Tirai jendela berkibar-kibar tertiup angin. Cahaya bagaskara yang menyelusup diam-diam dibiarkan menemani kesenduan Arunika. Jendela pun terbuka lebar. Wanita itu berdiri bergeming dengan mata yang berkaca-kaca.
Kenyataan yang membuat menyesakkan dada bagi Arunika adalah di kala mengetahui bahwa dia bukan anak Wulandari. Ditambah lagi Irwansyah tiba-tiba pergi saja tanpa berkata-kata.
Sepanjang malam dia tak bisa tidur. Mencerna ucapan Wulandari bahwasanya Arunika adalah anak yang tak diinginkan, karena dibuang oleh kedua orang tuanya. Sakit hatinya saat tahu, jika dulu Arunika ditemukan di depan rumah oleh ayahnya Sri. Masih bayi merah, menangis kencang menggema, saat malam.
Wulandari tidak tahu. Siapa orang tua Arunika. Membuat tanda tanya besar bertengger di benak Arunika.
Derit pintu terdengar membuat Arunika menoleh ke arah sumber suara. Nampak Sri melempar senyum berdiri di ambang pintu.
“Aku boleh masuk, Kak?” tanya Sri.
&
Talita meremas lengan Raffi. Dia memasang wajah semanis mungkin dan bulu mata lentiknya mengerjap-ngerjap. Rino geram karena mendengar ucapan Raffi. Akan tetapi, sang kakek tetap bulat dengan keputusan yang membuat lelaki jangkung itu tidak bisa berkata-kata lagi.Tidak ada yang bisa menentang keinginan Raffi, termasuk Rino.“Terserah, Kakek saja,” ujar Rino.Lantas dia pun berbalik badan meninggalkan ruang makan. Langkahnya lebar beranjak pergi, sedangkan Talita mengulum senyum tipis dan menggelayut manja di bahu Raffi.**Pukul dua belas malam. Rino dalam keadaan mabuk keluar dari mobil. Pulang kerja, dia melampiaskan kekesalannya di klub pelepas jenuh dan stress.Sungguh di luar dugaan. Jika Talita ingin menikah dengan sang kakek. Tidak terbayang, bila dirinya harus satu atap dengan mantan kekasihnya yang berstatus istri kakeknya.Rino mengendikkan bahu, serta berceloteh panjang lebar. Dia pun berjalan sempoyongan.
Sudut mata lelaki berkulit putih itu sesekali melirik ke arah jam brandednya yang melingkar di tangannya. Dia pun mengembuskan napas panjang.Tangannya terulur membuka pintu mobil seraya tersenyum simpul seakan-akan mengucapkan selamat pagi kepada matahari yang baru menyembul dari singgasana.Langit sudah nampak biru dan cerah sekali. Akan tetapi, mata Rino langsung perih seketika itu juga. Di depan matanya. Arunika yang keluar bersamaan dengan Irwansyah dalam keadaan baik-baik saja.Lekas Rino bersembunyi di balik pohon dan pandangannya tidak berpaling ke mana pun, kecuali lurus ke arah di mana Arunika dan Irwansyah berdiri di teras.Nampak sekali raut wajah Arunika sumringah dan tersenyum mengembang sembari mengecup punggung tangan Irwansyah.“Dia baik-baik saja. Lantas siapa yang memberi informasi hoak ini?” cetus Rino berdengkus kesal.Irwansyah terlihat melambaikan tangan kepada Arunika dan menggunakan motor beranjak pergi.
“Siapa yang beritahu kamu jika saya ada di sini?” tanya Rino datar sembari menatap nyalang kepada Gisel.Gadis berhijab itu menundukkan wajahnya. Membisu tak mau berbicara.Padahal kini mereka hanya berdua di sebuah restoran. Rino sengaja menggiring Gisel menjauh dari rumah Arunika. Bahkan dia pun tak mengindahkan pertanyaan Sri.Hampir dua puluh menit di sana. Rino tak mendapatkan jawaban apa-apa, sehingga membuat lelaki itu kesal. Lantas dia berdiri bergeming dengan tatapan menajam. Sedari tadi seakan berbicara dengan tembok, tanpa respon jawaban.Lantas Rino balik kanan hendak mengayunkan kedua kakinya. Tiba-tiba terdengar suara Gisel yang mau membuka suara.“Aku sengaja melakukan hal itu. Agar tahu, seberapa besar kamu mencintai Arunika. Aku tak nyangka kalau kamu tengah malam. Mau datang ke kampung. Dan aku mengekori dari belakang.”“Jadi kamu itu. Ngekor dari belakang sejak kapan?” Rino terbelalak da
“Sri jaga ucapanmu!” bentak Wulandari.Gadis itu memicingkan mata dan lekas keluar dari ruangan tersebut. Berpapasan dengan Irwansyah. Langkahnya melebar dengan wajah masam.Irwansyah mengerutkan dahinya seketika melihat Arunika berdiri di ambang pintu.“Kenapa Sri?” tanya Irwansyah.“Biasa,” jawab Arunika singkat.Lalu Irwansyah menerobos masuk. Nampak ada tamu yang baru dia lihat, sebagai salam hormatnya, maka dia menyalami Yusman.Yusman pun mengulum senyum tipis. Sementara itu Wulandari memasang wajah datar.Merasakan suasana sudah tegang, lalu Arunika pun bergegas pamit pergi. Dia menyeret koper berwarna hitam dari arah kamar. Wulandari yang melihat itu terhenyak.“Mau ke mana kamu?” tanya Wulandari ketus.“Ambu, aku dan Irwansyah mau tinggal di rumahnya yang sudah disiapkan untukku,” jawab Arunika.“Oh, baguslah. Beban Ambu berkurang,” t
Ruangan tersebut sudah ramai oleh suara para tamu undangan hadir yang mengucapkan sah. Raffi berhasil lolos mengucapkan kalimat pernikahan tanpa halangan apa pun. Dia melirik ke arah Talita yang duduk di samping.Talita hari ini cantik dan tampak anggun dengan gaun pengantin berwarna hijau tosca yang berbentuk line. Wajah yang sumringah. Sesekali tangannya menggelayut mesra di lengan Raffi, layaknya pengantin baru yang mencicipi mahligai pernikahan.Sementara itu Rino berdiri bergeming di sampingnya Gisel yang sedari tadi berdiri di dekatnya. Namun, tidak ada percakapan antara mereka. Duda tampan itu masih kesal pada Gisel. Akan tetapi, Rino tidak menunjukkan sikap amarahnya di depan orang tua Gisel, maupun di depan Raffi.“Talita mantannya, Mas?” tanya Gisel membuka pembicaraan.Rino hanya berdeham tanpa mau menjawab pertanyaan Gisel.Seorang lelaki yang tidak lain seorang fotografer meminta Rino dan Gisel untuk masuk ke fose keluarga.
Sejuta sepasang mata memandang ke arah Forguso yang siap memberikan kejutan untuk Raffi. Lelaki tersebut bertepuk tangan dua tepukan.Tak berselang lama. Seseorang datang sambil membawa spanduk serta di sana ada tampak foto Rino dan Talita saat saling bertatapan. Terpampang tulisan di sana.“Nenek baruku adalah mantan kekasihku. Selamat menempuh hidup baru kepada kakek Raffi.”Melihat spanduk tersebut. Raffi geram. Talita pun langsung menundukkan wajahnya karena malu.Apalagi Rino membisu terdiam sejenak. Lelaki itu menghayati kalimat demi kalimat, terlontar dari mulut Forguso yang mulutnya mengalahkan kepedasan cabe level lima puluh.“Kisah yang sangat indah bukan. Mantan kekasih menjadi nenek! Rino, bersyukurlah kamu. Jika kakekmu tak kuat melayani Talita. Biar kamu yang maju,” cetus Forguso sembari menyeringai iblis.Sejurus kemudian. Rino membuka suara. Dia berjalan tegap menaiki anak tangga panggung, memangkas ja
“Maafkan saya,” lirih Rino. Lantas dia terus membunyikan klakson mobil. Akan tetapi, Gisel tidak mau pindah tempat.Tiba-tiba siluet tubuh seorang lelaki menghambur mendekati Gisel, dengan sigap dia membopong tubuh Gisel mencari tempat teduh.Raffi pun menyaksikan pertunjukan tersebut. Di mana Rino kala ini menyetir mobil dengan kecepatan tinggi. Bersamaan dengan Gisel yang dibopong oleh Tomi.Gadis berhijab itu terbelalak dan bibirnya bergetar hebat. Tubuhnya menggigil kedinginan. Tomi menatap sayu pada Gisel, dia sedih melihat kondisi gadis yang dicintainya seperti itu.“Lepas,” ucap Gisel sembari memukul lengan Tomi.Tomi pun mematuhi perintah Gisel. Dia lekas menurunkan gadis tersebut.Tiba-tiba terdengar suara bariton ayahnya Gisel membuat Raffi tersentak kaget. “Anak saya diperlakukan seperti ini oleh Rino. Mulai saat ini tak akan ada pernikahan Rino dan Gisel,” cetusnya.“Ayah,” l
“Soal ini maksudnya apa?” tanya Rino yang belum dapat menangkap sikap Sri yang menjurus ke sesuatu.Gadis cantik itu mencodongkan tubuhnya dan kini mereka berdua saling berhadapan. Sorot mata Sri teduh kepada Rino.“Ada waktu, di mana aku jatuh cinta pada titik paling dalam. Ialah di saat di antara tengah malam dan senyummu mengalihkan duniaku,” cetus Sri.Rino terbelalak dan dia tepekur menghayati kalimat yang dituturkan oleh Sri. Gadis itu pun bersuara lagi, melanjutkan celotehannya. “Dari senja ke senja kutempuh engkau dalam harapan, sesederhana itu bahagia bertumbuh dalam dada yang menginginkan Om Rino menjadi suamiku.”Lelaki jangkung itu menghela napas panjang. Dia membisu sambil mengurai tangan Sri.“Sri, ayo, lebih baik kita pulang,” ajaknya mengalihkan pembicaraan.“Om Rino, nggak peka juga dengan kata-kata yang aku lontarkan?” protes Sri sambil mendelik.“Maaf