“She-Sheril….”
Ais kesusahan menelan ludah. Dia tidak menyangka kalau selama ini ternyata Sheril masih perawan.
Ya Tuhan, apa yang telah ia lakukan?
Gadis itu sekarang sedang menangis sesenggukan. Saking takutnya Sheril kepadanya, ia sampai menutup kedua matanya menggunakan lengannya sendiri.
“Sheril… maafin aku Sheril,” ucap Ais terbata. Dia benar-benar menyesal telah memperlakukan Sheril seperti itu. Apa bedanya dirinya sekarang ini dengan teman kerja Sheril yang waktu itu hendak memperkosanya? Astaga.
Cemburu buta yang menguasainya membuat akal pikiran Ais tumpul. Bukan hanya merasa sakit di sekujur tubuhnya. Pasti kini Sheril juga sangat takut kepadanya, atau bahkan kemungkinan yang lebih buruknya lagi adalah Sheril akan merasa trauma atas perlakuannya tadi.
“Sherl—” suara Ais tercekat di tenggorokan, tangis Sheril terdengar begitu menyayat hati.
Ingin rasanya Ais memeluk wanita yang rapuh tersebut namun Sheril sepertinya t
Karena tidak memiliki tempat untuk dituju. Akhirnya Ais memutuskan untuk pergi ke kantornya. Padahal hari ini sampai tiga hari ke depan dia sudah mengambil cuti. Kalau kau bertanya kenapa Ais tidak pulang saja ke rumahnya sendiri adalah jika dia pulang ke rumah, yang ada malahan akan membuat kepalanya semakin bertambah pusing. Pasti nanti Uminya akan menanyainya berbagai macam pertanyaan seperti kenapa dia ke sini sendirian? Bagaimana kabar Sheril? Kenapa Sheril tidak diajak? Dan masih banyak lagi pertanyaan beruntut dari Uminya. Tak apalah pergi ke kantor dengan setelan casual, daripada pergi ke kelab malam di siang bolong seperti ini lebih baik dia pergi ke kantor saja. *** Sesampainya di kantor, Dara yang melihat kedatangan Ais hendak masuk ke dalam ruangannya pun langsung berdiri dari tempat duduknya. Ia berjalan menghampiri Ais dengan wajah sumringah. Apa jangan-jangan Ais datang kemari karena dia merindukannya? Tidak mungkin juga
Setelah Mama April berpamit pulang dari sini. Sheril terus saja diam seribu bahasa sampai malam. Dia tetap tidak mau berbicara barang sepatah kata pun dengan Ais. Pun juga, ketika mereka hendak tidur, Sheril lebih memilih tidur dengan posisi memunggungi suaminya. Ais tidak mempermasalahkan hal tersebut. Yang penting saat ini istrinya tidak jadi pergi dari rumah, itu semua sudah cukup. Besok Ais akan memikirkan bagaimana caranya agar dia mendapatkan permintaan maaf dari Sheril. Namun Ais terlalu terlena akan keadaan yang terlihat tenang, kini tingkat kewaspadaannya menurun. Ketika malam semakin larut, entah pukul berapa tepatnya, Ais terbangun dari tidurnya karena dia merasa kantung kemihnya penuh. Ais hendak pergi ke kamar mandi sebentar untuk buang air kecil. S
“Kamu lagi teleponan sama siapa, Beb?” tanya Sean yang tiba-tiba sudah berada di belakang April.“Terus tadi aku juga sempet denger kamu nyebut nama Sheril Sheril. Anak itu kenapa?” lanjut Sean lagi membuat April sangat terkejut.“Ah, itu… em….” April sampai kesusahan menelan ludah. Sejak kapan suaminya ada di sini dan apa saja yang tadi dia dengar? Jangan bilang dia juga mendengar kalau Ais menanyakan kepadanya apakah Sheril ke sini atau tidak.Mata Sean menyipit, menatap lamat-lamat istrinya yang terlihat mencurigakan. Bahkan tadi Sean juga merasa nada bicara April yang tergagap ketika menjawab pertanyaannya.Dan sekarang April malahan dengan kikuk menaruh ponselnya ke arah belakang tubuh. Gerak gerik istrinya membuat Sean semakin curiga kepadanya.“Kamu nggak nyembunyiin sesuatu, kan, dari aku?” tanya Sean penuh selidik.Sekarang April bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin
Demi menemukan putri tercintanya, hari ini Sean sampai mengkesampingkan segala pekerjaannya. Dia menugaskan beberapa anak buahnya untuk mencari keberadaan Sheril sampai ketemu. Bahkan yang membuat para anak buah Sean tersebut hampir menangis adalah Tuannya sampai menyuruh mereka menyisir sampai sudut kota dan memasuki semua hotel di kota ini.“Ba-baik Pak Sean. Akan kami laksanakan.”‘Sheril… kamu ada di mana, Nak?’ucap Sean dalam hati sembari menatap ke arah layar ponselnya yang menampilkan foto profil Sheril.Tapi apa mau dikata, meski berkali-kali mencoba menghubunginya, nomor Sheril tetap tidak aktif.“Gimana perkembangannya?” tanya Sean ke salah satu anak buahnya yang ia tugaskan untuk mengetuai anak buah yang lainnya.Anak buah Sean tersebut hanya menggelengkan kepalanya pelan sebagai jawaban kalau sampai detik ini mereka belum bisa menemukan keberadaan Nona Sheril.Sean memingk
“Ini bukan salah kamu. Berhenti nyalahin diri kamu sendiri atas kesalahan yang diperbuat oleh orang lain.”Usai Sean mengatakan hal tersebut kepada putrinya. Seseorang tiba-tiba datang menginterupsi percakapannya dengan Sheril.Mata Sheril membola. Ia tidak percaya kenapa pula orang ini malah datang ke mari.Lelaki itu sampai terengah-engah memegangi dadanya sendiri, mungkin tadi dia ke sini dengan berlari karena terburu-buru.“Sheril! Kamu nggak kenapa-napa, kan?” tanuanya sambil menangkup wajah Sheril. Mata lelaki tersebut meneliti penampilan Sheril bawah naik ke atas, takut apabila Sheril kenapa-napa apalagi sampai terluka.Yang sedang dikhawatirkan malah memanyunkan bibirnya sambil memukul tangan yang masih menangkup wajahnya. Akhir tangan tersebut pun lepas juga dari wajahnya.“Kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Sheril masih terheran heran.Lelaki itu mengeratkan giginya.“Akh!&r
Saat ini Sean sudah membawa Ais yang sudah babak belur ke hadapan keluarganya.Anha langsung menangkup wajah Ais dan menanyainya apa yang sebenarnya sedang terjadi? Kenapa putranya bisa seperti ini? Dan lain sebagainya.“Beberapa hari yang lalu putri saya mengajukan cerai kepada Ais.” Sontak mata Anha membola mendengarnya. Ia terkejut bukan main dengan apa yang baru saja Sean katakan.“Ce-cerai?” ucap Anha terbata.Benarkah apa yang dikatakan Sean barusan?Kenapa bisa Sheril sampai mengajukan cerai? Bukannya kehidupan pernikahan mereka selama ini baik-baik saja? Bahkan mereka juga terlihat langgeng di depan publik, tidak pernah sekali pun mereka terlihat bertengkar.“Selama mereka menikah. Ais menjalin hubungan dengan wanita lain yang juga bekerja di kantornya.”Deg! Semua orang terkejut mendengarnya kecuali Aim yang saat ini lebih memilih untuk pura-pura tidak tahu saja atas kelakuan busuk Abangnya
Ketika Ais hendak pergi, seseorang memegang lengannya dari belakang, berusaha mencegahnya agar tidak pergi dari sini.Ais tidak berani menengok ke belakang. Nyalinya menciut. Dia takut apabila Uminyalah yang berada di belakangnya.“Abang mau ke mana?”Akhirnya Ais dapat merasa lega saat mengetahui ternyata adiknyalah yang berada di belakangnya.“Abang mau pulang,” jawab Ais sekenanya.“Emangnya Abang mau pulang ke mana? Jangan bilang kalau Abang mau pulang ke rumah.”Ais terdiam. Dia memang tidak memiliki tempat tujuan yang jelas selain pulang ke rumah tempatnya tinggal selama ini dengan Sheril.Pikirnya, meskipun kemungkinannya kecil, Ais berharap malam ini Sheril pulang ke rumah.“Gimana kalau malam ini Abang nginep aja di sini?” pinta Kalila penuh harap, tangannya masih menggenggam erat lengan Kakaknya.“Nggak, Dek. Abang nggak bisa.”Perlahan Ais meny
Ais pulang dengan wajah lesu, jemarinya mencengkeram erat kemudi mobil yang ditumpanginya melaju membelah jalan kota.Sejak tadi pikiran Ais terus saja berkecamuk tak karuan, sampai-sampai rasanya mengalahkan bisingnya suara kendaraan di sekitar yang berlalu lalang.Tadi sebelum pulang Ais masih ingat dengan ucapan Uminya yang menyuruhnya membawa Sheril pulang agar Umi mau memaafkannya. Tak hanya itu saja, tadi Abati juga sempat mengatakan kepadanya kalau untuk sementara waktu ia diturunkan dari posisinya sebagai CEO di kantor sampai waktu yang tidak dapat ditentukan.Satu helaan napas keluar dari mulut Ais.Semua yang dulu susah payah dia bangun pun hancur sudah. Mulai dari pernikahan yang ia jalani atas dasar gila jabatan serta hubungan gelapnya dengan Dara. Ais sudah lelah menyangkal ini semua, meskipun pahit, kini dia mulai menerima kenyataan bahwa ini semua murni kesalahannya sendiri. Sekarang yang perlu ia pikirkan adalah bagaimana caranya membawa S
Clayton menggoyangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri seirama dengan langkah kakinya membuat orang-orang yang berada disekitarnya merasa gemas. Ditambah Clayton menggunakan baju kuning dengan topi bebek semakin membuat siapa pun yang melihatnya ingin menggigit pipi bakpao-nya itu. “Dasar bebek!” saking gemasnya Jayden pun memukul bokongnya. “Ish nakal!” Protes si gembul mengerucutkan bibir. Akan tetapi kekesalan Clayton tak berlangsung lama. Kini dia sudah lupa dan melanjutkan kembali perjalanannya. Bibir mungil Clayton menyanyikan lagu yang liriknya tidak jelas—hanya dialah dan Tuhan yang tahu. “Hati-hati jalannya, Clay,” ucap Sheril mengingatkan karena Clayton yang semula berjalan biasa kini mulai penasaran naik naik ke pembatas jalan. “Iya mamaku yang tantik.” Jalan menuju champ tempat mereka berpiknik memang cukup jauh dari arah pintu masuk. Untung saja mereka datang pagi sekali jadi mereka tidak kepanasan. “Clayton jangan lari-lari!” teriak Sheril untuk kesekian kalinya. S
Meskipun ini hari weekend, tetap saja dari pagi sampai siang Ais masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya.Ais terlihat sedang duduk di sofa ruang keluarga, jari tangannya sibuk menekan tuts keyboard pada laptop yang sedang dipangkunya. Sedangkan di sebelah tempatnya duduk saat ini juga ada si gendut yang juga ikut-ikutan sok sibuk menonton kartun di youtube.Sesekali Ais mendesahkan napas lelah, jujur saja suara musik dari video yang tengah ditonton si gendut membuyarkan pikirannya. Dia tidak dapat fokus sama sekali.“Kecilin volumemu, Clayton. Papa lagi kerja,” ucap Ais kepada anaknya namun Clayton tidak mau menurutinya.“Clay bosen, Pa. Mama nggak ada di sini!” gerutu si gendut sambil bersedekap dada. Ais melirik ke samping dan melihat putranya masih betah menggembungkan pipinya lantaran kesal karena tadi dia tidak diizinkan Mamanya untuk ikut ke salon.“Bentar lagi pasti Mamamu pulang, kok,” balas Ais sekenanya. Ia pun melanjutkan kembali pekerjaannya.Meski mata Ais sibuk menata
Mata Dara membola melihat kedatangan Sheril yang tak diundang ke kediamannya.“Ka-kamu....” ucap Dara terbata.Kenapa bisa Sheril datang kemari?Ketika Dara hendak menutup pintunya, Sheril dengan sigap menahan pintu tersebut sembari berkata, “Bukannya ada suatu hal yang perlu kita bicarakan, Dara?”Senyuman miring terukir jelas di bibir merah Sheril.Dara mulai cemas, ia mengeratkan giginya lantaran ketakutan, saat ini Dara tidak mengharapkan kedatangan Sheril di kediamannya.Seketika Dara mendorong pintu ruangannya lagi agar Sheril tidak masuk ke dalam. Namun sayangnya Sheril dapat menahan pintu tersebut dan merangsek masuk ke dalam.“Kamu nggak sopan banget, sih! Pergi nggak!” teriak Dara namun yang diteriakinya malahan dengan santainya bersedekap dada.“Apa kayak gini caramu menyambut seorang tamu? Ramahnya...." ejek Sheril tertawa sarkastik.Dara yang sudah habis kesabarannya pun mengambil vas bunga yang berada di atas meja dekat tempatnya berdiri lalu Dara mengayunkan vas bunga
“Tolong makanan yang itu dibawa ke sana, ya?” ucap Mama April menyuruh salah satu pelayan yang sedang mengangkat baki makanan untuk menuju ke meja tamu yang tadi telah ditunjuknya tadi. Pelayan tersebut mengangguk dan melaksanakan tugasnya dengan baik.“Huft, capeknya,” keluh Mama April menyeka keringat yang menetes di keningnya. Meskipun mereka sudah menyewa jasa untuk acara baby shower ini, namun tetap saja rasanya dari tadi tidak selesai-selesai. Mungkin itu semua karena keluarga besar mereka menggelar acara ini secara dadakan.Bagi yang tidak tahu, Baby shower adalah suatu pesta yang diadakan untuk ibu dan calon bayinya. Biasanya mereka akan memberitahu semua orang yang hadir apakah bayi tersebut laki-laki atau perempuan dengan cara ada yang menuliskan jenis kelamin si bayi di lembar kertas yang disembunyikan di dalam kue tart, ada juga yang menggunakan balon dengan dua jenis warna berbeda sebagai penanda. Contohnya; balon warna biru untuk jenis kelamin laki-laki sedangkan balon
“Sekarang buka bajumu.”Ucapan Ais barusan membuat pipi Sheril bersemu.Bukannya menuruti perintahnya untuk membuka baju, Sheril malah menyilangkan kedua tangannya di depan tubuh.“Apaan sih, Mas!” teriak Sheril untuk menyembunyikan rasa malunya. Bisa-bisanya suaminya sefrontal itu kepadanya.“Apanya yang apa?” tanya Ais keheranan. Padahal, kan, niat Ais menyuruh istrinya membuka bajunya agar dia dapat membersihkan bekas kopi serta membantunya mengoleskan obat luka untuk Sheril.Ya, begitulah Ais. Sifat tidak pekaanya belum seratus persen hilang darinya.“Nggak mau!” pipi Sheril semerah udang rebus. Meski mereka sudah menikah tetap saja ia malu. “Terus gimana caranya aku ngolesin obat ini kalau kamu nggak mau buka baju?”Mendengar hal tersebut barulah ekspresi Sheril yang semula malu-malu kucing berubah menjadi datar. Ck, memangnya siapa yang tidak kesal jika berada di posisi Sheril?! Kalimat suaminya saja ambigu seperti itu! Padahal tadi Sheril kira Mas Ais menyuruhnya membuka baj
“Jadi siapa aja yang tahu kalau kamu sebenernya nggak sakit?” tanya Ais mengintrogasi istrinya yang saat ini menampilkan wajah memelas agar tidak dimarahi.Pukul setengah satu malam, mereka baru merebahkan diri di atas ranjang setelah drama tadi tentunya.“Umm... yang tahu Papa, Mama, Abati, Umi, teruss....” Ais yang semula menyandarkan kepalanya di dada Sheril pun menyipitkan mata, menatap istrinya yang saat ini sedang menahan tawa.“Kalian keterlaluan tahu nggak, sih!”Mendengar hal tersebut tawa Sheril malahan semakin meledak.“Aim sama Mahen juga tahu.”Wajah Ais tercengang. Ba-bahkan mereka juga tahu?“Awas, ya, kapan-kapan aku bakalan bales kamu!”Ais membenamkan wajah ke tubuh Sheril lagi membuat Sheril terkekeh. Kenapa suaminya mendadak bersikap seperti anak kecil seperti ini, sih? Uh gemasnya. Apakah seorang laki laki jika sudah cinta kepada pasangannya akan bersikap seperti ini?“Mas geser, dong. Sesak tahu!” protes Sheril karena dari tadi suaminya tiduran di dada Sheril.Bu
“Mas Ais... please bukain pintunya,” pinta Sheril sambil menggedor-gedor pintu ruangan suaminya. Dia tidak menyangka kalau semuanya akan berakhir seperti ini.Sheril yakin pasti suaminya sangat kecewa terhadapnya. Mana ada orang yang tidak marah ketika ditipu selama berbulan-bulan? Namun sungguh bukan seperti itu maksud Sheril.Waktu itu–tepatnya ketika dulu Sheril kabur dari rumah dan menginap di hostel. Papa Sean yang merasa hubungan rumah tangga putrinya dengan Ais tidak ada perkembangan sama sekali merasa prihatin. Terlebih lagi Sheril terlihat begitu menyukai Ais dan enggan bercerai dengannya. Akhirnya Papa Sean dan Mahen terpikirkan suatu ide yakni bagaimana jika Sheril melakukan hal serupa seperti apa yang selama ini dilakukan oleh Dara? Yakni berpura-pura sakit keras.Mahen pernah menyelidiki tentang penyakit yang diderita Dara karena dia adalah adiknya. Di situlah Mahen mulai mengetahui kalau ternyata selama ini Dara hanya sakit anemia alias kekurangan darah yang meny
“Sheril, kamu kenapa Sheril!”Ais begitu panik, kenapa istrinya tiba-tiba seperti ini? Padahal tadi sore Sheril masih baik-baik saja.“Bibi!” teriak Ais dari dalam kamar memanggil pembantunya untuk meminta bantuan. Namun sayangnya sudah beberapa kali Ais mencoba memanggil mereka namun tidak ada satu orang pun yang datang kemari.Padahal dia mempunyai tiga pembantu, tetapi kenapa tidak ada satu orang pun yang bergegas datang kemari, sih?Akhirnya Ais hanya mampu berdecak kesal.“Sheril bangun Sheril. Aku mohon jangan buat aku khawatir kayak gini, “ ucap Ais sembari menepuk nepuk pipi istrinya berharap agar Sheril segera membuka matanya.“Sheril....” wajah Ais semakin pasi. Peluhnya menetes ke bawah. Bukannya ini belum genap tiga bulan? Kenapa kondisi Sheril sudah separah ini?“Mass.” Ada sedikit rasa lega ketika akhirnya Sheril membuka kelopak matanya.“Sayang, kamu nggak pa-pa, kan? Kenapa kamu bisa berdarah seperti ini?” tanya Ais saksama.Sorot mata Sheril terlihat semakin redup, t
Sejak kejadian di mana Dara hendak mencelakai Sheril. Entah apa yang Papa Sean lakukan kepadanya, setelah itu tiba-tiba Dara hilang begitu saja bagai di telan bumi. Dia tidak pernah lagi muncul di kehidupan mereka.Terakhir kali kabar yang Ais tahu tentang Dara dari Aim adalah Dara sudah di-blacklist permanent dari perusahaan yang ada di bawah naungan Abati atau pun Papa Sean.Ais tidak ambil pusing akan hal itu. Sejak Ais tahu sifat asli Dara, entah mengapa Ais jadi hilang respect kepadanya.Kini Ais menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerja. Kalau diitung-itung lagi, Ini sudah memasuki dua setengah bulan sejak Sheril dinyatakan sakit oleh dokter, yang itu artinya berdasarkan diagnosa dokter berarti sisa hidup Sheril tinggal 15 hari lagi.Mata Ais menatap dan menerawang jauh ke arah depan, ia menatap kosong kaca jendela yang menampilkan birunya awan di luar sana.Ternyata memang benar kalau waktu mengajarkan kita mengenai banyak hal. Kini yang ada di benaknya hanyalah Sher