pohon-pohon akasia yang rindang dan meneduhkan taman belakang ini adalah salah satu tempat favorit para perawat untuk mengawasi pasien. Pada jam-jam tertentu, mereka akan dibawa ke sini, berinteraksi dengan sesama pasien, meski lebih sering berakhir dengan kekacauan. Aku bergidik membayangkannya. Ah, betapa menyedihkannya hidup ketika sebagian kewarasan telah terenggut darimu."Kamu kesini sendirian?"Winda mengusap matanya yang basah, lalu mengangguk. Setelah banyak peristiwa menyedihkan terjadi dalam hidupnya, Winda yang dulu periang, perlahan berubah menjadi Winda yang pendiam dan dewasa. Jujur saja, aku merindukan dia yang dulu, yang sering membuatku jengkel, tapi juga kadang membuatku tertawa. Hidup memang serumit itu."Aku nggak bisa tidur dengan tenang, Em. Kamu p