23.15 WIBSunyi, hanya suara detik jam yang berbunyi bergantian dengan desahan napas yang beberapa kali terhembus karena lelah pada keadaan. Kaca di luar jendela nampak basah oleh gerimis dan Aji masih setia berdiri mematung dari balik jendela apartemennya di lantai 8. Sudah hampir tiga tahun berlalu sejak Aji dan Brisya resmi bercerai dan hingga detik ini pun Aji masih saja tak rela. Kebodohannya kala itu membuat Brisya marah besar, hasil DNA sialan itu pun tak berpihak padanya. Sedih? Pasti.Frustasi?? Tentu.Dua bulan Aji mengurung diri dan enggan untuk melanjutkan hidup. Tapi ternyata di saat terpuruk justru Haris lah yang menyelamatkan nyawa Aji saat ia memutuskan untuk bunuh diri dengan mengiris nadinya. Harislah yang menggendong Aji dan membawanya ke rumah sakit. Awalnya Aji marah saat tau usaha bunuh dirinya gagal namun saat melihat twins yang datang menjenguknya kala itu dan melihat betapa miripnya bayi lelaki di hadapannya dengan Haris saat itulah amarah Aji meluntur. Har
Caroline Stevany, name tag yang terpasang pada seragam berwarna navy itu nampak terpasang begitu rapi sejak pagi tadi. Si pemilik nama kini sedang menikmati sarapan simpel yang ia buat sendiri. Masih ada satu jam tersisa sebelum ia harus segera tiba di pabrik tempat ia bekerja di Melbourne. "Apa hari ini kamu akan pulang terlambat lagi, Stev?" Sebuah suara berat mengagetkan Stevany yang asyik melahap telur mata sapi dan salad sayur favoritnya. Nenek Chloe yang tiga tahun ini tinggal bersama Stev nampak baru bangun dan menghampiri cucu kesayangannya. Ia mengelus rambut Stevany yang panjang dan ikal."Sepertinya begitu, Nenek, saat memasuki musim dingin seperti ini pabrik akan bekerja ekstra karena stok gudang mulai menipis," sahut Stev jujur."Hmmm, baiklah kalo begitu sepertinya Nenek akan menghabiskan waktu dengan teman-teman komunitas lagi hari ini." Nenek Chloe menghampiri sofa di seberang Stevany dan duduk perlahan.Stev memandang Neneknya dengan takjub, meski usia Nenek Chloe s
Bekerja dalam keadaan tidak enak badan membuat Aji kehilangan fokus. Sejak tadi pagi tiba-tiba badannya meriang, sendi-sendi di tubuhnya terasa sakit saat bergerak. Namun karena sudah ada janji untuk meeting dengan karyawannya di luar kota maka Aji memaksakan diri untuk tetap berangkat. Kali ini ia memilih untuk naik pesawat agar tidak perlu menyetir melintasi ibukota, Aji akan memanfaatkan waktu selama berada di pesawat untuk beristirahat.Setiba di kota tujuan, Aji meminta staf di restoran untuk menjemputnya di bandara. Aji benar-benar sedang tidak sehat kali ini. "Selamat siang, Pak Aji!" sapa karyawannya sopan saat Aji masuk ke dalam mobil. "Siang, Pak Tino," sahut Aji seraya menyunggingkan senyumnya yang mahal. Mobil melaju perlahan keluar dari bandara. Aji kembali memejamkan matanya yang terasa panas, meski sempat tertidur sebentar di pesawat namun rasanya seluruh tubuhnya masih saja lemas tak bertenaga. Ponsel di saku celana Aji bergetar, ia merogoh ponselnya perlahan dan m
Nenek Chloe adalah ibu pertama bagi Stevany. Mamanya meninggal usai melahirkannya dan hingga berusia 10 tahun Stevany dibesarkan sendiri oleh Nenek Chloe yang merupakan Ibu dari Papanya. Ia dibawa ke Indonesia oleh Papanya karena pindah tugas. Ketika itu kondisi Nenek Chloe sering sakit-sakitan sehingga mau tidak mau mereka harus berpisah karena Papanya khawatir Stevany akan menjadi beban bagi Neneknya. Di Indonesia, Papanya bertemu dengan wanita lokal dan menikah lagi. Ibu sambung Stevany sangat baik hati, ia memperlakukan Stevany seperti putrinya sendiri. Terlebih pernikahan orang tuanya tak dikaruniai anak lagi sehingga Stevany adalah jantung hati dikeluarganya. Stevany tumbuh menjadi gadis yang polos dan cerdas, selalu menjadi juara kelas dan gadis idaman di sekolah. Wajah blasteran dan rambut blondenya yang mencolok di antara warga lokal membuat pesona Stevany semakin dipuja kaum adam. Karena itulah keluarganya menjadi sangat over protektif pada Stevany dan tak membiarkan semba
Aji tiba di Jakarta di sore hari, Zunita menjemputnya di bandara dan langsung membawanya ke rumah induk. Sesampai di rumah Papa dan Mamanya, Aji langsung ijin untuk beristirahat. Sepertinya tensi darahnya turun, peningnya datang dan pergi silih berganti. Ia meminta Zunita menghubungi dokter Jessica untuk datang memeriksa keadaannya. Entah karena terlalu lelah saat Dokter Jessica datang dan memeriksa Aji, ia sama sekali tak bangun dari tidurnya. Dokter Jessica memberi beberapa obat pada Sofia -Mama Aji-, dan meminta Aji segera makan sebelum meminum obat tersebut. Namun hingga esok pagi ternyata Aji belum juga bangun. Ia terlampau lelah dengan berbagai masalah pekerjaan dan masalah pribadinya. "Selamat pagi," sapa suara Zunita yang ternyata sudah muncul dari balik pintu. Aji menolehinya lemas dan tak bergeming. Keadaannya masih belum membaik. Zunita nampak membawa sebuah nampan berisi makanan dan teh hangat. Ia meletakkan nampan itu di meja nakas di samping tempat tidur Aji. "Dokt
Jadilah sibuk hingga kamu lupa akan rasa sakitmu adalah quote yang tepat untuk Stevany. Ia hanya terlalu menikmati pekerjaannya hingga tanpa sadar ia justru semakin terluka karena tak sempat menyembuhkan cedera hatinya. Setiap diundang ke acara pernikahan teman kantornya, tak pernah sekalipun Stevany hadir. Ia akan memberikan kado di keesokan harinya atau sehari sebelumnya dan memiliki segudang alasan untuk tak datang di acara pernikahan itu. Stevany terlampau trauma mendengar kata menikah karena ia sadar bahwa tak akan ada lelaki yang mau menerima keadaannya yang sudah tak lagi perawan. Bilapun ada, ia yakin laki-laki itu kelak akan mengungkit keadaannya saat mereka sedang bermasalah. Stev jadi minder dan takut untuk membuka hati pada siapapun. Dan sekarang sepertinya ia terjebak oleh keadaan ketika tetangganya yang merupakan teman masa kecilnya menikah beberapa hari lagi. Alasan apapun hanya akan terdengar seperti bualan karena Salsa, teman masa kecilnya itu tahu Stevany benci aca
Pesawat landing di Sydney Kingsford Smith Airport di sore hari. Aji menunggu Wilma, tantenya, yang merupakan adik kandung Papanya di ruang Arrival. Hampir 7 jam perjalanan ia lalui dan rasanya tulang belulangnya remuk redam diusianya yang baru memasuki 26 tahun. Baru kali ini Aji tak disibukkan oleh pekerjaan hingga rasa letih membuatnya frustasi. "Ajiii!!!" pekik sebuah suara melengking di kejauhan.Aji mendongah dan mendapati Wilma berlari tergopoh-gopoh menuju ke arahnya. Senyum tipis terkembang di bibir Aji melihat penampilan tantenya yang teramat gaul di usianya yang sudah tak lagi muda. Dengan sigap Aji berdiri dan merentangkan kedua tangan untuk bersiap memeluk tantenya itu. "Ohhh, I miss you so bad!!" rutuk Wilma sambil memeluk keponakan laki-laki satu satunya. "I miss you too, Aunty Wil, di mana Freya? Apa tidak ikut kemari??""Kamu tau lah Freya seperti apa, mana bisa Tantemu ini datang tepat waktu kalo ngajak si Freya.""Btw Tante telat 10 menit, loh!" sindir Aji terkeke
Pernikahan Salsa berlangsung dengan khidmat dan lancar. Sepanjang acara Stevany berada tak jauh dari sahabat masa kecilnya itu. Selama acara pemberkatan tak henti hentinya air mata Stevany menetes, ia teringat akan dosa-dosanya selama ini, pun saat acara pengucapan janji pernikahan rasanya Stevany tak sanggup lagi mendengarnya. Ia memilih untuk menjauh dan menenangkan diri. "Apa kamu baik-baik saja??" Stevany tersentak cepat, ia mengusap air matanya dan menoleh ke samping. Sepertinya tadi ia sudah benar-benar yakin bila tempat ini sepi dan tak ada seorangpun di sekitarnya. Namun seorang lelaki kini berdiri dengan segelas wine ditangan dan menatap Stevany bingung. "Ya, aku baik-baik saja. Bisakah anda berpura-pura tidak melihatku dan pergi?" pinta Stevany dengan tegas.Lelaki itu masih menatap Stevany dan entah mengapa ia jadi jengah. "Oke, baiklah. Bila anda tak mau pergi biar saya yang pergi.""Tidak tidak, tetaplah di sini. Saya yang akan pergi!" tukas lelaki tadi menahan Steva
Sejak satu jam yang lalu, Aji berdiri dengan gelisah di pintu menuju altar yang akan menjadi tempatnya mengucapkan sumpah pada Tuhan. Pernikahan yang tak terencana dan dipersiapkan dalam tempo waktu singkat membuat acara itu tak semewah seharusnya. Tak apa, Aji tak lagi menginginkan pernikahan mewah namun berakhir di tengah jalan seperti pernikahannya yang terdahulu. Stevany pun demikian, ia bukan tipe wanita ribet yang terlalu mementingkan detail. Baginya, inti dari pernikahan adalah janji yang diucapkan pada Tuhan, bukan gaun, dekorasi, catering dan lain-lain. Ia hanya membeli gaun seadanya di desainer langganan Mama Aji, bukan gaun custom seperti milik Brisya dulu. Semua keluarga di Sydney dan Melbourne datang untuk menyaksikan pernikahan sederhana itu. Pun Bu Shila dan orang tua Brisya tak luput dari undangan Aji. Ia ingin momen indahnya kali ini disaksikan oleh semua orang yang berharga dihidupnya. Lantunan musik terdengar saat Stevany datang digandeng oleh Thomas. Aji yang men
"Kamu mencintaiku?" tanya Aji lirih di telinga Stevany yang sedang terpejam di ranjangnya. Semalam, mereka berdua melampiaskan kerinduan yang selama ini tertahan. Aji tak membiarkan Stevany beristirahat barang sedetikpun, seolah tubuhnya yang tak sempat beristirahat seharian kemarin tak pernah lelah menjelajahi tiap jengkal tubuh gadisnya. Aji seperti kesetanan, memiliki Stevany yang merupakan perempuan pertama yang ia tiduri dalam keadaan perawan seolah anugerah yang tak akan pernah ia sia-siakan lagi. Stevany menggeliat di balik selimut tebal yang menutupi tubuh mereka berdua. Tanpa sadar sesuatu yang sedang tegang di bawah sana tersenggol hingga membuat Stevany terbelalak. Ia menoleh cepat pada Aji yang sedang tersenyum nakal menatapnya. "Aku menginginkannya lagi, Stev. Tolong aku," rengek Aji seraya merapatkan tubuhnya pada Stevany hingga junior yang mulai aktif itu menggesek di antara pahanya.Stevany memejamkan matanya gugup. Padahal semalam ia sudah seperti wanita binal, tap
Aji mendapatkan penerbangan pagi di keesokan harinya. Ia benar-benar lupa bila hari ini adalah hari besar Zunita. Beruntung Mamanya menelefon semalam, bila tidak, mungkin Aji akan kembali sibuk membantu Freya di kantor Ekspedisi. Jam 4 sore, pesawat yang ditumpangi Aji baru saja landing. Ia lebih dulu pulang ke apartemen untuk mandi dan berganti pakaian. Saat akan berangkat, ia lupa bila mobilnya ada di rumah papa dan mamanya. Alhasil, Aji datang ke acara Zunita dengan mengendarai taksi. Sepanjang perjalanan, suasana hatinya yang sempat memburuk selama di Sydney jadi semakin kacau balau. Ia pasti akan bertemu Brisya dan Haris di acara resepsi itu. Sudah lama sekali sejak ia bertemu mereka terakhir kali, entahlah apakah Aji akan sanggup melihat wanita yang pernah sangat ia cintai itu lagi. "Stop, Pak. Terima kasih!" Aji menyodorkan selembar uang seratus ribuan pada supir taksi dan bergegas membuka pintu. Ia keluar dan merapikan jasnya tanpa memperhatikan sosok yang berdiri mematung
Usai menulis surat untuk Stevany, Aji bergegas turun dan bersiap untuk pergi. Tak lupa ia mengirimkan pesan pada gadis itu untuk berpamitan dan langsung memblokir nomornya dari daftar kontak. Setidaknya hanya hal ini yang nantinya akan menjadi kenangan terakhir untuk Stevany, gadis itu harus melupakannya agar bisa kembali bangkit. Harus. Dengan hati hancur, Aji menarik kopernya keluar dari rumah Nenek Chloe. Ia tak memiliki tujuan, kembali ke Sydney mungkin adalah satu-satunya pilihan. Saat sedang berjalan sambil merenung, ponsel di saku celananya bergetar. Dengan lemas, Aji merogohnya dan membaca nama yang tertera di layar. Freya is calling ..."Halo," sapa Aji suntuk."Aji, aku sedang dalam perjalanan menuju bandara. Aku akan pulang duluan ke Sydney, apa kamu masih lama berada di Melbourne?" cerocos Freya tanpa jeda.Aji tersenyum lega. "Aku juga sedang perjalanan menuju bandara, Frey. Baiklah, sampai jumpa di rumah Nenek!" janjinya."Oke, baiklah. Sampai jumpa!"Tit. Aji memasuk
Hari minggu pun tiba, semalam Stevany mendapat surat undangan yang dikirim melalui chat oleh Brisya. Acara pernikahan Hendri dan Zunita, diadakan di hotel berbintang di Jakarta. Sejak pagi, Stevany sudah berada di Jakarta. Ia berencana membeli gaun terlebih dahulu lantas ke salon untuk dirias. Acaranya jam 3 sore, jadi masih ada banyak waktu untuk bersiap-siap. Stevany bahkan lupa bila ia pernah trauma untuk datang ke acara pernikahan, namun kini ia malah sangat antusias. Ia ingin tampil secantik mungkin di acara itu. Brisya memberi tahunya bila Aji pasti muncul karena pernikahan ini adalah acara spesial asisten pribadi Mamanya yang sudah dianggap keluarga sendiri oleh mereka. Diam-diam Stevany menjadi sangat penasaran seperti apa keluarga Aji, apakah nanti mereka akan memperlakukan Stevany dengan baik bila mengenalnya?? Stevany sudah kenal dengan Oma Donita yang sangat ramah dan gaul seperti Nenek Chloe. Semoga saja keluarga di Jakarta juga sebaik keluarga di Sydney, Stevany memba
Di dalam pesawat menuju Jogja, Stevany sedang berpikir keras. Perkataan Brisya kemarin selalu saja terngiang-ngiang di telinganya. "Kalo kamu mau ketemu Aji, datanglah hari minggu esok lusa. Aku akan memberimu alamatnya. Berdandanlah yang cantik. Aku yakin Aji akan datang di hari itu!" Ia memang akan berada di Indonesia selama seminggu kedepan. Bahkan mungkin bisa saja lebih lama bila ia tak kunjung bertemu dengan Aji. Kemarin Brisya memberi alamat dan nomor ponsel Mama Aji pada Stevany. Hanya untuk berjaga-jaga semisal nantinya Aji tak muncul di hari minggu esok lusa. Pesawat pun akhirnya landing di Bandara Udara Adisutjipto dengan selamat. Stevany lekas mengambil kopernya begitu melihatnya keluar dari bagasi. Sedikit terburu-buru karena ia sudah sangat tak sabar untuk bertemu Papa dan Maminya hari ini. Stevany sudah sangat rindu pada keduanya. Dari Bandara, ia bertolak ke kediaman kedua orang tuanya dengan menaiki taksi. Sepanjang jalan, Stevany tak hentinya tersenyum menyaksika
Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta. Stevany tiba di Indonesia tepat jam 1 siang. Ia lekas menarik kopernya dan mencegat taksi di luar. Dua hari yang lalu, Stevany berusaha mencari keberadaan dan kontak Brisya. Ia mencari di medsos manapun, dan beruntung bisa menemukan akun Instagramnya. Brisya masih mengingat Stevany, sempat mengobrol berbasa-basi di DM hingga akhirnya hari ini sudah membuat janji untuk bertemu. Stevany melarang Nenek Chloe memberi tahu Papanya bila ia berkunjung ke Indonesia, ia berencana akan memberi suprise pada mereka besok. Hari ini Stev sudah memiliki jadwal untuk menyelesaikan urusannya dengan Brisya. Namun lebih dulu, Stevany cek in di hotel yang sudah ia booking sejak kemarin.Usai beristirahat sebentar di hotel, Stevany bersiap-siap untuk pergi menemui Brisya di jam 4 sore. Mereka berdua sudah setuju untuk bertemu di Cafe yang berada tak jauh dari rumah Brisya. Cafe Lovable. Stevany tiba lebih dulu, suasana Cafe yang syahdu dengan musik mengalun
Sudah hari keenam sejak Aji pergi dan Stevany kehilangan jejak. Ponselnya masih tak aktif dan tidak ada yang tahu ke mana Aji pergi. Bahkan Oma Donita dan Tante Wilma sekalipun. Aji seperti lenyap ditelan bumi. Hari ini Nenek Chloe pulang, Stevany menjemputnya ke bandara. Selama di Melbourne, ia jarang sekali mengendarai mobil sedan klasik milik Papanya semasa muda. Hanya untuk keperluan mendesak saja Stevany membawanya, selebihnya ia kerapkali menaiki angkutan umum ke manapun pergi. "Apa kamu sudah bertemu dengan Aji?" tanya Nenek Chloe. Mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang dari bandara. "Belum, Nek. Sepertinya dia memang sengaja pergi dan tak ingin melihatku lagi.""Kenapa begitu? Bukannya kalian dulu pernah bekerja di tempat yang sama?""Dia mantan Bosku, Nek. Aku yang bekerja padanya." Stevany menyela dan menoleh pada Nenek Chloe sekilas.Nenek Chloe manggut-manggut seraya berpikir sejenak. "Apa dulu kalian juga sempat berpacaran? Tatapannya terlihat berbeda padamu, Ste
Suasana hati Stevany yang tadinya riang usai menghabiskan makan siang kiriman Jared, kini mendadak suram setelah membaca pesan dari Aji. Seketika itu dadanya terasa sakit, jadi Aji akan benar-benar pergi setelah semalam ia mengusirnya? Ada sedikit rasa sesal di hati Stevany, sejujurnya ia masih ingin menikmati waktu lebih lama bersama Aji. Bukankah sekarang mantan bosnya itu sudah sendiri? Ia bukan lagi pria beristri, kan? Jadi mengapa begitu terburu-buru dan malah menuruti perkataannya yang sedang dirundung emosi! Stevany memencet icon telefon pada sudut atas pesan chat itu. Tersambung, namun tak diangkat. Tiga kali Stevany mencoba, namun tetap tak diangkat oleh Aji. "Hiiih!" Stevany menggeram. Ia mengawasi layar ponselnya yang masih menyambungkan panggilan ke nomor Aji. Stevany bangkit dari kursi dan berjalan mondar-mandir sembari memijat keningnya yang kini berdenyut pusing. Debaran di dadanya masih terasa hingga kini, perutnya pun seketika jadi mulas. "Angkat, dong! Ck," deca