Home / Romansa / Olm, Osa Si Salamander / [Bab 9] Perasaan atau Hanya Pertolongan?

Share

[Bab 9] Perasaan atau Hanya Pertolongan?

Author: Naufal Wichaksana Hardiwinata
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Gimana kalau kita nyebur aja di pantai ini?" seru Alma dari bawah tebing menawarkan kami.

"Setuju!" Mendengar tawaran Alma, sejenak aku melupakan koreng di kaki dan langsung menuruni tebing dengan sembrono. Aisyah yang mendongak menatapku turun tampak berkspresi seolah merasa ngilu dengan gerakkan gesitku menuruni tebing. Takut terbesot lagi.

"Ya Allah, Sa. Kan udah janji tadi buat gak nyebur ke pantai, nanti luka lo gak sembuh-sembuh," keluh Aisya kepadaku yang mengingkari janji buat gak berenang. 

Dengan beradu argumen sebentar denganku, akhirnya Aisyah menyerah dan mengalah untuk membiarkanku berenang bersama Alma di pantai di hadapan. Bagaimana bisa aku menolak untuk tidak menyentuh air pada liburan yang didominasi oleh lautan jernih ini? 

"Hufftt ... yaudah deh, terserah. Tapi kalian kan gak bawa baju ganti?"

"Tenang aja, kita pulang basah-basahan."

"Kalian aja, gue gak ikut." Aisyah memilih untuk tidak ikut berenang. Ia meng

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 10] Ego

    "Ah ...." Lega rasanya sehabis berenang di pantai pagi tadi, kemudian malamnya berendam dalambathtubberisi air hangat dengan wewangian yang menenangkan. Lilin-lilin aromaterapi menemani kesenyapan meditasiku. Taburan kelopak bunga mawar mengambang di permukaan air hangat yang kurendami. Aku tenggelam dalam keheningan. Pikiranku kembali cemerlang.Dor-dor-dor. Daun pintu berwarna putih bersih di hadapan terketok. Sepertinya ada seseorang di sisi lain pintu itu. "Sa, buruan mandinya, udah waktunya makan malam. Jangan lama-lama, ntar badan lo keriput." Aisyah sepertinya bukan hanya manajer pribadiku saja, tapi dia juga sudah menjadi orang tuaku.Aku bersahut panjang kepadanya, berkata bahwa sebentar lagi aku selesai mandi.Tubuh mungilku yang bermandikan busa dan bunga kubangkitkan, melangkah keluar daribathtub,kemudian membasuh diri dengan air mengalir. Tidak terasa, ternyata sudah lebi

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 11] Pelajaran dari Misool Selatan

    "Oh, pasti pindah vila. Udah gue duga itu." Suara datar itu seperti tidak asing di telinga. Tapi aneh, padahal gak ada orang di ruangan ini.Aku menoleh ke sekeliling ruang televisi, mencari asal suara yang terdengar menyebalkan itu."Gue di sini, picek." Astaga! Si Nolep udah ada di sampingku. Tapi sejak kapan? Bukannya tadi aku baru saja duduk termenung di sini? Gak ada sesiapa dari tadi. Tiba-tiba saja anak ini berada tepat di samping kiriku—di atas sofa yang sama denganku.Namun karena kegundahan hati, aku tidak begitu terkejut dengan kedatangannya secara tiba-tiba. Biasa saja. "Ishhh ... lo mending minggir jauh-jauh, jangan ganggu," ucapku merenge

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 11] Pelajaran dari Misool Selatan

    "Oh, pasti pindah vila. Udah gue duga itu." Suara datar itu seperti tidak asing di telinga. Tapi aneh, padahal gak ada orang di ruangan ini. Aku menoleh ke sekeliling ruang televisi, mencari asal suara yang terdengar menyebalkan itu. "Gue di sini, picek." Astaga! Si Nolep udah ada di sampingku. Tapi sejak kapan? Bukannya tadi aku baru saja duduk termenung di sini? Gak ada sesiapa dari tadi. Tiba-tiba saja anak ini berada tepat di samping kiriku—di atas sofa yang sama denganku. Namun karena kegundahan hati, aku tidak begitu terkejut dengan kedatangannya secara tiba-tiba. Biasa saja. "Ishhh ... lo mending minggir jauh-jauh, jangan ganggu," ucapku merengek p

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 12] Kesederhanaan Senja

    Rumah ini sangat tidak nyaman untuk standar manusia di dunia. Lapuknya kayu yang menjadi material utama bahan pembangun, membuatnya berisiko ambruk kapan saja. Atap berbahan seng yang terdengar nyaring ketika hujan, juga sudah tampak berlubang, meloloskan cahaya matahari siang ke permukaan semen tak berkeramik rumah itu. 'Rumah reot', 'Rumah Gubuk', 'Rumah Bobrok', mungkin sebutan itu lebih tepat daripada menyebutnya sebagai 'Rumah Manusia'.Listrik yang menjad alternatif penerangan untuk berbagai macam keperluan, kini tidak kelihatan secercah cahaya pun di setiap sudutnya. Bau amis ikan semilir tercium ke penciuman setiap orang yang bertamu. Bagaimana tidak, rumah guru muda yang punya cita-cita mulia ini berbelakangan langsung dengan penangkaran ikan.

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 13] Harga Diri

    "Haduh! Langitnya mulai gelap, Gra." Aku memerhatikan horizon dunia, menatap mentari mulai meninggalkan bumi untuk berganti dengan bulan.Pasir pantai yang tadinya terasa hangat, kini menyejuk disebabkan hawa malam itu yang sangat rendah. bayi-bayi penyu seluruhnya sudah melanglang buana menuju lautan lepas, menuju tanpa batas.Aku yang sedari tadi mulai gusar karena pandangan terganggu, terus mengeluh pada Agra."Tenang aja," gumam Agra sambil merogoh saku dalam switer tebalnya. "Nih, untung gue bawa lampu."Dua buah lampu teplok kecil ia keluarkan dari baju tebalnya yang sedari ta

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 13] Perjalanan Bawah Laut

    "Udah, deh. Gak usah dipikirin orang kayak dia. Mending hari ini kita sama-samadiving,gimana? Soalnya sudah hari kelima kita di sini, tapi tujuan gue buat menyelam selalu tersendat." Setelah menceritakan kejadian tadi malam, aku cepat-cepat beralih topik pembicaraan.Tanpa pikir panjang, aku menarik kedua pergelangan perempuan seusiaku itu, membawa mereka ke luar, menuju pantai.~~~~~Cuaca hari ini begitu mendukung. Langit cerah dengan cemerlangnya laut biru saling beradu, seolah mencari siapa dari mereka yang paling agung. Tebing-tebing batu yang terjal tampak jelas di sepanjang mata memandang. Udaranya tidak berdebu, karena angin lalu hanya bertiup kecil.Gerombolan burung belibis beterbangan, berpatroli ke sana-kemari dengan gemulainya. Makhluk-makhluk darat seperti: kepiting, kerang, siput laut, terdampar pasrah di permukaan pasir yang basah. Di ujung sana, di laut lepas, tampak beberapa orang sedang berenang dengan riangnya. Tap

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 14] Random Relation

    Random RelationSLURP!!"Ah ...." Sungguh nikmat menyedot air kelapa muda langsung dari buahnya.Duduk santai dilindungi teduhnya pondok tradisional beratap jerami kering, membuatku merasa di surga yang sesungguhnya. Sayup-sayup temaramnya angin siang membuat mata mengerjap ngantuk. Pandanganku terus disuguhkan keindahan alam pulau ini. Pohon-pohon bakau yang merambat gersang, membuat kontras warna yang begitu sempurna."Lima belas menit lagi kita balik," tegas si nakhoda abal-abal. Dia sibuk membenarkan mesin kapal yang aku pun tidak tahu di mana letak kerusakannya."Sial! Gue gak bawa baju ganti sepotong pun." Pandanganku yang tertutup kacamata hitam beralih, menatap Agra yang masih telanjang dada.Aku tidak memedulikannya. Urusan bajunya yang basah, ya itu urusannya. Orang angkuh dan songong seperti dia memang pantas dipermalukan sekali-kali, agar tidak semena-mena bicara sama orang. L

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 14] Kenangan Masa Lalu

    Gemerlapnya malam dunia menjadikan rembulan tampak nyata dipandang mata. Taburan bintang-bintang yang bertumpuk terang membuatnya laksana kesatria yang siap berperang. Awan-awan empuk yang mengambang, melayang, menyebar sejauh mata memandang. Hawa sejuk yang dihasilkan lautan tak kalah menusuk, membuat relung jiwa tidak kuasa menahannya. Gejolak air laut yang meluber ke bibir pantai, membasahi hangatnya tanah sedimen.Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh alam, menjadikannya bukti, bahwa waktu masih terus berjalan, menyebar ke seluruh mata angin. Waktu yang terus berjalan itulah yang menjadikan tolok ukur kehidupan bagi seinsan jiwa yang paling sempurna: manusia, apakah mereka lebih bermanfaat dari rembulan yang tak punya pikiran namun punya tujuan, atau malah mereka lebih tak berguna dari seonggok batu yang hanya berdiam menunggu ada yang menggerakkan.Cahaya lampu vila kami tidak seperti penginapan biasanya, yang temaram tenang kala malam menikam. Lampu yang

Latest chapter

  • Olm, Osa Si Salamander   [Epilog]

    Sebuah lembaran-lembaran kelam tentang The Clausa Baroon kembali terkembang. Kenangan-kenangan usang yang sudah lama terkunci kini kembali tersingkap. Alam yang terus tumbuh dari masa ke masa, kini terbang bersama angin menuju masa lalu. Masa itu ....Kisah Olm, Osa si Slamander sudah tertutup. Konflik batin dan konflik sosial menjadi tantangan Osa untuk menemukan takdir dirinya sebenarnya. Dan sekarang, dia sudah mendapatkan semuanya: kemelaratan dan kepuasan.Osa telah kehilangan semua teman-teman dekatnya: Raka yang merantau ke Australia, Aisyah yang telah meninggal dunia di masa pendakian, Alma menuntut pendidikan lebih di Paris, dan Agra hilang secara misterius. Semua itu tidak lepas dari pengaruh Osa.Namun seorang yang sama sepertinya muncul di tengah-tengah kesedihan, membuat kesedihan akan penglihatan Osa yang telah hilang, kembali menyiratkan kebahagiaan walau secuil.Banyak pertanyaan-pertanyaan dan kegantungan yang ditinggalkan Agra dan papa d

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 21] Limit Akhir

    Waktu terus bergulir menuju akhir perjalanan. Sebuah lorong hampa diisi dengan limit-limit batas dari usaha untuk menjadi insan terbaik semesta. Pohon beringin yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang, kini semakin menua—menggugurkan daun-daun kering yang penuh dengan memori masa lampau.Tiga ratus enam puluh lima hari kemudian. Masa sudah berubah, kenangan setahun yang lalu sudah mulai terkubur bersama sisa memori lainnya. Aisyah sudah tenang di sisi-Nya. Raka sedang berjuang di negeri asing tempatnya bermuara. Alma melanjutkan pendidikannya di kota di mana Menara Eifel berada. Hanya satu orang yang masih berada di sisiku: Agra."Coba kamu mutar, jalan ke sini sedikit ... ke situ ... sekarang, berhenti!" Tidak! Ini bukanlah kisah romantis dengan adegan memberi kejutan. Melainkan aku sedang berada di Puncak Carstensz Pyramid. Iya! Aku melihat salju abadi itu di sekeliling, dan kak Yewen yang menuntunku sampai ke sini.Aku melihat Kak Yewen dan para penda

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 20] Pulang dan Mulai Kehidupan baru

    Pagi ini, rintik-rintik sendu tercurah dari gerimis di langit Papua. Aku dan Agra sedang menatap kosong ke arah makan Aisyah. Aisyah dikuburkan di Tempat Pemakaman Umum Papua, karena dia adalah gadis sebatang kara tanpa keluarga.Rerumputan hijau di tengah pemakaman membuat semerbak aroma hujan yang jatuh ke atasnya terasa sedap dihirup. Aku terduduk lemas di tanah sambil terus menangisi Aisyah yang sudah tidak di bumi. Agra berdiri mematung sambil memegangi payung agar aku tidak kehujanan."Se-seandainya aja gu-gue gak seegois ini," isak tangis membuat suaraku meringis tidak jelas. "Kalau saja pendakian itu gue batalin, pasti Aisyah enggak kayak gini."Agra mulai berjongkok di samping sambil mengelus-elus pundakku. "Jangan pernah menyesal untuk hal yang udah berlalu. Sebab, lo gak akan bisa membatalkan kejadian itu dengan menyesal." Dia mendeham suaranya yang sedikit serak, lalu melanjutkan, "Sa, gue tahu keinginan lo buat trip ini sama muli

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 19] Terima Kasih, Icha!

    Seperti yang sudah disampaikan oleh Kak Yewen selaku pemimpin. Hari ini ditargetkan kami akan tiba di Kamp 2. Sudah 8 hari ekspedisi menuju Carstensz Pyramid kami lalui. Puncak-puncak bersalju sudah mulai kelihatan di atas sana, namun belum bisa kami rasakan. Kawah-kawah tebing berbatu yang kering masih menemani perjalanan. Tidak ada candaan, tidak ada senyum kegembiraan, semua itu sudah sirna tertelan kejenuhan, kepenatan, hingga kebosanan bebatuan yang menjadi panorama satu-satunya. Monoton. "Kita naik sedikit ke sana, dan akan sampai di Kamp 2," Kak Yewen menunjuk tebing di hadapan menggunakan trekking pole. Tampak dari bawah sini pamflet besar bertuliskan "Kamp 2| 2.000 mdpl" teronggok tegas bersama bendera sang Saka Merah Putih. "Hufftt ...." Semuanya menghela napas panjang. Penantian hanya untuk mencapai kamp yang berjalan lama pun akhirnya terwujud. Beberapa pendaki juga sibuk mendahulukan rombongan demi cepat-cepat sampai Kamp 2 untuk beristirah

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 18] Konflik Cemburu dan Kesetiakawanan

    "Bangun! Cepat pergi sarapan. Perjalanan akan kita lenjutkan sebentar lagi." Tubuhku tersentak ketika porter Aisyah—si Bongsor—nyelonongmasuk ke tenda kami. AIsyah langsung terburu-buru mengenakan jilbabnya sesaat sebelum si Bongsor masuk.Di saat itu juga, aku langsung mengganti pakaian—tidak mandi—kemudian pergi ke luar tenda untuk membasuk wajah.Di Kamp 1 ini, berbagai rombongan pendaki berkumpul padu menjadi satu. Perapian yang terbuat dari kayu kering yang dibakar, terlihat menerangi waktu subuh. Matahari belum terbit, itu sebabnya orang-orang masih bisa berleha-leha di tenda masing-masing. Karena setelah matahari menunjukkan eksistensinya, di saat itu juga pendakian yang penuh perjuangan kembali dilanjutkan."Sa, sini gabung!" tegur Aisyah yang sudah berkumpul bersama Alma dan Agra, juga para porter kami masing-masing—termasuk Kak Yewen.Aku menuruti teguran Aisyah, kemudian berlari kecil menuju me

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 17] Teman Cahaya

    "Ayo Sa, buruan. Kita udah ketinggalan mereka." Tiba-tiba saja seseorang mengacaukan pikiranku yang sedang membayang. "Eh, i-iya...." Aisyah menarik tanganku agar segera bergegas. Langkah kaki kami percepat, menyusul para pendaki lain yang sudah lumayan jauh di depan sana. Semak-semak rimbun berkeresak ketika kami melewatinya. Napasku semakin berembun. Dan sekarang rambutku kini mulai mengering dan dingin—kaku. Semakin jalan menanjak, semakin berkabut pula udara. Untungnya kami sudah kembali ke barisan. Bulu kudukku semakin merinding kala kami tiba di Sungai Ugimba. Kali ini sebagian besar permukaan sungai sudah membeku. Bantaran sungainya san

  • Olm, Osa Si Salamander   Mendidih dalam Beku

    Setelah mengemasi barang bawaan, aku, Alma, Aisyah dan Agra, kini saatnya kami menyiapkan mental dan fisik. Aku mengenakan pakaian tebal dengan balutan jaketgore texdengan celana hiking yang selaras berwarna abu-abu. kedua telapak tanganku terselubung hangatnya sarung tangan tebal. Alma mengenakan pakaian yang sama jenis denganku, hanya warna saja yang membedakan. Kalian tahulah pasti warna apa yang ia kenakan: warna merah muda bercampur ungu. Rambutya menjuntai-juntai seolah ingin menerjang tanah di bawahnya. Tidak ada hari tanpa gaya bagi Alma. Dia bisa-bisanya berdandan terlebih dulu dengan lipstik merah muda mengkilau, bedak yang tebalnya laksana pondasi gedung serbaguna, dan aroma menyengat dari minyak wangi yang tersebar ke seluruh badan. "Cewe itu harus tetap rupawan di manapun dan kapan pun," katanya percaya diri. Aisyah memakai jaketgorte texhijau tua, dengan bulu-bulu lembut berwarna krim di lehernya. Jilbabnya yang

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 16] Mendidih dalam Beku

    Setelah mengemasi barang bawaan, aku, Alma, Aisyah dan Agra, kini saatnya kami menyiapkan mental dan fisik. Aku mengenakan pakaian tebal dengan balutan jaketgore texdengan celana hiking yang selaras berwarna abu-abu. kedua telapak tanganku terselubung hangatnya sarung tangan tebal.Alma mengenakan pakaian yang sama jenis denganku, hanya warna saja yang membedakan. Kalian tahulah pasti warna apa yang ia kenakan: warna merah muda bercampur ungu. Rambutya menjuntai-juntai seolah ingin menerjang tanah di bawahnya. Tidak ada hari tanpa gaya bagi Alma. Dia bisa-bisanya berdandan terlebih dulu dengan lipstik merah muda mengkilau, bedak yang tebalnya laksana pondasi gedung serbaguna, dan aroma menyengat dari minyak wangi yang tersebar ke seluruh badan. "Cewe itu harus tetap rupawan di manapun dan kapan pun," katan

  • Olm, Osa Si Salamander   [Bab 15] Menantang Langit

    "Doain Osa ya, Pa. Semoga Osa bisa sampai di Puncak Carstensz Pyramid tanpa kendala.""Setiap hari bahkan papa selalu doain kamu ke mana pun perginya. Tapi papa ingatkan sekali lagi, Nak. Kalau kamu atau teman-teman merasa kesulitan, jangan paksakan. Ingat! Puncak Carstensz di Jayawijaya itu sangat tinggi.""Ok, Pa. Nanti kalau sudah sampai Osa bakal kabarin.Bye!"Tut ....Ponsel berlayar datar kutekan, putus sudah sambungan telepon antara aku dan Papa nun jauh di sana.Agra yang duduk santai di sampingku, masih terus fokus membaca bukunya sebelum pesawat lepas landas. Sedangkan Alma dan Aisyah sibuk di kabin belakang dengan urusannya masing-masing.Waktu tempuh lepas landas dari Sorong menuju Kabupaten Nabire berlangsung selama 1 jam 30 menit. Waktu yang lumayan lama, padahal satu pulau yang sama. Aku pikir, Indonesia itu bukanlah hanya sebuah pulau raksasa dengan butiran-butiran pulau ke

DMCA.com Protection Status