"Hei, Noona! Apa kau tekena sindrom love first sigh huh! "
Lizza yang masih tak mampu mengalihkan pandangannya dari karyawan baru tersebut, tersentak saat tangan besar Seolwoo menepuk pundaknya dengan cengiran di bibirnya yang sarat akan godaan.
"Aku tidak," ucapnya gugup walau mata bulatnya tak mampu berpaling dari sosok yang kini telah menghilang di balik tembok ruangan penyimpanan alat-alat kebersihan.
"Jangan berbohong, lihat saja kau terus menatapnya sampai bayangannya menghilang."
"Bodoh, aku hanya kaget saja, aku seperti tidak asing dengan wajahnya."
"Eh, benarkah." Alisnya terangkat saat mendengar ucapan Lizza yang membuatnya penasaran sekaligus rasa sakit, bagaimana jika dugaannya itu benar. "Apa yang kau maksud itu ayahnya, Sean."
Bibir pink itu bungkam, tidak menggiyakan atau membantahnya. Hanya tatapan ssndu yang kini dapat Seolwoo lihat. "Aku tidak mau berharap banyak, mungkin hanya mirip saja, dia sudah lama menghilang dari kehidupanku, mungkin saja sekarang pria itu sudah memiliki keluarganya sendiri. Kau tahu, aku tidak memiliki keinginan kembali bersamanya, untuk saat ini aku hanya ingin mempertemukan Sean dengan ayah kandungnya itu sudah cukup, aku tidak ingin mengobrak-abrik kehidupan orang yang mungkin sudah bahagia."
Walau terdengar sudah iklas dan pasrah, namun Seolwoo masih menangkap sorot penuh cinta dari kedua bola mata milik wanita yang dia cintai diam-diam tersebut. Bibir boleh berkata tidak namun hati tidak mampu berbohong. Lima tahun ini Seolwoo menggenal Lizza dengan baik, bahkan wanita itu tak ingin membuka hatinya untuk pria lain, bukankah cinta wanita itu masih begitu besar untuk laki-laki di masalalunya hingga Sean hadir di dunia ini.
"Sudahlah, maaf telah membuatmu mengingat masalalu, ayo segera bersihkan ruangan meeting atau Nona Kim akan marah-marah lagi."
Lizza mengangguk, lalu melanjutkan jalannya.
****
Sean menatap tumpukan buku di depannya. Anak itu menghela napas berat karena harus membawa buku-buku tersebut seorang diri ke dalam gudang yang terletak di belakang sekolah. Tempatnya sangat sepi, dan jarang ada siswa yang ke sana karena cerita-cerita hantu yang bertebaran tentang gudang belakang sekolah yang angker."Seonsaengnim, apakah aku harus membawanya sendirian. "
"Tentu saja, kau sedang dihukum karena tidak membuat PR hari ini."
Bocah 10 tahun itu mencebik kesal. Padahal dia sudah mengerjakan tugas dari guru di depannya ini sejak semalam, namun bagaimana bisa bukunya sekarang telah raib dari dalam tas miliknya. Padahal dia sudah ingat betul menaruh buku tugas tersebut ke dalam tas, bahkan setelah sampai di tempat duduk tadi pagi dia mengecek bukunya kembali, dan itu masih ada.
"Baiklah, akan segera kubawa ke gudang, Seonsengnim," ucapnya lesu sembari membawa tumpukan buku-buku lama hingga menutupi wajahnya. Kakinya melangkah ke luar dari ruang guru dengan susah payah.
"Perlu bantuan, bocah miskin." Suara gelak tawa memenuhi indera pendengarnya. Segera dia melihat gerombolan teman-teman sekelasnya yang tertawa mengejek tepat di hadapannya, saat dirinya berjalan menuju gudang belakang.
"Apa ini ulahmu, Jiseok!" Sean menjatuhkan bukunya, hingga bunyi gedebuk yang cukup nyaring. Untung saja mereka sudah jauh dari ruangan guru.
"Melakukan apa? Kau jangan menuduh sembarangan, berani sekali kau menuduhku, kau pikir kau itu siapa, dasar miskin!" ucap bocah bernama Jiseok yang selalu melontarkan kata pedas pada murid-murid kurang mampu di sini, terutama Sean yang selalu menjadi incaran pembullyan bocah tersebut.
"Kau pikir aku bodoh, bukuku hilang begitu saja, aku masih melihatnya di dalam tas saat aku tiba di kelas,"sungutnya.
Jiseok bersama ketiga temannya tertawa remeh. Bocah jaman sekarang memang berbeda sekali dengan bocah di tahun awal 90an yang masih lugu. Mereka semua sudah berubah seiring berkembangnya tehnologi namun terlalu banyak sisi negatif yang muncul.
"Kalau iya, kau mau apa, huh." Bocah yang sepertinya adalah ketua dari 4 anak tersebut segera beranjak menghadang Sean. Tanpa ragu-ragu dia mencengkeram kerah seragam milik bocah bermarga Kim tersebut.
"Kau berani padaku? Dasar bocah miskin."
"Aku tidak takut padamu, pengecut yang hanya berani main keroyokan." Sean tertawa remeh.
"Berani sekali kau." Jiseok mendorong tubuh Sean hingga terhempas ke tembok. Anak itu lalu maju melangkah ke depan, tangannya sudah terkepal siap menghajar wajah tampan milik Sean, namun tiba-tiba lengannya dicengkeram kuat oleh seorang bocah yang lebih tinggi darinya hingga kepalan tangannya menggantung di udara.
"Hentikan." Suara datar dengan nada menusuk mampir di telinga kedua bocah tersebut. Jiseok lebih dulu mendecih emosi.
"Jangan ikut campur urusanku, Han Taeyung."Krakk
"Arghhh!!! Sakit bodoh, lepaskan tanganku." Jiseok menjerit saat tangan milik bocah bermarga Han tersebut memelintir lengannya.
"Pergi!"
Mendengar nada dingin dari mulut Taehyung, Jiseok segera melepas cengkeramannya dari kerah seragam milik Sean dan pergi begitu saja diikuti ketiga temannya dengan wajah penuh emosi.
"Terimakasih," ucap Sean namun bocah itu hanya menatapnya datar dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Kenapa dia dingin sekali."
****Lizza barusaja akan berjalan ke luar gedung tempatnya bekerja saat dia mendapati sosok office boy baru yang membuat dadanya berdebar hebat tengah berjongkok sembari mengotak-atik sepeda miliknya. Ingin dia menyapa, namun dia sendiri masih merasa takut, terlebih laki-laki itu tak banyak bicara, apalagi melihat wajah itu rasa rindu akan pria di masalalunya semakin menjadi. Akan tetapi, dia tahu bahwa pria itu bukanlah seseorang di masalalunya.Langkah lizza terlihat ragu-ragu, namun dia tetap saja berjalan ke arah laki-laki muda tersebut, bukan apa-apa dia hanya ingin menyapa."Kau sedang apa?" tanyanya ragu.Pria itu segera menoleh dengan wajah datar khasnya. Sejenak, dia menatap Lizza tajam, sebelum dia beralih fokus pada sepedanya kembali. "Rantainya lepas."
"Oh, mau aku panggilkan Pak Song, beliau bisa membantumu.""Tidak, ini sudah selesai," ucapnya sembari beranjak dan mencari tissu di dalam tas ranselnya. "Baiklah, oh ya kenalkan namaku Lizza, kau sendiri."Laki-laki itu tak segera menjawab. Dia leboh fokus membersihkan tangannya dengan tissu lalu menaiki sepedanya. Akan tetapi, dia kemudian menoleh. "Seon Joo." Hanya itu yang dia ucapkan sebelum kemudian menggoes sepedanya meninggalkan Lizza dengan debaran di dadanya. "Siapa kau, kenapa kau mirip sekali dengannya," desahnya. Sementara itu tak jauh dari tempat Lizza berdiri. Seolwoo tengah memperhatikan wanita itu. Awalnya dia ingin mengajak perempuan bermarga Kim itu pulang bersama, namun dia urung karena melihat Lizza tengah berbicara dengan Seon Joo, dan sesekali dia melirik ke arah lobi di mana presdir mereka berdiri di depan pintu masuk dengan mata fokus ke arah Lizza."Apa yang presdir lakukan di sana," gumamnya. Namun, Seolwoo tak ingin tahu apa yang tengah presdirnya lakukan, karena dia segera pergi menyusul Lizza.
Lizza merasakan tubuhnya yang teramat pegal akibat lelah bekerja seharian. Dia berjalan lesu menuju apartemen sederhananya yang ia huni bersama puteranya. Langkahnya pelan agar tak mengganggu putera kesayangannya karena mungkin saja Sean sudah tidur karena jam sudah menunjukan pukul 10 malam waktu Korea.Hari ini dia lembur hingga malam. Dia membuka pintu kamar satu-satunya yang ada di apartemen tersebut, mendapati Sean yang tengah tertidur meringkuk di atas kasur.Lizza menaruh tas selempangnya di atas nakas lalu duduk di atas ranjang sembari mengelus kepala puteranya penuh sayang."Sean," bisiknya pelan. Dia bermaksud membangunkan puteranya karena mungkin saja bocah itu belum makan.Dia mengguncang pelan tubuh Sean namun bocah itu tak juga bangun, malah mendapati puteranya yang mengingau menyebut kata 'Ayah' yang membuat hatinya cukup teriris."Sean, ayo bangun.""Ayah, Sean rindu Ayah, Ayah di mana?" gumamnya dengan mata
Lizza tengah asyik membersihkan kaca jendela di ruang rapat dengan telinga tersumpal earphone. Bahkan bibir merahnya ikut melantunkan lagu-lagu yang cukup hits dari boyband besutan agensi ternama di negeri ginseng itu. Wanita cantik itu adalah seorang fansgirl dari salah satu boyband milik negeri yang terkenal dengan dramanya yang romantis ini. Selain lagu-lagunya yang enak didengar, ia juga menyukai visual dari membernya terutama leadernya yang begitu tampan— menurut perempuan itu.Sementara itu di ruangan yang sama. Pemimpinan tertinggi perusahaan tersebut, pria tampan bernama lengkap Bryan Park, yang menjabat sebagai Presiden direktur terlihat berdiri dengan tubuh bersandar pada pintu dan mata yang fokus menatap sosok Lizza yang tenggelam dalam pekerjaanya tanpa menyadari keberadaan atasannya itu. Bibir lelaki itu tersenyum simpul mendengarkan suara merdu wanita si pemilik marga Kim yang terus saja bersenandung menyanyikan lagu milik salah satu boyband pap
Seonjoo merebahkan tubuhnya di atas futon di dalam kamar sederhananya. Pikirannya melayang, memikirkan seorang Lizza Kim. Seorang yang begitu menawan. Padahal baru kali ini ia bertemu dengan sosok indah itu, apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Tidak mungkin, mungkin ini hanya perasaan kagum sesaat.Selama ini dia selalu diam, tak pernah menyapa hanya menatapnya dari jauh. Seonjoo bukan tipe laki-laki yang akan banyak bicara dan merayu sana-sini, namun wanita itu cukup untuk menarik perhatiannya."Seojoo, kau di dalam."Di tengah lamunanya, pria tampan namun pendiam itu dikagetkan dengan suara seorang wanita dari depan pintu kamarnya. Seonjoo buru-buru bangun dari tidurnya, melangkahkan kakinya membuka pintu.CeklekSuara pintu terbuka menampilkan wanita paruh baya memakai hanbok berwarna gelap, dengan hiasan bunga kecil-kecil di bagian bawahnya, tengah berdiri
"Kau sekarang akrab dengan Seonjoo." Seolwo menyenggol bahu Lizza sembari berjalan menuju area kantin kantor untuk makan siang bersama."Tidak juga, kami hanya berteman tapi belum begitu akrab, dia terlalu pendiam.""Sayangnya dia sangat tampan."Lizza hanya mampu tersenyum mendengar ocehan sahabatnya ini. Yah, memang Lizza akui Baek Seonjoo sangatlah tampan bahkan dia seperti idol di negeri ini tidak cocok menjadi seorang office boy."Memang kenapa kalau tampan.""Yah, mungkin saja kau menyukainya, Noona. Tetapi, aku sarankan jangan menyukai dia, masa depan Sean bisa suram cari saja pria kaya seperti Presdir Park," kelakarnya."Kau gila, Nyonya Park bisa membunuhku, kau mau Sean tidak punya Ibu.""Aku hanya bercanda, Noona. Bagaimana jika aku saja yang menjadi Ayah Sean." Seolwoo menggodanya, namun ada keseriusan di balik ucapannya. Seolwoo hanya takut mengucapk
"Seonjoo-ah, kau itu lucu sekali. Wajah setampan kau, belum oernah memiliki kekasih, kau bercanda.""Aku serius, Noona."Langkah kaki Bryan terpaku, saat mendengar suara tawa yang berasal dari dalam ruangan office boy. Dia yang awalnya ingin, menemui sepupunya yang bekerja sebagai kepala personalia dia urungkan.Sepertiya kau sangat bahagia, kenapa dari dulu aku selalu kalah darinya. Bahkan sampai sekarang aku tidak mampu mengjangkaumu, batinnya berkata.Bryan mengusap kasar wajah tampannya, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke ruanganya. Niat untuk menemui sepupunya sudah hilang. Dia berbalik arah, tanpa tahu seorang wanita yang adalah istri sahnya memperhatikannya sejak tadi tidak jauh dari tempat laki-laki itu berdiri."Sampai kapan kau akan seperti ini Oppa, tidak cukup kah hanya denganku saja," ucapnya lirih sembari menghapus air matanya.***
Lagi-lagi pemandangan menyakitkan itu membuat mata Seolwoo pedih. Dia menghela napasnya panjang. Dia sudah memutuskan untuk membuang perasaannya pada Lizza. Tetapi, kenapa setiap dia melihat Lizza dan Seon Joo semakin lengket setiap hari hatinya merasa begitu sakit."Tidak aku tidak boleh begini, kau bisa Seolwoo, kau bisa melespaskannya," ucapnya menyemangati dirinya sendiri. Dia lalu berlari menghampiri kedua orang itu—Lizza dan Seon Joo— yang tengah berjalan bersama."Kalian berdua, wah semakin lengket saja, apa kalian sudah bersama sekarang," ucapnya sembari menyenggol pelan bahu Lizza.Lizza sendiri tampak salah tingkah. "Kau ini bicara apa, kita hanya teman."Seolwoo menyipitkan kedua matanya. Memutari tubuh mereka berdua dengan satu jarinya dia ketuk-ketukan di atas dagu."Aku tidak percaya, ayo mengaku saja.""Kami hanya berteman dekat, Hyung," sambar S
Sudah sebulan lebih Seonjoo bekerja di Park company, dan semakin hari perasaan cintanya, semakin tumbuh pada Kim Yoonhee atau Lizza. Seonjoo menatap Lizza dalam diam. Saat ini mereka telah bersiap-siap akan pulang ke rumah. Seonjoo berdiri tak jauh dari tempat Lizza yang tengah membereskan barang-barangnya di dalam loker. Pemuda itu sengaja menunggu Lizza karena akan mengajak wanita itu berjalan-jalan sore sebentar menikmati waktu senja di tepi sungai Han. Sekaligus menyatakan perasannya pada perempuan cantik itu. "Ayo, jadi kita pergi?" tanya Lizza yang sudah bersiap dengan tas selempang berwarna putih menggantung di bahunya. Seonjoo memgangguk lalu dia berjalan lebih dulu diikuti Lizza yang berjalan di belakangnya. Sebenarnya, wanita itu begitu gugup sekarang. Karena tiba-tiba si pendiam Baek Seonjoo mengajaknya jala bersama. Lizza terus melamun, hingga tanpa sadar dia menubruk punggung pemuda tampan itu. "Kau tidak apa-a
Hari ini masih sangat pagi, namun seorang Baek Seon Joo sudah duduk melamun di depan sebuah nisan. Suasana pemakaman begitu sepi, maklum hari masih sangat pagi dan hari ini adalah hari minggu, biasanya orang-orang akan menghabiskan waktunya di tempat tidur sambil bergelung nyaman denga selimut tebal, atau sekedar jalan-jalan untuk menyegarkan otak. Namun, Seon Joo malah memilih untuk pergi ke makam.Seon Joo mengusap lembut batu nisan bertuliskan Baek Seo Joon yang merupakan makam milik kakaknya. Makamnya tampak bersih, dan di tumbuhi berbagai macam bunga di sekitarnya, mungkin ibunya yang selalu merawatnya.Pikiranya menerawang jauh ke belakang mengingat sosok kakaknya yang begitu ceria, namun sosok itu tiba-tiba berubah setelah kepulanganya dari Cheongnam. Kakaknya berubah menjadi sosok yang tidak ia kenal sama sekali. Seojoon menjadi sosok pendiam dan puncaknya saat dirinya mendengar kabar bahwa Kakaknya kecelaka
"Ibu, apa yang terjadi? Ada apa dengan Kak Seonjoo." Lizza menggeleng lemah pada putranya. Saat ini pikirannya tengah kalut. Bingung harus berbuat apa."Kakak, kau mau ke mana?""Maaf Sean, Kakak permisi pulang."Seonjoo berlalu pergi dari rumah Lizza tanpa mengucapkan sepatah katapun pada wanita itu. Dia hanya berbicara pada Sean.Lizza menatap nanar punggung lebar Seonjoo yang semakin menjauh dari pandangan matanya. dia sudah menduga semua akan berakhir seperti ini."Bu, apa Kak Seonjoo marah?" tanyanya. Wajahnya mendongak menatap wajah cantik ibunya yang fokus pada pintu depan di mana sosok Senjoo menghilang."Mungkin Kak Seonjoo marah dengan Ibu," ucapnya.Sean memperhatikan ibunya yang tampak tak bersemangat setelah kepergian Seonjoo. Dia tidak tahu ada masalah apa antara ibunya dan pria muda itu. Bukanya mereka teman lantas kenapa Seonjoo begitu kecewa dengan ibunya. Sean tidaklah bodoh walaupun usianya baru 10
Lizza berjalan terburu-buru sembari menenteng dua kantong besar berisi bahan-bahan makanan menuju flat kecilnya. Dia sudah terlambat untuk memasak makan malam untuk Sean. dia mampir ke tempat Seolwoo dulu tadi untuk mengajarinya memasak, karena Seolwoo sangat payah dalam memasak. Pemuda itu ingin pintar memasak seperti Lizza, karena dia tidak ingin terus merepitkan dengan menumpang makan di rumah wanita cantik itu. Dia tahu diri, apalagi sekarang Lizza tengah dekat Seonjoo, dia tak ingin melihat orang yang dia suka berduaan dengan pria lain.Lizza membuka pintu flat kecilnya, sambil berteriak memanggil Sean putranya."Sean, Ibu pul..., "Lizza urung melanjutkan ucapnnya karena melihat putranya tengah duduk bersandar pada kursi satu-satunya yang ada di flatnya dengan wajah penuh lebam."Astaga! Sean, kau kenapa sayang, kenapa wajahmu lebam begini, bicara pada Ibu.""Aku tidak apa-apa, Bu."
Sean berjalan menghampiri ibunya yang tengah asyik berkutat di dapur kecilnya, bau harum masakan menyeruak ke dalam indera penciuman seorang Sean Kim yang membuat perutnya seketika lapar. Bocah itu mengelus perut kecilnya, mendudukan tubuhnya di lantai ruang tengah rumahnya yang menyatu dengan dapur."Ibu? " Lizza menoleh mendengar Sean memanggilnya."Kau sudah lapar Sayang, sebentar ya Ibu akan membawanya ke situ."Sean menganguk lantas menidurkan kepalanya di atas meja, memperhatikan ibunya yang sibuk menata makanan."Nah sudah selesai ayo kita makan." Sean hanya mengangguk malas, Lizza memandang wajah lesu putranya, dia jadi kwatir."Sean, ada apa denganmu, hem. Kamu sakit?"Bocah itu menggeleng lemah, "Tidak, aku tidak apa-apa, Bu.""Sean, katakan pada Ibu, Sayang. Apa teman-temanmu mengganggumu lagi di sekolah?"Sean mendongakan kepalanya.
Hari ini masih sangat pagi, namun seorang Baek Seon Joo sudah duduk melamun di depan sebuah nisan. Suasana pemakaman begitu sepi, maklum hari masih sangat pagi dan hari ini adalah hari minggu, biasanya orang-orang akan menghabiskan waktunya di tempat tidur sambil bergelung nyaman denga selimut tebal, atau sekedar jalan-jalan untuk menyegarkan otak. Namun, Seon Joo malah memilih untuk pergi ke makam.Seon Joo mengusap lembut batu nisan bertuliskan Baek Seo Joon yang merupakan makam milik kakaknya. Makamnya tampak bersih, dan di tumbuhi berbagai macam bunga di sekitarnya, mungkin ibunya yang selalu merawatnya.Pikiranya menerawang jauh ke belakang mengingat sosok kakaknya yang begitu ceria, namun sosok itu tiba-tiba berubah setelah kepulanganya dari Cheongnam. Kakaknya berubah menjadi sosok yang tidak ia kenal sama sekali. Seojoon menjadi sosok pendiam dan puncaknya saat dirinya mendengar kabar bahwa Kakaknya kecelaka
Sudah sebulan lebih Seonjoo bekerja di Park company, dan semakin hari perasaan cintanya, semakin tumbuh pada Kim Yoonhee atau Lizza. Seonjoo menatap Lizza dalam diam. Saat ini mereka telah bersiap-siap akan pulang ke rumah. Seonjoo berdiri tak jauh dari tempat Lizza yang tengah membereskan barang-barangnya di dalam loker. Pemuda itu sengaja menunggu Lizza karena akan mengajak wanita itu berjalan-jalan sore sebentar menikmati waktu senja di tepi sungai Han. Sekaligus menyatakan perasannya pada perempuan cantik itu. "Ayo, jadi kita pergi?" tanya Lizza yang sudah bersiap dengan tas selempang berwarna putih menggantung di bahunya. Seonjoo memgangguk lalu dia berjalan lebih dulu diikuti Lizza yang berjalan di belakangnya. Sebenarnya, wanita itu begitu gugup sekarang. Karena tiba-tiba si pendiam Baek Seonjoo mengajaknya jala bersama. Lizza terus melamun, hingga tanpa sadar dia menubruk punggung pemuda tampan itu. "Kau tidak apa-a
Lagi-lagi pemandangan menyakitkan itu membuat mata Seolwoo pedih. Dia menghela napasnya panjang. Dia sudah memutuskan untuk membuang perasaannya pada Lizza. Tetapi, kenapa setiap dia melihat Lizza dan Seon Joo semakin lengket setiap hari hatinya merasa begitu sakit."Tidak aku tidak boleh begini, kau bisa Seolwoo, kau bisa melespaskannya," ucapnya menyemangati dirinya sendiri. Dia lalu berlari menghampiri kedua orang itu—Lizza dan Seon Joo— yang tengah berjalan bersama."Kalian berdua, wah semakin lengket saja, apa kalian sudah bersama sekarang," ucapnya sembari menyenggol pelan bahu Lizza.Lizza sendiri tampak salah tingkah. "Kau ini bicara apa, kita hanya teman."Seolwoo menyipitkan kedua matanya. Memutari tubuh mereka berdua dengan satu jarinya dia ketuk-ketukan di atas dagu."Aku tidak percaya, ayo mengaku saja.""Kami hanya berteman dekat, Hyung," sambar S
"Seonjoo-ah, kau itu lucu sekali. Wajah setampan kau, belum oernah memiliki kekasih, kau bercanda.""Aku serius, Noona."Langkah kaki Bryan terpaku, saat mendengar suara tawa yang berasal dari dalam ruangan office boy. Dia yang awalnya ingin, menemui sepupunya yang bekerja sebagai kepala personalia dia urungkan.Sepertiya kau sangat bahagia, kenapa dari dulu aku selalu kalah darinya. Bahkan sampai sekarang aku tidak mampu mengjangkaumu, batinnya berkata.Bryan mengusap kasar wajah tampannya, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke ruanganya. Niat untuk menemui sepupunya sudah hilang. Dia berbalik arah, tanpa tahu seorang wanita yang adalah istri sahnya memperhatikannya sejak tadi tidak jauh dari tempat laki-laki itu berdiri."Sampai kapan kau akan seperti ini Oppa, tidak cukup kah hanya denganku saja," ucapnya lirih sembari menghapus air matanya.***
"Kau sekarang akrab dengan Seonjoo." Seolwo menyenggol bahu Lizza sembari berjalan menuju area kantin kantor untuk makan siang bersama."Tidak juga, kami hanya berteman tapi belum begitu akrab, dia terlalu pendiam.""Sayangnya dia sangat tampan."Lizza hanya mampu tersenyum mendengar ocehan sahabatnya ini. Yah, memang Lizza akui Baek Seonjoo sangatlah tampan bahkan dia seperti idol di negeri ini tidak cocok menjadi seorang office boy."Memang kenapa kalau tampan.""Yah, mungkin saja kau menyukainya, Noona. Tetapi, aku sarankan jangan menyukai dia, masa depan Sean bisa suram cari saja pria kaya seperti Presdir Park," kelakarnya."Kau gila, Nyonya Park bisa membunuhku, kau mau Sean tidak punya Ibu.""Aku hanya bercanda, Noona. Bagaimana jika aku saja yang menjadi Ayah Sean." Seolwoo menggodanya, namun ada keseriusan di balik ucapannya. Seolwoo hanya takut mengucapk
Seonjoo merebahkan tubuhnya di atas futon di dalam kamar sederhananya. Pikirannya melayang, memikirkan seorang Lizza Kim. Seorang yang begitu menawan. Padahal baru kali ini ia bertemu dengan sosok indah itu, apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Tidak mungkin, mungkin ini hanya perasaan kagum sesaat.Selama ini dia selalu diam, tak pernah menyapa hanya menatapnya dari jauh. Seonjoo bukan tipe laki-laki yang akan banyak bicara dan merayu sana-sini, namun wanita itu cukup untuk menarik perhatiannya."Seojoo, kau di dalam."Di tengah lamunanya, pria tampan namun pendiam itu dikagetkan dengan suara seorang wanita dari depan pintu kamarnya. Seonjoo buru-buru bangun dari tidurnya, melangkahkan kakinya membuka pintu.CeklekSuara pintu terbuka menampilkan wanita paruh baya memakai hanbok berwarna gelap, dengan hiasan bunga kecil-kecil di bagian bawahnya, tengah berdiri