Assa langsung memasang wajah serius. Dia menatap pintu ruang rawat Samuel sebelum menjawab ucapan Jane. “Apa?” Jane tak langsung menceritakannya. Dia mengambil napas dulu dan melihat tiga orang yang tadi sibuk bercerita juga sudah diam. Mereka juga sudah berdiri tegak dan tampak patuh. Memandangnya seperti ingin tahu juga tentang ceritanya. “Ayo duduk dulu!” ujarnya mengajak Assa untuk duduk di kursi tunggu. Assa menurut, dia mengambil tempat untuk duduk. Jean ikut duduk di sampingnya. Kemudian barulah dia bercerita. “Samuel bilang, saat dia kembali dari rumah Alfredo, dia dicegat oleh beberapa orang.” Kening Assa mengerut. “Dicegat?” Jane mengangguk. Ia melanjutkan ceritanya. “Saat itu Samuel dalam perjalanan pulang dari rumah Alfredo. Dia menaiki motor. Dalam perjalanan itu dia merasa jika bannya kempes dan Samuel pun berhenti untuk melihatnya. Lalu tiba-tiba muncul sekitar tiga atau empat orang yang langsung menghajarnya.” Jane menjeda sejenak untuk mengambil napas. Dia menata
Assa mengerutkan keningnya. Lagi-lagi ayah angkatnya itu bisa melarikan diri. Jika seperti ini semua kejadian rumit ini tidak akan menemui titik terangnya. Hidupnya maupun kekasihnya juga tidak akan aman. Alyssa akan terus berada dalam bahaya. Nyawanya terancam dan Assa tidak akan pernah bisa tenang. Pria itu memejamkan matanya sejenak. Berusaha menenangkan pikirannya yang mulai bergejolak sejak tadi. Ia harus tenang agar bisa menemukan jalan keluarnya. Hanya khawatir dan tidak melakukan apapun tidak akan membuat kehidupannya baik-baik saja. Ia harus melakukan sesuatu untuk ini. Dia tidak bisa membiarkan mereka melakukan kejahatan lagi yang menyakiti orang lain. “Jeff, hubungi Arthur. Aku ingin bertemu dengannya. Ada sesuatu yang ingin ku rundingkan dengannya,” kata Assa setelah dia memikirkan satu kemungkinan yang mungkin saja terjadi. Ia memang masih tidak begitu yakin dengan pemikirannya ini, namun hal tersebut layak untuk dicoba. Jeff mengangguk mengerti. Dia langsung melaksana
Mengingat kembali tentang tempat-tempat yang mungkin saja didatangi ayahnya untuk bersembunyi, Assa teringat akan rumah masa kecil Alfredo yang terletak di Essex, lalu sebuah tempat gereja di Hereford dan juga panti asuhan tempat Argo dulu dititipkan. Hari ini Assa berencana akan memberitahu Arthur tempat-tempat tersebut untuk diselidiki.Assa juga akan datang bersama Jeff, Wolf dan Sam yang saat itu membebaskan Leonidas dari Jepang. Mereka memenuhi panggilan polisi sebagai saksi kasus Leonidas. Mengetahui hari ini Assa akan ke kantor polisi untuk memberikan keterangan terkait kasus tersebut maka, Alyssa juga bangun lebih awal. Dia menyiapkan sarapan untuk Assa agar pria yang dicintainya itu tidak kelaparan saat diinterogasi oleh pihak kepolisian.“Makanlah, aku sudah menyiapkannya untukmu,” ujar Alyssa ketika Assa turun ke ruang makan. tangannya dengan cekatan mengambil beberapa menu sarapan lalu menyimpannya dalam piring yang sama.“Kamu masih memasaknya sendiri? Kalau begitu caran
Assa sudah memikirkan cara untuk melamar Alyssa. Melihat kondisi Samuel yang membaik, memberinya peluang lebih besar untuk segera mempersunting wanita yang tengah mengandung anaknya itu. Rasanya tidak mau menunda lagi, sudah banyak hal yang mereka lewati bersama. Assa sudah yakin benar bahwa dirinya bersedia berkomitmen dengan Alyssa. Terlebih lagi sekarang juga urusan yang melibatkan Elliot pelan-pelan segera selesai meski, Assa masih belum tenang karena keberadaan Alfredo dan Argo masih belum ditemukan. Kedua orang itu sangat memungkinkan menjadi ancaman bagi Assa maka, dia akan melakukannya dengan pelan-pelan. Assa ingin menyiapkan acara lamarannya untuk Alyssa agar menjadi sesuatu yang tak bisa dilupakan oleh wanita yang dicintainya itu. Saat dia melamar Alyssa semuanya harus sempurna dan berkesan. Jadi Assa lebih dahulu menyampaikan rencananya untuk melamar Alyssa pada Lucy. Meminta wanita itu untuk segera kembali.Mereka duduk berdua di taman salah satu rumah tenang milik Assa
Setelah beberapa hari Arthur mengawasi tiga tempat yang Assa beritahu padanya, di hari ketiga polisi yang menyamar jadi penduduk sekitar akhirnya mengetahui keberadaan Alfredo. Pria itu ada di gereja yang terjadi dibangun oleh kakeknya dahulu. Gereja tersebut bukanlah gereja besar tapi, cukup sering didatangi orang-orang untuk beribadah.Kepala gereja membantu Alfredo bersembunyi. Bahkan keluar untuk membelikan Alfredo makanan dan minuman. Arthur dan regunya bergerak lebih cepat, mereka mengelilingi Gereja, sebab Gereja tersebut mempunyai dua pintu masuk dengan jendela-jendela yang besar. Jendela yang bisa menjadi akses Alfredo melarikan diri.Arthur lewat isyarat tangan meminta tiga anak buahnya maju, masuk ke gereja yang sedang sepi itu. Mereka masuk dengan posisi siaga, senjata di tangan diarahkan ke sekitar agar ketika mereka menemukan target, mereka bisa langsung melepaskan tembakan. Arthur sudah memberi perintah untuk menembak Alfredo jika berusaha untuk kabur lagi.Arthur menyu
Lucy menyebut makan malamnya kali ini adalah sambutan perayaan Alyssa yang tengah hamil dan juga Samuel yang sudah kembali ke rumah. Lucy mengundang Mark dan keluarganya untuk datang. Hanna, Dastan, Mia dan nenek Elizabeth juga diundang datang. Tampak bahagia, dan ceria. Melupakan fakta bahwa di luar sana Alfredo terbaring sakit. Lucy ingin melupakan sejenak tentang masalah yang terjadi. Dia juga menghindari wartawan dengan berlama-lama berdiam diri di rumah.“Sepertinya Natal tahun ini kita harus merayakannya bersama lagi,” Lucy mengusulkan perayaan Natal pada Mark dan yang lainnya. Mereka mengobrol di ruang keluarga yang tanpa sekat langsung menyatu dengan dapur bersih. Dimana Alyssa tengah membantu Helga, Diana dan juga Bertha. Beberapa asisten tambahan membantu menyiapkan meja. Hanya tiga orang yang benar-benar bisa Assa pekerjakan. Sisanya akan datang siang hari. “Dia terlihat bahagia, tapi dia sering menangis saat malam seorang diri di kamarnya,” lirih Helga bicara pada Alyssa
Alyssa membawa nampan di tangannya dengan cangkir dan cookies di atasnya untuk Assa pagi ini. Semalam salju turun lebat diiringi angin yang membuat Alyssa tidak nyaman dengan tidurnya, tapi beruntungnya adalah Assa yang tenang mendekapnya semalaman sampai pulas tidur Alyssa. Wanita itu bangun pagi untuk membuatkan sarapan dan merawat ayahnya yang semalam tidur di tempat mereka. Kini waktu bersantainya Alyssa gunakan untuk menikmati camilan bersama Assa. “Kamu seperti hidup di jaman kakekku saja, pagi-pagi seperti ini sudah membaca koran,” ledek Alyssa pada Assa seraya meletakkan nampannya di atas meja, dan menyuguhkan kopi hitam itu pada Assa.“Apa aku terlihat seperti seorang kakek-kakek?” tanya Assa melipat korannya, lalu mencicipi kopi yang dibuatkan Alyssa.“Tidak tapi, caramu membaca koran. Orang-orang jaman sekarang lebih tertarik menggunakan gadget mereka untuk membaca berita.”“Hal-hal klasik selalu menarik Alyssa,” timpal Assa, dia meletakan cangkir kopinya ke ata
Panti asuhan Santa Maria berada di bawah kaki gunung. Assa ingat kali pertama dia bertemu dengan Argo di tempat ini. Ketika itu Argo duduk sendirian di bangku taman sembari memainkan bolanya dengan kaki, sementara di lapangan kecil teman-teman Argo bermain bola bersama.Assa yang heran melihat Argo, lalu melihat pada anak-anak di lapangan. Dia kemudian mengerti bahwa Argo tak mempunyai teman maka dari itu Assa datang menghampiri. Dia berdiri di hadapan Argo. Ketika kedua mata mereka bertemu, Assa tersenyum dan mengulurkan tangan untuk mengajak Argo berkenalan.Namun kenangan kecil nan manis dari masa lalu itu kini hanya menyisakan helaan nafas berat bagi Assa. Pria itu berdiam diri memandangi bangku taman yang usang. Tampaknya sudah sangat lama sekali tidak dicat. Seorang biarawati datang menghampiri. “Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya kemudian dengan ramah.“Saya ingin bertemu dengan kepala panti asuhan. Kalau tidak salah namanya suster Anna.""Oh, beliau sudah sangat lama sekali