“Siapa yang beritahu kamu jika saya ada di sini?” tanya Rino datar sembari menatap nyalang kepada Gisel.
Gadis berhijab itu menundukkan wajahnya. Membisu tak mau berbicara.
Padahal kini mereka hanya berdua di sebuah restoran. Rino sengaja menggiring Gisel menjauh dari rumah Arunika. Bahkan dia pun tak mengindahkan pertanyaan Sri.
Hampir dua puluh menit di sana. Rino tak mendapatkan jawaban apa-apa, sehingga membuat lelaki itu kesal. Lantas dia berdiri bergeming dengan tatapan menajam. Sedari tadi seakan berbicara dengan tembok, tanpa respon jawaban.
Lantas Rino balik kanan hendak mengayunkan kedua kakinya. Tiba-tiba terdengar suara Gisel yang mau membuka suara.
“Aku sengaja melakukan hal itu. Agar tahu, seberapa besar kamu mencintai Arunika. Aku tak nyangka kalau kamu tengah malam. Mau datang ke kampung. Dan aku mengekori dari belakang.”
“Jadi kamu itu. Ngekor dari belakang sejak kapan?” Rino terbelalak da
“Sri jaga ucapanmu!” bentak Wulandari.Gadis itu memicingkan mata dan lekas keluar dari ruangan tersebut. Berpapasan dengan Irwansyah. Langkahnya melebar dengan wajah masam.Irwansyah mengerutkan dahinya seketika melihat Arunika berdiri di ambang pintu.“Kenapa Sri?” tanya Irwansyah.“Biasa,” jawab Arunika singkat.Lalu Irwansyah menerobos masuk. Nampak ada tamu yang baru dia lihat, sebagai salam hormatnya, maka dia menyalami Yusman.Yusman pun mengulum senyum tipis. Sementara itu Wulandari memasang wajah datar.Merasakan suasana sudah tegang, lalu Arunika pun bergegas pamit pergi. Dia menyeret koper berwarna hitam dari arah kamar. Wulandari yang melihat itu terhenyak.“Mau ke mana kamu?” tanya Wulandari ketus.“Ambu, aku dan Irwansyah mau tinggal di rumahnya yang sudah disiapkan untukku,” jawab Arunika.“Oh, baguslah. Beban Ambu berkurang,” t
Ruangan tersebut sudah ramai oleh suara para tamu undangan hadir yang mengucapkan sah. Raffi berhasil lolos mengucapkan kalimat pernikahan tanpa halangan apa pun. Dia melirik ke arah Talita yang duduk di samping.Talita hari ini cantik dan tampak anggun dengan gaun pengantin berwarna hijau tosca yang berbentuk line. Wajah yang sumringah. Sesekali tangannya menggelayut mesra di lengan Raffi, layaknya pengantin baru yang mencicipi mahligai pernikahan.Sementara itu Rino berdiri bergeming di sampingnya Gisel yang sedari tadi berdiri di dekatnya. Namun, tidak ada percakapan antara mereka. Duda tampan itu masih kesal pada Gisel. Akan tetapi, Rino tidak menunjukkan sikap amarahnya di depan orang tua Gisel, maupun di depan Raffi.“Talita mantannya, Mas?” tanya Gisel membuka pembicaraan.Rino hanya berdeham tanpa mau menjawab pertanyaan Gisel.Seorang lelaki yang tidak lain seorang fotografer meminta Rino dan Gisel untuk masuk ke fose keluarga.
Sejuta sepasang mata memandang ke arah Forguso yang siap memberikan kejutan untuk Raffi. Lelaki tersebut bertepuk tangan dua tepukan.Tak berselang lama. Seseorang datang sambil membawa spanduk serta di sana ada tampak foto Rino dan Talita saat saling bertatapan. Terpampang tulisan di sana.“Nenek baruku adalah mantan kekasihku. Selamat menempuh hidup baru kepada kakek Raffi.”Melihat spanduk tersebut. Raffi geram. Talita pun langsung menundukkan wajahnya karena malu.Apalagi Rino membisu terdiam sejenak. Lelaki itu menghayati kalimat demi kalimat, terlontar dari mulut Forguso yang mulutnya mengalahkan kepedasan cabe level lima puluh.“Kisah yang sangat indah bukan. Mantan kekasih menjadi nenek! Rino, bersyukurlah kamu. Jika kakekmu tak kuat melayani Talita. Biar kamu yang maju,” cetus Forguso sembari menyeringai iblis.Sejurus kemudian. Rino membuka suara. Dia berjalan tegap menaiki anak tangga panggung, memangkas ja
“Maafkan saya,” lirih Rino. Lantas dia terus membunyikan klakson mobil. Akan tetapi, Gisel tidak mau pindah tempat.Tiba-tiba siluet tubuh seorang lelaki menghambur mendekati Gisel, dengan sigap dia membopong tubuh Gisel mencari tempat teduh.Raffi pun menyaksikan pertunjukan tersebut. Di mana Rino kala ini menyetir mobil dengan kecepatan tinggi. Bersamaan dengan Gisel yang dibopong oleh Tomi.Gadis berhijab itu terbelalak dan bibirnya bergetar hebat. Tubuhnya menggigil kedinginan. Tomi menatap sayu pada Gisel, dia sedih melihat kondisi gadis yang dicintainya seperti itu.“Lepas,” ucap Gisel sembari memukul lengan Tomi.Tomi pun mematuhi perintah Gisel. Dia lekas menurunkan gadis tersebut.Tiba-tiba terdengar suara bariton ayahnya Gisel membuat Raffi tersentak kaget. “Anak saya diperlakukan seperti ini oleh Rino. Mulai saat ini tak akan ada pernikahan Rino dan Gisel,” cetusnya.“Ayah,” l
“Soal ini maksudnya apa?” tanya Rino yang belum dapat menangkap sikap Sri yang menjurus ke sesuatu.Gadis cantik itu mencodongkan tubuhnya dan kini mereka berdua saling berhadapan. Sorot mata Sri teduh kepada Rino.“Ada waktu, di mana aku jatuh cinta pada titik paling dalam. Ialah di saat di antara tengah malam dan senyummu mengalihkan duniaku,” cetus Sri.Rino terbelalak dan dia tepekur menghayati kalimat yang dituturkan oleh Sri. Gadis itu pun bersuara lagi, melanjutkan celotehannya. “Dari senja ke senja kutempuh engkau dalam harapan, sesederhana itu bahagia bertumbuh dalam dada yang menginginkan Om Rino menjadi suamiku.”Lelaki jangkung itu menghela napas panjang. Dia membisu sambil mengurai tangan Sri.“Sri, ayo, lebih baik kita pulang,” ajaknya mengalihkan pembicaraan.“Om Rino, nggak peka juga dengan kata-kata yang aku lontarkan?” protes Sri sambil mendelik.“Maaf
Matahari terbit dari timur. Pasca kejadian semalam. Sikap Irwansyah kepada Arunika berubah menjadi sosok dingin dan datar. Irwansyah berangkat kerja tanpa sarapan.Arunika berdiri bergeming di depan pintu. Menatap nanar mobil Irwansyah yang jauh dari pandangannya. Dia terdiam membisu, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, hingga teguran dari Sri pun bak angin yang melintas dari telinga kanan ke telinga kiri.“Kak, boleh ‘kan aku tinggal di sini,” pinta Sri.Tidak ada jawaban. Arunika masih tepekur dalam alam pikiran masing-masing.Lantas Sri menepuk pundak Arunika. Wanita itu pun segera menoleh ke belakang dan melempar senyum. “Sorry, kenapa?” tanya Arunika parau.“Aku tak mau nikah sama lelaki tua yang Ambu bawa. Boleh ‘kan aku tinggal di sini?” tutur Sri sambil menundukkan wajahnya.“Boleh banget. Kakak ada temennya di sini,” jawab Arunika sambil tersenyum lebar dan dia merengkuh t
"Selamat, yah. Adik Anda hamil," ucap dokter sembari tersenyum lebar.Arunika tersentak kaget menatap nyalang kepada Sri yang duduk di sampingnya. Dia tepekur menghayati perkataan dokter yang mengatakan bahwa usia hamil Sri baru menginjak dua minggu.Suasana menjadi hening. Sri terdiam membisu dan dia tidak berani mengangkat wajahnya.Lantas Arunika segera pamit dari ruangan dokter. Dia pun sambil menggandeng tangan Sri yang sedari tadi tidak mau membuka suara.Tiba di rumah. Wanita berambut panjang itu menatap nanar manik mata Sri. Mereka berdua duduk berhadapan."Sri, siapa yang melakukan hal ini?" tanya Arunika parau."Jawab! Apakah Rino?! Dia itu kini hilang. Apakah gara-gara ini? Dia tak tanggung jawab," lanjutnya cerocosnya panjang lebar.Namun, Sri langsung berlari kecil masuk ke dalam kamar, sedangkan Arunika nampak gusar dan panik. Dia pun tertegun sambil bangkit berdiri, lalu beranjak keluar rumah.Sementara itu
Di sebuah ruangan serba putih. Arunika berdiri bergeming menatap nanar sosok Rino yang tergeletak tak berdaya di atas ranjang. Orang yang menghubunginya memberitahu saat ditemukan Rino yang tergeletak di sisi jalan dalam keadaan bersimbah darah di dekat hutan Alas Rangon. Hutan itu tak begitu jauh dengan kampung Arunika. "Dia semalam sebut nama Arunika terus dan dia menunjukkan nomormu," ucap suara lembut seorang wanita berambut sebahu sedikit ikal. "Bu dokter, terima kasih sudah merawatnya. Sebenarnya dia kenapa? Kenapa ditemukan di pinggir jalan hutan Alas Rangon?" tanya Arunika parau sembari tatapannya tidak kunjung berpaling melihat Rino yang masih tertidur pulas pengaruh obat. Wanita berpakaian jas putih itu menarik napas dalam-dalam, dihembuskan perlahan. Lalu menggelengkan kepalanya kasar. Dia tidak tahu kejadian sebenarnya. "Dia belum mau cerita apa-apa. Bahkan aku mau menghubungi kakeknya. Dia memohon agar jangan menghubungi. Dia di sin