*Dwi Haris Bibrata, usia 30 tahun, lulusan Arsitek Universitas Negeri Mesir, magang 5 tahun di mesir dan kembali ke Indonesia 4 bulan yang lalu. Menikah sebulan yang lalu dengan tunangannya, Vega Haw Lyn,*Aji membaca pesan whatsapp dari Zunita dengan kesal, bukan info ini yang Aji inginkan. "Aji, ayo, sarapan!" Aji tersentak dan reflek menyembunyikan ponselnya cepat saat Brisya tiba-tiba muncul di hadapannya. Brisya mengernyitkan keningnya bingung, apa yang Aji sembunyikan darinya??"Ada apa?" tanya Brisya ragu.Aji menggeleng dan lekas berdiri, ia masih menyembunyikan ponselnya di balik tubuhnya. "Yuk, sarapan." Aji mendorong Brisya ke meja makan.Brisya masih penasaran namun ia lebih memilih untuk mengisi perutnya lebih dulu. Ia sudah kelaparan. "Hari ini jadi fitting gaunmu, kan??" tanya Aji mengalihkan suasana yang tiba-tiba dingin.Brisya mengangguk dan melahap makanannya. Tak terasa hari H-nya sudah tinggal menghitung hari. Entah mengapa Aji begitu terburu-buru ingin segera
Hari yang Aji tunggu akhirnya tiba, sehari sebelum acara Brisya dan Aji menginap di tempat yang berbeda. Brisya tidur dirumah Aji sementara Aji menginap di resort tempat ia melangsungkan acara besok. Pagi sebelum acara saat Brisya mandi, ia kembali menangis mengingat Haris. Sengaja Brisya berlama-lama di kamar mandi hanya untuk melampiaskan rasa sedihnya. Ini kali terakhir Brisya menangisi Haris, setelah ini ia tak akan mengingat lagi tentangnya. Saat di rias oleh MUA, mata Brisya kedapatan bengkak. Namun MUA itu membuat sembapnya lenyap secara ajaib. Brisya bersyukur bisa menutupinya. "Oh, yatuhannn, cantik sekali calon istri putraku!" seru Sofia saat masuk ke dalam kamar Aji yang ditempati Brisya. Brisya tersenyum malu, ia bahkan diperlakukan dengan sangat baik oleh keluarga Aji. "Terima kasih, Nak, untuk tetap bersama Aji hingga detik ini," lanjut Sofia seraya menghampiri Brisya dan memeluknya."Mulai hari ini, panggil aku Mama, karena kamu juga anak kami." Brisya mengangguk
Usai acara pernikahan, Aji dan Brisya berbulan madu di resort tempat mereka melangsungkan acara. Ada satu hari di mana Aji membantai Brisya tanpa henti, seolah ia melampiaskan rasa sedihnya dengan mencumbu Brisya tanpa ampun. Hingga keesokan harinya, Aji benar-benar lelah dan tidak sanggup untuk bangun dari tempat tidur. Tenaganya benar-benar habis terkuras. Pagi ini, Brisya morning sickness lagi. Ia bangun dengan tergesa-gesa dan memuntahkan isi perutnya ke dalam closet. Aji masih tertidur lelap dan tidak mendengar apapun. Brisya mem-flush closet itu pelan dan berdiri membersihkan mulutnya di wastafel. Perasaanya mulai tak nyaman. Sudah dua bulan ini dia tidak menstruasi. Apa mungkin dia hamil?? Brisya menolehi Aji yang masih terpejam dan tak bergeming. Berat badan Brisya bertambah dengan tidak wajar, selera makannya juga membabi buta. Tadinya ia berpikir bahwa menstruasinya tak datang karena ia terlalu lelah dan banyak pikiran tapi hingga akhir bulan kedua tak muncul bercak merah a
Sejak pertengkaran itu Aji meninggalkan Brisya tidur sendiri di resort. Ia memilih untuk pulang ke apartemen. Ini sudah hari kedua Aji pulang sendiri. Meski khawatir namun Aji sudah meminta salah satu pegawai di resort itu untuk stand by menjaga Brisya 24 jam. Setiap jamnya pegawai itu mengirim foto Brisya pada Aji dan melaporkan apa saja yang Brisya lakukan. Selama 2 hari ditinggal Aji yang dilakukan Brisya hanya tidur, makan dan termenung di balkon. Dengan ragu Aji menyentuh foto Brisya di ponselnya yang sedang duduk di balkon resort, mengapa mencintai Brisya bisa sesulit ini..Separuh hidupnya sudah Aji habiskan untuk mencintai Brisya tapi seolah takdir mempermainkan perasaannya. Haris muncul dan menghancurkan semuanya. Tingtong..Aji tersentak kaget saat bel apartemennya berbunyi. Ia berdiri dengan malas dan melihat door screen di dinding. Zunita. Aji membuka pintu lebih lebar agar Zunita bisa masuk. Tanpa permisi Zunita langsung meringsek masuk ke dalam dan duduk di living roo
Pagi ini Brisya bangun dengan rasa mual seperti biasa. Sudah menjadi rutinitas pagi baginya bila terbangun di jam yang selalu sama dan memuntahkan semua isi perutnya. Anehnya saat semua isi perutnya telah terkuras, ia tak lagi merasakan mual selama seharian. Nafsu makannya malah meningkat tajam. Ini hari kedua Aji meninggalkannya sendiri di resort. Brisya tak akan pulang sebelum Aji datang menjemputnya. Ia bahkan tidak tau harus ke mana seandainya saja Aji mencampakkannya. Pulang ke panti justru akan membuat Bu Shila dan Bu Rahmi semakin sedih. Lagipula Brisya enggan dan tak ingin bertemu dengan Haris bila ia kembali lagi ke kota kelahirannya. Brisya tak punya pilihan lain selain bergantung pada Aji. Tapi sekarang ia malah ditinggal sendirian di sini, betapa malang nasibnya. Brisya mengawasi testpack yang tergeletak di meja nakas dengan sedih. Hidupnya berubah total sejak ia mengetahui bahwa tentang kehamilannya. Dan naluri keibuannya tiba-tiba muncul, membuat Brisya ingin tau sepe
Haris melajukan mobil Hendri lebih cepat, ia sudah terlambat 10 menit. Hari ini Hendri berjanji akan menemaninya minum bir sebagai ganti rugi atas puluhan botol vodka yang ia buang saat di ruko.Saat tiba di rumah sakit, Haris segera memarkir mobilnya di ujung parkiran agar Hendri bisa segera menemukannya. Haris mengawasi jam tangannya pelan, harusnya Hendri sudah muncul karena ia akan menutup prakteknya lebih awal. Tapi hingga 15 menit Haris menunggu, Hendri belum juga nampak. Haris mengeluarkan ponselnya cepat, lalu menghubungi nomor Hendri. Tersambung, tapi tak diangkat. Haris mendesah lelah, ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku kemejanya dan memejamkan mata sebentar. Meski seharian ini ia habiskan dengan tidur tapi rasanya tak pernah puas. Haris masih saja mengantuk. Lantunan lagu mellow di audio mobil semakin membuat Haris terbuai. Ia hampir terlelap. Tapi kemudian Haris benar-benar terlelap hingga tak menyadari sebuah mobil sedan hitam terparkir di samping mobil He
Hari sudah gelap saat mobil Zunita menepi dan parkir di sebelah mobil sedan berwarna merah. Aji lekas berlari keluar begitu Zunita mematikan mesin mobilnya. Di dalam lobi rumah sakit, Aji mengawasi setiap orang yang bersisipan dengannya. Berharap salah satu diantara mereka adalah Brisya. "Aku akan mencari ke UGD, kamu carilah di tempat lain!" ucap Zunita seraya berlalu.Aji menghembuskan nafasnya bingung, di tempat seluas ini ke mana ia harus mencari Brisya??Aji termanggu sejenak, apa mungkin Brisya memeriksakan kandungannya?? Hal terakhir yang mereka perdebatkan adalah kehamilan itu. Aji mencari papan petunjuk yang bisa membantunya menemukan ruang obgyn. Saat tak menemukan petunjuk apapun karena terlanjur panik, Aji menghampiri seorang security yang berdiri di pintu masuk. "Pak, ruang obgyn di mana ,ya?""Masnya lurus aja ke lorong itu, nanti belok kanan ada ruang obgyn tempat praktek dokter Eka.""Oke, makasi, Pak!" Aji lekas berlari menuju tempat yang ditunjukkan oleh securit
Selama beberapa pekan, Brisya mulai bisa beradaptasi dengan morning sicknessnya. Ia sudah terbiasa bangun dengan alarm mual dan memuntahkan semua isi perutnya. Aji pun masih setia memijat dan menggosok punggung Brisya saat mual muntah itu datang. Nafsu makan Brisya yang tak terkontrol membuat berat badannya bertambah dan bertambah setiap harinya. Brisya sampai enggan untuk menimbang berat badannya karena syok melihat beratnya yang semakin melesat tajam. Sejak tau Brisya mengandung janin kembar, Aji semakin over protektif padanya. Orang tua Aji pun selalu menanyakan menu masakan yang Brisya ingin makan setiap harinya. Mereka memperlakukan Brisya dengan sangat spesial hingga Brisya merasa sungkan. Setelah menikah, Aji diberi kepercayaan oleh orang tuanya untuk mengurus beberapa restoran yang berada di luar kota. Selama beberapa hari dalam seminggu Aji lebih banyak menghabiskan waktunya di beberapa kota. Sebenarnya Aji enggan untuk melakukan pekerjaan keluar kota karena Brisya sedang
Sejak satu jam yang lalu, Aji berdiri dengan gelisah di pintu menuju altar yang akan menjadi tempatnya mengucapkan sumpah pada Tuhan. Pernikahan yang tak terencana dan dipersiapkan dalam tempo waktu singkat membuat acara itu tak semewah seharusnya. Tak apa, Aji tak lagi menginginkan pernikahan mewah namun berakhir di tengah jalan seperti pernikahannya yang terdahulu. Stevany pun demikian, ia bukan tipe wanita ribet yang terlalu mementingkan detail. Baginya, inti dari pernikahan adalah janji yang diucapkan pada Tuhan, bukan gaun, dekorasi, catering dan lain-lain. Ia hanya membeli gaun seadanya di desainer langganan Mama Aji, bukan gaun custom seperti milik Brisya dulu. Semua keluarga di Sydney dan Melbourne datang untuk menyaksikan pernikahan sederhana itu. Pun Bu Shila dan orang tua Brisya tak luput dari undangan Aji. Ia ingin momen indahnya kali ini disaksikan oleh semua orang yang berharga dihidupnya. Lantunan musik terdengar saat Stevany datang digandeng oleh Thomas. Aji yang men
"Kamu mencintaiku?" tanya Aji lirih di telinga Stevany yang sedang terpejam di ranjangnya. Semalam, mereka berdua melampiaskan kerinduan yang selama ini tertahan. Aji tak membiarkan Stevany beristirahat barang sedetikpun, seolah tubuhnya yang tak sempat beristirahat seharian kemarin tak pernah lelah menjelajahi tiap jengkal tubuh gadisnya. Aji seperti kesetanan, memiliki Stevany yang merupakan perempuan pertama yang ia tiduri dalam keadaan perawan seolah anugerah yang tak akan pernah ia sia-siakan lagi. Stevany menggeliat di balik selimut tebal yang menutupi tubuh mereka berdua. Tanpa sadar sesuatu yang sedang tegang di bawah sana tersenggol hingga membuat Stevany terbelalak. Ia menoleh cepat pada Aji yang sedang tersenyum nakal menatapnya. "Aku menginginkannya lagi, Stev. Tolong aku," rengek Aji seraya merapatkan tubuhnya pada Stevany hingga junior yang mulai aktif itu menggesek di antara pahanya.Stevany memejamkan matanya gugup. Padahal semalam ia sudah seperti wanita binal, tap
Aji mendapatkan penerbangan pagi di keesokan harinya. Ia benar-benar lupa bila hari ini adalah hari besar Zunita. Beruntung Mamanya menelefon semalam, bila tidak, mungkin Aji akan kembali sibuk membantu Freya di kantor Ekspedisi. Jam 4 sore, pesawat yang ditumpangi Aji baru saja landing. Ia lebih dulu pulang ke apartemen untuk mandi dan berganti pakaian. Saat akan berangkat, ia lupa bila mobilnya ada di rumah papa dan mamanya. Alhasil, Aji datang ke acara Zunita dengan mengendarai taksi. Sepanjang perjalanan, suasana hatinya yang sempat memburuk selama di Sydney jadi semakin kacau balau. Ia pasti akan bertemu Brisya dan Haris di acara resepsi itu. Sudah lama sekali sejak ia bertemu mereka terakhir kali, entahlah apakah Aji akan sanggup melihat wanita yang pernah sangat ia cintai itu lagi. "Stop, Pak. Terima kasih!" Aji menyodorkan selembar uang seratus ribuan pada supir taksi dan bergegas membuka pintu. Ia keluar dan merapikan jasnya tanpa memperhatikan sosok yang berdiri mematung
Usai menulis surat untuk Stevany, Aji bergegas turun dan bersiap untuk pergi. Tak lupa ia mengirimkan pesan pada gadis itu untuk berpamitan dan langsung memblokir nomornya dari daftar kontak. Setidaknya hanya hal ini yang nantinya akan menjadi kenangan terakhir untuk Stevany, gadis itu harus melupakannya agar bisa kembali bangkit. Harus. Dengan hati hancur, Aji menarik kopernya keluar dari rumah Nenek Chloe. Ia tak memiliki tujuan, kembali ke Sydney mungkin adalah satu-satunya pilihan. Saat sedang berjalan sambil merenung, ponsel di saku celananya bergetar. Dengan lemas, Aji merogohnya dan membaca nama yang tertera di layar. Freya is calling ..."Halo," sapa Aji suntuk."Aji, aku sedang dalam perjalanan menuju bandara. Aku akan pulang duluan ke Sydney, apa kamu masih lama berada di Melbourne?" cerocos Freya tanpa jeda.Aji tersenyum lega. "Aku juga sedang perjalanan menuju bandara, Frey. Baiklah, sampai jumpa di rumah Nenek!" janjinya."Oke, baiklah. Sampai jumpa!"Tit. Aji memasuk
Hari minggu pun tiba, semalam Stevany mendapat surat undangan yang dikirim melalui chat oleh Brisya. Acara pernikahan Hendri dan Zunita, diadakan di hotel berbintang di Jakarta. Sejak pagi, Stevany sudah berada di Jakarta. Ia berencana membeli gaun terlebih dahulu lantas ke salon untuk dirias. Acaranya jam 3 sore, jadi masih ada banyak waktu untuk bersiap-siap. Stevany bahkan lupa bila ia pernah trauma untuk datang ke acara pernikahan, namun kini ia malah sangat antusias. Ia ingin tampil secantik mungkin di acara itu. Brisya memberi tahunya bila Aji pasti muncul karena pernikahan ini adalah acara spesial asisten pribadi Mamanya yang sudah dianggap keluarga sendiri oleh mereka. Diam-diam Stevany menjadi sangat penasaran seperti apa keluarga Aji, apakah nanti mereka akan memperlakukan Stevany dengan baik bila mengenalnya?? Stevany sudah kenal dengan Oma Donita yang sangat ramah dan gaul seperti Nenek Chloe. Semoga saja keluarga di Jakarta juga sebaik keluarga di Sydney, Stevany memba
Di dalam pesawat menuju Jogja, Stevany sedang berpikir keras. Perkataan Brisya kemarin selalu saja terngiang-ngiang di telinganya. "Kalo kamu mau ketemu Aji, datanglah hari minggu esok lusa. Aku akan memberimu alamatnya. Berdandanlah yang cantik. Aku yakin Aji akan datang di hari itu!" Ia memang akan berada di Indonesia selama seminggu kedepan. Bahkan mungkin bisa saja lebih lama bila ia tak kunjung bertemu dengan Aji. Kemarin Brisya memberi alamat dan nomor ponsel Mama Aji pada Stevany. Hanya untuk berjaga-jaga semisal nantinya Aji tak muncul di hari minggu esok lusa. Pesawat pun akhirnya landing di Bandara Udara Adisutjipto dengan selamat. Stevany lekas mengambil kopernya begitu melihatnya keluar dari bagasi. Sedikit terburu-buru karena ia sudah sangat tak sabar untuk bertemu Papa dan Maminya hari ini. Stevany sudah sangat rindu pada keduanya. Dari Bandara, ia bertolak ke kediaman kedua orang tuanya dengan menaiki taksi. Sepanjang jalan, Stevany tak hentinya tersenyum menyaksika
Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta. Stevany tiba di Indonesia tepat jam 1 siang. Ia lekas menarik kopernya dan mencegat taksi di luar. Dua hari yang lalu, Stevany berusaha mencari keberadaan dan kontak Brisya. Ia mencari di medsos manapun, dan beruntung bisa menemukan akun Instagramnya. Brisya masih mengingat Stevany, sempat mengobrol berbasa-basi di DM hingga akhirnya hari ini sudah membuat janji untuk bertemu. Stevany melarang Nenek Chloe memberi tahu Papanya bila ia berkunjung ke Indonesia, ia berencana akan memberi suprise pada mereka besok. Hari ini Stev sudah memiliki jadwal untuk menyelesaikan urusannya dengan Brisya. Namun lebih dulu, Stevany cek in di hotel yang sudah ia booking sejak kemarin.Usai beristirahat sebentar di hotel, Stevany bersiap-siap untuk pergi menemui Brisya di jam 4 sore. Mereka berdua sudah setuju untuk bertemu di Cafe yang berada tak jauh dari rumah Brisya. Cafe Lovable. Stevany tiba lebih dulu, suasana Cafe yang syahdu dengan musik mengalun
Sudah hari keenam sejak Aji pergi dan Stevany kehilangan jejak. Ponselnya masih tak aktif dan tidak ada yang tahu ke mana Aji pergi. Bahkan Oma Donita dan Tante Wilma sekalipun. Aji seperti lenyap ditelan bumi. Hari ini Nenek Chloe pulang, Stevany menjemputnya ke bandara. Selama di Melbourne, ia jarang sekali mengendarai mobil sedan klasik milik Papanya semasa muda. Hanya untuk keperluan mendesak saja Stevany membawanya, selebihnya ia kerapkali menaiki angkutan umum ke manapun pergi. "Apa kamu sudah bertemu dengan Aji?" tanya Nenek Chloe. Mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang dari bandara. "Belum, Nek. Sepertinya dia memang sengaja pergi dan tak ingin melihatku lagi.""Kenapa begitu? Bukannya kalian dulu pernah bekerja di tempat yang sama?""Dia mantan Bosku, Nek. Aku yang bekerja padanya." Stevany menyela dan menoleh pada Nenek Chloe sekilas.Nenek Chloe manggut-manggut seraya berpikir sejenak. "Apa dulu kalian juga sempat berpacaran? Tatapannya terlihat berbeda padamu, Ste
Suasana hati Stevany yang tadinya riang usai menghabiskan makan siang kiriman Jared, kini mendadak suram setelah membaca pesan dari Aji. Seketika itu dadanya terasa sakit, jadi Aji akan benar-benar pergi setelah semalam ia mengusirnya? Ada sedikit rasa sesal di hati Stevany, sejujurnya ia masih ingin menikmati waktu lebih lama bersama Aji. Bukankah sekarang mantan bosnya itu sudah sendiri? Ia bukan lagi pria beristri, kan? Jadi mengapa begitu terburu-buru dan malah menuruti perkataannya yang sedang dirundung emosi! Stevany memencet icon telefon pada sudut atas pesan chat itu. Tersambung, namun tak diangkat. Tiga kali Stevany mencoba, namun tetap tak diangkat oleh Aji. "Hiiih!" Stevany menggeram. Ia mengawasi layar ponselnya yang masih menyambungkan panggilan ke nomor Aji. Stevany bangkit dari kursi dan berjalan mondar-mandir sembari memijat keningnya yang kini berdenyut pusing. Debaran di dadanya masih terasa hingga kini, perutnya pun seketika jadi mulas. "Angkat, dong! Ck," deca