Berbagai macam pertanyaan berkecamuk dalam pikiran Mary. Lantas, ia pun bangkit dari duduknya dan pergi menemui bosnya untuk meminta izin pulang. Mary memanfaatkan kondisinya yang kurang fit sebagai alasan saat meminta izin kepada Bosnya. Setelah mendapat izin, ia segera bersiap-siap dan keluar unt
*** Sakit, tentu saja. Hatinya hancur, jangan tanyakan lagi. Begitu pedih semua kalimat yang dilontarkan oleh Nathan kepada Mary. Pria yang sangat dicintainya ternyata adalah orang yang menoreh luka paling dalam di hatinya. Hinaan Nathan terhadap dirinya melekat kuat dalam ingatan. Bahkan segar s
Sesaat berkutat sejenak dengan perangkat canggihnya, ia membuka aplikasi berlogo telepon berwarna hijau. Tiba-tiba, sebuah pesan masuk dari kontak Jihan. Sahabatnya itu mengirim pesan. Mary segera membuka pesan itu untuk dibaca. Kira-kira, Jihan mengirim pesan apa? [Hai! Tumben jam segini pegang hp
*** “Hai, Olso,” seru seorang wanita baru saja turun dari mobil mewah miliknya dan menyapa Olso. Bibir tebalnya membentuk senyum ramah, meskipun pria yang disapanya terlihat menghela napas. Dari raut wajahnya, jelas bahwa pria itu tidak menyukai kehadirannya. Olso terpaksa mengulas senyum, meskip
"Tadi aku sudah izin pada Olso, Victor," jawab Kylie dengan suara bergetar. "Dia Olso, bukan aku! Yang berhak memberi mengizinkan masuk ke dalam rumah ini adalah aku, Victor Marson, bukan Olso!" "Kamu kenapa jadi marah-marah?" Kylie tiba-tiba bertanya, merasa heran dengan perubahan sikap pria itu
Lantas, bagaimana dia sekarang? Apa yang akan dia lakukan? Sanggupkah dia melepaskan Mary? Sanggupkah dia menerima kenyataan bahwa sebenarnya Mary tidak bersalah? Bagaimana ketika nanti kebenaran terkuak jika Mary adalah korban? Apakah dia akan berjuang mati-matian untuk mendapatkan cinta wanita it
*** Setelah selesai mandi Mary buru-buru bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. Ia ingin memastikan dugaan bahwa dirinya sedang hamil. Meskipun banyak tanda-tanda yang mengarah ke sana, seperti mual, pusing yang tidak biasa, muka pucat, dan keterlambatan datang bulan,
*** Mary tiba di apartemen. Ia membayar taksi, lalu segera turun dan melangkah menuju lobi. Ketika ia berbelok menuju lift, kepalanya pusing lagi dan tiba-tiba mual, padahal Mary belum makan sama sekali. Sarapan pagi ia lewatkan, sengaja karena tidak berselera terhalang oleh rasa mual yang terus me
Mary berdiri di tengah kamar, memandangi suasana yang berantakan—selimut yang tergeletak di lantai, bantal yang tak pada tempatnya, dan meja kecil yang dipenuhi barang-barang. Pandangannya sempat kosong, tetapi ia menarik napas panjang, memutuskan untuk mulai merapikan kamar. Ia mengambil selimut y
Lucy dan Olso duduk di sofa di ruang tengah, tampak kebingungan. Mereka saling pandang, mencoba membaca situasi, tetapi tidak berani bertanya apa-apa. Mereka tidak tahu apa-apa soal kecurigaan Mary terhadap Victor, apalagi mengenai keterlibatan suaminya dalam kecelakaan yang menewaskan Nathan. Yang
*** Tubuh Dominic seketika membeku, matanya melebar karena keterkejutan yang tak dapat ia sembunyikan. Ponsel di tangannya hampir saja terlepas, tapi Hannah dengan cepat menangkapnya sebelum benar-benar jatuh. “Sayang, ada apa?” tanya Hannah, suaranya penuh kekhawatiran saat ia melihat ekspresi Do
Taman itu dipenuhi tanaman hijau subur, bunga-bunga bermekaran dalam berbagai warna—menambah keindahan suasana. Sebuah set kursi dan meja rotan dengan bantalan empuk berada di tengah ruangan, tempat semua orang berkumpul dengan santai. Di atas meja, beberapa cangkir teh telah terisi penuh dengan te
*** Usai mandi, Mary dan Victor bergegas bersiap-siap tanpa membuang waktu. Begitu semuanya selesai, mereka meninggalkan kamar yang terlihat berantakan dan langsung turun ke lantai dasar. Tidak seperti biasanya, Mary sengaja tidak merapikan kamarnya lebih dulu. Ia tak ingin membuat Nyonya Zaria, C
Mary menggigit bibir bawahnya, mencoba mengendalikan perasaan yang perlahan meledak. Tetapi sentuhan Victor, ciumannya, dan suara napasnya yang dekat begitu menggoda, membuatnya sulit berpikir jernih. Napas Mary semakin berat, dan ia tahu Victor sengaja memperlambat waktu mereka. Tanpa berkata apa-
Lucy menghentikan kegiatannya sejenak dan beralih menatap Nyonya Zaria. Senyum ramah mengembang di wajahnya. "Tidak, Bibi," jawab Lucy sopan sambil menggeleng pelan. "Aku hanya menyiapkan sarapan untuk kita saja, yang ada di rumah ini." Mendengar percakapan itu, Chiara yang sedang mengawasi Zack di
“Bagaimana bisa?” pikir Daisy dengan sesak yang menyelimuti dadanya. Apakah semua yang mereka lalui hanyalah kebohongan? Apakah malam-malam panjang yang mereka habiskan bersama, tawa, pelukan, bahkan cinta mereka, tak ada artinya bagi Nathan? Ia merasa begitu kecil, seolah semua pengorbanannya sia-
*** London, UK... Di dalam kamar yang kacau balau, pakaian berserakan di lantai—sebuah dress merah yang tergeletak kusut, bra yang terlempar ke sudut ruangan, celana dalam, boxer, hingga jas pria yang terbuka kancingnya. Aroma pagi yang intens masih tercium samar, tetapi suasana di dalam kamar itu