"Nenek yakin akan pergi?""Apa maksudmu? Nenek sudah pesan tiket dan sekarang kau meragukan keberangkatan ini??" tukas Nenek Chloe berapi-api.Stevany merengut sedih, ia menarik tangan Neneknya dan bergelayut manja. "Tapi aku akan merindukanmu, Nek. Aku kesepian di sini tanpamu.""Berhentilah merengek, bayi besar! Kau tak ada bedanya dengan Papamu!" tukas Nenek Chloe lagi seraya menarik tangannya dari Stevany. "Kau bisa menelfon nenek bila kesepian, jangan manja! Cepatlah berangkat kerja sana."Stevany merajuk lagi, ia mendekat ke tempat Neneknya dan memeluknya dengan erat. "Hentikan, Stev, aku hanya pergi berlibur bukannya pergi ke akhirat!" seru Nenek Chloe kesal.Stevany terkekeh, Neneknya benar, ia hanya pergi untuk berlibur dan berkumpul dengan teman-temannya, tapi mengapa ia sangat tak rela. Tiga tahun hidup berdua dengan Nenek Chloe membuat Stev sangat bergantung padanya"Baiklah aku akan berangkat kerja, Nenek jangan pergi ke manapun tanpa membawa ponsel meski itu ke kamar
Bermalas-malasan adalah hobi baru Aji selama berada di benua Australia. Ia tidur, makan, rebahan dan tidur lagi hingga bosan. Freya dan Tante Wilma sudah keluar sejak pagi untuk berjalan-jalan di sekeliling penginapan. Aji memutuskan tak ikut karena ia tak menyukai suasana di sekelilingnya. Ia benci pantai. Ia pernah memiliki kenangan indah di pantai dan kembali melihat pantai seolah membuat kepingan kenangan-kenangan itu tersusun rapi kembali. Suara berisik terdengar di ruang tamu, sepertinya Yante Wilma dan Freya sudah datang. Aji berdiri dari ranjang dan keluar dari kamarnya. Ia melihat beberapa bungkus plastik berjajar di meja. "Oh Aji, Tante membelikanmu baju pantai yang bagus. Kemarilah!!" Tante Wilma melambaikan tangannya agar Aji mendekat. Ia lantas mengeluarkan sebuah T-shirt santai berwarna kuning terang bertuliskan nama Pantai yang sedang mereka tempati. Aji tersenyum dan meraih kaos itu untuk ia paskan dengan tubuhnya. "See, Freya, betul kan pilihan Mama, size dan warn
-Darwin International Airport-Stevany tiba saat tengah hari dan masih harus naik taxi untuk sampai ke hotel tempat nenek Chloe dan komunitasnya menginap. Namun saat di tengah perjalanan menuju hotel, pesan dari Nenek Chloe masuk ke ponselnya. [Nenek masih ada acara sampai nanti petang, berkelilinglah dulu ke Pantai Mindil dan pasarnya yang ramai, sampai jumpa nanti malam!]Dan sekarang tibalah Stevany di pasar itu. Pasar dekat pantai yang ramai menjelang sunset. Stevany tiba jam 4 sore dan memutuskan untuk membeli burger dan kentang untuk mengganjal perutnya yang kelaparan. Ada banyak makanan dan cinderamata yang dijual di sana, beberapa membuat Stevany ingin membelinya namun saat mengingat ia tak memiliki siapapun untuk diberi oleh-oleh maka ia pun mengurungkan niatnya. Sambil menikmati burgernya, Stevany menyusuri jalanan yang mulai ramai dan menyempit. Beruntung penampilan Stevany tak terlalu mencolok hingga ia tak ada bedanya dengan warga lokal, hanya ada beberapa turis berambut
Dan malam ini, hingga menjelang pagi Aji tak bisa memejamkan mata. Entah mengapa kejadian petang tadi membuat hatinya berdebar setiap kali mengingatnya. Tadinya ia baru saja selesai berjemur di tebing sendirian, karena dari tebing ia tak bisa melihat sunset yang tertutupi oleh awan maka Aji memutuskan untuk turun dan kembali ke resort. Dan antara percaya atau tidak, dalam perjalanan kembali ke resort, ia melihat perempuan yang sempat menghilang dari kehidupannya. Perempuan yang sedang memejamkan mata, menikmati buaian ombak dan berbikini itu adalah STEVANY! Entah apa yang Aji rasakan malam ini, bahagiakah? Rindukah?? Entahlah, ia sendiri tak paham. Yang pasti usai melihat Stevany tadi ada rasa aneh yang tiba-tiba mencuat di hatinya, seperti perasaan penyamun yang menemukan harta karun mungkin?? Atau seperti tanah kering yang disirami air hujan?? Aji tersenyum sumbang, ia bahkan lupa bila pernah menorehkan luka di kehidupan seorang Stevany. Merenggut keperawanannya dan memfitnahnya
Stevany memandang tubuh Aji yang terlelap di ranjangnya dengan perasaan campur aduk. Wajah yang selama tiga tahun ini selalu ia impikan kini benar-benar ada di depan matanya, bahkan tidur di ranjangnya!!Sudah 5 jam berlalu dan Aji masih lelap tertidur. Beberapa kali Stevany mengecek suhu tubuhnya namun tak ada kenaikan suhu yang drastis, suhu tubuh mantan bosnya itu masih normal. Apa Aji salah minum obat? Lantas bagaimana bila istrinya mencarinya? Seharian ini bahkan Aji benar-benar tidur pulas di kamarnya. Harusnya Stevany cek out siang ini tapi bagaimana bisa ia pergi bila Aji bahkan tak bergeming saking pulasnya. Beruntung sarapan tadi pagi bisa diantar ke kamar, jadi Stevany tak perlu keluar dan meminimalisir pertemuan dengan istri bosnya itu. Karena mulai jenuh, pada akhirnya Stevany memberanikan diri untuk keluar dari kamar dengan memakai kacamata dan masker agar tak mudah dikenali orang. Tok tok tok.Stevany tersentak, ia menatap pintu kamarnya gugup, siapa lagi yang datang
Daren??Stevany terbelalak kaget, ia tak menyangka tiba-tiba mendapat kejutan seperti ini. Stevany melirik Aji yang mengawasi Daren dengan tatapan tajam. Mereka berdua saling mengawasi satu sama lain. "Apa aku mengganggu obrolan kalian??" tanya Daren bingung karena suasana mendadak menjadi tegang saat ia muncul. Stevany menggeleng cepat, Daren datang di saat yang tepat. "Masuklah Daren, aku sudah menunggumu sedari tadi!" sahut Stevany kikuk. Aji melirik Stevany sembari menghembuskan nafasnya jengah. Siapa Daren ini? Kekasih Stevany kah?? Apa yang tidak Aji ketahui? Daren tersenyum senang dan melangkah masuk ke dalam kamar Stevany. Ia mendekat ke tempat Aji berdiri dan mengulurkan tangannya percaya diri. "Hai, saya Daren." Aji menyalami uluran tangan itu, "Aji." ucapnya dingin.Stevany melirik Aji yang tak kunjung pergi, kemudian ia mendekat ke tempat Daren berdiri lantas menggamit lengannya sok mesra. Aji mengawasi tingkah Stevany dengan risih. "Baiklah, terima kasih atas wak
Di kamarnya sendiri, Aji melempar bantalnya kesal ke segala arah. Ia benci di acuhkan, perasaan terbuang seperti ini mengingatkannya kembali pada momen-momen pahitnya bersama Brisya dan Aji tidak siap merasakan trauma itu lagi. Ia menatap pintu kamarnya nanar, dulu Stevany adalah satu-satunya perempuan selain Brisya yang dekat dengannya, bahkan pernah tidur dengannya tapi perubahan sikap Stevany yang drastis seperti ini masih sangat berat bagi Aji. Mata penuh binar saat menatap Aji itu sudah berganti tatapan benci."Aji, kamu baik baik saja??" panggil Freya di luar kamar, tadi ia melihat Aji berjalan cepat di koridor dan tak mengindahkan panggilannya. Aji mendengus kesal, emosinya masih tak terkontrol. Ia memutuskan untuk tak menyahuti panggilan Freya dan beringsut masuk ke kamar mandi untuk mengguyur badannya dengan air dingin. Menjelang malam, Freya kembali mengetuk pintu kamar Aji. Ia khawatir sepupunya itu berbuat hal-hal nekat, sedari pagi hingga sore ia bahkan menghilang. "A
Pagi sekali Aji sudah mengendarai mobil calteran menuju tempat penginapan Oma Donita. Semalam ia tak bisa tidur lagi jadi pagi ini daripada memikirkan hal yang tidak penting lantas Aji memutuskan untuk menemui Oma Donita saja. Freya tak jadi ikut karena saat Aji berangkat tadi ia masih tidur pulas. Bahkan Aji sudah berangkat sebelum matahari terbit. Setiba di resort tempat para komunitas Lansia berlibur, Aji bergegas turun dari mobil dan mencari Omanya. Perutnya mulai keroncongan dan beruntung Aji tiba saat Oma dan teman-temannya sedang sarapan. "Kemarilah, sarapan di sini bersama kami!" panggil Oma saat melihat Aji datang dan masuk ke dalam restoran. Aji mendekat dan ikut duduk di antara nenek-nenek yang sedang menikmati sarapan mereka. "Ini cucuku teman-teman, namanya Aji!" ucap Oma Donita bangga seraya menepuk bahu Aji lembut. Aji tersenyum pada teman-teman Omanya dan menunduk keki. "Tampan sekali cucumu, Donita, apa dia masih single?" tanya seorang Nenek seusia omanya. "Ten
Sejak satu jam yang lalu, Aji berdiri dengan gelisah di pintu menuju altar yang akan menjadi tempatnya mengucapkan sumpah pada Tuhan. Pernikahan yang tak terencana dan dipersiapkan dalam tempo waktu singkat membuat acara itu tak semewah seharusnya. Tak apa, Aji tak lagi menginginkan pernikahan mewah namun berakhir di tengah jalan seperti pernikahannya yang terdahulu. Stevany pun demikian, ia bukan tipe wanita ribet yang terlalu mementingkan detail. Baginya, inti dari pernikahan adalah janji yang diucapkan pada Tuhan, bukan gaun, dekorasi, catering dan lain-lain. Ia hanya membeli gaun seadanya di desainer langganan Mama Aji, bukan gaun custom seperti milik Brisya dulu. Semua keluarga di Sydney dan Melbourne datang untuk menyaksikan pernikahan sederhana itu. Pun Bu Shila dan orang tua Brisya tak luput dari undangan Aji. Ia ingin momen indahnya kali ini disaksikan oleh semua orang yang berharga dihidupnya. Lantunan musik terdengar saat Stevany datang digandeng oleh Thomas. Aji yang men
"Kamu mencintaiku?" tanya Aji lirih di telinga Stevany yang sedang terpejam di ranjangnya. Semalam, mereka berdua melampiaskan kerinduan yang selama ini tertahan. Aji tak membiarkan Stevany beristirahat barang sedetikpun, seolah tubuhnya yang tak sempat beristirahat seharian kemarin tak pernah lelah menjelajahi tiap jengkal tubuh gadisnya. Aji seperti kesetanan, memiliki Stevany yang merupakan perempuan pertama yang ia tiduri dalam keadaan perawan seolah anugerah yang tak akan pernah ia sia-siakan lagi. Stevany menggeliat di balik selimut tebal yang menutupi tubuh mereka berdua. Tanpa sadar sesuatu yang sedang tegang di bawah sana tersenggol hingga membuat Stevany terbelalak. Ia menoleh cepat pada Aji yang sedang tersenyum nakal menatapnya. "Aku menginginkannya lagi, Stev. Tolong aku," rengek Aji seraya merapatkan tubuhnya pada Stevany hingga junior yang mulai aktif itu menggesek di antara pahanya.Stevany memejamkan matanya gugup. Padahal semalam ia sudah seperti wanita binal, tap
Aji mendapatkan penerbangan pagi di keesokan harinya. Ia benar-benar lupa bila hari ini adalah hari besar Zunita. Beruntung Mamanya menelefon semalam, bila tidak, mungkin Aji akan kembali sibuk membantu Freya di kantor Ekspedisi. Jam 4 sore, pesawat yang ditumpangi Aji baru saja landing. Ia lebih dulu pulang ke apartemen untuk mandi dan berganti pakaian. Saat akan berangkat, ia lupa bila mobilnya ada di rumah papa dan mamanya. Alhasil, Aji datang ke acara Zunita dengan mengendarai taksi. Sepanjang perjalanan, suasana hatinya yang sempat memburuk selama di Sydney jadi semakin kacau balau. Ia pasti akan bertemu Brisya dan Haris di acara resepsi itu. Sudah lama sekali sejak ia bertemu mereka terakhir kali, entahlah apakah Aji akan sanggup melihat wanita yang pernah sangat ia cintai itu lagi. "Stop, Pak. Terima kasih!" Aji menyodorkan selembar uang seratus ribuan pada supir taksi dan bergegas membuka pintu. Ia keluar dan merapikan jasnya tanpa memperhatikan sosok yang berdiri mematung
Usai menulis surat untuk Stevany, Aji bergegas turun dan bersiap untuk pergi. Tak lupa ia mengirimkan pesan pada gadis itu untuk berpamitan dan langsung memblokir nomornya dari daftar kontak. Setidaknya hanya hal ini yang nantinya akan menjadi kenangan terakhir untuk Stevany, gadis itu harus melupakannya agar bisa kembali bangkit. Harus. Dengan hati hancur, Aji menarik kopernya keluar dari rumah Nenek Chloe. Ia tak memiliki tujuan, kembali ke Sydney mungkin adalah satu-satunya pilihan. Saat sedang berjalan sambil merenung, ponsel di saku celananya bergetar. Dengan lemas, Aji merogohnya dan membaca nama yang tertera di layar. Freya is calling ..."Halo," sapa Aji suntuk."Aji, aku sedang dalam perjalanan menuju bandara. Aku akan pulang duluan ke Sydney, apa kamu masih lama berada di Melbourne?" cerocos Freya tanpa jeda.Aji tersenyum lega. "Aku juga sedang perjalanan menuju bandara, Frey. Baiklah, sampai jumpa di rumah Nenek!" janjinya."Oke, baiklah. Sampai jumpa!"Tit. Aji memasuk
Hari minggu pun tiba, semalam Stevany mendapat surat undangan yang dikirim melalui chat oleh Brisya. Acara pernikahan Hendri dan Zunita, diadakan di hotel berbintang di Jakarta. Sejak pagi, Stevany sudah berada di Jakarta. Ia berencana membeli gaun terlebih dahulu lantas ke salon untuk dirias. Acaranya jam 3 sore, jadi masih ada banyak waktu untuk bersiap-siap. Stevany bahkan lupa bila ia pernah trauma untuk datang ke acara pernikahan, namun kini ia malah sangat antusias. Ia ingin tampil secantik mungkin di acara itu. Brisya memberi tahunya bila Aji pasti muncul karena pernikahan ini adalah acara spesial asisten pribadi Mamanya yang sudah dianggap keluarga sendiri oleh mereka. Diam-diam Stevany menjadi sangat penasaran seperti apa keluarga Aji, apakah nanti mereka akan memperlakukan Stevany dengan baik bila mengenalnya?? Stevany sudah kenal dengan Oma Donita yang sangat ramah dan gaul seperti Nenek Chloe. Semoga saja keluarga di Jakarta juga sebaik keluarga di Sydney, Stevany memba
Di dalam pesawat menuju Jogja, Stevany sedang berpikir keras. Perkataan Brisya kemarin selalu saja terngiang-ngiang di telinganya. "Kalo kamu mau ketemu Aji, datanglah hari minggu esok lusa. Aku akan memberimu alamatnya. Berdandanlah yang cantik. Aku yakin Aji akan datang di hari itu!" Ia memang akan berada di Indonesia selama seminggu kedepan. Bahkan mungkin bisa saja lebih lama bila ia tak kunjung bertemu dengan Aji. Kemarin Brisya memberi alamat dan nomor ponsel Mama Aji pada Stevany. Hanya untuk berjaga-jaga semisal nantinya Aji tak muncul di hari minggu esok lusa. Pesawat pun akhirnya landing di Bandara Udara Adisutjipto dengan selamat. Stevany lekas mengambil kopernya begitu melihatnya keluar dari bagasi. Sedikit terburu-buru karena ia sudah sangat tak sabar untuk bertemu Papa dan Maminya hari ini. Stevany sudah sangat rindu pada keduanya. Dari Bandara, ia bertolak ke kediaman kedua orang tuanya dengan menaiki taksi. Sepanjang jalan, Stevany tak hentinya tersenyum menyaksika
Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta. Stevany tiba di Indonesia tepat jam 1 siang. Ia lekas menarik kopernya dan mencegat taksi di luar. Dua hari yang lalu, Stevany berusaha mencari keberadaan dan kontak Brisya. Ia mencari di medsos manapun, dan beruntung bisa menemukan akun Instagramnya. Brisya masih mengingat Stevany, sempat mengobrol berbasa-basi di DM hingga akhirnya hari ini sudah membuat janji untuk bertemu. Stevany melarang Nenek Chloe memberi tahu Papanya bila ia berkunjung ke Indonesia, ia berencana akan memberi suprise pada mereka besok. Hari ini Stev sudah memiliki jadwal untuk menyelesaikan urusannya dengan Brisya. Namun lebih dulu, Stevany cek in di hotel yang sudah ia booking sejak kemarin.Usai beristirahat sebentar di hotel, Stevany bersiap-siap untuk pergi menemui Brisya di jam 4 sore. Mereka berdua sudah setuju untuk bertemu di Cafe yang berada tak jauh dari rumah Brisya. Cafe Lovable. Stevany tiba lebih dulu, suasana Cafe yang syahdu dengan musik mengalun
Sudah hari keenam sejak Aji pergi dan Stevany kehilangan jejak. Ponselnya masih tak aktif dan tidak ada yang tahu ke mana Aji pergi. Bahkan Oma Donita dan Tante Wilma sekalipun. Aji seperti lenyap ditelan bumi. Hari ini Nenek Chloe pulang, Stevany menjemputnya ke bandara. Selama di Melbourne, ia jarang sekali mengendarai mobil sedan klasik milik Papanya semasa muda. Hanya untuk keperluan mendesak saja Stevany membawanya, selebihnya ia kerapkali menaiki angkutan umum ke manapun pergi. "Apa kamu sudah bertemu dengan Aji?" tanya Nenek Chloe. Mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang dari bandara. "Belum, Nek. Sepertinya dia memang sengaja pergi dan tak ingin melihatku lagi.""Kenapa begitu? Bukannya kalian dulu pernah bekerja di tempat yang sama?""Dia mantan Bosku, Nek. Aku yang bekerja padanya." Stevany menyela dan menoleh pada Nenek Chloe sekilas.Nenek Chloe manggut-manggut seraya berpikir sejenak. "Apa dulu kalian juga sempat berpacaran? Tatapannya terlihat berbeda padamu, Ste
Suasana hati Stevany yang tadinya riang usai menghabiskan makan siang kiriman Jared, kini mendadak suram setelah membaca pesan dari Aji. Seketika itu dadanya terasa sakit, jadi Aji akan benar-benar pergi setelah semalam ia mengusirnya? Ada sedikit rasa sesal di hati Stevany, sejujurnya ia masih ingin menikmati waktu lebih lama bersama Aji. Bukankah sekarang mantan bosnya itu sudah sendiri? Ia bukan lagi pria beristri, kan? Jadi mengapa begitu terburu-buru dan malah menuruti perkataannya yang sedang dirundung emosi! Stevany memencet icon telefon pada sudut atas pesan chat itu. Tersambung, namun tak diangkat. Tiga kali Stevany mencoba, namun tetap tak diangkat oleh Aji. "Hiiih!" Stevany menggeram. Ia mengawasi layar ponselnya yang masih menyambungkan panggilan ke nomor Aji. Stevany bangkit dari kursi dan berjalan mondar-mandir sembari memijat keningnya yang kini berdenyut pusing. Debaran di dadanya masih terasa hingga kini, perutnya pun seketika jadi mulas. "Angkat, dong! Ck," deca