Lizza merasakan tubuhnya yang teramat pegal akibat lelah bekerja seharian. Dia berjalan lesu menuju apartemen sederhananya yang ia huni bersama puteranya. Langkahnya pelan agar tak mengganggu putera kesayangannya karena mungkin saja Sean sudah tidur karena jam sudah menunjukan pukul 10 malam waktu Korea.
Hari ini dia lembur hingga malam. Dia membuka pintu kamar satu-satunya yang ada di apartemen tersebut, mendapati Sean yang tengah tertidur meringkuk di atas kasur.
Lizza menaruh tas selempangnya di atas nakas lalu duduk di atas ranjang sembari mengelus kepala puteranya penuh sayang.
"Sean," bisiknya pelan. Dia bermaksud membangunkan puteranya karena mungkin saja bocah itu belum makan.
Dia mengguncang pelan tubuh Sean namun bocah itu tak juga bangun, malah mendapati puteranya yang mengingau menyebut kata 'Ayah' yang membuat hatinya cukup teriris.
"Sean, ayo bangun."
"Ayah, Sean rindu Ayah, Ayah di mana?" gumamnya dengan mata terpejam.
Tak tahan dengan pemandangan yang cukup menyakitkan hatinya. Lizza kembali mengguncang tubuh puteranya, kali ini cukup kencang hingga membuat bocah itu terjaga.
"Ibu."
"Ayo bangun."
"Ibu baru pulang?" tanyanya.
Lizza mengangguk lalu mengelus kembali kepala Sean. "Maafkan Ibu, apa Sean sudah makan?"
Kepala bersurai hitam itu menggeleng. "Aku menunggu, Ibu."
"Maaf ya, hari ini Ibu lembur, sekarang kau cuci muka dulu, lalu setelah itu kita makan bersama, Ibu membelikanmu Bulgogi, kau mau."
Sean mengangguk antusias dan secepat kilat turun dari atas ranjang dan berlari ke arah kamar mandi yang terletak di samping dapur. Lizza hanya bisa meringgis menahan perih di dadanya. Takdir memang tidak adil untuk puteranya. "Maafkan Ibu Sean, di mana kau, Puteramu begitu ingin bertemu denganmu," ucapnya lirih. Wanita itu sudah hampir putus asa bertahun-tahun dia mencari lelaki yang merupakan ayah kandung puteranya namun, sosok itu tak juga dirinya temukan.
Bodohkah dia?
Mungkin saja, bukankah Seoul itu luas. Lagipula dia mendapatkan informasi bahwa pria itu tinggal di Seoul sudah sekitar 11 tahun yang lalu. Mungkin saja laki-laki itu sudah tidak ada lagi di Seoul sekarang, namun dia tetap nekat melarikan diri ke tempat ini, karena tidak ada pilihan lain. Lizza sudah putus asa. Hidupnya berantakan, masa depan nya hancur, dan kedua orangtua yang ia jadikan sandaran memilih mengakhiri hidupnya dengan cara tragis karena tak kuat menanggung malu atas apa yang menimpanya.
"Seandainya waktu mampu diputar, aku ingin memperbaiki semuanya."
****
"Makanlah yang banyak, lihat Badanmu kurus begitu, nak," ucapnya sembari mengelus kepala Sean yang menikmati makan malamnya, walau bocah itu terlihat begitu lesu."Ya, Bu."
"Sean, lihat Ibu, apa kau baik-baik saja, ada yang mengganggu pikiranmu?"
Kepala Sean menggeleng pelan. Dia hanya menunduk tanpa mengalihkan tatapannya dari piring yang masih terisi penuh dengan bulgogi.
"Aku tidak apa-apa."
"Jika ada masalah, ayo cerita pada Ibu."
Wajah tampan itu mendongak dengan sorot matanya yang sendu. Dia mengalihkan fokusnya pada sudut ruangan dengan helaan napas berat. "Bu, sebenarnya aku memiliki Ayah apa tidak."
Bibir Lizza seketika terbungkam rapat. Tidak tahu harus menjawab apa. Terlalu menyakitkan untuknya.
"Bu, kenapa diam."
"Tentu saja kau punya Ayah."
"Seperti apa wajah Ayah, apa Ibu punya fotonya, aku ingin tahu wajah Ayah, aku merindukannya."
Wanita itu tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. "Ibu tidak memiliki fotonya Sean, maaf." Pertahanan Lizza runtuh seketika. Airmatanya lolos tanpa bisa ia cegah. Sean yang melihat ibunya menangis segera menghambur memeluk tubuh kurus orang yang telah melahirkannya. Bocah itu ikut terisak dengan mendekap tubuh Lizza.
"Maafkan aku, Bu. Maaf, Ibu jangan menangis, aku janji tidak akan bertanya tentang Ayah lagi, Ibu jangan menangis."
"Maafkan Ibu, Sean. Ibu bersalah padamu, Ibu bersalah." wanita itu menangis, menangisi takdirnya yang begitu buruk. Sean semakin mendekap erat tubuh Ibunya. Ia usap airmata Lizza yang basah di pipi tirus wanita yang melahirkannya.
"Ibu jangan menangis, aku sayang pada Ibu." Dan malam itu pasangan Ibu dan anak itu menghabiskan malam dengan menangis.
***
"Hari ini kau kelihatan lesu Noona."
Lizza melirik malas ke arah tetangga apartemen sekaligus orang yang telah ia anggap adik itu. Perasaannya masih kacau sejak semalam.
"Kau ada masalah?" tanyanya kembali, berusaha menguak apa yang menjadi masalah yang menimpa Lizza. Dia melihat sorot sendu di mata bulat tersebut.
"Aku bingung.""Kenapa?""Sean menanyakan Ayahnya, aku tidak tahu harus bagaimana, bertahun-tahun aku berada di kota ini, namun tidak ada jejak sedikitpun tentangnya, aku hampir menyerah, Woo."Seolwoo mengusap pelan bahu wanita kesayangannya. Beban yang ditanggung Lizza sangatlah berat. Seandainya dia yang di posisi Lizza tentu tak akan sekuat wanita itu. Hidup dalam cercaan, dan harus menjadi yatim piatu di usia yang sangat muda. Tidak ada lagi tempatnya bersandar, dan hanya puteranya yang dia miliki."Aku akan terus membantumu menemukan laki-laki itu, oh ya tadi Nona Kim mencarimu, dia menyuruhmu membersihkan ruangan presdir bersama Seonjoo.""Baiklah, lalu di mana Seonjoo aku belum melihatnya.""Dia belum datang, kau tunggu saja. Ah iya bocah itu tampan juga, apa kau tak tertarik padanya," godanya yang selalu menjadi aktivitad rutinnya mencoba mengiklaskan perasaannya karena sejak awal Lizza tak pernah sedikitpun memiliki rasa untuknya. Lizza menyikut perut pemuda itu dengan bibir mendengus. "Jangan mengada-ada, usianya jauh di bawahku, lagipula tujuanku saat ini hanya untuk menemukan Ayah Sean, setelah itu biarlah takdir yang menuntunku.""Yah masa depan siapa yang tahu, lagipula jika kau ingin menjalin kisah asmara, aku sarankan kau memilih Presdir saja, jelas Presdir bisa memberika masa depan yang bagus untukmu dan Sean.""Jangan sembarangan bicara, apa kau sudah gila, Presdir sudah menikah jika kau lupa.""Tapi gosip yang beredar Presdir selalu bersikap dingin dengan istrinya, kau tahu, kau masih memiliki peluang, lagipula wajah Presdir sangatlah tampan, Noona."Bibir pink Lizza berdecak. Seolwoo selalu menjodohkannya dengan Presdir Park yang entah seperti apa rupanya. Beberapa tahun bekerja di tempat ini, dia tidak pernah sekalipun melihat pemimpin tertinggi perusahaan ini. Bahkan semua urusan yang berhubungan dengan pemimpin tertinggi itu tak pernah melibatkan dirinya sekalipun, dan baru kali ini dia disuruh membersihkan ruangannya."Dasar bodoh, kau selalu mengatakan tampan dan tampan, bahkan sekalipun aku tidak pernah melihat wajahnya."
Seolwoo tampak terkejut. "Kau serius!" "Apa aku terlihat berbohong.""Tidak sih, tapi aneh saja masa kau tidak pernah melihat wajah Presdir, aneh.""Itu memang kenyantaannya."Lizza melanjutkan langkahnya meninggalkan Seolwoo yang masih mencerna ucapannya, namun tiba-tiba....,"Nona Kim."
Jantung Lizza seakan ingin melompat dari tempatnya. Suara bass yang langsung menyapa indera pendengarnya membuatnya reflek mendongak mendapati wajah tampan milik pemuda dingin itu berdiri menjulang di hadapannya.Gemuruh di dadanya semakin menjadi. Wajah itu, tidak mungkin dia melupakannya. Sosok yang sampai saat ini masih merajai seluruh ruang di hatinya. Kenapa? Kenapa sosok Seonjoo begitu mirip dengan seseorang di masalalunya, siapa sebenarnya pemuda ini."Seonjoo, ada apa?" ucpanya pelan sembari menetralkan degub jantungnya. "Nona Kim menyuruhmu membersihkan ruangan manager Yoo.""Eh, bukankah Nona Kim menyuruhku membersihkan ruangan Presdir bersamamu?""Tidak jadi.""Kenapa?""Tidak tahu," ucapnya lalu melenggang secepat kilat, tanpa peduli Lizza yang berteriak di belakangnya. "Ck, menyebalkan, kenapa dia dingin sekali, Seojoon di mana kau, kenapa kau seperti hilang ditelan bumi, aku hampir putus asa mencarimu, dan aku yakin dia bukan kau, bocah itu terlalu kaku," gumamnya seorang diriLizza tengah asyik membersihkan kaca jendela di ruang rapat dengan telinga tersumpal earphone. Bahkan bibir merahnya ikut melantunkan lagu-lagu yang cukup hits dari boyband besutan agensi ternama di negeri ginseng itu. Wanita cantik itu adalah seorang fansgirl dari salah satu boyband milik negeri yang terkenal dengan dramanya yang romantis ini. Selain lagu-lagunya yang enak didengar, ia juga menyukai visual dari membernya terutama leadernya yang begitu tampan— menurut perempuan itu.Sementara itu di ruangan yang sama. Pemimpinan tertinggi perusahaan tersebut, pria tampan bernama lengkap Bryan Park, yang menjabat sebagai Presiden direktur terlihat berdiri dengan tubuh bersandar pada pintu dan mata yang fokus menatap sosok Lizza yang tenggelam dalam pekerjaanya tanpa menyadari keberadaan atasannya itu. Bibir lelaki itu tersenyum simpul mendengarkan suara merdu wanita si pemilik marga Kim yang terus saja bersenandung menyanyikan lagu milik salah satu boyband pap
Seonjoo merebahkan tubuhnya di atas futon di dalam kamar sederhananya. Pikirannya melayang, memikirkan seorang Lizza Kim. Seorang yang begitu menawan. Padahal baru kali ini ia bertemu dengan sosok indah itu, apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Tidak mungkin, mungkin ini hanya perasaan kagum sesaat.Selama ini dia selalu diam, tak pernah menyapa hanya menatapnya dari jauh. Seonjoo bukan tipe laki-laki yang akan banyak bicara dan merayu sana-sini, namun wanita itu cukup untuk menarik perhatiannya."Seojoo, kau di dalam."Di tengah lamunanya, pria tampan namun pendiam itu dikagetkan dengan suara seorang wanita dari depan pintu kamarnya. Seonjoo buru-buru bangun dari tidurnya, melangkahkan kakinya membuka pintu.CeklekSuara pintu terbuka menampilkan wanita paruh baya memakai hanbok berwarna gelap, dengan hiasan bunga kecil-kecil di bagian bawahnya, tengah berdiri
"Kau sekarang akrab dengan Seonjoo." Seolwo menyenggol bahu Lizza sembari berjalan menuju area kantin kantor untuk makan siang bersama."Tidak juga, kami hanya berteman tapi belum begitu akrab, dia terlalu pendiam.""Sayangnya dia sangat tampan."Lizza hanya mampu tersenyum mendengar ocehan sahabatnya ini. Yah, memang Lizza akui Baek Seonjoo sangatlah tampan bahkan dia seperti idol di negeri ini tidak cocok menjadi seorang office boy."Memang kenapa kalau tampan.""Yah, mungkin saja kau menyukainya, Noona. Tetapi, aku sarankan jangan menyukai dia, masa depan Sean bisa suram cari saja pria kaya seperti Presdir Park," kelakarnya."Kau gila, Nyonya Park bisa membunuhku, kau mau Sean tidak punya Ibu.""Aku hanya bercanda, Noona. Bagaimana jika aku saja yang menjadi Ayah Sean." Seolwoo menggodanya, namun ada keseriusan di balik ucapannya. Seolwoo hanya takut mengucapk
"Seonjoo-ah, kau itu lucu sekali. Wajah setampan kau, belum oernah memiliki kekasih, kau bercanda.""Aku serius, Noona."Langkah kaki Bryan terpaku, saat mendengar suara tawa yang berasal dari dalam ruangan office boy. Dia yang awalnya ingin, menemui sepupunya yang bekerja sebagai kepala personalia dia urungkan.Sepertiya kau sangat bahagia, kenapa dari dulu aku selalu kalah darinya. Bahkan sampai sekarang aku tidak mampu mengjangkaumu, batinnya berkata.Bryan mengusap kasar wajah tampannya, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke ruanganya. Niat untuk menemui sepupunya sudah hilang. Dia berbalik arah, tanpa tahu seorang wanita yang adalah istri sahnya memperhatikannya sejak tadi tidak jauh dari tempat laki-laki itu berdiri."Sampai kapan kau akan seperti ini Oppa, tidak cukup kah hanya denganku saja," ucapnya lirih sembari menghapus air matanya.***
Lagi-lagi pemandangan menyakitkan itu membuat mata Seolwoo pedih. Dia menghela napasnya panjang. Dia sudah memutuskan untuk membuang perasaannya pada Lizza. Tetapi, kenapa setiap dia melihat Lizza dan Seon Joo semakin lengket setiap hari hatinya merasa begitu sakit."Tidak aku tidak boleh begini, kau bisa Seolwoo, kau bisa melespaskannya," ucapnya menyemangati dirinya sendiri. Dia lalu berlari menghampiri kedua orang itu—Lizza dan Seon Joo— yang tengah berjalan bersama."Kalian berdua, wah semakin lengket saja, apa kalian sudah bersama sekarang," ucapnya sembari menyenggol pelan bahu Lizza.Lizza sendiri tampak salah tingkah. "Kau ini bicara apa, kita hanya teman."Seolwoo menyipitkan kedua matanya. Memutari tubuh mereka berdua dengan satu jarinya dia ketuk-ketukan di atas dagu."Aku tidak percaya, ayo mengaku saja.""Kami hanya berteman dekat, Hyung," sambar S
Sudah sebulan lebih Seonjoo bekerja di Park company, dan semakin hari perasaan cintanya, semakin tumbuh pada Kim Yoonhee atau Lizza. Seonjoo menatap Lizza dalam diam. Saat ini mereka telah bersiap-siap akan pulang ke rumah. Seonjoo berdiri tak jauh dari tempat Lizza yang tengah membereskan barang-barangnya di dalam loker. Pemuda itu sengaja menunggu Lizza karena akan mengajak wanita itu berjalan-jalan sore sebentar menikmati waktu senja di tepi sungai Han. Sekaligus menyatakan perasannya pada perempuan cantik itu. "Ayo, jadi kita pergi?" tanya Lizza yang sudah bersiap dengan tas selempang berwarna putih menggantung di bahunya. Seonjoo memgangguk lalu dia berjalan lebih dulu diikuti Lizza yang berjalan di belakangnya. Sebenarnya, wanita itu begitu gugup sekarang. Karena tiba-tiba si pendiam Baek Seonjoo mengajaknya jala bersama. Lizza terus melamun, hingga tanpa sadar dia menubruk punggung pemuda tampan itu. "Kau tidak apa-a
Hari ini masih sangat pagi, namun seorang Baek Seon Joo sudah duduk melamun di depan sebuah nisan. Suasana pemakaman begitu sepi, maklum hari masih sangat pagi dan hari ini adalah hari minggu, biasanya orang-orang akan menghabiskan waktunya di tempat tidur sambil bergelung nyaman denga selimut tebal, atau sekedar jalan-jalan untuk menyegarkan otak. Namun, Seon Joo malah memilih untuk pergi ke makam.Seon Joo mengusap lembut batu nisan bertuliskan Baek Seo Joon yang merupakan makam milik kakaknya. Makamnya tampak bersih, dan di tumbuhi berbagai macam bunga di sekitarnya, mungkin ibunya yang selalu merawatnya.Pikiranya menerawang jauh ke belakang mengingat sosok kakaknya yang begitu ceria, namun sosok itu tiba-tiba berubah setelah kepulanganya dari Cheongnam. Kakaknya berubah menjadi sosok yang tidak ia kenal sama sekali. Seojoon menjadi sosok pendiam dan puncaknya saat dirinya mendengar kabar bahwa Kakaknya kecelaka
Sean berjalan menghampiri ibunya yang tengah asyik berkutat di dapur kecilnya, bau harum masakan menyeruak ke dalam indera penciuman seorang Sean Kim yang membuat perutnya seketika lapar. Bocah itu mengelus perut kecilnya, mendudukan tubuhnya di lantai ruang tengah rumahnya yang menyatu dengan dapur."Ibu? " Lizza menoleh mendengar Sean memanggilnya."Kau sudah lapar Sayang, sebentar ya Ibu akan membawanya ke situ."Sean menganguk lantas menidurkan kepalanya di atas meja, memperhatikan ibunya yang sibuk menata makanan."Nah sudah selesai ayo kita makan." Sean hanya mengangguk malas, Lizza memandang wajah lesu putranya, dia jadi kwatir."Sean, ada apa denganmu, hem. Kamu sakit?"Bocah itu menggeleng lemah, "Tidak, aku tidak apa-apa, Bu.""Sean, katakan pada Ibu, Sayang. Apa teman-temanmu mengganggumu lagi di sekolah?"Sean mendongakan kepalanya.
"Ibu, apa yang terjadi? Ada apa dengan Kak Seonjoo." Lizza menggeleng lemah pada putranya. Saat ini pikirannya tengah kalut. Bingung harus berbuat apa."Kakak, kau mau ke mana?""Maaf Sean, Kakak permisi pulang."Seonjoo berlalu pergi dari rumah Lizza tanpa mengucapkan sepatah katapun pada wanita itu. Dia hanya berbicara pada Sean.Lizza menatap nanar punggung lebar Seonjoo yang semakin menjauh dari pandangan matanya. dia sudah menduga semua akan berakhir seperti ini."Bu, apa Kak Seonjoo marah?" tanyanya. Wajahnya mendongak menatap wajah cantik ibunya yang fokus pada pintu depan di mana sosok Senjoo menghilang."Mungkin Kak Seonjoo marah dengan Ibu," ucapnya.Sean memperhatikan ibunya yang tampak tak bersemangat setelah kepergian Seonjoo. Dia tidak tahu ada masalah apa antara ibunya dan pria muda itu. Bukanya mereka teman lantas kenapa Seonjoo begitu kecewa dengan ibunya. Sean tidaklah bodoh walaupun usianya baru 10
Lizza berjalan terburu-buru sembari menenteng dua kantong besar berisi bahan-bahan makanan menuju flat kecilnya. Dia sudah terlambat untuk memasak makan malam untuk Sean. dia mampir ke tempat Seolwoo dulu tadi untuk mengajarinya memasak, karena Seolwoo sangat payah dalam memasak. Pemuda itu ingin pintar memasak seperti Lizza, karena dia tidak ingin terus merepitkan dengan menumpang makan di rumah wanita cantik itu. Dia tahu diri, apalagi sekarang Lizza tengah dekat Seonjoo, dia tak ingin melihat orang yang dia suka berduaan dengan pria lain.Lizza membuka pintu flat kecilnya, sambil berteriak memanggil Sean putranya."Sean, Ibu pul..., "Lizza urung melanjutkan ucapnnya karena melihat putranya tengah duduk bersandar pada kursi satu-satunya yang ada di flatnya dengan wajah penuh lebam."Astaga! Sean, kau kenapa sayang, kenapa wajahmu lebam begini, bicara pada Ibu.""Aku tidak apa-apa, Bu."
Sean berjalan menghampiri ibunya yang tengah asyik berkutat di dapur kecilnya, bau harum masakan menyeruak ke dalam indera penciuman seorang Sean Kim yang membuat perutnya seketika lapar. Bocah itu mengelus perut kecilnya, mendudukan tubuhnya di lantai ruang tengah rumahnya yang menyatu dengan dapur."Ibu? " Lizza menoleh mendengar Sean memanggilnya."Kau sudah lapar Sayang, sebentar ya Ibu akan membawanya ke situ."Sean menganguk lantas menidurkan kepalanya di atas meja, memperhatikan ibunya yang sibuk menata makanan."Nah sudah selesai ayo kita makan." Sean hanya mengangguk malas, Lizza memandang wajah lesu putranya, dia jadi kwatir."Sean, ada apa denganmu, hem. Kamu sakit?"Bocah itu menggeleng lemah, "Tidak, aku tidak apa-apa, Bu.""Sean, katakan pada Ibu, Sayang. Apa teman-temanmu mengganggumu lagi di sekolah?"Sean mendongakan kepalanya.
Hari ini masih sangat pagi, namun seorang Baek Seon Joo sudah duduk melamun di depan sebuah nisan. Suasana pemakaman begitu sepi, maklum hari masih sangat pagi dan hari ini adalah hari minggu, biasanya orang-orang akan menghabiskan waktunya di tempat tidur sambil bergelung nyaman denga selimut tebal, atau sekedar jalan-jalan untuk menyegarkan otak. Namun, Seon Joo malah memilih untuk pergi ke makam.Seon Joo mengusap lembut batu nisan bertuliskan Baek Seo Joon yang merupakan makam milik kakaknya. Makamnya tampak bersih, dan di tumbuhi berbagai macam bunga di sekitarnya, mungkin ibunya yang selalu merawatnya.Pikiranya menerawang jauh ke belakang mengingat sosok kakaknya yang begitu ceria, namun sosok itu tiba-tiba berubah setelah kepulanganya dari Cheongnam. Kakaknya berubah menjadi sosok yang tidak ia kenal sama sekali. Seojoon menjadi sosok pendiam dan puncaknya saat dirinya mendengar kabar bahwa Kakaknya kecelaka
Sudah sebulan lebih Seonjoo bekerja di Park company, dan semakin hari perasaan cintanya, semakin tumbuh pada Kim Yoonhee atau Lizza. Seonjoo menatap Lizza dalam diam. Saat ini mereka telah bersiap-siap akan pulang ke rumah. Seonjoo berdiri tak jauh dari tempat Lizza yang tengah membereskan barang-barangnya di dalam loker. Pemuda itu sengaja menunggu Lizza karena akan mengajak wanita itu berjalan-jalan sore sebentar menikmati waktu senja di tepi sungai Han. Sekaligus menyatakan perasannya pada perempuan cantik itu. "Ayo, jadi kita pergi?" tanya Lizza yang sudah bersiap dengan tas selempang berwarna putih menggantung di bahunya. Seonjoo memgangguk lalu dia berjalan lebih dulu diikuti Lizza yang berjalan di belakangnya. Sebenarnya, wanita itu begitu gugup sekarang. Karena tiba-tiba si pendiam Baek Seonjoo mengajaknya jala bersama. Lizza terus melamun, hingga tanpa sadar dia menubruk punggung pemuda tampan itu. "Kau tidak apa-a
Lagi-lagi pemandangan menyakitkan itu membuat mata Seolwoo pedih. Dia menghela napasnya panjang. Dia sudah memutuskan untuk membuang perasaannya pada Lizza. Tetapi, kenapa setiap dia melihat Lizza dan Seon Joo semakin lengket setiap hari hatinya merasa begitu sakit."Tidak aku tidak boleh begini, kau bisa Seolwoo, kau bisa melespaskannya," ucapnya menyemangati dirinya sendiri. Dia lalu berlari menghampiri kedua orang itu—Lizza dan Seon Joo— yang tengah berjalan bersama."Kalian berdua, wah semakin lengket saja, apa kalian sudah bersama sekarang," ucapnya sembari menyenggol pelan bahu Lizza.Lizza sendiri tampak salah tingkah. "Kau ini bicara apa, kita hanya teman."Seolwoo menyipitkan kedua matanya. Memutari tubuh mereka berdua dengan satu jarinya dia ketuk-ketukan di atas dagu."Aku tidak percaya, ayo mengaku saja.""Kami hanya berteman dekat, Hyung," sambar S
"Seonjoo-ah, kau itu lucu sekali. Wajah setampan kau, belum oernah memiliki kekasih, kau bercanda.""Aku serius, Noona."Langkah kaki Bryan terpaku, saat mendengar suara tawa yang berasal dari dalam ruangan office boy. Dia yang awalnya ingin, menemui sepupunya yang bekerja sebagai kepala personalia dia urungkan.Sepertiya kau sangat bahagia, kenapa dari dulu aku selalu kalah darinya. Bahkan sampai sekarang aku tidak mampu mengjangkaumu, batinnya berkata.Bryan mengusap kasar wajah tampannya, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke ruanganya. Niat untuk menemui sepupunya sudah hilang. Dia berbalik arah, tanpa tahu seorang wanita yang adalah istri sahnya memperhatikannya sejak tadi tidak jauh dari tempat laki-laki itu berdiri."Sampai kapan kau akan seperti ini Oppa, tidak cukup kah hanya denganku saja," ucapnya lirih sembari menghapus air matanya.***
"Kau sekarang akrab dengan Seonjoo." Seolwo menyenggol bahu Lizza sembari berjalan menuju area kantin kantor untuk makan siang bersama."Tidak juga, kami hanya berteman tapi belum begitu akrab, dia terlalu pendiam.""Sayangnya dia sangat tampan."Lizza hanya mampu tersenyum mendengar ocehan sahabatnya ini. Yah, memang Lizza akui Baek Seonjoo sangatlah tampan bahkan dia seperti idol di negeri ini tidak cocok menjadi seorang office boy."Memang kenapa kalau tampan.""Yah, mungkin saja kau menyukainya, Noona. Tetapi, aku sarankan jangan menyukai dia, masa depan Sean bisa suram cari saja pria kaya seperti Presdir Park," kelakarnya."Kau gila, Nyonya Park bisa membunuhku, kau mau Sean tidak punya Ibu.""Aku hanya bercanda, Noona. Bagaimana jika aku saja yang menjadi Ayah Sean." Seolwoo menggodanya, namun ada keseriusan di balik ucapannya. Seolwoo hanya takut mengucapk
Seonjoo merebahkan tubuhnya di atas futon di dalam kamar sederhananya. Pikirannya melayang, memikirkan seorang Lizza Kim. Seorang yang begitu menawan. Padahal baru kali ini ia bertemu dengan sosok indah itu, apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Tidak mungkin, mungkin ini hanya perasaan kagum sesaat.Selama ini dia selalu diam, tak pernah menyapa hanya menatapnya dari jauh. Seonjoo bukan tipe laki-laki yang akan banyak bicara dan merayu sana-sini, namun wanita itu cukup untuk menarik perhatiannya."Seojoo, kau di dalam."Di tengah lamunanya, pria tampan namun pendiam itu dikagetkan dengan suara seorang wanita dari depan pintu kamarnya. Seonjoo buru-buru bangun dari tidurnya, melangkahkan kakinya membuka pintu.CeklekSuara pintu terbuka menampilkan wanita paruh baya memakai hanbok berwarna gelap, dengan hiasan bunga kecil-kecil di bagian bawahnya, tengah berdiri