Aku benci dunia ini.
Lebih baik aku mati.
Gadis dengan syal ungu. Menyetir mobil dengan kecepatan tinggi. 40 meter lagi akan ada jurang. Gadis itu meneguhkan hatinya dan bersiap terjun bersama mobilnya. Lalu mati. Itulah yang ada di pikirannya.
"Dunia ini akan berakhir, dan aku tak akan pernah bersyukur pernah hidup di dunia ini."
Mungkin kata itu adalah kata terakhirnya. Mungkin.
Apa yang terjadi padaku...
Nyanyian merdu kelihatan menyelimuti. Nada nada itu terasa hangat. Seolah tau gadis itu sedang kedinginan. Setelah itu angka angka tampak bergulir, seperti waktu. Kenangan buruk yang gadis itu alami berputar layaknya cd yang rusak.
"Mama, kenapa kau menjodohkan anak tirimu itu dengan kekasihku." Gadis itu menangis berbalut sesak di dadanya.
"Mama rasa Yana lebih cocok karena dia sempurna. Sedangkan kamu, kamu cantik tapi kulitmu seperti orang yang tidak diurus. Mama hanya tidak mau gara gara kamu, keluarga kita mendapat malu. Apalagi dengan rumor kalau perusahaan mu mendapat kebangkrutan akhir akhir ini." Dengan santainya, Deva selaku mama gadis itu memperbaiki konde rambutnya.
"Mama kenapa gak pernah sayang sama aku" gadis itu langsung melekas pergi.
"karena kamu adalah anak yang lahir karena hubungan terpaksa" seperti serangan badai, hati gadis itu terasa remuk seketika.
Kini Clarissa menatap rekaman itu dengan dingin. Wajahnya tegas dan menyeramkan.
"Tolong beri aku kesempatan untuk hidup" Ucap gadis itu dengan senyum miringnya. Seperti ada tarikan dashyat. Gadis itu berteriak lalu terjatuh tanpa ia tahu kemana.
Sial!
Bukannya diberi kesempatan hidup untuk kembali menjalani hidupnya Clarissa malah bangun di tubuh orang lain."Dimana aku?" Gadis itu bangun dengan pemandangan asing di sekitarnya. Gadis itu mencoba bangun, namun pusing dikepalanya membuat ia tak bisa bangkit.
"Oh, ya ampun. Yang mulia jangan bangun dulu" Perintah seseorang dengan baju kurung hijau-nya serta pengikutnya yang berjumlah 10 orang.
"sebenarnya, siapa kalian?" gadis itu masih bingung. Orang disini terlihat kuno. Bahkan tempat yang ia tempati juga kuno walaupun berbalut emas dan permata.
"Maafkan hamba yang mulia. Mungkin anda mengalami hilang ingatan karena racun otak yang di berikan Tera, anak selir kedua mendiang Raja." Gadis itu masih bingung dan lekas bertanya lagi.
"Dan siapa namaku?"
"Nama anda Meira Dahya."
Meira Dahya?
"Setahuku, namaku Clarissa Bella. Aku dimana?" gumamnya.
"sudahlah jalani saja hidupmu" Seperti ada yang berbisik, namun Meira tak tahu siapa.
"Sekarang ceritakan tentang keadaan negeri ini" Clarissa alias Meira. Sekarang menegaskan bahwa dia harus menjalani hidupnya sebagai seorang Meira.
"Terjadi kekeringan dimana mana, rakyat banyak yang mati karena wabah penyakit. Gadis-gadis di tangkap dan dijual ke negeri seberang, dan anak lelaki dijadikan budak saudagar kaya. Kerajaan ini diambang kehancuran, Yang mulia." pelayan itu menunduk.
"Apa aku disini seorang ratu?" gadis itu memancarkan sinar hitam pada matanya. Sorot matanya tajam membuat pelayan pelayan diruangan itu ketakutan.
"Benar Yang Mulia. Hamba akan membantu Yang Mulia menceritakannya sedikit demi sedikit." Pelayan alias dayang itu tak berani menatap sorot mata gelap Ratu dihadapannya. Dia benar benar orang yang berbeda.
"Oh ya, umurku berapa ya?" kali ini Meira penasaran.
"26 tahun yang mulia." Jawab pelayan itu.
"oh!"
"ternyata umurku disini dan dunia ku yang dulu sama saja. apakah wajahku berbeda?" gumam Meira.
"Ternyata aku terlempar ke zaman kuno! skandal kandal konyol macam apa ini!"
"Siapa yang datang?" Meira bertanya pada kepala dayang. 3 jam yang lalu Clarissa alias Meira sudah banyak mengobrol dengan Rodiah, orang kepercayaan Meira."Pangeran Daviten Hesa, dia adalah kekasih yang mulia," ucap Rodiah."Sebulan yang lalu, setelah penobatan Yang mulia, dia datang membawa kabar buruk. Dia mengatakan bahwa dia datang untuk melamar Tera." Mendengar itu, Meira memiringkan senyumnya. Tiba tiba ia teringat kisah memilukan pada kehidupannya yang lalu.Manusia di tubuhku ini memiliki kehidupan yang agak mirip sepertiku. Mengasyikan."Yang mulia kenapa melamun?""Tidak ada. Kau Rodiah, segera bereskan. Bilang kalau aku masih tidur dan usir saja dia" Rodiah langsung menuruti perintah Meira ketakutan. Yang mulia-nya telah berubah total. Dari yang lemah lembut menjadi keras berwibawa.Rodiah mendapati Hesa sedang duduk di taman bersama pengikutnya. "Tuan, Yang Mulia Meira tak bisa menemui anda. Dia sedang tidur dan belum semb
"Kau pelayan yang bertugas di dapur, sekarang kau ceritakan yang terjadi selama ini!" perintah Meira."Maaf, Yang Mulia. Hamba tidak tahu. Hamba hanya menjaga pintu masuk. Yang hamba curigai adalah selir kedua yang masuk ketika jadwal minum jamu Nyonya tiba." pelayan pendek itu menunduk karena merasakan aura dingin dan mencekik dari tatapan menusuk Meira."Kau, Seingatku ibuku memanggilmu dengan Adin. Kau tadi yang membawakan jamu itu. Sekarang kau jelaskan!" Pelayan yang bernama Adin tersebut menggigil ketakutan, membuat Meira yakin ia tau sesuatu. Adin berkeringat dingin dan kaki nya bergetar, ia hampir saja jatuh hanya karena tatapan Meira."kenapa kau tak menjawab. Apa kau tau segalanya?" Meira meraih dagu Adin dan menghempaskannya kasar."A-nu Yang Mulia. Hamba tidak tahu." Meira semakin curiga karena pernyataan yang diberikan Adin tidak sesuai dengan gestur tubuh nya saat ini. Sehingga menimbulkan ide bagus dari otak cantiknya Meira."Kalau k
Meira. Ratu dari kerajaan Danina. Menjadi sangat kejam. Kabar angin tentang perubahan sifat Ratu mereka terdengar hingga kerajaan tetangga. Yaitu, kerajaan Afroja."Siapa itu Meira?" Tanya Vartan pada penasehat kerajaan."Kau tak ingat, Yang Mulia. Dia adalah anak perempuan yang dulu kau sebut cengeng." Rodi tertawa mengingat hal itu dimana mereka dulu sering sekali bertengkar."Itu sudah lama sekali sekitar 20 tahun yang lalu, mungkin." Vartan memainkan berlian yang ada di jarinya, lalu melemparkan nya kepada Rodi."Ambil itu, dan perintahkan pengawal untuk mempersiapkan kendaraan. Kita akan rapat mengenai kerja sama kita dengan kerajaan Danina yang sudah berganti pemimpin itu." Perintah Raja Vartan kepada Rodi. Rodi yang baru saja mendapat berlian dari rajanya menjadi semangat untuk bekerja."Segera, Yang Mulia."***"Ada berapa tahanan lagi, Hans?" tanya Meira pada pengurus penjara."Mereka semua berjumlah 13, Yang Mulia." j
Sudah tiga hari lamanya Vartan berada di Kerajaan Danina. Membuat kepala Meira seakan pecah dengan kekacauan yang dibuat Vartan. Raja menyebalkan itu selalu mengganggu saat saat kosongnya, Sehingga mengukir lingkar hitam pada kedua matanya."Bagaimana caranya agar ia pergi dari kerajaan ini, aku sudah lelah dengan tingkahnya yang absurd." Meira menjambak rambutnya kesal. Kini ia menatap gambar dirinya di pajangan alumunium maklum disini tak ada cermin. Meira pun memiliki ide untuk mengusir Vartan secara halus."Be a smart woman!! Tidak hanya berpacu pada satu hal!" Meira memilin anakan rambutnya dan menyelipkannya diantara telinga kirinya."Bawa aku ke penginapan dimana Vartan berada!" perintah Meira."baik, Yang Mulia."Own crown"Ada apa ingin bertemu denganku?" tanya Vartan dengan menyilangkan kedua tangannya diatas dada bidangnya."Aku pasti akan membicarakan hal yang penting. Apa aku terlihat seperti orang yang bertele-tele?" Mei
"Hesa, Apakah kau benar akan menikahiku?" tanya Tera dengan kerudung birunya."Maafkan aku. Aku masih mencintai, Meira." pernyataan Hesa membuat Tera menangis."jadi apa maksud lamaran yang lalu?" tanya Tera setelah dia menyeka air matanya."Coba kau pikirkan, kau tak punya apa apa lagi. Kau memang seorang putri. Tapi kau, dayang pun tak punya." Kata kata Hesa benar benar menusuk hati dan menjatuhkan harga diri Tera."Kenapa semua orang di dunia ini berpihak hanya kepada Meira. Kenapa aku tak diperbolehkan merasakan kasih sayang yang sebenarnya," Tera menumpahkan semua rasa yang ia pendam selama ini dengan menangis."aku iri kenapa dia yang menjadi ratu, bukankah aku juga mampu. Oh iya, karena aku anak selir bukan?""Dunia tidak adil. Lebih baik aku bunuh diri saja." Hesa tak memperdulikan kata kata Tera, ia hanya diam menunggu Tera melakukannya.Prok..prok..prok.."Hei, dua sejoli yang bodoh!" tepuk tangan Meira membuat drama
Meira memijat kepalanya yang sedikit sakit akibat perkataan Risa semalam. Meira berencana mengeluarkan peraturan baru agar Risa tenang."Yang Mulia, Kekacauan terjadi di kerajaan kita. Kerajaan Afroja mengancam akan menghabisi kerajaan ini jika Yang Mulia tidak menghampiri mereka" disela sela lamunan Meira, Rodiah datang bersama para dayang juga segerombolan pelayan dan para petinggi."APA!!! KENAPA INI BISA TERJADI?" tanya Meira. Sepertinya masalahnya tak akan pernah selesai kalau begini caranya."Saya tidak mengerti Yang Mulia. Mereka datang secara tiba tiba. Dan Mereka sudah sampai ke pintu gerbang istana!" ucap Rodiah dengan wajah penuh peluh."Hmm, jangan kerahkan pasukan! Biar aku sendiri yang menanganinya!" mereka semua terkejut. Kerajaan Aforja membawa pasukan yang tidak sedikit. Bagaimana kalau terjadi apa apa pada ratu mereka? Inilah yang ada di pikiran mereka.***"SEMUA, BUKA JALAN JANGAN ADA YANG MENGHALANGI!" Teriak Meira
"Aku harus mencari cara agar Vartan gila itu menjauh dariku!!" Gumam Meira.BRAKKK....."Ahaa....Aku punya ide!!" Para dayang terkejut karena gebrakan yang Meira perbuat.Sekarang dayang dayang bertambah bingung karena ulah Meira yang tiba tiba berjalan keluar dengan tawa bahagianya."Aku khawatir kalau Yang Mulia menjadi sakit jiwa karena Tuan Vartan," bisik Naomi pada Rodiah."Perhatikan kata-kata mu, Naomi!!" bentak Rodiah membuat Naomi terdiam.***"Semuanya! Maksud saya mengumpulkan kalian yang terhormat disini adalah untuk membahas mengenai pernikahan Tera dan Vartan!" Mendengar hal itu keadaan ruang sidang menjadi sunyi. Tak lama kemudian terdengar gelak tawa Vartan yang kemudian diikuti seisi ruang."kenapa kalian? Ada yang lucu?" tanya Meira."Maaf Calon istriku! Tera sudah punya Hesa untuk dijadikan suaminya!" Ucap Vartan membuat Meira terdiam."Aku Ratunya disini. Jadi sebagai kakaknya. Kakak tiri
"Aku harus menemui Ibu. Aku harus tahu kebenarannya. Agar kedepannya, aku tahu bagaimana harus bertindak!" Meira yang masih terdiam kini mondar mandir menebak nebak apa yang terjadi."Yang Mulia, Tuan Vartan menunggu di ruang tengah." sampai Rodiah pada Meira."Bajingan itu lagi. Mau apa ia kemari?!!"Meira memakai mahkotanya dan memberi pewarna pada bibirnya. Setelah ia rasa cukup, ia menyelesaikannya dan pergi menuju tempat yang dimaksud Rodiah.***"Ada keperluan apa kau datang?!!" Meira berkacak pinggang dengan wajah kesal khas miliknya."Baik, aku akan langsung pada intinya,""Pernikahan kita akan dilaksanakan 20 hari lagi,""jadi, bersiap-siap untuk menjadi pengantinku. Aku pergi dulu. Sepertinya, calon istriku adalah orang yang pemarah." Vartan mengedipkan matanya pada Meira."Kau pikir karena kau seorang Raja yang kaya aku mau padamu. Dasar bajingan!!!"teriak Meira namun tak dipedulikan oleh Vartan."aku h
"Meira, mengapa termenung?" Meira tertegun ketika mendengar suara yang akrab ditelinganya. Sejenak, ia menoleh ke arah seseorang menepuk bahunya."Ibu?!lMeira pun refleks memeluk Risa. Sudah beberapa bulan ia tidak melihat Risa. Selama ini Risa ada bersama Tera."Kau masih memenggal kepala rakyatmu?" Meira tersenyum mendengar pertanyaan ibunya. Ia pun mengeratkan pelukannya dan membisikan jawabannya pada Risa."Aku sudah tidak pernah, bu. Terimakasih, ini semua berkat ibu,""Kau anak yang baik, kau pasti akan mendengarkanku."Risa pun melepas pelukan itu dan menggenggam jemari Meira yang dingin."Suatu hari nanti, kau akan menjadi seorang ibu. Kau akan tau bagaimana perasaan khawatirmu jika anakmu melakukan sesuatu diluar kehendakmu!""Aku mengerti bu!"Tok..tok..tok.."Masuk,"Rodiah pun masuk dengan Lais dalam gendongannya. Kemudian, menurunkan Lais yang membawa buku berat."Ibu, aku ingin memberi
2 bulan kemudian.... Meira bersiap pergi ke pesta Ola. Dengan baju yang tidak mencolok dan dengan pengawal yang sedikit. Bahkan, Meira hanya membawa Rodiah saja.Tidak ada pengawalan khusus untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Semua harus berjalan dengan yang diharapkan Meira. Perjalanan dari Afroja sampai ke Negeri Ungu tepat sebelum pesta berlangsung. Saat memasuki pesta tersebut, Ola menyambut Meira layaknya seorang sahabat yang telah hilang selama beberapa tahun. "Senang bertemu dengan Anda Yang Mulia," Ola menundukan kepalanya tanpa membungkuk dikarenakan gaunnya yang membuat badannya sangat sulit di gerakan. "Kau membuat keadaan menjadi canggung. Cobalah anggap aku ini biasa saja!" Meira memicingkan matanya lalu memeluk sahabatnya itu. "Kau benar benar bertambah gemuk. Pasti kau sangat bahagia. Semoga kau semakin bahagia, aku yakin Harry pasti sangat baik padamu." "Kau juga, kau pasti akan menemukan yang
Setelah memikirkan cukup lama undangan yang diberikan Ola, Meira mengalihkan pikirannya pada semua laporan laporan yang diberikan anak buahnya. "Rodiah, kirimkan pengumuman bahwa aku sedang mencari seseorang yang berniat menjadi guru baca tulis. Imbalannya sangat tinggi, dan kapasitasnya hanya 4000 orang," Sambil memberi cap pada laporan yang ia kerjakan, Meira masih saja sempat memberi banyak perintah. "Aku kan dayang, mengapa pekerjaanku jadi seperti ini!" gumam Rodiah. Melihat wajah Rodiah yang agak merengut, Meira mengomentarinya,"Kau sudah mirip dengan Naomi kalau kau seperti itu." Tawa Meira. "Ah, Yang Mulia. Saya tak suka jika disamakan dengan Naomi. Saya lebih suka menjadi diri sendiri," "Kalau begitu kerjakan yang aku perintahkan!" "B-baik, Yang Mulia" "Apa Ratu Meira tidak paham dengan peraturan kerajaan. Dayangkan tugasnya melayani tuannya. Mengapa?" tanya Rodiah dalam hatinya. "Yang sabar, bibi Rodiah!"
***Wanita itu menatap jendela yang mengarah ke kolam. Dia teringat sesuatu bahwa ia pernah membawa ikan di akuarium hotel yang terakhir kali ia kunjungi. Saat ini, ia ingin mendengar nyanyian itu. Ia pun bergegas bertanya pada Rodiah, kemana ia meletakan ikan ikan itu.Wanita itu menuju perpustakaan kerajaan. Karena ia yakin, Rodiah pasti akan membawanya kesana. Bagaimana tidak? Lais sangat suka membaca buku. Kali ini ia harus benar."eh, Yang Mulia" Naomi menunduk."Kemana Rodiah?""Mereka ke perpustakaan, Yang Mulia,""Baiklah, lanjutkan pekerjaanmu."Meira pun melanjutkan jalannya menuju perpustakaan. Ia membuka pintu perpustakaan, lalu mendapati Rodiah sedang berbincang dengan Lais."Bibi, apakah kau bisa membaca?" Meira pun mengintip setelah ia mendengar suara anak itu bertanya."Tak perlu ditanya, aku adalah seorang dayang. Itu menuntutku agar bisa membaca," Lais pun mengangguk sambil menelusuri buku yan
***Kalian tahu efek dari seseorang yang berjanji? Mungkin jawabannya adalah bimbang. Karena kita tak yakin akan menepatinya atau tidak. Itulah yang di rasakan Meira. Namun, hati Meira tetap teguh bahwa dirinya akan menepatinya. Dengan hal ini, dia tetap akan menjadi Clarissa yang bodoh itu. Bodoh karena cinta. Tapi kita lihat, apakah ia masih menjadi si bodoh itu. Meira lah yang menentukan."Ibu, kenapa termenung? apakah sedang sedih!" Pertanyaan anak polos yang tak lain adalah Lais. Anak kecil yang baru saja ia angkat."Oh, tidak ada apa apa! Itu apa yang kau bawa?" Meira bertanya ketika ia melihat sesuatu yang di bawa dengan susah payah oleh Lais."Ini, ini adalah buku tebal. Aku suka membacanya walau tidak sampai habis!" Seru Lais sambil menjelaskan maksudnya."Kau bisa membaca? siapa yang mengajarimu?!" Meira membelalakan matanya melihat anak sekecil ini hobi membaca buku tebal yang bagi Meira membosankan."Kata nenek, anak bangsawan ha
Sesampainya mereka ke istana. Meira menyediakan perlengkapan untuk Lais. Seperti kamar, pakaian, mainan dan makanan karena kebetulan mereka baru pulang dari perjalanan. "Wah, bangunannya besar sekali. Dimana rumah kita, bu?" Tanya Lais penasaran. Sedari tadi yang ia lihat hanyalah bangunan besar dan megah dengan halaman yang luas. "Bu, kita tidak boleh masuk sembarangan. Ini adalah rumah ratu!" Pinta Lais dengan polos.Meira yang mendengar itu tersenyum kecil. Anak itu sangat ketakutan masuk ke wilayah istana. Namun, Meira tetap saja menuntun Lais masuk. "Tak apa apa! Kita masuk saja. Ratu tak akan marah karena dia orang baik," Lais mengangguk mendengar tuturan Meira. Ia semakin mengeratkan genggamannya pada ibu barunya. Semoga hal ini adalah awal yang positif. "Rodiah, Naomi!" "Ada apa, Yang Mulia?"
Gerimis dari semalam belum usai. Pagi yang sedikit gelap. Dedaunan yang tertiup angin pun bisa terdengar. Gerimis tapi angin kencang. Suara petir pun juga turut andil dalam kekacauan kecil di pagi hari. Seorang wanita masih meringkuk di balik selimut. Udara yang dingin tak mendukungnya untuk bangkit dari tempat tidur.Tok..tok..tok.. Dayang masuk untuk menyediakan perlengkapan mandi Ratu mereka. Tak hanya itu, mereka juga menyediakan sarapan, karena mereka yakin Meira tak akan makan di ruang makan. "Selamat pagi, nona. Pagi sudah menyongsong. Apakah nona tak mau bangkit untuk sekedar minum teh?" Rodiah masih berdiri menunggu Meira bangun. Tak butuh waktu lama , Meira akhirnya bangkit juga. Ia meregangkan badannya agar tidak lemas. Matanya masih sulit dibuka. "Letakan saja. Kalian tunggu di luar. Aku akan mandi setelah memakan sarapan ini," "kalian bersiaplah kita akan pergi mengelil
Meira menempis tangan Vartan lembut. Vartan pun memberikan tatapan bertanya. Seolah Meira paham, ia pun memberikan jawaban."Aku takut,""Aku takut, suatu hari nanti kau seperti Hesa. Dia bilang akan menikahiku, tapi ia lebih memilih menikah dengan Tera,""Walaupun gagal juga, tapi hatiku tetap sakit!" Jelas Meira.Sebenarnya, ia tak mengenal Hesa. Namun, ia harus paham kondisi agar tak ketahuan kalau ia adalah reinkarnasi. Tapi, keadaan Meira dan Clarissa benar benar sama. Sehingga rasa sakitnya pun sama rasanya."Aku tak akan pernah sama dengannya," ucap Vartan."Aku tahu. Tapi untuk menghilangkan rasa sakit itu perlu waktu untuk membuka hati lagi," Meira berdiri untuk mengambil apel yang sedari tadi menarik perhatiannya. Sejenak, ia memakannya sebelum melanjutkan pembicaraan ini."Aku mengerti, tapi sampai kapan? jujur aku ingin menyerah. Aku lebih banyak berjuang. Mencarimu ke penjuru negeri, mengikutimu kemanapun pergi, mel
"Ayo, berbaris ya anak anak! yang rapi. Kalau nggak rapi, Ratu gak bakal ngasih roti enaknya!!" perintah Meira pada anak anak yang kumuh."Yey..." anak anak itu berbaris dengan rapi. Mereka terlihat ingin memakan roti yang dibawakan Meira.Meira pun membagikannya kesatu persaru anak yang ada. Tak lupa ia memberikan belaian pada anak anak itu."Terimakasih ratu cantik. Semangat bekerja, ya!" Anak berkucir 2 itu memeluk Meira. Meira yang merasa ketinggian pun berjongkok untuk mensejajarkan tingginya."Pasti," Meira memberikan permen pada anak itu dan meletakan salah satu jarinya di bibir."ssssttt, jangan beritahu siapa siapa! ini rahasia kita okee!" Meira memberikan kedipan di mata kirinya pada anak itu sementara anak itu membalasnya dengan mengedipkan semua matanya. Mungkin, ia tak bisa berkedip."Ratu! Jangan sering menyimpan sesuatu untuk sendiri! Berbagilah! Mungkin sangat sulit namun kita akan lega setelah melakukannya!" .Setelah