PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 15Tanda tangan kontrak katanya. Ishh bilang aja naksir kenapa sih? Aku keluar dari ruangan Pak Arfan tanpa mampu menyembunyikan wajahku yang merona. Aku menunduk, berjalan dengan cepat ke mejaku. Tapi sial, karena otakku sibuk berpikir, aku tersandung kakiku sendiri. Aku nyaris saja terjatuh kalau saja seseorang tidak segera menangkap tanganku.Raya. Rupanya dia melompat dari kursinya dan berlari secepat kilat menahan tubuhku. Posisi kami persis seperti di sinetron ikan terbang. Begitu dekat, hingga aku dapat menatap wajahnya yang ternyata…"Dasar ceroboh. Sudah berapa kali kamu nyaris jatuh Em?"Riana menarik tanganku, memisahkan diriku dari si anak baru dan menyeret ku kembali ke mejaku sendiri. Gayanya sudah kayak emak-emak."Ingat, jangan sampai Pak Boss liat kamu dan aku gagal jadi asisten bos. Anak baru itu nggak ada apa-apa nya dibanding Pak Arfan. Dia cuma karyawan, Pak Arfan yang punya kantor. Ngerti?"Aku hanya meleletkan lidah. Ini dia jadi matre
Bab 15BHah? Apa aku tak salah dengar? Aku menatap lelaki di depanku ini lekat-lekat."Cemburu… kenapa, Pak? Kita kan cuma pacar pura-pura. Lagian…""Kita sudah sepakat Emily. Dan saya sudah memperingatkan kamu untuk tidak dekat dengan lelaki lain."Dia duduk di seberangku, terpisah oleh meja. Wajahnya di condongkan menatapku tanpa kedip."Raya hanya mau kenalan.""Tidak. Dia bukan sekedar mau kenalan. Dia ingin mendekatimu.""Bapak salah menduga.""Saya tidak pernah salah. Dan ingat saya ini lelaki."Aku terdiam."Dia baru sehari bekerja disini dan baru kenalan. Tapi dia sudah berani mendekatimu. Tipe lelaki playboy. Saya tidak mau karyawan saya menjalin hubungan sesama teman. Kinerja kalian akan menurun.""Bapak berpikir terlalu jauh. Saya nggak berminat menjalin hubungan dengan dia atau dengan siapapun.""Kalau dengan saya?"Dia tak henti menatapku, membuat jantungku terasa melompat-lompat. Dibandingkan Raya, tentu saja Pak Arfan jauh berbeda. Wibawanya mampu membuat siapa saja men
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 16Aku memandang mobil sedan Winda keluar dari halaman rumah, dengan Aditya di kursi sopir dan Winda yang nampak tak berdaya di kursi penumpang. Entah apa yang membuat Alien yang biasanya menyeramkan itu mlempem seperti kerupuk kehujanan. Masih ku ingat bagaimana Aditya mengedipkan sebelah mata seolah berkata : apa si boss bilang?Bos.Baru saja nama itu melintas di kepalaku, ponselku berbunyi. Jika biasanya Pak Arfan mengirim pesan WA, kali ini dia meneleponku langsung."Halo?""Jangan pernah berpikir untuk membatalkan kontrak. Ngerti kamu?!"Galak bener. Belum sempat aku menjawab, telepon langsung ditutup. Aku menghembuskan nafas, lalu berjalan menutup kembali pagar. "Jadi itu cowok di mall kemarin?" Mama tahu-tahu muncul.Aku mengangguk. "Kayaknya kita nggak perlu cerita sama Bang Arga deh Ma, kalau Winda tadi kesini.""Iya kamu benar. Mama senang banget akhirnya kita bisa bebas. Mama takut Abangmu keburu kena gangguan jiwa.""Tuh kan. Sekarang Mama setuju
Kantor sudah sepi. Lagi-lagi, aku tertahan disini. Bukan karena malas pulang, tapi karena Bang Arga belum juga menjemput. Padahal aku sudah memberi tahunya bahwa aku akan pulang setengah hari, sesudah makan siang. Aku turun dan menunggu di depan front office yang sudah di tinggal penguasanya. Iseng, aku membuka ponsel, mengintip apakah masih ada video yang tersebar di sosial media. Dan aku terkejut karena banyak sekali orang-orang membuat meme dan memparodikan tingkahku saat menghajar lelaki selingkuhan Winda dengan kantong berisi daster.Astaga. Aku meletakkan ponsel di atas meja dan menutup wajah. Mengingat wajah Aditya yang babak belur dihajar Bang Arga. Dia benar-benar profesional."Hemm… pacarku wonder woman ternyata."Aku terkejut, ponsel di atas meja sudah lenyap, berpindah ke tangan lelaki yang kini berdiri di depanku. Pak Arfan meletakkan lagi ponselku di atas meja. Jasnya sudah dibuka dan dia hanya memakai kemeja hitam pas badan yang membentuk tubuhnya yang atletis."Pacar p
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 17Winda menatapku sebentar, lalu tanpa kata-kata, dia masuk lebih dulu. Wajahnya tampak kesal, tak seperti biasanya yang selalu sumringah jika bertemu denganku. Kali ini, dia menata rambutnya yang hitam panjang menjadi sanggul kecil dengan sulur sulur rambut yang ikal di leher. Dia menatap gaun biru yang kupakai, yang nyaris saja berpindah ke tangannya. Lalu menatap Pak Arfan sejenak sebelum melenggang masuk. Sementara aku, tanpa sadar tanganku menggenggam erat tangan Pak Arfan."Jadi cewek yang mau dijodohin sama Bapak itu Winda?"Pak Arfan balas menggenggam tanganku. Dia juga sepertinya agak terkejut."Saya nggak tahu. Tapi kalau benar dia, akan lebih bagus karena Papa dan Mama tidak mentoleransi wanita yang punya skandal.""Apa orang tua Bapak juga main sosmed?""Kadang-kadang. Mereka bukan orang tua jompo. Bahkan mereka lebih up to date dari pada saya."Mati aku. Bagaimana kalau kedua orang tua Pak Arfan sempat melihat aksiku dengan kantong daster itu? Ak
Semua mata menatap padaku. Sang Papa dan Sang Mama yang meneliti penampilanku dengan teliti, Winda yang tanpa senyum, Ibunya yang memandang sinis, dan Ayah Winda yang diam tanpa ekspresi."Kau sebaiknya berkenalan dulu dengan wanita yang akan kami jodohkan denganmu, Arfan. Barulah kau boleh memilih."Suara lembut tapi tajam itu keluar dari mulut Sang Mama. Dia menatap anaknya dengan pandangan kecewa.p"Maaf, Ma. Aku tak bisa memandang seorang gadis seperti menaksir barang. Aku dan Emily saling mencintai dan aku sudah mengenal keluarganya dengan baik."Ah, lancar bener ngarangnya. Di hadapanku, Winda mencebik. Tapi setidaknya dia tak memotong pembicaraan. Belum.Di sebelahku, tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan."Wow! Aku setuju. Kak Emily cantik banget, imut, mirip artis Korea. Kenalin, aku Trisha, adik kesayangan Bang Arfan. Panggil saja aku Ica. Biar kedengeran imut."Gadis di sampingku langsung mengulurkan tangan dengan tatapan bersahabat. Sambil menyambut uluran tangannya, aku
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 18"Kenalkan. Laura Love, atau Laura Adistya Dewi, putri sulung kami. Calon istri Arfan."Hening. Aku bahkan mampu mendengar detak jantungku sendiri. Dan anehnya, semua mata memandangku, padahal nama Laura yang baru saja disebutkan. Ibunda Pak Arfan, menatapku dalam, seolah berkata : oh ayolah. Kami sudah punya calon istri yang sepadan untuk Arfan. Sebaiknya kau tahu diri dan pergi tanpa diusir. Sementara, pandangan Ibu Laura, lebih meremehkan lagi. Seolah-olah, tak apa aku kini duduk di samping Pak Arfan, yang penting, anaknya lah yang akan mendampingi di atas pelaminan.Tiba-tiba, Pak Arfan berdiri, masih menggenggam tanganku sehingga mau tak mau aku ikut berdiri. Dia menatap langsung sang Papa, yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di ruangan ini. "Papa. Aku hanya mengingatkan Papa atas ucapan Papa sendiri. Bahwa jika aku membawa calon istri yang kucintai, maka tak ada alasan Papa mencarikan jodoh untukku. Dan Papa selalu berkata bahwa hanya lelaki s
"Aaahhh, bebas…"Aku meregangkan tubuh ketika mobil yang membawaku mulai menjauhi rumah yang menyeramkan itu. Di sampingku, masih memegang stir, Pak Arfan menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa kecil."Kok ketawa, Pak?""Kamu lucu.""Hem…""Tapi, kamu sungguh mengagumkan tadi. Tenang dan dewasa.""Kayak bunglon ya, Pak? Jangan lupa, saya juga bisa barbar kayak di mall tempo hari."Tawanya berderai. Mobil menembus malam. Pak Arfan pamit lebih dulu hendak mengantarku pulang karena sudah pukul setengah sepuluh malam. Dia sudah berjanji pada Mama akan membawaku pulang sebelum jam sepuluh. Kubiarkan tatapan Laura dan Winda di punggungku saat Pak Arfan menggandengku keluar rumah."Terimakasih banyak Emily. Kamu sudah menyelamatkan saya hari ini."Aku tertegun sejenak, teringat bahwa setelah ini, kami mungkin tak akan lagi bisa sedekat ini. Semua genggaman tangannya, sikapnya yang manis dan mesra, ucapan cinta dan sebagainya, hanyalah kamuflase agar semua orang percaya bahwa kami sepasan
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA (ENDING)musim ke-2. SISA RASA TERTINGGALBab 15PoV WINDAEnam bulan kemudian"Kak, kenapa sih Mama nggak sayang sama aku? Seperti Mama sayang sama Kakak?""Kata siapa? Mama sayang kok sama kamu.""Tapi Mama dikit-dikit marah. Kalau sama Kakak nggak."Kak Laura tersenyum, mengusap rambutku dengan lembut."Mama cuma lagi nggak enak badan. Kamu tenang aja ya, kan ada Kakak." Ujar Kak Laura sambil tersenyum manis. Dia mengulurkan perahu dari kertas yang baru saja dibuatnya.Aku ikut tersenyum, meraih perahu kertas itu dan berlari ke dalam kolam ikan di belakang rumah. Berdua kami melarungkan perahu itu disana, membuat ombak kecil dengan kedua tangan hingga perahu itu sesekali terombang-ambing. Ah, masa kecil yang indah. Kenapa orang harus menjadi dewasa jika masa kecil sudah membuat bahagia? Padahal dengan menjadi dewasa, ada banyak masalah yang mulai menghampiri."Sayang…"Aku menoleh, segala kenangan tentang masa kecil itu segera lenyap dari benakku. Mas Adit
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2. Sisa Rasa TertinggalBab 14PoV ADITYAKeadaan rumah baik baik saja kecuali satu hal, kunci pintu depan yang dibuka paksa menggunakan sebuah alat. Itu artinya, Winda pergi kesana tidak dengan sukarela. Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa Winda bisa ada disana bersama si pembunuh? Dan suara Siapakah yang menjerit demikian pilu? Suara itu, seperti seseorang yang tengah merasakan sakit yang luar biasa.Aku memandang wajah istriku dengan gundah, sekaligus kesal karena aku tak tahu apa-apa, persis orang buta. Wajah itu masih pucat pasi saat kuletakkan di atas pembaringan. Tapi setidaknya dia tak menolak semua sentuhanku padanya. Sepanjang subuh hingga pagi itu, Winda tak juga mau melepaskan diri dari pelukanku. Belum pernah aku merasa se bingung ini. Aku tak tahu apa yang telah menimpanya, dan juga apa yang terjadi. Dan suara tembakan itu? Aku menghela nafas dalam-dalam. Aku percaya Mas Arfan akan melakukan yang terbaik, seperti dia selalu mempercayaiku
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2.SISA RASA TERTINGGAL.Bab 13Lika masih menjerit histeris, aku bisa memperkirakan bertapa kuat tenaga lelaki itu, apalagi dengan sepatu model boot yang keras dan berat menekan paha Lika. Jantungku berdebar sangat kencang. Aku tak sanggup, seandainya harus melihat seseorang disiksa si depan mataku. Lika memang bersalah, tapi bukan seperti ini hukuman yang kuinginkan untuknya. Dan lagi, adakah manusia yang punya hak melakukannya."Ya Allah… jangan! Tolong jangan! Lepaskan dia!"Mendengar suaraku, Lika berhenti menjerit. Dia memandangku sambil berurai air mata sementara si malaikat maut sama sekali tak menoleh. Dengan sebelah tangannya, dia mengulurkan pisau kecil membuka ikatan di kakiku, memutar kursiku dan kembali membuka ikatan di tanganku. Semua itu dia lakukan tanpa melepaskan kakinya dari paha Lika."Pergi Winda. Dan jangan sekali kali lapor polisi. Biarkan aku jadi hakim untuk mereka dan biarkan aku sendiri yang menanggung dosanya."Aku berdiri
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2. Sisa Rasa tertinggalBab 12Dadaku langsung berdebar hebat membaca pesan itu. Aku refleks berdiri, memandang berkeliling. Aku sangat yakin lelaki itu tadinya ada disini. Sang malaikat maut yang telah menyiksa Kak Laura. Kak Laura sekarang tenang karena dia memutuskan pergi. Barulah kusadari arti kalimat Kak Laura selama ini : Dia ada disini! Ya. Setiap kali aku menjenguknya, ada kalanya Kak Laura tiba-tiba seperti melihat sesuatu dan dia ketakutan. Jadi, apakah selama lebih setahun ini, sebenarnya orang itu ada disini?"Ada apa?"Mas Adit memegang lenganku, menyuruhku berhenti. Dia merasakan gerakanku yang gelisah sedari tadi. Aku memberikan ponsel itu padanya. Dia mengamatinya sejenak, mengeluarkan ponselnya sendiri dan entah melakukan apa, mungkin melacak atau mencari tahu identitas si pengirim, entahlah. Ponsel pintarnya sepertinya bisa melakukan apa saja.Mas Adit melangkah sambil merangkul bahuku."Itu artinya, Kak Laura aman disini. Meski un
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2 SISA RASA TERTINGGALBab 11Sepasang matanya yang dihiasi bulu mata tebal, juga pewarna dengan aksen smoke, memandangku tajam. Kami bertatapan sekian menit lamanya sementara si lelaki ikut mengamatiku. Entah apa yang kulakukan, nekat atau ceroboh, terserah. Aku telah membantunya malam itu, jadi pantaskah dia membalasnya dengan cara menggoda suamiku?"Suamimu tidak pernah menyimpan rahasia dariku. Dan aku jamin, dia tak akan pernah menyakiti hatiku. Jadi berhentilah berbuat bodoh. Silahkan mencari lelaki lain yang mau kau rayu. Tapi bukan suamiku."Lika diam saja mendengar aku memakinya. Aku berbalik dan berjalan dengan cepat menuju taksi online yang masih menunggu. Tiba di rumah, dengan nafas terengah-engah, aku merebahkan diri, teringat pada janin dalam perutku. Aku memejamkan mata. Apakah yang kulakukan tadi salah?Masih kuingat wajahnya yang tanpa ekspresi tadi. Entahlah, aku bukan Emily yang pandai membaca raut wajah orang lain. Aku hanya tahu b
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA musim ke-2. SISA RASA TERTINGGALBab 10Aku belum pernah merasa marah dan cemburu sehebat ini. Bahkan dengan Bang Arga dulu, aku tak pernah merasa. Hubunganku dengannya terlalu mulus, tanpa sedikitpun gelombang. Bang Arga yang sangat mencintaiku, sama sekali tak pernah membuatku cemburu. Akibatnya, akulah yang sering membuat ulah hanya karena ingin menepis rasa bosan. Salah satunya, dekat dengan Mas Adit yang dulu jelas jelas hanya menggoda.Aku mengusap wajah. Kemarin, aku bahkan masih meragukan cintaku padanya. Tapi hari ini, membaca chat WA dari nomor tak dikenal, yang bahkan sama sekali belum dibaca oleh Mas Adit membuat dadaku berdebar hebat. Aku terbakar oleh amarah dan api cemburu.Tring!Pesan itu masuk lagi. Kali ini sebuah foto. Foto yang sangat vulgar. Dan aku semakin meradang mengetahui siapa yang mengirimkan foto itu.Lika!Dia berpose sensual, memakai baju dengan dua tali di pundak, tipis berenda-renda sehingga aku tahu dia tak memakai apa apa l
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAmusim ke-2 SISA RASA TERTINGGALBab 9Mas Adit, jika malam ini terjadi sesuatu padaku, aku minta maaf. Entah bagaimana caranya, aku ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu. Dan sama sekali tak lagi ada keraguan tentang itu.Krieett…Pintu terbuka, sesosok tubuh melangkah masuk, aku memejamkan sambil menjerit dan mengayunkan sapu lidi di tanganku."Aaaaaaaa…!"Bag bug bag bug…"Winda! Berhenti sayang. Ini aku!"Tanganku gemetar, rasanya telingaku kebas, tak mampu mengenali suara yang samar-samar kukenali itu. Kenapa dia memanggilku? Kenapa dia tahu namaku? Dan kenapa dia bahkan tak menghindari semua pukulanku?Tangan itu lalu sigap menangkap sapu lidi yang sudah beberapa kali menghantam tubuhnya, lalu melemparnya ke sembarang arah. Dengan paksa, dia memelukku, menarikku ke arah saklar lampu dan menghidupkan lampu. Seketika terang benderang, dan aku terpana memandang wajah yang telah membuatku menangis semalaman."Mas Adit?""Winda? Kamu kenapa Sayang? Ya Allah… ma
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2 Sisa Rasa TertinggalBab 8PoV WINDA"Mas Arfan, Mas Aditya sebenarnya kemana? Sejak sore tadi WA ku ceklis satu."Mas Arfan tersenyum dengan wajah tenang. Kami baru saja selesai makan malam di rumah Emily. Makan malam yang nyaris tak dapat kutelan karena gelisah mengingat suamiku tak ada disini. Terlebih, aku harus satu meja dengan Bang Arga dan Riana. Meski Mama dan juga Emily ada didekatku, aku masih juga tak bisa membuang rasa canggung itu. Aku masih sering teringat bagaimana dulu Bang Arga begitu menyayangiku. Belum lagi mata Riana yang terus memperhatikan walau sembunyi-sembunyi. Tapi setidaknya aku sedikit lega, Riana tak seketus itu lagi. Entah apa yang Emily katakan padanya."Aditya melakukan sebuah pekerjaan rahasia Winda. Maaf, aku tak bisa memberi tahukan-nya padamu."Aku terdiam. Tugas rahasia. Aku tahu bahwa Mas Adit adalah orang kepercayaan Mas Arfan. Mereka telah bersama bahkan jauh sebelum aku dan Emily mengenalnya. Dan tentu saja a
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2 SISA RASA TERTINGGALBAB 7PoV EMILYKami duduk di bangku taman belakang rumah sakit. Dimana beberapa buah bangku kayu dipasang permanen di atas semen-semen yang di cat warna warni. Pohon-pohon akasia yang rindang dan meneduhkan taman belakang ini adalah salah satu tempat favorit para perawat untuk mengawasi pasien. Pada jam-jam tertentu, mereka akan dibawa ke sini, berinteraksi dengan sesama pasien, meski lebih sering berakhir dengan kekacauan. Aku bergidik membayangkannya. Ah, betapa menyedihkannya hidup ketika sebagian kewarasan telah terenggut darimu."Kamu kesini sendirian?"Winda mengusap matanya yang basah, lalu mengangguk. Setelah banyak peristiwa menyedihkan terjadi dalam hidupnya, Winda yang dulu periang, perlahan berubah menjadi Winda yang pendiam dan dewasa. Jujur saja, aku merindukan dia yang dulu, yang sering membuatku jengkel, tapi juga kadang membuatku tertawa. Hidup memang serumit itu."Aku nggak bisa tidur dengan tenang, Em. Kamu p