“Sri jaga ucapanmu!” bentak Wulandari.
Gadis itu memicingkan mata dan lekas keluar dari ruangan tersebut. Berpapasan dengan Irwansyah. Langkahnya melebar dengan wajah masam.
Irwansyah mengerutkan dahinya seketika melihat Arunika berdiri di ambang pintu.
“Kenapa Sri?” tanya Irwansyah.
“Biasa,” jawab Arunika singkat.
Lalu Irwansyah menerobos masuk. Nampak ada tamu yang baru dia lihat, sebagai salam hormatnya, maka dia menyalami Yusman.
Yusman pun mengulum senyum tipis. Sementara itu Wulandari memasang wajah datar.
Merasakan suasana sudah tegang, lalu Arunika pun bergegas pamit pergi. Dia menyeret koper berwarna hitam dari arah kamar. Wulandari yang melihat itu terhenyak.
“Mau ke mana kamu?” tanya Wulandari ketus.
“Ambu, aku dan Irwansyah mau tinggal di rumahnya yang sudah disiapkan untukku,” jawab Arunika.
“Oh, baguslah. Beban Ambu berkurang,” t
Ruangan tersebut sudah ramai oleh suara para tamu undangan hadir yang mengucapkan sah. Raffi berhasil lolos mengucapkan kalimat pernikahan tanpa halangan apa pun. Dia melirik ke arah Talita yang duduk di samping.Talita hari ini cantik dan tampak anggun dengan gaun pengantin berwarna hijau tosca yang berbentuk line. Wajah yang sumringah. Sesekali tangannya menggelayut mesra di lengan Raffi, layaknya pengantin baru yang mencicipi mahligai pernikahan.Sementara itu Rino berdiri bergeming di sampingnya Gisel yang sedari tadi berdiri di dekatnya. Namun, tidak ada percakapan antara mereka. Duda tampan itu masih kesal pada Gisel. Akan tetapi, Rino tidak menunjukkan sikap amarahnya di depan orang tua Gisel, maupun di depan Raffi.“Talita mantannya, Mas?” tanya Gisel membuka pembicaraan.Rino hanya berdeham tanpa mau menjawab pertanyaan Gisel.Seorang lelaki yang tidak lain seorang fotografer meminta Rino dan Gisel untuk masuk ke fose keluarga.
Sejuta sepasang mata memandang ke arah Forguso yang siap memberikan kejutan untuk Raffi. Lelaki tersebut bertepuk tangan dua tepukan.Tak berselang lama. Seseorang datang sambil membawa spanduk serta di sana ada tampak foto Rino dan Talita saat saling bertatapan. Terpampang tulisan di sana.“Nenek baruku adalah mantan kekasihku. Selamat menempuh hidup baru kepada kakek Raffi.”Melihat spanduk tersebut. Raffi geram. Talita pun langsung menundukkan wajahnya karena malu.Apalagi Rino membisu terdiam sejenak. Lelaki itu menghayati kalimat demi kalimat, terlontar dari mulut Forguso yang mulutnya mengalahkan kepedasan cabe level lima puluh.“Kisah yang sangat indah bukan. Mantan kekasih menjadi nenek! Rino, bersyukurlah kamu. Jika kakekmu tak kuat melayani Talita. Biar kamu yang maju,” cetus Forguso sembari menyeringai iblis.Sejurus kemudian. Rino membuka suara. Dia berjalan tegap menaiki anak tangga panggung, memangkas ja
“Maafkan saya,” lirih Rino. Lantas dia terus membunyikan klakson mobil. Akan tetapi, Gisel tidak mau pindah tempat.Tiba-tiba siluet tubuh seorang lelaki menghambur mendekati Gisel, dengan sigap dia membopong tubuh Gisel mencari tempat teduh.Raffi pun menyaksikan pertunjukan tersebut. Di mana Rino kala ini menyetir mobil dengan kecepatan tinggi. Bersamaan dengan Gisel yang dibopong oleh Tomi.Gadis berhijab itu terbelalak dan bibirnya bergetar hebat. Tubuhnya menggigil kedinginan. Tomi menatap sayu pada Gisel, dia sedih melihat kondisi gadis yang dicintainya seperti itu.“Lepas,” ucap Gisel sembari memukul lengan Tomi.Tomi pun mematuhi perintah Gisel. Dia lekas menurunkan gadis tersebut.Tiba-tiba terdengar suara bariton ayahnya Gisel membuat Raffi tersentak kaget. “Anak saya diperlakukan seperti ini oleh Rino. Mulai saat ini tak akan ada pernikahan Rino dan Gisel,” cetusnya.“Ayah,” l
“Soal ini maksudnya apa?” tanya Rino yang belum dapat menangkap sikap Sri yang menjurus ke sesuatu.Gadis cantik itu mencodongkan tubuhnya dan kini mereka berdua saling berhadapan. Sorot mata Sri teduh kepada Rino.“Ada waktu, di mana aku jatuh cinta pada titik paling dalam. Ialah di saat di antara tengah malam dan senyummu mengalihkan duniaku,” cetus Sri.Rino terbelalak dan dia tepekur menghayati kalimat yang dituturkan oleh Sri. Gadis itu pun bersuara lagi, melanjutkan celotehannya. “Dari senja ke senja kutempuh engkau dalam harapan, sesederhana itu bahagia bertumbuh dalam dada yang menginginkan Om Rino menjadi suamiku.”Lelaki jangkung itu menghela napas panjang. Dia membisu sambil mengurai tangan Sri.“Sri, ayo, lebih baik kita pulang,” ajaknya mengalihkan pembicaraan.“Om Rino, nggak peka juga dengan kata-kata yang aku lontarkan?” protes Sri sambil mendelik.“Maaf
Matahari terbit dari timur. Pasca kejadian semalam. Sikap Irwansyah kepada Arunika berubah menjadi sosok dingin dan datar. Irwansyah berangkat kerja tanpa sarapan.Arunika berdiri bergeming di depan pintu. Menatap nanar mobil Irwansyah yang jauh dari pandangannya. Dia terdiam membisu, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, hingga teguran dari Sri pun bak angin yang melintas dari telinga kanan ke telinga kiri.“Kak, boleh ‘kan aku tinggal di sini,” pinta Sri.Tidak ada jawaban. Arunika masih tepekur dalam alam pikiran masing-masing.Lantas Sri menepuk pundak Arunika. Wanita itu pun segera menoleh ke belakang dan melempar senyum. “Sorry, kenapa?” tanya Arunika parau.“Aku tak mau nikah sama lelaki tua yang Ambu bawa. Boleh ‘kan aku tinggal di sini?” tutur Sri sambil menundukkan wajahnya.“Boleh banget. Kakak ada temennya di sini,” jawab Arunika sambil tersenyum lebar dan dia merengkuh t
"Selamat, yah. Adik Anda hamil," ucap dokter sembari tersenyum lebar.Arunika tersentak kaget menatap nyalang kepada Sri yang duduk di sampingnya. Dia tepekur menghayati perkataan dokter yang mengatakan bahwa usia hamil Sri baru menginjak dua minggu.Suasana menjadi hening. Sri terdiam membisu dan dia tidak berani mengangkat wajahnya.Lantas Arunika segera pamit dari ruangan dokter. Dia pun sambil menggandeng tangan Sri yang sedari tadi tidak mau membuka suara.Tiba di rumah. Wanita berambut panjang itu menatap nanar manik mata Sri. Mereka berdua duduk berhadapan."Sri, siapa yang melakukan hal ini?" tanya Arunika parau."Jawab! Apakah Rino?! Dia itu kini hilang. Apakah gara-gara ini? Dia tak tanggung jawab," lanjutnya cerocosnya panjang lebar.Namun, Sri langsung berlari kecil masuk ke dalam kamar, sedangkan Arunika nampak gusar dan panik. Dia pun tertegun sambil bangkit berdiri, lalu beranjak keluar rumah.Sementara itu
Di sebuah ruangan serba putih. Arunika berdiri bergeming menatap nanar sosok Rino yang tergeletak tak berdaya di atas ranjang. Orang yang menghubunginya memberitahu saat ditemukan Rino yang tergeletak di sisi jalan dalam keadaan bersimbah darah di dekat hutan Alas Rangon. Hutan itu tak begitu jauh dengan kampung Arunika. "Dia semalam sebut nama Arunika terus dan dia menunjukkan nomormu," ucap suara lembut seorang wanita berambut sebahu sedikit ikal. "Bu dokter, terima kasih sudah merawatnya. Sebenarnya dia kenapa? Kenapa ditemukan di pinggir jalan hutan Alas Rangon?" tanya Arunika parau sembari tatapannya tidak kunjung berpaling melihat Rino yang masih tertidur pulas pengaruh obat. Wanita berpakaian jas putih itu menarik napas dalam-dalam, dihembuskan perlahan. Lalu menggelengkan kepalanya kasar. Dia tidak tahu kejadian sebenarnya. "Dia belum mau cerita apa-apa. Bahkan aku mau menghubungi kakeknya. Dia memohon agar jangan menghubungi. Dia di sin
"Apa-apaan ini?!" bentak ibu Irwansyah yang baru datang melihat Sri duduk sambil menundukkan wajahnya dan menangis, sedangkan Irwansyah berdiri di ambang pintu dengan tatapan pongah.Sejurus kemudian. Wanita paruh baya itu kembali berkata, "Siapa yang mengajarimu seperti ini? Kasar kepada wanita.""Ibu," lirih Irwansyah malu karena kepergok bersikap kasar kepada Sri.Lekas ibunya Irwansyah membantu Sri berdiri. Dia pun meminta gadis itu agar berhenti menangis. Bibir Sri mengatup memilih diam membisu. Walaupun dicerca banyak pertanyaan oleh wanita paruh baya yang duduk di sampingnya.Sementara itu Irwansyah bergegas pergi begitu saja. Deru mobil terdengar lambat-laun suara tersebut tidak dapat didengar oleh Sri dan ibunya Irwansyah."Sri, ada apa sebenarnya? Kenapa Irwansyah kasar kepadamu? Kakakmu di mana?" tanya wanita itu kembali melontarkan yang sama karena belum mendapatkan satu jawaban dari Sri."Anu-- ini so--al." Sri menjawab terbata-
Jantung Talita seakan mencelos dari tempatnya seketika itu juga tubuhnya mendadak bergemetar hebat."Maksudmu apa?" tanya balik Talita."Mau jujur nggak?" Tantang Rino menatap lekat manik mata Talita.Atmosfer di ruangan tersebut terasa sangat menegangkan. Bahkan, butiran keringat mendadak berjatuhan dari wajah Talita. Wanita itu pun menghela napas berat sembari memilin rambut hanya sekadar untuk menghilangkan rasa groginya.Ruangan AC itu tak membuat Talita merasa sejuk. Tatapan Rino semakin menyelisik dalam seakan masuk ke dalam jendela hati Talita."Aku mau jujur," jawab Talita tersenyum getir. Lalu dia pun menarik tangan Rino dan diarahkan ke dadanya."Di sini ada Arunika. Apakah kamu marah padaku? Jika aku hidup karena kebaikan Arunika."Hening.Rino mengurai pegangan tangan Talita. Sorot mata lelaki itu berubah setajam silet. Seakan menyayat hati Talita. Usai berbicara jujur. Talita menundukkan wajahnya tak berani menatap
"Tapi, jika kamu tahu kalau aku mempunyai----" Talita menghentikan ucapannya. Dia menunduk sedih. Tak sanggup untuk jujur."Kenapa?" Rino pun mengangkat wajah Talita. "Lihat saya. Kamu mau bicara apa? Katakan saja.""Anu--it--u so--al." Talita terbata-bata. Dia tak mampu melanjutkan ucapannya lagi. Rasanya dadanya terasa sesak. Akan tetapi, raut wajah Rino meneduhkan tak ada sama sekali amarah yang terpancar dari wajah Rino karena Talita tak melanjutkan ucapannya.Tangan lelaki itu pun meraup wajah Talita dan kembali menyerang wanita itu dengan ciuman bertubi-tubi. Namun, Talita melepaskan pagutan liar dari Rino."Aku capek," ucapnya beralasan. Talita pun langsung memunggungi Rino."Kamu kenapa? Kalau ada sesuatu yang mau dibicarakan katakan saja," urai Rino sambil memeluk pinggang Talita dari belakang.Bibir wanita itu mengatup rapat dan matanya berusaha terpejam. Deguban jantungnya cepat seolah sedang lari maraton. Kendatipun d
Lelaki itu terus melayangkan tinju kepada Rino. Untungnya lelaki berhidung bangir itu mampu menangkis semua serangan dari lawannya.Lalu kali ini giliran Rino menyerang. Dia layangkan tendangan bebas untuk lelaki berjaket hitam kulit. Rino adu jotos dengan preman yang menghadang perjalanannya."Jauhi istri gue!" bentak lelaki yang tiba-tiba muncul sambil turun dari motor."Kamu, jadi ini anak buahmu.""Iya, jangan macam-macam. Apalagi dekat sama istri gue!""Maaf, saya tak bermaksud untuk ikut campur urusan dengan rumah tangga Gisel. Tapi, yang kamu lakukan itu sudah berlebihan.""Sial, banyak ngomong!" tukas suami Gisel sambil menodongkan pisau kepada Rino.Melihat pisau di depan mukanya. Tak membuat nyali Rino menciut. Maka dia pun lekas menepis pisau itu, hingga terjatuh ke sembarang arah."Seraaaaang!" titah suami Gisel.Dua preman itu pun langsung menyerang Rino dengan membabi-buta. Untungnya Rino jago bela di
Gisel berlari sekencang mungkin. Dia menghindar dari kejaran orang yang menagih hutang suaminya. Sungguh malang nasib Gisel. Pasca tak bersama lagi dengan Rino dan wanita itu dibawa berobat agar tak depresi memikirkan Rino. Namun sayangnya, saat di tempat penyembuhan Gisel bertemu dengan lelaki yang salah berpura-pura mencintai wanita itu. Padahal hanya ingin menumpang hidup enak di keluarga Gisel.Wanita berhijab itu pun merasa jika suaminya mempunyai niat terselubung menikahinya. Akhirnya, Gisel memutuskan untuk pergi dari rumah dari zona nyaman tak meminta materi dari kedua orangtuanya. Berharap hidup berdua mengontrak akan membuat suami Gisel sadar agar menjadi sosok lelaki dan suami yang tanggung jawab mau bekerja. Ini justru gila judi dan pemain wanita.Ini adalah titik di mana Gisel sudah muak diteror oleh banyak preman yang menagih hutang suaminya. Bahkan, saat ini Gisel dikejar oleh lelaki berusia lima puluh rintenir yang menginginkan Gisel menjadi istri kelim
"Pagi," sapa Rino seraya melempar senyum.Namun, tak diindahkan oleh Talita. Wanita itu sibuk menyiapkan sarapan di atas meja. Lisna sudah duduk manis sembari menonton ponsel."Hari ini lagi ada yang marah?" sindir Rino.Mau marah bagaimana coba? Kalau menjadi posisi Talita, pasti marah karena di saat mau ke puncak kenikmatan. Justru yang disebut oleh Rino nama wanita lain."Hemmmm." Talita berdeham."Siapa, Om?" tanya Lisna sembari mendongak."Itu Bundamu yang cantik," jawab Rino sambil menarik kursi. Dia duduk di samping Lisna."Aku cuma nyuapin nasi goreng. Kamu mau makan nasgor atau roti?" tanya Talita datar."Nggak apa-apa sama nasgor saja," balas Rini sembari mengulum senyum simpul.Lantas Talita langsung menaruh nasi goreng di piring Rino. Lelaki itu menatap nanar Talita."Terima kasih," ucapnya.Namun, Talita tak mengindahkan ucapan Rino. Wanita tersebut kembali menyelesaikan cucian yang
"Mau tahu banget?" ejek Rino sambil menyetir mobil."Terima kasih, yah. Sudah mau menolongku.""Ini sudah berapa kali kamu bilang seperti itu."Talita pun tersenyum simpul. Pipinya merona memerah seketika itu juga di saat Rino mulai mau berdialog hangat dengannya. Sebagai mengalihkan pembicaraan. Lantas Talita kembali melontarkan tanya tentang cara Rino dapat berhasil masuk ke apartemen Wiro.Ternyata Rino sudah mempunyai jadwal yang di mana Wiro akan melakukan bisnis kotor yang tersambung dengan para wanita. Lelaki itu mendapatkan kabar itu dari salah satu kolega Wiro adalah kolega Rino juga dengan memberikan uang yang nominalnya cukup besar. Makanya, Rino dapat masuk ke acara Wiro di pesta topeng bersama beberapa polisi. Iya, lelaki itu telah melaporkan kehilangan Talita.Mencerna cerita dari Rino. Talita manggut-manggut dan mengulum senyum tipis. Dia tak menyangka bahwa lelaki itu mau menolongnya.Jalanan lengang. Sorot lampu jalanan menj
Wiro penyuka wanita cantik yang untuk didekati lalu dijual ke teman-teman kolega kerjanya sebagai bentuk kerja sama agar terhubung dengan baik. Memiliki ketampanan dan kemampuan merayu. Siapa yang tak akan jatuh ke pelukan Wiro kecuali Talita yang tak mudah jatuh termakan rayuan gombal maut Wiro. Begitulah yang dicerna oleh Talita saat mendengar cerita dari wanita yang duduk di depannya. Menceritakan awal pertemuannya dengan Wiro, dengan iming-iming akan dinikahi dan diberi mobil. Akan tetapi, ternyata justru wanita-wanita itu dijebak oleh Wiro untuk dijual."Dasar bedeebah," ucap Talita yang geram mendenga cerita itu."Lalu bagaimana ini? Kita tak bisa kabur dari sini. Teman kita pasti sudah digrepek sama laki-laki tua bangka," kilah salah satu wanita yang sudah memakai baju tidur sexi sesuai permintaan Wiro.Talita tertegun dan dia berusaha berpikir tenang. Agar dapat keluar dari kamar apartemen Wiro. Dia pun tak mau dijual. Suasana menjadi hening.
"Kamu mau bawa aku ke mana?!" pekik Talita berontak melawan.Wiro terus menarik paksa tangan Talita. Dia tak peduli pekikan Talita. Sampai wanita itu dipaksa masuk ke dalam mobil."Diam, ikut saja. Jangan melawan. Jika tidak anakmu akan jadi korbannya!" sentak Wiro."Jangan macam-macam. Jangan pernah sentuh Lisna." Talita memelotot. Dia pun harus mematuhi perintah Wiro. Akhirnya, Talita duduk tenang di belakang sambil meremas-remas buku-buku jarinya sendiri. Bahkan, dia sudah tak peduli lagi dengan dirinya sendiri yang penting Wiro tak menyakiti Lisna.Perjalanan mereka hampir satu jam. Tiba di tempat tujuan. Talita terbelalak saat turun dari mobil. Gedung pencakar langit di depan mata dan dia pun menelan ludah untuk menilimisir rasa takutnya. Wiro benar-benar mengintimidasinya, sampai Talita diam seribu bahasa saat tangannya digandeng oleh Wiro."Pokoknya kamu patuhi apa yang saya perintahkan."Talita mengangguk pelan dengan raut wajah send
"Kamu berani sama saya!" bentak Wiro.Talita terhuyung limbung jatuh ke lantai. Dia meringis kesakitan. Wiro menyeringai iblis tatapannya seolah-olah ingin menelaanjangi Talita.Lantas tangannya terulur mencengkram erat lengan Talita. "Malam ini kamu akan menjadi milik saya," bisik Wiro."Lepaasssssin aku!" Talita berontak melawan dengan susah payah. Namun, memang tenaga Wiro lebih kuat. Maka Talita tak bisa melawan. Wanita itu didorong ke kasur sampai Talita meringis menahan sakit.Saking kasarnya Wiro memperlakukan Talita. Terbit senyum jahat dari bibir Wiro. Lelaki mengerlingkan mata dan merayap naik ke ranjang.Sontak Talita beringsut mundur menghindari dengan tatapan sendu dan tampak ketakutan sekali.Wiro mendekati dan tangannya sudah menangkap tangan Talita. "Diam saja. Tinggal nikmati jangan berontak."Tiba-tiba terdengar suara bariton mengetuk pintu. Siapa lagi jika bukan teman Wiro. Maka lelaki tersebut mengurungkan niatnya