Sudah tiga hari lamanya Vartan berada di Kerajaan Danina. Membuat kepala Meira seakan pecah dengan kekacauan yang dibuat Vartan. Raja menyebalkan itu selalu mengganggu saat saat kosongnya, Sehingga mengukir lingkar hitam pada kedua matanya.
"Bagaimana caranya agar ia pergi dari kerajaan ini, aku sudah lelah dengan tingkahnya yang absurd." Meira menjambak rambutnya kesal. Kini ia menatap gambar dirinya di pajangan alumunium maklum disini tak ada cermin. Meira pun memiliki ide untuk mengusir Vartan secara halus.
"Be a smart woman!! Tidak hanya berpacu pada satu hal!" Meira memilin anakan rambutnya dan menyelipkannya diantara telinga kirinya.
"Bawa aku ke penginapan dimana Vartan berada!" perintah Meira.
"baik, Yang Mulia."
Own crown
"Ada apa ingin bertemu denganku?" tanya Vartan dengan menyilangkan kedua tangannya diatas dada bidangnya.
"Aku pasti akan membicarakan hal yang penting. Apa aku terlihat seperti orang yang bertele-tele?" Meira bertambah kesal saja setiap kali melihat wajah Vartan, sepertinya ia benar benar harus mengusir Vartan.
"oh, ku pikir kau rindu dengan ku sehingga kau rela datang pagi pagi sekali. Bahkan aku yakin kau belum mandi, bukan"? Dengan santai nya Vartan menatap Meira dari atas hingga bawah membuat Meira mendengus kesal.
"Jangan terlalu percaya diri. Aku hanya ingin kau membuka pikiran. Kalau kau terlalu lama disini, bagaimana nasib rakyatmu nanti. Kau harus mengawasi kerajaanmu itu!" ucap Meira.
"Wah, ternyata Ratu Meira mengkhawatirkan daku. Manis sekali. Tapi dengar sayang, aku memiliki banyak orang kepercayaan. Dan mungkin aku akan memerintah orang kepercayan ku untuk mengawasimu,"
"Terima kasih karena mengkhawatirkanku" ucap Vartan dengan kepercayaan dirinya yang tinggi membuat darah Meira naik ke ubun ubun.
"Aku tak pernah peduli dengan siapapun. Jujur saja, aku muak dengan kedatanganmu kemari. Kau membuat hari hariku penuh dengan keributan!!!" Meira hendak melayangkan tinju, namun dia ingat manusia didepannya itu siapa. Akhirnya, Meira memutuskan untuk pergi saja.
Dari kejauhan Vartan mengimbuh,
"HATI HATI DIJALAN, JANGAN LUPA MEMIKIRKANKU!!!"
Meira pun menulikan telinganya, dan menyuruh pengikutnya untuk cepat cepat berjalan.
Own Crown
"Arghhhtt...bagaimana caranya agar aku bisa mengusirnya?" Gumam Meira yang masih bisa didengar oleh para dayangnya.
"Yang Mulia, Jendral angkatan laut Odi tertangkap karena melakukan transaksi ilegal penjualan tumbuhan herbal jenis tertinggi di kerajaan kita. Sekarang, kepala keamanan kerajaan meminta masukan Yang mulia." Rodiah melapor pada Meira membuat Meira mengalihkan pikirannya dari tentang Vartan menjadi laporan yang baru saja ia dengar.
"hmm, dia orang penting di kerajaan ini, bukan? Harus ada hukuman setimpal dari yang ia perbuat,"
"Rodiah, umumkan untuk membawa Odi kehadapanku. Katakan pada mereka kalau aku menunggu di ruang sidang." perintah Meira.
"baik, Yang mulia."
Meira pun bergegas untuk membersihkan dirinya. Dayangnya menyediakan air hangat dan beberapa wewangian. Orang disini sudah mengenal sabun. Walau tidak semenarik sabun di zaman modern, sabun disini tidak kalah kualitasnya.
"Naomi, ambilkan aku baju yang aku letakan di lemari paling bawah. Disana terdapat satu gaun berwarna kuning!" perintah Meira
Naomi pun mengambil gaun yang diperintahkan Meira, namun terkejut karena gaunnya jarang sekali ia lihat.
"maaf Yang Mulia, kenapa gaunnya hanya memiliki satu lengan dikanan dan memiliki belahan dari bawah hingga atas paha?" Tanya Naomi.
Meira ingat bahwa ia membuatnya diam diam saat tidak ada satupun dayang yang menemaninya hingga ia membuat gaun yang fleksibel tidak membuatnya sulit untuk bergerak.
"Oh, itu adalah gaun yang aku buat sendiri. Bagaimana menurutmu, Naomi?" Meira bertanya pada Naomi membuat Naomi bungkam karena ia takut membuat ratu kejamnya sakit hati.
"kenapa diam. Jujur saja apa aku akan memenggal mu ketika jawabanmu membuatku sakit hati. Tenang saja aku bukan ratu seperti itu," Ucap Meira membuat Naomi tersentak.
"Anu, Yang Mulia. Gaunnya cantik tapi aneh bagiku" Jawaban Naomi membuat Meira tertawa keras dari bilik kamar mandi yang ia tempati. Tawanya menggelegar namun manis. Meira merasa senang saja bisa bercanda dengan Dayangnya. Dia tidak ingin semua yang dijalaninya terasa kaku.
"Yasudah, kau Naomi beristirahatlah."
"Terimakasih, Yang Mulia" Naomi pun pergi membuat kekosongan ruangan meraung.
"hufft, Jenderal Odi. Kau salah satu biang masalah keuangan di Kerajaan ini. Rasakan hukumanku." gumam Meira sambil memecahkan beberapa gelembung dan tersenyum. Psyco.
***
"Tercatat kerugian sebesar 2000 permata" Ujar Jaksa Wanta pada Hadirin disana.
"besar sekali, jumlah itu sudah cukup untuk memperbaiki semua fasilitas disini!" Meira mulai membuka buku tebalnya, dia sudah mempelajari bahasa aksara didunia kuno ini.
"Sepertinya harus ada dewan yang merevisi semua peraturan. Buku ini jelas sudah tak terpakai lagi karena kurang menguatkan sistem ketegasan,"
"Namun, aku akan memberikan hukuman pada bajingan ini. Catat dan tuliskan sebagai undang undang baru, bahwa setiap orang yang melakukan tindakan tanpa izin kepalanya akan dipenggal dan seluruh asetnya disita. Keluarganya harus diungsikan dirumah susun"
Odi yang berada di tengah mereka membelalakan matanya. Ia berpikir bahwa waktunya tak lama lagi. Ia menangis memohon ampun.
"Maaf, anjing kecil. Besok adalah hari terakhirmu. Pelayanku akan memberikan makanan yang enak untukmu" Meira menyudahi sidang tersebut dan hendak pergi.
_____
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen. Trimss..
Readers Adalah Raja
"Hesa, Apakah kau benar akan menikahiku?" tanya Tera dengan kerudung birunya."Maafkan aku. Aku masih mencintai, Meira." pernyataan Hesa membuat Tera menangis."jadi apa maksud lamaran yang lalu?" tanya Tera setelah dia menyeka air matanya."Coba kau pikirkan, kau tak punya apa apa lagi. Kau memang seorang putri. Tapi kau, dayang pun tak punya." Kata kata Hesa benar benar menusuk hati dan menjatuhkan harga diri Tera."Kenapa semua orang di dunia ini berpihak hanya kepada Meira. Kenapa aku tak diperbolehkan merasakan kasih sayang yang sebenarnya," Tera menumpahkan semua rasa yang ia pendam selama ini dengan menangis."aku iri kenapa dia yang menjadi ratu, bukankah aku juga mampu. Oh iya, karena aku anak selir bukan?""Dunia tidak adil. Lebih baik aku bunuh diri saja." Hesa tak memperdulikan kata kata Tera, ia hanya diam menunggu Tera melakukannya.Prok..prok..prok.."Hei, dua sejoli yang bodoh!" tepuk tangan Meira membuat drama
Meira memijat kepalanya yang sedikit sakit akibat perkataan Risa semalam. Meira berencana mengeluarkan peraturan baru agar Risa tenang."Yang Mulia, Kekacauan terjadi di kerajaan kita. Kerajaan Afroja mengancam akan menghabisi kerajaan ini jika Yang Mulia tidak menghampiri mereka" disela sela lamunan Meira, Rodiah datang bersama para dayang juga segerombolan pelayan dan para petinggi."APA!!! KENAPA INI BISA TERJADI?" tanya Meira. Sepertinya masalahnya tak akan pernah selesai kalau begini caranya."Saya tidak mengerti Yang Mulia. Mereka datang secara tiba tiba. Dan Mereka sudah sampai ke pintu gerbang istana!" ucap Rodiah dengan wajah penuh peluh."Hmm, jangan kerahkan pasukan! Biar aku sendiri yang menanganinya!" mereka semua terkejut. Kerajaan Aforja membawa pasukan yang tidak sedikit. Bagaimana kalau terjadi apa apa pada ratu mereka? Inilah yang ada di pikiran mereka.***"SEMUA, BUKA JALAN JANGAN ADA YANG MENGHALANGI!" Teriak Meira
"Aku harus mencari cara agar Vartan gila itu menjauh dariku!!" Gumam Meira.BRAKKK....."Ahaa....Aku punya ide!!" Para dayang terkejut karena gebrakan yang Meira perbuat.Sekarang dayang dayang bertambah bingung karena ulah Meira yang tiba tiba berjalan keluar dengan tawa bahagianya."Aku khawatir kalau Yang Mulia menjadi sakit jiwa karena Tuan Vartan," bisik Naomi pada Rodiah."Perhatikan kata-kata mu, Naomi!!" bentak Rodiah membuat Naomi terdiam.***"Semuanya! Maksud saya mengumpulkan kalian yang terhormat disini adalah untuk membahas mengenai pernikahan Tera dan Vartan!" Mendengar hal itu keadaan ruang sidang menjadi sunyi. Tak lama kemudian terdengar gelak tawa Vartan yang kemudian diikuti seisi ruang."kenapa kalian? Ada yang lucu?" tanya Meira."Maaf Calon istriku! Tera sudah punya Hesa untuk dijadikan suaminya!" Ucap Vartan membuat Meira terdiam."Aku Ratunya disini. Jadi sebagai kakaknya. Kakak tiri
"Aku harus menemui Ibu. Aku harus tahu kebenarannya. Agar kedepannya, aku tahu bagaimana harus bertindak!" Meira yang masih terdiam kini mondar mandir menebak nebak apa yang terjadi."Yang Mulia, Tuan Vartan menunggu di ruang tengah." sampai Rodiah pada Meira."Bajingan itu lagi. Mau apa ia kemari?!!"Meira memakai mahkotanya dan memberi pewarna pada bibirnya. Setelah ia rasa cukup, ia menyelesaikannya dan pergi menuju tempat yang dimaksud Rodiah.***"Ada keperluan apa kau datang?!!" Meira berkacak pinggang dengan wajah kesal khas miliknya."Baik, aku akan langsung pada intinya,""Pernikahan kita akan dilaksanakan 20 hari lagi,""jadi, bersiap-siap untuk menjadi pengantinku. Aku pergi dulu. Sepertinya, calon istriku adalah orang yang pemarah." Vartan mengedipkan matanya pada Meira."Kau pikir karena kau seorang Raja yang kaya aku mau padamu. Dasar bajingan!!!"teriak Meira namun tak dipedulikan oleh Vartan."aku h
"Tempat apa ini?" tanya Meira pada kusir."Ini adalah negeri ungu, semua dipenuhi dengan warna ungu sebagai ciri khas daerah ini," ujar kusir itu."Saya akan antarkan nona ke danau di tengah kota. Tempat istimewa bagi rakyat disini," jelas lagi kusir itu.Meira tidak membalas penjelasan dari kusir tersebur. Ia hanya diam memandang pemandangan serba ungu."Sudah sampai!! kalau boleh saya tebak, anda pasti kabur dari rumah karena perjodohan, ya?!!" tutur kusir itu."Diam!!! Kau tak dibayar untuk mengetahui masalahku!" Kusir itu hanya bungkam mendengar penuturan yang agak kasar dari Meira."Maaf, bersenang senang lah nona!" kusir tersebut pergi meninggalkan kota tersebut.***Meira berjalan sambil menikmati sejuknya angin yang berhempas kecil. Aroma ungu dari kota seperti wangi lavender, tetapi tidak pekat, hanya wangi lembut saja.Meira melihat ada kursi taman, mengarah pada danau ungu dan angsa yang menari.Tiba tiba
"Tempat apa ini?" tanya Meira pada kusir."Ini adalah negeri ungu, semua dipenuhi dengan warna ungu sebagai ciri khas daerah ini," ujar kusir itu."Saya akan antarkan nona ke danau di tengah kota. Tempat istimewa bagi rakyat disini," jelas lagi kusir itu.Meira tidak membalas penjelasan dari kusir tersebur. Ia hanya diam memandang pemandangan serba ungu."Sudah sampai!! kalau boleh saya tebak, anda pasti kabur dari rumah karena perjodohan, ya?!!" tutur kusir itu."Diam!!! Kau tak dibayar untuk mengetahui masalahku!" Kusir itu hanya bungkam mendengar penuturan yang agak kasar dari Meira."Maaf, bersenang senang lah nona!" kusir tersebut pergi meninggalkan kota tersebut.***Meira berjalan sambil menikmati sejuknya angin yang berhempas kecil. Aroma ungu dari kota seperti wangi lavender, tetapi tidak pekat, hanya wangi lembut saja.Meira melihat ada kursi taman, mengarah pada danau ungu dan angsa yang menari.Tiba tiba
"Sekarang kita sudah aman! Ceritakan semua padaku. Apa yang terjadi!" Perintah Harry pada Meira. Meira benar benar bingung kali ini. Bagaimana ia bisa menceritakan yang sebenarnya, kalau ia ratu di kerajaan Danina."Hmm, ibuku menjodohkanku pada Vartan. Aku tak mau jadi simpanannya." Ucap Meira"Kau tau kan, kalau Vartan itu raja yang keji." lanjut Meira"Baik, aku akan membantumu. Kau tinggal saja bersama Ola. Kau bantu dia bekerja." ucapan Harry sontak membuat Meira tersenyum bahagia. Ide Harry sangat cemerlang."Baik. Kalau begitu, besok aku ke rumah Ola ya!"***"Ratu menghilang Tuan! Kami kehilangan jejak. Anda boleh menghukum kami!" ucap salah satu pengawal."Ini bukan salah kalian. Wanita itu terlalu bodoh untuk melarikan diri. Dengan begitu, tanpa ia tahu. Dia telah memberi pentunjuk." Ucap Vartan"Vartan, menurut saya, kita batalkan saja perjodohan ini. Mungkin Meira tidak mau, dan saya mencemaskan dia. Bagaimana kalau
Sudah seminggu lebih Meira tinggal bersama Ola. Banyak hal menyenangkan yang terjadi. Meira belajar banyak tentang kesabaran dan ketelatenan."Ola, terimakasih ya karena membiarkan aku tinggal bersamamu." ucap Meria sambil membentuk adonan kue."Ahh, kau ini. Aku sudah menganggapmu lebih dari sahabatku!" Jawab Ola sambil menghias kue nya.Mereka pun melanjutkan aktivitas mereka sampai Harry datang dan membuat mereka berhenti."Ada apa Harry?" Tanya Meira dan juga Ola."Apa aku tidak boleh datang kesini?" Tanya Harry seolah olah dia sedang diusir."Astaga, kau ini seperti anak kecil." ledek Meira pada Harry."Sudah sudah. Kalian ini ribut saja!" Ola pun menghentikan ledek ledekan diantara mereka."Aku mengajak kalian pergi ke seminar. Di tengah kota, akan ada bazaar dan banyak pertandingan. Mau menonton?" Tawaran Harry sangat bagus. Dan sangat sayang untuk ditinggalkan."Oke, kita langsung kesana. Harry lupakan kue itu. D
"Meira, mengapa termenung?" Meira tertegun ketika mendengar suara yang akrab ditelinganya. Sejenak, ia menoleh ke arah seseorang menepuk bahunya."Ibu?!lMeira pun refleks memeluk Risa. Sudah beberapa bulan ia tidak melihat Risa. Selama ini Risa ada bersama Tera."Kau masih memenggal kepala rakyatmu?" Meira tersenyum mendengar pertanyaan ibunya. Ia pun mengeratkan pelukannya dan membisikan jawabannya pada Risa."Aku sudah tidak pernah, bu. Terimakasih, ini semua berkat ibu,""Kau anak yang baik, kau pasti akan mendengarkanku."Risa pun melepas pelukan itu dan menggenggam jemari Meira yang dingin."Suatu hari nanti, kau akan menjadi seorang ibu. Kau akan tau bagaimana perasaan khawatirmu jika anakmu melakukan sesuatu diluar kehendakmu!""Aku mengerti bu!"Tok..tok..tok.."Masuk,"Rodiah pun masuk dengan Lais dalam gendongannya. Kemudian, menurunkan Lais yang membawa buku berat."Ibu, aku ingin memberi
2 bulan kemudian.... Meira bersiap pergi ke pesta Ola. Dengan baju yang tidak mencolok dan dengan pengawal yang sedikit. Bahkan, Meira hanya membawa Rodiah saja.Tidak ada pengawalan khusus untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Semua harus berjalan dengan yang diharapkan Meira. Perjalanan dari Afroja sampai ke Negeri Ungu tepat sebelum pesta berlangsung. Saat memasuki pesta tersebut, Ola menyambut Meira layaknya seorang sahabat yang telah hilang selama beberapa tahun. "Senang bertemu dengan Anda Yang Mulia," Ola menundukan kepalanya tanpa membungkuk dikarenakan gaunnya yang membuat badannya sangat sulit di gerakan. "Kau membuat keadaan menjadi canggung. Cobalah anggap aku ini biasa saja!" Meira memicingkan matanya lalu memeluk sahabatnya itu. "Kau benar benar bertambah gemuk. Pasti kau sangat bahagia. Semoga kau semakin bahagia, aku yakin Harry pasti sangat baik padamu." "Kau juga, kau pasti akan menemukan yang
Setelah memikirkan cukup lama undangan yang diberikan Ola, Meira mengalihkan pikirannya pada semua laporan laporan yang diberikan anak buahnya. "Rodiah, kirimkan pengumuman bahwa aku sedang mencari seseorang yang berniat menjadi guru baca tulis. Imbalannya sangat tinggi, dan kapasitasnya hanya 4000 orang," Sambil memberi cap pada laporan yang ia kerjakan, Meira masih saja sempat memberi banyak perintah. "Aku kan dayang, mengapa pekerjaanku jadi seperti ini!" gumam Rodiah. Melihat wajah Rodiah yang agak merengut, Meira mengomentarinya,"Kau sudah mirip dengan Naomi kalau kau seperti itu." Tawa Meira. "Ah, Yang Mulia. Saya tak suka jika disamakan dengan Naomi. Saya lebih suka menjadi diri sendiri," "Kalau begitu kerjakan yang aku perintahkan!" "B-baik, Yang Mulia" "Apa Ratu Meira tidak paham dengan peraturan kerajaan. Dayangkan tugasnya melayani tuannya. Mengapa?" tanya Rodiah dalam hatinya. "Yang sabar, bibi Rodiah!"
***Wanita itu menatap jendela yang mengarah ke kolam. Dia teringat sesuatu bahwa ia pernah membawa ikan di akuarium hotel yang terakhir kali ia kunjungi. Saat ini, ia ingin mendengar nyanyian itu. Ia pun bergegas bertanya pada Rodiah, kemana ia meletakan ikan ikan itu.Wanita itu menuju perpustakaan kerajaan. Karena ia yakin, Rodiah pasti akan membawanya kesana. Bagaimana tidak? Lais sangat suka membaca buku. Kali ini ia harus benar."eh, Yang Mulia" Naomi menunduk."Kemana Rodiah?""Mereka ke perpustakaan, Yang Mulia,""Baiklah, lanjutkan pekerjaanmu."Meira pun melanjutkan jalannya menuju perpustakaan. Ia membuka pintu perpustakaan, lalu mendapati Rodiah sedang berbincang dengan Lais."Bibi, apakah kau bisa membaca?" Meira pun mengintip setelah ia mendengar suara anak itu bertanya."Tak perlu ditanya, aku adalah seorang dayang. Itu menuntutku agar bisa membaca," Lais pun mengangguk sambil menelusuri buku yan
***Kalian tahu efek dari seseorang yang berjanji? Mungkin jawabannya adalah bimbang. Karena kita tak yakin akan menepatinya atau tidak. Itulah yang di rasakan Meira. Namun, hati Meira tetap teguh bahwa dirinya akan menepatinya. Dengan hal ini, dia tetap akan menjadi Clarissa yang bodoh itu. Bodoh karena cinta. Tapi kita lihat, apakah ia masih menjadi si bodoh itu. Meira lah yang menentukan."Ibu, kenapa termenung? apakah sedang sedih!" Pertanyaan anak polos yang tak lain adalah Lais. Anak kecil yang baru saja ia angkat."Oh, tidak ada apa apa! Itu apa yang kau bawa?" Meira bertanya ketika ia melihat sesuatu yang di bawa dengan susah payah oleh Lais."Ini, ini adalah buku tebal. Aku suka membacanya walau tidak sampai habis!" Seru Lais sambil menjelaskan maksudnya."Kau bisa membaca? siapa yang mengajarimu?!" Meira membelalakan matanya melihat anak sekecil ini hobi membaca buku tebal yang bagi Meira membosankan."Kata nenek, anak bangsawan ha
Sesampainya mereka ke istana. Meira menyediakan perlengkapan untuk Lais. Seperti kamar, pakaian, mainan dan makanan karena kebetulan mereka baru pulang dari perjalanan. "Wah, bangunannya besar sekali. Dimana rumah kita, bu?" Tanya Lais penasaran. Sedari tadi yang ia lihat hanyalah bangunan besar dan megah dengan halaman yang luas. "Bu, kita tidak boleh masuk sembarangan. Ini adalah rumah ratu!" Pinta Lais dengan polos.Meira yang mendengar itu tersenyum kecil. Anak itu sangat ketakutan masuk ke wilayah istana. Namun, Meira tetap saja menuntun Lais masuk. "Tak apa apa! Kita masuk saja. Ratu tak akan marah karena dia orang baik," Lais mengangguk mendengar tuturan Meira. Ia semakin mengeratkan genggamannya pada ibu barunya. Semoga hal ini adalah awal yang positif. "Rodiah, Naomi!" "Ada apa, Yang Mulia?"
Gerimis dari semalam belum usai. Pagi yang sedikit gelap. Dedaunan yang tertiup angin pun bisa terdengar. Gerimis tapi angin kencang. Suara petir pun juga turut andil dalam kekacauan kecil di pagi hari. Seorang wanita masih meringkuk di balik selimut. Udara yang dingin tak mendukungnya untuk bangkit dari tempat tidur.Tok..tok..tok.. Dayang masuk untuk menyediakan perlengkapan mandi Ratu mereka. Tak hanya itu, mereka juga menyediakan sarapan, karena mereka yakin Meira tak akan makan di ruang makan. "Selamat pagi, nona. Pagi sudah menyongsong. Apakah nona tak mau bangkit untuk sekedar minum teh?" Rodiah masih berdiri menunggu Meira bangun. Tak butuh waktu lama , Meira akhirnya bangkit juga. Ia meregangkan badannya agar tidak lemas. Matanya masih sulit dibuka. "Letakan saja. Kalian tunggu di luar. Aku akan mandi setelah memakan sarapan ini," "kalian bersiaplah kita akan pergi mengelil
Meira menempis tangan Vartan lembut. Vartan pun memberikan tatapan bertanya. Seolah Meira paham, ia pun memberikan jawaban."Aku takut,""Aku takut, suatu hari nanti kau seperti Hesa. Dia bilang akan menikahiku, tapi ia lebih memilih menikah dengan Tera,""Walaupun gagal juga, tapi hatiku tetap sakit!" Jelas Meira.Sebenarnya, ia tak mengenal Hesa. Namun, ia harus paham kondisi agar tak ketahuan kalau ia adalah reinkarnasi. Tapi, keadaan Meira dan Clarissa benar benar sama. Sehingga rasa sakitnya pun sama rasanya."Aku tak akan pernah sama dengannya," ucap Vartan."Aku tahu. Tapi untuk menghilangkan rasa sakit itu perlu waktu untuk membuka hati lagi," Meira berdiri untuk mengambil apel yang sedari tadi menarik perhatiannya. Sejenak, ia memakannya sebelum melanjutkan pembicaraan ini."Aku mengerti, tapi sampai kapan? jujur aku ingin menyerah. Aku lebih banyak berjuang. Mencarimu ke penjuru negeri, mengikutimu kemanapun pergi, mel
"Ayo, berbaris ya anak anak! yang rapi. Kalau nggak rapi, Ratu gak bakal ngasih roti enaknya!!" perintah Meira pada anak anak yang kumuh."Yey..." anak anak itu berbaris dengan rapi. Mereka terlihat ingin memakan roti yang dibawakan Meira.Meira pun membagikannya kesatu persaru anak yang ada. Tak lupa ia memberikan belaian pada anak anak itu."Terimakasih ratu cantik. Semangat bekerja, ya!" Anak berkucir 2 itu memeluk Meira. Meira yang merasa ketinggian pun berjongkok untuk mensejajarkan tingginya."Pasti," Meira memberikan permen pada anak itu dan meletakan salah satu jarinya di bibir."ssssttt, jangan beritahu siapa siapa! ini rahasia kita okee!" Meira memberikan kedipan di mata kirinya pada anak itu sementara anak itu membalasnya dengan mengedipkan semua matanya. Mungkin, ia tak bisa berkedip."Ratu! Jangan sering menyimpan sesuatu untuk sendiri! Berbagilah! Mungkin sangat sulit namun kita akan lega setelah melakukannya!" .Setelah