Dirga yang baru saja pulang dari masjid setelah melaksanakan isya itu mendekati Nada yang duduk di atas sofa dengan mata menatap lurus ke arah televisi. Ia langsung duduk di samping Nada dan melingkarkan tangannya di pinggang Nada, kemudian menaruh kepalanya di bahu Nada juga. "Kebiasaan," ucap Nada. "Biarin," sahut Dirga. Cup Sebuah kecupan Dirga daratkan di atas pipi Nada, lalu kembali menaruh lagi kepalanya di bahu Nada. "Aku sayang banget sama kamu, jangan tinggalin aku ya ....” “Kamu gak akan aku tinggalin kalau gak bertingkah,” jawab Nada datar. "Tenang aja, Sayang. Aku pastikan setelah ini kita akan bebas dari bayang-bayang orang ketiga. Gak akan aku nakal lagi, aku takut kamu beneran pergi. Soalnya kalau gak ada kamu hidup aku gak bermakna banget.” "Masa? Jadi aku penting banget buat kamu?" tanya Nada. "Banget! Kamu sangat penting buat aku," ucap Dirga. "Aku gak akan pernah bisa ganti kamu dengan cinta yang lain, hanya kamu yang aku mau, aku gak akan pernah berhenti m
“Kok gak langsung pulang?” tanya Nina saat mobil yang dikemudikan Ryan terus melaju, tak mengarah ke rumahnya, tapi justru berbelok ke arah lain.“Aku lapar, kita belok dulu buat makan,” jawab Ryan sambil melirik sekilas ke arah Nina di sampingnya, sebelum kembali fokus menatap jalan."Kan mau pulang, kamu bisa makan di rumah. Mama biasanya udah masak kok jam segini,” Nina bersikeras, suaranya lembut tapi ada sedikit desakan.Ryan menghela napas panjang. “Malu,” katanya pelan. "Orang tua kamu kan belum tau kita pacaran. Masa tiba-tiba datang terus numpang makan? Gak enak lah."Nina tersenyum kecil, berusaha membujuk. “Ya, sekalian aja kasih tau mereka. Lagian, kalau kamu datang, mereka pasti bakal ajak kamu makan. Apalagi Bunda, kalau tau aku punya pacar, pasti dia seneng banget.”Ryan mendengus ringan, sedikit frustrasi. “Kamu kok gak peka sih? Aku ngajak kamu makan berdua aja karena pengen waktu lebih lama sama kamu. Gak mau ada yang kita kenal ngeliat.”Nina terdiam sejenak, bibirn
"Mbaknya positif hamil ... usia kandungan sudah jalan 5 minggu," ucap seorang dokter wanita di depan Nada, dengan nada lembut dan senyumanNada mengerjap, masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dua detik kemudian, ia tersenyum bahagia dengan setetes air mata menggenang.Ia akan segera menjadi seorang ibu. Ibu untuk anaknya Dirga, suaminya yang dinikahinya setengah tahun lalu.Hubungannya dengan Dirga memang terbilang singkat. Mereka menikah karena dijodohkan dan pendekatan mereka tidak terlalu lama. Hanya sebulan setelah diperkenalkan oleh kedua orang tua.Sejak melihat Dirga yang pertama kali, Nada langsung jatuh hati. Bagaimana tidak, suaminya itu mempunyai paras yang lumayan tampan, gagah dan dalam hal mendekatinya, saat itu Dirga terbilang pria romantis.Nada memegang perutnya yang masih rata. ‘Selamat datang, Nak… semoga kamu tumbuh sehat dan membuat Ummi dan Abi-mu semakin harmonis dan bahagia….’Setelah mendengar satu dua wejangan lagi, Nada pun keluar dari ruangan do
Nada menatap Dirga tak percaya, kenapa suaminya sejahat itu padanya?“D-Delisha?” bibir Nada terbata.Dirga dan Delisha memang satu tempat kerja, mereka sama-sama guru di sebuah sekolah internasional. Nada tidak pernah sekalipun mencurigai sahabatnya itu, walaupun berkali-kali mendapati pesan Delisha masuk ke ponsel suaminya.Ia kira, itu hanya masalah pekerjaan. Saat Dirga sering izin pergi bersama Delisha pun ia tidak terlalu memikirkannya.“Sejak kapan, Mas… K-kenapa kamu tega….” air mata Nada mengalir, membuatnya tidak bisa menyelesaikan kata-katanya.Dirga hanya menundukkan kepala. “Mas mohon, izinkan Mas mengkhitbah Delisha, Nad.”Nada berdiri, sama sekali tidak menjawab permohonan Dirga tersebut. Lantas, ia berbalik memutar tubuh. Ia memilih pergi menaiki tangga menuju kamarnya tanpa menjawab keinginan Dirga.Tidak akan mencium bau surga bagi para wanita yang meminta cerai pada suaminya tanpa alasan.Nada menangis sesegukan di kamarnya, kenapa harus sesakit ini? Kenapa harus ad
‘Apa yang dia katakan? Aku? Penghalang?’Nada menatap kepergian Delisha dengan air mata yang menggenang. Nada terus menangis hingga sesenggukan setelah kepergian Delisha. Farhan, nama yang tadi Delisha sebutkan adalah seorang senior laki-laki yang sempat mengisi hatinya saat SMA dulu. Dia lelaki yang baik, sholeh, dan tampan. Namun, karena Delisha bilang dia menyukainya, Nada pun tidak berani mengungkapkan perasaannya.Itu sudah kejadian lama, bahkan Nada sudah hampir melupakan perasaan itu.Ia hanya mencintai suaminya, Dirga. Namun, laki-laki itu ternyata malah mencintai wanita lain.***“Assalamualaikum,” salam Dirga begitu masuk ke rumahnya.Nada yang sejak tadi duduk di sofa ruang tengah itu sontak pandangannya beralih pada pintu saat mendengar suara Dirga yang mengucapkan salam."Waalaikumsalam," jawab Nada tersenyum ramah. Ia lantas beranjak dari duduknya dan menghampiri sang suami. Mengambil alih tas yang di pegang suaminya dan mempersilahkan suaminya masuk. "Mas mau makan du
Setelah pembicaraannya dengan Dirga dan setelah pertemuannya dengan Delisha beberapa hari yang lalu. Nada memang tinggal di satu atap yang sama dengan Dirga, tapi sudah tak tidur di satu kamar yang sama.Di setiap sepertiga malam, pukul 3 dini hari, Nada selalu membisikkan kata cinta di telinga sang suami yang tengah tertidur pulas. Bahkan setelah orang ketiga itu masuk ke rumah tangga mereka pun, diam-diam ia masuk ke kamar di mana Dirga tertidur dan berbisik lirih. Seperti yang selalu ia lakukan.Siang ini, Nada duduk sendirian di meja makan. Ia sama sekali tidak berselera untuk mengisi perut, padahal jam di dinding ruangan sudah menunjukkan pukul 2 siang.Drrrrttt drrttt.Pandangan mata Nada beralih pada ponselnya yang bergetar di samping piring. Dahinya mengernyit saat pesan masuk dari nomor yang tidak ia save terlihat di notifikasi. Dengan dahi yang mengernyit, Nada mengambil ponselnya dan membaca pesan masuk tersebut. Mata Nada terbelalak saat sebuah foto terlihat di layar. D
Marwah diam tak menjawab apa yang Nada tanyakan. "Nada juga mau Mas Dirga bahagia, Mah, dan kebahagiaan itu bukan bersama Nada.” "Maafin Mama Nad ... Maafin Mama ... Maaf Mama tidak bisa mendidik Dirga, Maaf telah membuat kamu terluka separah ini," ucap Marwah sembari menghapus air mata di pipinya, Mata Nada mulai berkaca-kaca lagi. "Mama gak salah kok. Nada malah seneng, setidaknya Nada pernah bahagia sama Mas Dirga. Kita pernah saling jatuh cinta dan memadu kasih," ucap Nada, ia menyentuh perutnya yang masih datar.‘Kita bahkan akan menjadi orangtua,’ batin Nada berucap.Sambil masih terisak, Nada kembali berucap. “Nanti kalo Mas Dirga udah pulang, bilang sama dia, Nada udah siapin semuanya di kamar. Nada pamit ya. Assalamualaikum," pamit Nada mencium punggung tangan Marwah.***Semarang. Nada duduk sendirian di kamarnya dengan tatapan kosong. Ia masih memikirkan pria yang akan menjadi ayah dari buah hatinya itu. Ia merindukan Dirga, ia rindu senyum dan tawa pria itu. Ia masih t
“Astagfirullah….”Deg!Hati Nada berdenyut nyeri ketika melihat layar ponselnya.Terlihat sebuah foto yang memperlihatkan Dirga sedang berada di meja makan, lengkap dengan lauk pauk yang tersaji di atas meja. Dengan jelas Nada juga melihat jika meja makan itu adalah meja makan di rumah yang sebelumnya ia dan Dirga tinggali.Sebuah pesan di bawah foto itulah yang membuat tangan Nada bergetar.[Aku baru saja masak untuk suami kita, Nad. Dia terlihat semangat makan masakan aku. Heheee ….]Tanpa bertanya siapa yang mengiriminya pesan pun, Nada tahu kalau itu adalah Delisha. Kenapa wanita itu terus mengusiknya? Bukankah dia sudah bahagia menikah dengan Dirga?Sambil menahan air matanya, a lantas menyentuh titik 3 di pojok atas dan langsung menekan tulisan blokir.“Siapa, Nak?” tanya Dian.“Orang gak penting, Mi. Udah ayo, pulang,” ucap Nada seraya tersenyum.***Sementara itu, di lain tempat, beberapa hari yang lalu. "Assalamualaikum," salam Dirga begitu masuk ke rumahnya."Wa'alaikumsala