"Forguso?! Ngapain di sini?" tanya Talita beringsut mundur.
"Tenang, aku hanya melihat keadaanmu saja."
Kemudian Forguso berbalik badan dan beranjak keluar dari ruangan Talita. Hal ini membuat Talita bertanya-tanya. Apa yang terjadi sebenarnya? Tak biasanya Forguso bersikap ramah dan manis.
Talita tertegun. Lalu dia memegang dadanya sendiri. "Sebenarnya ini milik siapa?" gumamnya lirih.
Satu minggu kemudian. Wanita itu sudah merasa segar. Dia berniat mencari tahu tentang siapa yang telah mendonorkan jantung kepadanya. Talita sudah melepas infusannya. Sebenarnya dia sedih karena pasca di rumah sakit. Rino tak menemaninya sama sekali.
Namun, Talita tetap semangat menjalani kehidupan karena dia ingin berterima kasih kepada keluarga yang telah memberikan kehidupan baru kepadanya.
Talita berjalan di koridor rumah sakit. Dia berpapasan dengan Tomi dan Forguso. Ini sungguh pemandangan yang langka melihat dua lelaki itu berjalan beriringan.
Tiga hari kemudian. Dua insan manusia itu turun dari mobil. Talita tiap hari memaksa Forguso agar memberikan informasi di mana dia harus berterima kasih. Wanita itu pun mengernyitkan kedua alisnya saat dituntun oleh Forguso ke TPU.Talita masih diam membisu sejenak. Tidak banyak berkomentar, sehingga dia sampai di depan makam gundukan tanah merah yang masih segar bunga-bunga menghiasi di atas makam baru itu.Mata wanita itu membulat sempurna saat melihat tulisan nisan orang yang menolongnya. Dia melirik ke arah Forguso."Jangan bercanda, Forguso.""Aku tak bercanda. Dialah yang menolongmu," jawab Forguso tenang."Apa? Arunika. Jadi dia yang mau mendonorkan jantungnya kepadaku?" Talita terduduk luruh dan air matanya mengalir berlomba-lomba dari pelupuk matanya. Sungguh tidak menyangka bahwa wanita yang dia hancurkan rumah tangannya justru menyelamatkan hidupnya.Tangannya terulur mengusap nisan Arunika. Dia pun memeluk nisan itu. "Maafkanku,
Tiga tahun kemudian."Selamat datang, Bro!" sapa Tomi dan Forguso bersamaan. Mereka berdua menjemput Rino di bandara.Tiga sahabat itu kembali berkumpul bersama dan bercengkrama hangat. Lalu mereka berjalan beriringan keluar dari bandara memakai mobil Tomi."Bagaimana keadaanmu sekarang? Sudah membaik?" tanya Forguso."Baik sekali," jawab Rino mengulum senyum tipis. Dia seperti menemukan kehidupan baru. Selama tiga tahun ini, Rino tak mendapatkan gangguan dari Talita. Bahkan wanita itu hilang seperti ditelan bumi dan ini adalah berkah bagi Rino. Tanpa mau tahu asal penyebab Talita menghilang dari kehidupannya."Saya kangen rumah kakek," lanjutnya."Meluncur ke rumah," jawab Forguso.Tomi langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Mereka bertiga berbincang hangat. Rino berdecak kagum dengan perubahan di Jakarta, ham
"Biar aku saja yang bicara dengan Rino," tukas Tomi sambil menarik tangan Rino. Lelaki itu pun mengernyitkan kedua alisnya."Sebenarnya kalian ada apa?""Rino, aku akan menunjukkan sesuatu kepadamu.""Tapi, harusnya aku yang jelaskan," pungkas Talita.Namun, Forguso lekas mencengkram lengan Talita. Seakan melarang wanita itu.Rino pun digiring masuk ke ruang kerja, sedangkan Talita berdiri tak bergeming seraya menatap nanar manik mata Forguso."Kenapa kamu melarangku bicara dengan Rino?""Kalian tiga tahun tak berkomunikasi. Lalu tiba-tiba kamu bicara dengan Rino soal Arunika. Itu akan sangat memukul hatinya," jelas Forguso sambil melempar senyum."Baiklah, aku tunggu reaksi dia saja," sahut Talita melirik Lisna yang berdiri di sampingnya.Sementara itu di ruang kerja. Tomi menjelaskan semuanya tentang Arunika yang sudah meninggal kecuali tentang jantung Arunika yang ada di tubuh Talita.
Talita tak mengindahkan ucapan Rino. Lekas wanita itu menggiring Lisna ke kamar, sedangkan Rino berdiri bergeming menatap punggung Talita dengan lekat."Apa yang kamu sembunyikan?" tanya Rino yang tak paham dengan perubahan Talita.Sementara itu. Di dalam kamar Lisna. Talita duduk di pinggir kasur dan langsung mengambil buku dongeng. Lisna sudah naik ke ranjang terlebih dahulu. Anak itu terlentang sambil menatap sendu kepada Talita. Tangan Lisna mengusap pipi wanita yang sudah dianggap sebagai ibunya."Bundaa, jangan sedih.""Bunda nggak sedih," jawab Talita tersenyum simpul. Lalu dia pun segera mulai membacakan buku dongeng Cinderella. Mengalihkan pembicaraan Lisna. Talita tak mau jika anak itu merasa bahwa di rumah ini sedang ada perang dingin.Tiga puluh menit berlalu. Talita melirik ke arah Lisna yang sudah tertidur pulas. Lalu dia beringsut pelan-pelan turun dari ranjang. Kemudian Talita beranjak dari kamar tersebut.Jantungnya se
"Soal hubungan kita. Apakah aku ini masih istrimu?" tanya Talita sambil menatap sendu manik mata Rino yang kini sedang melihat ke arahnya. Mobil mendadak berhenti.Rino diam membisu. Lalu kembali menyetir mobil. Talita merasa diabaikan oleh Rino. Lalu dia pun meminta Rino untuk berhenti. Dia ingin turun dari mobil. Akan tetapi, tak digubris permintaan Talita."Rinoo, apa salahnya kamu jawab?" protes Talita."Sudahlah ngapain bahas hubungan. Kita memang menikah. Tapi, kamu bisa rasakan sendiri. Kalau saya tak pernah mencintaimu.""Oh, begitu," jawab Talita tersenyum getir.Tangan Talita mengusap dadanya sendiri. Jantungnya tak bisa dikontrol sama sekali. Semakin berdetak cepat kala dekat Rino.*Satu bulan berlalu. Hubungan Rino dan Talita semakin jauh. Meskipun, satu atap. Bahkan Rino tak pernah membawa Talita ke acara pesta di kantor maupun dibawa pergi keluar bersama. Rino lebih suka mengajak Lisna keluar. Seperti hari i
Di rumah Rino.Lelaki berhidung bangir itu celingak-celinguk mencari keberadaan Talita. Akan tetapi, tak ada siapa-siapa di sana. Sudah dia periksa sampai ke segala sudut ruangan. Bahkan Rino sampai memanggil nama Talita. Tetap tak ada jawaban.Rino melirik ke arah kamar Lisna. Ternyata anak itu sudah tertidur pulas. Rino memang mencari Talita tadi di jalan, tetapi dia tak menemukan wanita itu. Lalu Rino memutuskan untuk pulang. Berharap jika Talita sudah ada di rumah.Ternyata sudah pukul sebelas malam. Tak tampak hidung Talita di rumah Rino. Tiba-tiba tebersit bayangan di kala dia memperhatikan Talita yang mendadak menghantui pikirannya. Talita yang mendadak kalem dan manis seperti Arunika. Lelaki itu pun tampak gelisah dan bolak-balik berjalan sambil terus menghubungi nomor telepon Talita. Tetap berada di luar jangkauan."Talita kamu di mana?" gumam Rino. Dia terduduk sambil berusaha mengingat-ingat perbincangannya dengan Talita."Apakah u
"Kamu berani sama saya!" bentak Wiro.Talita terhuyung limbung jatuh ke lantai. Dia meringis kesakitan. Wiro menyeringai iblis tatapannya seolah-olah ingin menelaanjangi Talita.Lantas tangannya terulur mencengkram erat lengan Talita. "Malam ini kamu akan menjadi milik saya," bisik Wiro."Lepaasssssin aku!" Talita berontak melawan dengan susah payah. Namun, memang tenaga Wiro lebih kuat. Maka Talita tak bisa melawan. Wanita itu didorong ke kasur sampai Talita meringis menahan sakit.Saking kasarnya Wiro memperlakukan Talita. Terbit senyum jahat dari bibir Wiro. Lelaki mengerlingkan mata dan merayap naik ke ranjang.Sontak Talita beringsut mundur menghindari dengan tatapan sendu dan tampak ketakutan sekali.Wiro mendekati dan tangannya sudah menangkap tangan Talita. "Diam saja. Tinggal nikmati jangan berontak."Tiba-tiba terdengar suara bariton mengetuk pintu. Siapa lagi jika bukan teman Wiro. Maka lelaki tersebut mengurungkan niatnya
"Kamu mau bawa aku ke mana?!" pekik Talita berontak melawan.Wiro terus menarik paksa tangan Talita. Dia tak peduli pekikan Talita. Sampai wanita itu dipaksa masuk ke dalam mobil."Diam, ikut saja. Jangan melawan. Jika tidak anakmu akan jadi korbannya!" sentak Wiro."Jangan macam-macam. Jangan pernah sentuh Lisna." Talita memelotot. Dia pun harus mematuhi perintah Wiro. Akhirnya, Talita duduk tenang di belakang sambil meremas-remas buku-buku jarinya sendiri. Bahkan, dia sudah tak peduli lagi dengan dirinya sendiri yang penting Wiro tak menyakiti Lisna.Perjalanan mereka hampir satu jam. Tiba di tempat tujuan. Talita terbelalak saat turun dari mobil. Gedung pencakar langit di depan mata dan dia pun menelan ludah untuk menilimisir rasa takutnya. Wiro benar-benar mengintimidasinya, sampai Talita diam seribu bahasa saat tangannya digandeng oleh Wiro."Pokoknya kamu patuhi apa yang saya perintahkan."Talita mengangguk pelan dengan raut wajah send