Brakk!Aku berlari hendak melihat apa yang terjadi. Rupanya Bang Arga menutup pintu kamar tepat ketika Winda berlari hendak mendekatinya, sehingga yang dia temui adalah pintu kamar yang tertutup. Hampir saja dia terbentur. Rasain."Ugh, awas kamu Bang. Aku pelet baru tahu rasa kamu." Umpatnya. Dia lalu melangkah ke dapur hendak mencari Mama sambil berteriak. "Mama! Mama!""Ohh, kamu ya." Tanpa banyak bicara, aku menarik lengan Winda dan menyeretnya keluar. Meski tubuh kami sama besar, si anak manja yang tak pernah mengeluarkan tenaga itu tentu beda denganku yang gesit, setiap hari turun tangga di kantor, ngebut dengan motor dan kadang membantu Mama mencangkul tanah di belakang untuk memperbarui tanaman cabe dan tomat."Sana, bawa sendiri motormu. Kalau nggak kamu bawa juga, fix bakalan ku jual itu motor. Lagian yang beli juga Abangku.""Aku takut jatuh lagi Em. Anter yok."Aku memutar bola mata, lalu kembali menariknya keluar pagar. Heran, katanya anak orang kaya tapi kok celamitan da
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 20"Emi, kamu kenapa? Kusut banget mukanya. Bukannya semalam habis ketemu camer."Riana meletakkan segelas teh di mejaku saat break jam sepuluh pagi. Dia lalu mengeluarkan sebuah kotak berisi aneka kue yang selalu dibawanya ke kantor. Aku menatap semua itu tanpa minat. Gelisah membuat perutku sama sekali tak merasakan lapar."Camer apaan. Nana, aku perlu curhat. Tapi, aku gelisah banget. Pak Arfan kok nggak datang ya hari ini?""Oh, emangnya kamu nggak tahu?"Aku mengerutkan kening. "Tahu apa?""Si Bos kan semalam terbang ke Aussie. Ada keperluan keluarga katanya.""Memang ada pesawat terbang tengah malam?""Astaga Emi. Orang kaya kayak dia kurasa pakai jet pribadi kalau bepergian ke luar negeri."Aku mendesaah. "Oh ya. Kau benar juga Na. Tapi kenapa nggak bilang aku ya?"Riana menatap lekat. Dia sudah menyeret kursinya dan kini kami duduk berhadapan."Jadi, jika kau merasa si bos harus bilang semua kegiatannya padamu, apa itu artinya hubungan kalian berlanjut
Aku tidur sambil memeluk ponsel, lelah menunggu dia menelepon. Benar kata Dilan, rindu itu berat. Dan baru sebentar dia pergi, rasa itu telah mampu membuatku kehilangan selera makan.Jam sebelas malam, ponselku bergetar. Dan ketika kudapati namanya di layar ponsel, hal pertama yang kulakukan adalah aku demam panggung. Gemetar ketika ujung jariku mengusap layarnya ke atas. Lalu suaranya menelusup di telinga, seperti sebuah lagu yang telah sangat lama ingin kudengar."Emily?""Kenapa Bapak pergi tanpa kabar?" Aku tak bisa menahan diri untuk tak bertanya. "Bapak bahkan belum menjelaskan padaku apa maksud kata-kata Bapak yang terakhir. Apa, apa memang semua lelaki seperti itu? Suka sekali membuat perempuan menunggu?"Aku menghembuskan nafas lega. Semua yang ingin ku katakan, yang seharian ini, bahkan sejak kemarin malam terus menganggu, akhirnya bisa kulepaskan. Di seberang sana, Pak Arfan terdiam cukup lama. Mungkin dia terkejut mendengar kata-kataku. Atau mungkin, apa yang ku tanyakan
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 21Aku melanjutkan pekerjaan, masih dengan dada sesak yang berusaha coba kutahan. Kusesali diri mati-matian, kenapa harus terjebak cinta dengan seseorang yang tak mungkin kugapai. Kini, satu hal yang harus kulakukan hanyalah melindungi diriku sendiri. Menjaga hatiku sendiri dari kehancuran. Aku tak mau berakhir menjadi manusia tidak waras. Seperti Winda.Ceklek.Kedua kakak beradik itu lalu keluar lagi sambil tertawa-tawa. Laura mengunci kembali pintunya dan memutar-mutar anak kunci dengan ujung telunjuk. Dia sengaja berjalan dengan langkah pelan. Di sebelah mejaku, Laura dan Winda berhenti."Winda, coba beri tahu apa kewajiban seorang karyawan."Winda meletakkan tangannya di atas mejaku, dan kami bertatapan."Kerja yang bener. Jangan sok mau coba-coba rayu bos. Atau, kau akan dipecat. Udahnya, nangesss…" Dia lalu tertawa.Aku berdiri dan tersenyum padanya."Bagaimana kalau boss yang merayu karyawan, menyatakan cinta dan melamarnya? Sebaiknya kalau lelaki mema
Ya benar lah. Emily kan jodohnya gue."Tiba-tiba saja, Raya muncul entah dari mana, langsung nyeletuk dan duduk di samping Riana. Dia tersenyum lebar padaku. Aku melotot. "Sok tahu. Gue udah dilamar bos.""Selama janur kuning belum melengkung. You free girls."Plak… aku menepuk bahunya dengan ponsel. Raya meringis."Sembarangan."***Satu hari lagi berlalu, satu hari yang terasa sangat lama. Aku tak bersemangat berangkat ke kantor. Menatap lapangan parkir yang terasa berbeda tanpa ada mobilnya. Memandang pintu ruangannya yang terus tertutup. Jika ada berkas yang seharusnya dia tanda tangani, Riana mengirimkannya lewat email. Dan di kantor, aku memandangi tanda tangan Pak Arfan dengan norak.Dia tak lagi menelepon. Sepertinya pekerjaannya disana sangat penting sehingga dia sibuk sekali. Sekedar menyapaku saja tidak. Sementara aku, tak lagi berminat bertanya. Jelas sudah, bahwa dia memang tak punya hati padaku. Cukup bahwa aku pernah dekat, pernah menjadi calon istri bohongannya. Soal
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 22Pyar!Lampu menyala, terang benderang. Sejenak mataku terfokus padanya, pada dia yang beberapa hari ini menghilang dan nyaris membuatku kehilangan arah. Padanya yang membuatku lupa caranya tersenyum.Pak Arfan memandangku, perlahan melangkah mendekat. Jika kemarin dia datang, mungkin aku akan menghambur ke dalam pelukannya, atau sekedar menatapnya demi menuntaskan rindu. Tapi kini, semua lelaki tampak sama. Sama mengerikannya."Berhenti disitu! Berhenti! Jangan dekati aku!"Hening. Lelaki itu menghentikan langkah dengan raut wajah gelisah yang selama ini tak pernah kulihat. Sementara itu, di salah satu sisi ruangan yang kini tampak kacau balau, Aditya berdiri sambil menginjakkan kakinya pada sosok seorang lelaki. Lelaki itu sepertinya pingsan. Darah berceceran di lantai, membuatku pusing dan mual. Aku mundur, bersandar di tembok dekat pintu keluar, mendekap erat jaket tebal yang menutupi dadaku yang terbuka. Jaket itu milik Pak Arfan, aku hafal aroma parfum
Gadis cantik! Akhirnya kau sendirian juga. Hahaha…""Pergi kau! Pergi!"Lelaki di hadapanku seakan tak peduli pada ekspresi takutku. Dia juga tak merasa iba melihatku menangis. Langkah kakinya pelan, seperti singa yang tengah mendekati mangsa. Sementara aku, dengan kakiku yang terkilir akibat terjatuh tadi, tak mampu berbuat apa-apa. Kami berasa di pinggir sebuah hutan lebar. Tak seorangpun lalu lalang. Air mataku kian deras. Apa yang harus kulakukan untuk mempertahankan kehormatanku?"Mari kita bersenang-senang cantik. Sekarang kau menolak, setelah ini kau akan ketagihan dan mengejarku kemana saja minta dilayani. Hahaha…"Langkahnya semakin dekat. Tangannya yang hitam legam terulur ke dadaku. Aku menjerit setinggi langit."Pergi! Pergiiiii! Jangan dekati aku!"…"Emi?! Emi?!!""Emi… Ya Allah, Nak. Emi nggak apa-apa sayang?"Suara lembut Mama menelusup, membuat wajah menyeramkan dan pemandangan pinggir hutan hilang seketika. Aku telah berada di kamarku, dengan selimut tebal membungkus
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 23PoV ARFANAku mundur beberapa langkah, kelu di lidah dan sesak di dada. Seperti inikah rasanya sesal? Ternyata lebih menyakitkan dari pada dikhianati. Suara tangis itu belum pernah kudengar. Emily, bagaimanapun sedihnya dia, selalu berusaha tertawa. Dia gadis periang, dia matahariku, dia semangat hidupku. Dan jika dia redup seperti itu, bagaimana aku?Perlahan, aku membalikkan tubuh dan kembali ke mobil. Tunggu aku sayang, aku akan membuat orang yang menyakitimu mendapat balasan. Dan tunggu aku, tak peduli kau menolakku seribu kali, aku akan terus mencoba menyembuhkan luka hatimu itu.***Aku menatap layar komputer dengan geram, melihat bagaimana Laura dan Winda datang ke kantor dan mengacak-acak ruanganku. Bagaimana dia menyakiti gadis yang kusayangi. Aku melihat Emily tersenyum, meski aku tahu dia kesal, marah dan sedih.Di sampingku, Pak Ahmad yang baru saja siuman duduk dengan wajah pucat. "Tadi ada kurir antar kopi, Pak. Katanya dari Mbak Emily. Makan
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA (ENDING)musim ke-2. SISA RASA TERTINGGALBab 15PoV WINDAEnam bulan kemudian"Kak, kenapa sih Mama nggak sayang sama aku? Seperti Mama sayang sama Kakak?""Kata siapa? Mama sayang kok sama kamu.""Tapi Mama dikit-dikit marah. Kalau sama Kakak nggak."Kak Laura tersenyum, mengusap rambutku dengan lembut."Mama cuma lagi nggak enak badan. Kamu tenang aja ya, kan ada Kakak." Ujar Kak Laura sambil tersenyum manis. Dia mengulurkan perahu dari kertas yang baru saja dibuatnya.Aku ikut tersenyum, meraih perahu kertas itu dan berlari ke dalam kolam ikan di belakang rumah. Berdua kami melarungkan perahu itu disana, membuat ombak kecil dengan kedua tangan hingga perahu itu sesekali terombang-ambing. Ah, masa kecil yang indah. Kenapa orang harus menjadi dewasa jika masa kecil sudah membuat bahagia? Padahal dengan menjadi dewasa, ada banyak masalah yang mulai menghampiri."Sayang…"Aku menoleh, segala kenangan tentang masa kecil itu segera lenyap dari benakku. Mas Adit
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2. Sisa Rasa TertinggalBab 14PoV ADITYAKeadaan rumah baik baik saja kecuali satu hal, kunci pintu depan yang dibuka paksa menggunakan sebuah alat. Itu artinya, Winda pergi kesana tidak dengan sukarela. Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa Winda bisa ada disana bersama si pembunuh? Dan suara Siapakah yang menjerit demikian pilu? Suara itu, seperti seseorang yang tengah merasakan sakit yang luar biasa.Aku memandang wajah istriku dengan gundah, sekaligus kesal karena aku tak tahu apa-apa, persis orang buta. Wajah itu masih pucat pasi saat kuletakkan di atas pembaringan. Tapi setidaknya dia tak menolak semua sentuhanku padanya. Sepanjang subuh hingga pagi itu, Winda tak juga mau melepaskan diri dari pelukanku. Belum pernah aku merasa se bingung ini. Aku tak tahu apa yang telah menimpanya, dan juga apa yang terjadi. Dan suara tembakan itu? Aku menghela nafas dalam-dalam. Aku percaya Mas Arfan akan melakukan yang terbaik, seperti dia selalu mempercayaiku
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2.SISA RASA TERTINGGAL.Bab 13Lika masih menjerit histeris, aku bisa memperkirakan bertapa kuat tenaga lelaki itu, apalagi dengan sepatu model boot yang keras dan berat menekan paha Lika. Jantungku berdebar sangat kencang. Aku tak sanggup, seandainya harus melihat seseorang disiksa si depan mataku. Lika memang bersalah, tapi bukan seperti ini hukuman yang kuinginkan untuknya. Dan lagi, adakah manusia yang punya hak melakukannya."Ya Allah… jangan! Tolong jangan! Lepaskan dia!"Mendengar suaraku, Lika berhenti menjerit. Dia memandangku sambil berurai air mata sementara si malaikat maut sama sekali tak menoleh. Dengan sebelah tangannya, dia mengulurkan pisau kecil membuka ikatan di kakiku, memutar kursiku dan kembali membuka ikatan di tanganku. Semua itu dia lakukan tanpa melepaskan kakinya dari paha Lika."Pergi Winda. Dan jangan sekali kali lapor polisi. Biarkan aku jadi hakim untuk mereka dan biarkan aku sendiri yang menanggung dosanya."Aku berdiri
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2. Sisa Rasa tertinggalBab 12Dadaku langsung berdebar hebat membaca pesan itu. Aku refleks berdiri, memandang berkeliling. Aku sangat yakin lelaki itu tadinya ada disini. Sang malaikat maut yang telah menyiksa Kak Laura. Kak Laura sekarang tenang karena dia memutuskan pergi. Barulah kusadari arti kalimat Kak Laura selama ini : Dia ada disini! Ya. Setiap kali aku menjenguknya, ada kalanya Kak Laura tiba-tiba seperti melihat sesuatu dan dia ketakutan. Jadi, apakah selama lebih setahun ini, sebenarnya orang itu ada disini?"Ada apa?"Mas Adit memegang lenganku, menyuruhku berhenti. Dia merasakan gerakanku yang gelisah sedari tadi. Aku memberikan ponsel itu padanya. Dia mengamatinya sejenak, mengeluarkan ponselnya sendiri dan entah melakukan apa, mungkin melacak atau mencari tahu identitas si pengirim, entahlah. Ponsel pintarnya sepertinya bisa melakukan apa saja.Mas Adit melangkah sambil merangkul bahuku."Itu artinya, Kak Laura aman disini. Meski un
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2 SISA RASA TERTINGGALBab 11Sepasang matanya yang dihiasi bulu mata tebal, juga pewarna dengan aksen smoke, memandangku tajam. Kami bertatapan sekian menit lamanya sementara si lelaki ikut mengamatiku. Entah apa yang kulakukan, nekat atau ceroboh, terserah. Aku telah membantunya malam itu, jadi pantaskah dia membalasnya dengan cara menggoda suamiku?"Suamimu tidak pernah menyimpan rahasia dariku. Dan aku jamin, dia tak akan pernah menyakiti hatiku. Jadi berhentilah berbuat bodoh. Silahkan mencari lelaki lain yang mau kau rayu. Tapi bukan suamiku."Lika diam saja mendengar aku memakinya. Aku berbalik dan berjalan dengan cepat menuju taksi online yang masih menunggu. Tiba di rumah, dengan nafas terengah-engah, aku merebahkan diri, teringat pada janin dalam perutku. Aku memejamkan mata. Apakah yang kulakukan tadi salah?Masih kuingat wajahnya yang tanpa ekspresi tadi. Entahlah, aku bukan Emily yang pandai membaca raut wajah orang lain. Aku hanya tahu b
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA musim ke-2. SISA RASA TERTINGGALBab 10Aku belum pernah merasa marah dan cemburu sehebat ini. Bahkan dengan Bang Arga dulu, aku tak pernah merasa. Hubunganku dengannya terlalu mulus, tanpa sedikitpun gelombang. Bang Arga yang sangat mencintaiku, sama sekali tak pernah membuatku cemburu. Akibatnya, akulah yang sering membuat ulah hanya karena ingin menepis rasa bosan. Salah satunya, dekat dengan Mas Adit yang dulu jelas jelas hanya menggoda.Aku mengusap wajah. Kemarin, aku bahkan masih meragukan cintaku padanya. Tapi hari ini, membaca chat WA dari nomor tak dikenal, yang bahkan sama sekali belum dibaca oleh Mas Adit membuat dadaku berdebar hebat. Aku terbakar oleh amarah dan api cemburu.Tring!Pesan itu masuk lagi. Kali ini sebuah foto. Foto yang sangat vulgar. Dan aku semakin meradang mengetahui siapa yang mengirimkan foto itu.Lika!Dia berpose sensual, memakai baju dengan dua tali di pundak, tipis berenda-renda sehingga aku tahu dia tak memakai apa apa l
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAmusim ke-2 SISA RASA TERTINGGALBab 9Mas Adit, jika malam ini terjadi sesuatu padaku, aku minta maaf. Entah bagaimana caranya, aku ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu. Dan sama sekali tak lagi ada keraguan tentang itu.Krieett…Pintu terbuka, sesosok tubuh melangkah masuk, aku memejamkan sambil menjerit dan mengayunkan sapu lidi di tanganku."Aaaaaaaa…!"Bag bug bag bug…"Winda! Berhenti sayang. Ini aku!"Tanganku gemetar, rasanya telingaku kebas, tak mampu mengenali suara yang samar-samar kukenali itu. Kenapa dia memanggilku? Kenapa dia tahu namaku? Dan kenapa dia bahkan tak menghindari semua pukulanku?Tangan itu lalu sigap menangkap sapu lidi yang sudah beberapa kali menghantam tubuhnya, lalu melemparnya ke sembarang arah. Dengan paksa, dia memelukku, menarikku ke arah saklar lampu dan menghidupkan lampu. Seketika terang benderang, dan aku terpana memandang wajah yang telah membuatku menangis semalaman."Mas Adit?""Winda? Kamu kenapa Sayang? Ya Allah… ma
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2 Sisa Rasa TertinggalBab 8PoV WINDA"Mas Arfan, Mas Aditya sebenarnya kemana? Sejak sore tadi WA ku ceklis satu."Mas Arfan tersenyum dengan wajah tenang. Kami baru saja selesai makan malam di rumah Emily. Makan malam yang nyaris tak dapat kutelan karena gelisah mengingat suamiku tak ada disini. Terlebih, aku harus satu meja dengan Bang Arga dan Riana. Meski Mama dan juga Emily ada didekatku, aku masih juga tak bisa membuang rasa canggung itu. Aku masih sering teringat bagaimana dulu Bang Arga begitu menyayangiku. Belum lagi mata Riana yang terus memperhatikan walau sembunyi-sembunyi. Tapi setidaknya aku sedikit lega, Riana tak seketus itu lagi. Entah apa yang Emily katakan padanya."Aditya melakukan sebuah pekerjaan rahasia Winda. Maaf, aku tak bisa memberi tahukan-nya padamu."Aku terdiam. Tugas rahasia. Aku tahu bahwa Mas Adit adalah orang kepercayaan Mas Arfan. Mereka telah bersama bahkan jauh sebelum aku dan Emily mengenalnya. Dan tentu saja a
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2 SISA RASA TERTINGGALBAB 7PoV EMILYKami duduk di bangku taman belakang rumah sakit. Dimana beberapa buah bangku kayu dipasang permanen di atas semen-semen yang di cat warna warni. Pohon-pohon akasia yang rindang dan meneduhkan taman belakang ini adalah salah satu tempat favorit para perawat untuk mengawasi pasien. Pada jam-jam tertentu, mereka akan dibawa ke sini, berinteraksi dengan sesama pasien, meski lebih sering berakhir dengan kekacauan. Aku bergidik membayangkannya. Ah, betapa menyedihkannya hidup ketika sebagian kewarasan telah terenggut darimu."Kamu kesini sendirian?"Winda mengusap matanya yang basah, lalu mengangguk. Setelah banyak peristiwa menyedihkan terjadi dalam hidupnya, Winda yang dulu periang, perlahan berubah menjadi Winda yang pendiam dan dewasa. Jujur saja, aku merindukan dia yang dulu, yang sering membuatku jengkel, tapi juga kadang membuatku tertawa. Hidup memang serumit itu."Aku nggak bisa tidur dengan tenang, Em. Kamu p