Selama beberapa pekan, Brisya mulai bisa beradaptasi dengan morning sicknessnya. Ia sudah terbiasa bangun dengan alarm mual dan memuntahkan semua isi perutnya. Aji pun masih setia memijat dan menggosok punggung Brisya saat mual muntah itu datang. Nafsu makan Brisya yang tak terkontrol membuat berat badannya bertambah dan bertambah setiap harinya. Brisya sampai enggan untuk menimbang berat badannya karena syok melihat beratnya yang semakin melesat tajam. Sejak tau Brisya mengandung janin kembar, Aji semakin over protektif padanya. Orang tua Aji pun selalu menanyakan menu masakan yang Brisya ingin makan setiap harinya. Mereka memperlakukan Brisya dengan sangat spesial hingga Brisya merasa sungkan. Setelah menikah, Aji diberi kepercayaan oleh orang tuanya untuk mengurus beberapa restoran yang berada di luar kota. Selama beberapa hari dalam seminggu Aji lebih banyak menghabiskan waktunya di beberapa kota. Sebenarnya Aji enggan untuk melakukan pekerjaan keluar kota karena Brisya sedang
Dunia Hendri yang stabil dan datar tiba-tiba porak poranda setelah ia melihat gadis itu. Ya, gadis yang selama ini ingin ia temui. Dia muncul bersama pasiennya yang bernama Megan. Awalnya Hendri tidak menyadari tapi saat melihat gadis itu tersenyum, tiba-tiba saja ia melihat sosok itu. Sosok yang selama 10 tahun ini ia tunggu. Apakah selucu ini takdir itu??"Kak."Hendri tersentak, Haris sudah berdiri dan duduk dihadapannya. "Melamun atau ngantuk sih, masih pagi, loh!" desis Haris terkekeh.Hendri tersenyum kikuk, ia lantas mengeluarkan ponselnya ragu. "Kamu percaya dengan takdir nggak, Ris?"Haris menggigit rotinya sambil meneliti ekspresi kakaknya yang tegang. "Percaya aja, sih, tapi takdir yang gimana dulu?"Hendri tak menyahut, ia menunjukkan sebuah foto pada Haris. Semalam Hendri mengambil foto dan video gadis itu dari kamera CCTV Rumah Sakit. Haris mengawasi foto di ponsel Hendri dengan seksama, ada seorang perempuan nampak keluar dari ruang praktek kakaknya, Haris tak bi
Sakit hatinya pada Brisya membuat keadaan Haris semakin terpuruk. Ia masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa Brisya menikah dan hamil anak Aji. Haris merasa semua pengorbanannya menjadi sia-sia, kini ia menjadi brutal. Setiap malam saat Hendri tak pulang, Haris menghabiskan waktunya di pub. Ia sempat beberapa kali membooking wanita panggilan hanya untuk membalaskan dendam atas sakit hatinya namun semuanya berakhir sia-sia karena Haris tidak sanggup melihat wanita lain telanjang bulat dihadapannya. Ia selalu membayar wanita-wanita itu tanpa melakukan apapun pada mereka. Selalu berakhir seperti itu.Hendri sempat curiga adiknya mulai kembali pada hobi lamanya yaitu mabuk-mabukan lagi, setiap kali Hendri pulang ia selalu mencium bau alkohol di kamar Haris. Tubuhnya pun semakin tak terurus, Haris tak lagi sekekar dulu. Hendri jadi prihatin melihat keadaan Haris yang seperti itu. Pernah satu kali Hendri ingin menghubungi Megan atau Brisya itu, tapi urung karena ia tak ingin membuat masa
Memasuki minggu 19 ke minggu 20, Brisya mulai bisa merasakan tendangan-tendangan kecil di perutnya. Setiap Brisya kelaparan twins akan protes dan menendang manja. Mualnya sudah jauh berkurang.Aji yang masih sibuk dengan pekerjaannya sesekali menyempatkan diri untuk mengajak Brisya jalan-jalan meski hanya makan malam di restoran atau di mall. Perhatiannya terkadang membuat Brisya hidup seperti di tahanan, ia tidak boleh keluar rumah selain bersama Aji atau Zunita. Besok jadwal Brisya menemui Dokter Eka dan bertemu twins meski hanya melalui mesin USG. Aji sudah berjanji akan menemani Brisya karena Zunita menolak untuk mengantar Brisya ke dokter. "Aku masih heran kenapa Zunita nggak mau nganter kamu ke dokter ya, Briy??" Brisya mengangkat bahunya tak paham, "Terakhir kali aku ke sana, dokter Eka sepertinya tertarik sama Zunita." Aji mengawasi Brisya kaget, "tertarik??Emangnya dokter Eka belum menikah??"Brisya mengangkat bahunya lagi."Tapi dokter Eka keren sih, ya, sepertinya coc
Kondisi Haris masih belum pulih benar saat ia dikabari oleh Hendri bahwa Brisya saat ini tengah berada di ruang prakteknya. Tapi entah mengapa ia justru merasa lebih baik hanya dengan mengetahui Brisya sekarang berada di atap yang sama dengannya. Haris beranjak dari ranjang dan menarik jarum infus yang menancap di tangan kirinya. Ia ingin segera bertemu Brisya meski sebentar saja, ia ingin melihat Brisya meski untuk yang terakhir kali. Ia ingin meluruskan kesalahpahaman ini dan menanyakan alasannya mengapa pujaan hatinya itu memutuskan menikah dengan Aji.Saat melangkah keluar dari kamar, kepala Haris mulai terasa pusing. Ruang praktek kakaknya ada di lantai 1. Ia harus naik lift agar cepat sampai sebelum Brisya keburu pergi. Bergegas Haris berjalan dengan tertatih menuju lift dan turun ke lantai 1. Darah menetes di bekas jarum infus ditangan Haris namun ia mengacuhkannya. Ia menyembunyikan tangannya di balik saku celana. Dadanya mulai berdegup tak karuan saat perlahan lift mulai tu
Sejak pertemuan dengan Haris di hari itu, hidup Brisya seolah bersinar kembali. Meski ia tahu bahwa tak seharusnya Brisya membiarkan Haris masuk ke dalam kehidupannya lagi, namun nyatanya Brisya tak sanggup. Ia membiarkan Haris menyimpan nomor ponselnya bahkan mengantar Brisya hingga sampai di teras lobi Rumah Sakit. Mereka berjanji akan bertemu di setiap bulan saat Brisya kontrol kandungan. Haris masih merahasiakan tentang Hendri pada Brisya. Semua ini demi Haris bisa lebih lama lagi melihat Brisya meski hanya sebulan sekali. "Gimana tadi ketemu Megan??" tanya Hendri begitu masuk ke ruang rawat inap Haris.Haris tersenyum senang menatap kakaknya. "Dia sedang mengandung anakku, kan, Kak?"Hendri tertegun, ia terbelalak mengawasi Haris.Disaat yang sama, Haris membuang muka dan tersenyum menatap pemandangan langit di luar jendela kamarnya. Hendri lekas menghampiri ranjang adiknya dan duduk di kursi tepat di samping ranjang. "Ris, kamu jangan bercanda, ya!""Aku serius.""Dia sudah m
Seminggu usai dirawat di Rumah Sakit, Haris sudah diperbolehkan kembali pulang ke apartemen Hendri. Ia mulai mengurus berkas-berkas untuk mengajukan perceraiannya dengan Vega. Haris ingin semua masalahnya dengan Vega cepat selesai agar tidak lagi mengganggu pikirannya. Ia ingin lebih fokus pada Brisya. Siang ini, Haris mematung menatap layar ponselnya. Nomor ponsel Brisya tertera di layar itu. Jantung Haris berdegup kencang hanya dengan melihat barisan nomor milik wanita yang paling ia cintai. Ia ingin mendengar suara gadis itu, Haris rindu.Di tempat yang berbeda, Brisya baru saja membereskan piring kotor bekas makan siangnya bersama Aji. Meski ada ART panggilan namun Brisya sudah terbiasa membereskan piring-piringnya sendiri. Sementara itu, Aji sedang santai menonton tivi di living room. Sayup-sayup Brisya mendengar ponselnya berdering, lekas ia membasuh tangannya dan berlari mengambil ponselnya di lemari sideboard depan kamar. Nomor asing, Brisya menerawang sejenak. Dan saat in
Hari demi hari terasa berat dilalui oleh Haris. Ia tak lagi bisa menghubungi nomor Brisya karena nomor itu tidak lagi aktif. Ia semakin frustasi. Ingin rasanya Haris mendatangi rumah Aji dan menculik Brisya tapi ia bahkan tak tahu di mana mereka tinggal. Hendri tak mau memberi tahu data diri Brisya karena ia tak ingin Haris terlibat masalah. Setiap hari berlalu begitu lambat untuk Haris, ia menunggu waktu untuk bisa melihat dan bertemu Brisya di Rumah Sakit. Dan ketika hari itu akhirnya tiba, Haris sedari pagi sudah bersiap dan merapikan rambut halus di wajahnya yang nampak menyeramkan. Ia ingin menjadi Haris yang tampan seperti dulu awal Brisya mengenalnya. Ia tak ingin nampak menyedihkan di mata Brisya, dan entah mengapa tiba-tiba Haris ingin sekali menyentuh perut buncitnya. Ia ingin menyentuh miliknya yang tak bisa ia miliki. Jam 1 siang, Haris sudah berangkat ke Rumah Sakit dan menunggu waktu praktek Hendri dimulai di dalam ruangannya. "Kak, bisa nggak nanti hasil USG-nya dire
Sejak satu jam yang lalu, Aji berdiri dengan gelisah di pintu menuju altar yang akan menjadi tempatnya mengucapkan sumpah pada Tuhan. Pernikahan yang tak terencana dan dipersiapkan dalam tempo waktu singkat membuat acara itu tak semewah seharusnya. Tak apa, Aji tak lagi menginginkan pernikahan mewah namun berakhir di tengah jalan seperti pernikahannya yang terdahulu. Stevany pun demikian, ia bukan tipe wanita ribet yang terlalu mementingkan detail. Baginya, inti dari pernikahan adalah janji yang diucapkan pada Tuhan, bukan gaun, dekorasi, catering dan lain-lain. Ia hanya membeli gaun seadanya di desainer langganan Mama Aji, bukan gaun custom seperti milik Brisya dulu. Semua keluarga di Sydney dan Melbourne datang untuk menyaksikan pernikahan sederhana itu. Pun Bu Shila dan orang tua Brisya tak luput dari undangan Aji. Ia ingin momen indahnya kali ini disaksikan oleh semua orang yang berharga dihidupnya. Lantunan musik terdengar saat Stevany datang digandeng oleh Thomas. Aji yang men
"Kamu mencintaiku?" tanya Aji lirih di telinga Stevany yang sedang terpejam di ranjangnya. Semalam, mereka berdua melampiaskan kerinduan yang selama ini tertahan. Aji tak membiarkan Stevany beristirahat barang sedetikpun, seolah tubuhnya yang tak sempat beristirahat seharian kemarin tak pernah lelah menjelajahi tiap jengkal tubuh gadisnya. Aji seperti kesetanan, memiliki Stevany yang merupakan perempuan pertama yang ia tiduri dalam keadaan perawan seolah anugerah yang tak akan pernah ia sia-siakan lagi. Stevany menggeliat di balik selimut tebal yang menutupi tubuh mereka berdua. Tanpa sadar sesuatu yang sedang tegang di bawah sana tersenggol hingga membuat Stevany terbelalak. Ia menoleh cepat pada Aji yang sedang tersenyum nakal menatapnya. "Aku menginginkannya lagi, Stev. Tolong aku," rengek Aji seraya merapatkan tubuhnya pada Stevany hingga junior yang mulai aktif itu menggesek di antara pahanya.Stevany memejamkan matanya gugup. Padahal semalam ia sudah seperti wanita binal, tap
Aji mendapatkan penerbangan pagi di keesokan harinya. Ia benar-benar lupa bila hari ini adalah hari besar Zunita. Beruntung Mamanya menelefon semalam, bila tidak, mungkin Aji akan kembali sibuk membantu Freya di kantor Ekspedisi. Jam 4 sore, pesawat yang ditumpangi Aji baru saja landing. Ia lebih dulu pulang ke apartemen untuk mandi dan berganti pakaian. Saat akan berangkat, ia lupa bila mobilnya ada di rumah papa dan mamanya. Alhasil, Aji datang ke acara Zunita dengan mengendarai taksi. Sepanjang perjalanan, suasana hatinya yang sempat memburuk selama di Sydney jadi semakin kacau balau. Ia pasti akan bertemu Brisya dan Haris di acara resepsi itu. Sudah lama sekali sejak ia bertemu mereka terakhir kali, entahlah apakah Aji akan sanggup melihat wanita yang pernah sangat ia cintai itu lagi. "Stop, Pak. Terima kasih!" Aji menyodorkan selembar uang seratus ribuan pada supir taksi dan bergegas membuka pintu. Ia keluar dan merapikan jasnya tanpa memperhatikan sosok yang berdiri mematung
Usai menulis surat untuk Stevany, Aji bergegas turun dan bersiap untuk pergi. Tak lupa ia mengirimkan pesan pada gadis itu untuk berpamitan dan langsung memblokir nomornya dari daftar kontak. Setidaknya hanya hal ini yang nantinya akan menjadi kenangan terakhir untuk Stevany, gadis itu harus melupakannya agar bisa kembali bangkit. Harus. Dengan hati hancur, Aji menarik kopernya keluar dari rumah Nenek Chloe. Ia tak memiliki tujuan, kembali ke Sydney mungkin adalah satu-satunya pilihan. Saat sedang berjalan sambil merenung, ponsel di saku celananya bergetar. Dengan lemas, Aji merogohnya dan membaca nama yang tertera di layar. Freya is calling ..."Halo," sapa Aji suntuk."Aji, aku sedang dalam perjalanan menuju bandara. Aku akan pulang duluan ke Sydney, apa kamu masih lama berada di Melbourne?" cerocos Freya tanpa jeda.Aji tersenyum lega. "Aku juga sedang perjalanan menuju bandara, Frey. Baiklah, sampai jumpa di rumah Nenek!" janjinya."Oke, baiklah. Sampai jumpa!"Tit. Aji memasuk
Hari minggu pun tiba, semalam Stevany mendapat surat undangan yang dikirim melalui chat oleh Brisya. Acara pernikahan Hendri dan Zunita, diadakan di hotel berbintang di Jakarta. Sejak pagi, Stevany sudah berada di Jakarta. Ia berencana membeli gaun terlebih dahulu lantas ke salon untuk dirias. Acaranya jam 3 sore, jadi masih ada banyak waktu untuk bersiap-siap. Stevany bahkan lupa bila ia pernah trauma untuk datang ke acara pernikahan, namun kini ia malah sangat antusias. Ia ingin tampil secantik mungkin di acara itu. Brisya memberi tahunya bila Aji pasti muncul karena pernikahan ini adalah acara spesial asisten pribadi Mamanya yang sudah dianggap keluarga sendiri oleh mereka. Diam-diam Stevany menjadi sangat penasaran seperti apa keluarga Aji, apakah nanti mereka akan memperlakukan Stevany dengan baik bila mengenalnya?? Stevany sudah kenal dengan Oma Donita yang sangat ramah dan gaul seperti Nenek Chloe. Semoga saja keluarga di Jakarta juga sebaik keluarga di Sydney, Stevany memba
Di dalam pesawat menuju Jogja, Stevany sedang berpikir keras. Perkataan Brisya kemarin selalu saja terngiang-ngiang di telinganya. "Kalo kamu mau ketemu Aji, datanglah hari minggu esok lusa. Aku akan memberimu alamatnya. Berdandanlah yang cantik. Aku yakin Aji akan datang di hari itu!" Ia memang akan berada di Indonesia selama seminggu kedepan. Bahkan mungkin bisa saja lebih lama bila ia tak kunjung bertemu dengan Aji. Kemarin Brisya memberi alamat dan nomor ponsel Mama Aji pada Stevany. Hanya untuk berjaga-jaga semisal nantinya Aji tak muncul di hari minggu esok lusa. Pesawat pun akhirnya landing di Bandara Udara Adisutjipto dengan selamat. Stevany lekas mengambil kopernya begitu melihatnya keluar dari bagasi. Sedikit terburu-buru karena ia sudah sangat tak sabar untuk bertemu Papa dan Maminya hari ini. Stevany sudah sangat rindu pada keduanya. Dari Bandara, ia bertolak ke kediaman kedua orang tuanya dengan menaiki taksi. Sepanjang jalan, Stevany tak hentinya tersenyum menyaksika
Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta. Stevany tiba di Indonesia tepat jam 1 siang. Ia lekas menarik kopernya dan mencegat taksi di luar. Dua hari yang lalu, Stevany berusaha mencari keberadaan dan kontak Brisya. Ia mencari di medsos manapun, dan beruntung bisa menemukan akun Instagramnya. Brisya masih mengingat Stevany, sempat mengobrol berbasa-basi di DM hingga akhirnya hari ini sudah membuat janji untuk bertemu. Stevany melarang Nenek Chloe memberi tahu Papanya bila ia berkunjung ke Indonesia, ia berencana akan memberi suprise pada mereka besok. Hari ini Stev sudah memiliki jadwal untuk menyelesaikan urusannya dengan Brisya. Namun lebih dulu, Stevany cek in di hotel yang sudah ia booking sejak kemarin.Usai beristirahat sebentar di hotel, Stevany bersiap-siap untuk pergi menemui Brisya di jam 4 sore. Mereka berdua sudah setuju untuk bertemu di Cafe yang berada tak jauh dari rumah Brisya. Cafe Lovable. Stevany tiba lebih dulu, suasana Cafe yang syahdu dengan musik mengalun
Sudah hari keenam sejak Aji pergi dan Stevany kehilangan jejak. Ponselnya masih tak aktif dan tidak ada yang tahu ke mana Aji pergi. Bahkan Oma Donita dan Tante Wilma sekalipun. Aji seperti lenyap ditelan bumi. Hari ini Nenek Chloe pulang, Stevany menjemputnya ke bandara. Selama di Melbourne, ia jarang sekali mengendarai mobil sedan klasik milik Papanya semasa muda. Hanya untuk keperluan mendesak saja Stevany membawanya, selebihnya ia kerapkali menaiki angkutan umum ke manapun pergi. "Apa kamu sudah bertemu dengan Aji?" tanya Nenek Chloe. Mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang dari bandara. "Belum, Nek. Sepertinya dia memang sengaja pergi dan tak ingin melihatku lagi.""Kenapa begitu? Bukannya kalian dulu pernah bekerja di tempat yang sama?""Dia mantan Bosku, Nek. Aku yang bekerja padanya." Stevany menyela dan menoleh pada Nenek Chloe sekilas.Nenek Chloe manggut-manggut seraya berpikir sejenak. "Apa dulu kalian juga sempat berpacaran? Tatapannya terlihat berbeda padamu, Ste
Suasana hati Stevany yang tadinya riang usai menghabiskan makan siang kiriman Jared, kini mendadak suram setelah membaca pesan dari Aji. Seketika itu dadanya terasa sakit, jadi Aji akan benar-benar pergi setelah semalam ia mengusirnya? Ada sedikit rasa sesal di hati Stevany, sejujurnya ia masih ingin menikmati waktu lebih lama bersama Aji. Bukankah sekarang mantan bosnya itu sudah sendiri? Ia bukan lagi pria beristri, kan? Jadi mengapa begitu terburu-buru dan malah menuruti perkataannya yang sedang dirundung emosi! Stevany memencet icon telefon pada sudut atas pesan chat itu. Tersambung, namun tak diangkat. Tiga kali Stevany mencoba, namun tetap tak diangkat oleh Aji. "Hiiih!" Stevany menggeram. Ia mengawasi layar ponselnya yang masih menyambungkan panggilan ke nomor Aji. Stevany bangkit dari kursi dan berjalan mondar-mandir sembari memijat keningnya yang kini berdenyut pusing. Debaran di dadanya masih terasa hingga kini, perutnya pun seketika jadi mulas. "Angkat, dong! Ck," deca