“Kamu lihat! Sudah ada Devan. Aku hanya akan mendukungnya dari jarak jauh.” Aku memejamkan mata, kemudian mengikuti mobil Devan yang melaju. Jelita tidak komen apa pun. Dia memilih diam. Aku sebenarnya takut kalau dia mulai diam saja. Lebih baik cerewet dan mengomel. Tapi saat ini aku fokus mengikuti Devan saja.
***Meyyis***
POV DAVIN
Jujur saja, saat melihat Devan mengantar dia pergi ke rumah sakit, aku sangat ingin mengikutinya. Namun bagaimana? Aku sudah berjanji tidak akan menemuinya lagi. minimal, sampai Shasha bisa mencintai Devan. Tida tahu kenapa? Aku percaya bahwa cinta bisa berubah seiring waktu. Bukankah batas antar cinta dan benci itu sangat tipis? Aku memilih untuk berkemas saja.
“Kak, kau beneran akan pergi? Aku kira, kau bukan pergi karena studimu. Tapi kau kabur ‘kan?” Aku tidak menggubris yang dikatakan Jelita. Papa datang dengan kursi roda. Memang, papa
“Boy, jangan banyak berpikir kalau kamu belum menemukan jawaban dari kesamaan yang papa ungkapkan. Kalau sudah yakin dengan pilihamu, papa mendukung.” Aku mengangguk. Pesawat akan terbang pukul dua. Ini masih pukul sepuluh pagi. Mungkin, akan menemani papa sebentar sebelum aku meninggalkan negara ini. Aku yakin, akan bisa melupakan Shasha. Bukankah hati manusia itu mudah sekali berubah? Terlebih, saat jarak memisahkan. Mungkin sekarang akan sakit. Tapi tidak untuk nanti. Lebih baik aku menemani papa jalan-jalan saja.***Meyyis***POV SHASHAAku tidak tahu, mengapa Davin tiba-tiba menjauhiku. Apakah ada salah yang tidak sengaja tercipta antara kita? Atau hanya perasaan saja? Sepertinya, Davin menghindar setelah kakaknya Devan lebih dekat. Apakah yang ada di balik maksud itu? Dalam diam, mencari kata yang tepat dari alasan yang tidak pernah terucap.Seperti siang itu, dengan Langkah bahagia
Saat mama dan papa bertengkar dulu, hanya kakek yang selalu menenagkanku. Tapi, kakek harus mengembuskan napas terakhir, entah penyebabnya apa? Aku bahkan tidak mengetahui penyebabnya. Tiba-tiba sudah berada di rumah sakit, dinyatakan meningggal.Aku mengurai pelukan mama, pamit untuk masuk ke kamar. Lelah hati, lelah diri, membuat otakku juga seakan membeku.***Meyyis***POV DAVINAku datang ke kota Jerman untuk menimba ilmu. Lebih tepatnya lari dari seluruh perasaan. Tidak mungkin, harus berebut dengan saudara kembarku sendiri. Biarkan, Shasha memilih dia. Hati ini juga akan bahagia untuk mereka. Hanya mama dan papa yang akan kuhubungi. Untuk Devan, biar tidak mendengar kabar Shasha, lebih baik tidak menghubunginya.Kota ini sangat cantik. Banyak ragam peninggalan budaya abad kejayaan yang menakjubkan. Sebelum besok sibuk dengan urusan kuliah, lebih baik sekarang memilih bersan
“Besok aku akan mulai menyibukkan diri. Harus lulus lebih cepat, supaya papa berhenti bekerja” Giliranklu untuk menjadi tulang punggung. Doakan aku Ma, Pa.” Aku membuka galeri berisi foto mesra mereka berdua. Senyumnya sangat bahagia. Ingin mengabadikan senyum itu agar tetap lestari.***Meyyis***POV SHASHAAku tidak tahan lagi. Sebelumnya, walaupun Davin selalu menghindar, aku masih bisa melihatnya. Masih bisa menemuinya. Namun, sudah dua minggu, dia tidak terlihat. Aku harus tanyakan sama Devan kalau dia berkunjung. Rasanya tidak sabar menunggu Devan berkunjung. Aku memang sudah kehilangan kewarasn. Mengapa sampai segelisah ini saat tidak bertemu dengannya? Tidak lama, Devan datang membawa banyak makanan seperti biasa.“Terima kasih kamu sudah datang. Tapi, tidak usah repot-repot. Kamu selalu datang memberiku makanan.” Devan menggeleng.&ldqu
Aku segera menarik batang kayu yang menumpuk di samping rumah. Ketika akan memukul, ternyata papa.“Ini papa, Sha. Ini papa!” Lelaki itu menjerit. Aku muak lihat wajahnya. Untuk apa dia datang, padahal selama ini tidak peduli.***Meyyis***POV SHASHA“Kenapa begini? Menakuti saja.” Aku membuang batang kayu yang dipegang.“Maafkan papa. Aku mendengar, mamamu sakit, jadi papa ingin menjagamu.” Aku melirik tajam, tersenyum miring.“Ingin menjagaku? Jangan pernah muncul di hadapanku. Apa kamu tahu, dengan muncul di hadapanku berarti memberikan anak kesayanganmu dari istrimu yang lain memiliki akses untuk menyakiti aku dan mama. Jadi, pergilah!” Aku masuk ke rumah dan membanting pintu. Tidak ingin begini, dengan kesadaran penuh, tahu bahwa yang kulakukan adalah dosa. Tidak benar berbuat tidak hormat kepada orang tua. Tapi, jika ku
POV SHASHA“Sudah puluhan kali, Sha. Nggak bosen nonton Elsa?” tanya dia waktu itu.“Enggak, aku bayangkan Kakak sebagai Elsa dan aku Anna.” Aku semakin tergugu, saat kembali ke alam nyata, Elsaku sudah lenyap dari sisi, berubah menjadi nenek sihir yang menghancurkan boneka salju Olaf yang dibuatnya untuk menghiburku.Aku memilih untuk membaringan diri. Saat ini, demi apa pun aku malas hanya untuk sekedar mencuci muka. Rasa kesal dengan kehidupan dan diriku sendiri begitu dominan membayangi. Biar saja, hanya sekali jerawat nggak akan nempel. Mata ini baru akan terpejam, ketika ponsel berdering. Di layar tertera nama Elsa, membuat semakin bersungut.“Ada apa?” Langsung saja, perkataan itu muncul.“Begitulah caramu menyambut kakak?” Aku memutar bola mata. Apa yang dia katakana? Kakak? kalau memang dia kakakku, tidak
“Duduk, kamu nanti malam ngeset makan malam romantis untuk klien. Dia meminta yang spesial.” Aku beranikan diri memandang lurus kea rah wajah Pak Bryan.“Ada permintaan khusus seperti apa?” Pak Bryan menggeleng.“Tidak ada, hanya dia meminta yang romantis dan perfek. Sang wanita suka bunga mawar putih.” Aku mengerti, pamit untuk segera mempersiapkan.***Meyyis***POV SHASHABunga mawar putih identik dengan kakaknya Elsa. Sungguh ada ketidaksukaan pada bunga cantik itu. Namun ini sebuah pekerjaan yang harus dilakukan olehnya. Shasha menyetarter motornyamenuju ke toko bunga langganan restoran.“Paman Rano.” Seperti biasa langsung ke belakang.“Anak gadis teriak-teriak? Ada apa? Butuh bunga apa?” Shasha nyengir saja.“Gio mana?
“Tidak, Nak. Dia kakakmu, kalau mama membantah ucapnnya, malah akan terkesan yang dikatakan benar. Kamu tidak penaasaran kisah mama dan papa Aji?” Shasha menggeleng. Aku percaya mama dan fakta. Papa bercerai dua tahun sebelum kalian menikah. Jadi secara logika tidak mungkin.”“Terima kasih, sudah percaya.” Shasha mengusap air matanya, saat kembali ke dalam kehidupan yang sebenarnya. Dia hampir menabrak pohon karena tidak fokus.***Meyyis***POV SHASHASeperti perintah Pak Bos, aku harus mendekor ruangan tersebut untuk acara candle dinner. Aku tersenyum kecut, melihat dekorasi yang sudah jadi. Orang lain, untuk makan saja setengah mati. Hanya untuk pasangannya yang nantinya dibuang, seseorang merogoh kocek demikian dalam. Paket candle dinner seperti itu tidak murah. Paling murah lima juta, itu juga tidak menggunakan privat. Ini, mereka menyewa seluruh area restoran untuk
“Tidak, pemborosan. Menurutku romantis tidak harus mewah dan bunga. Kebersamaan, selalu meluangkan waktu, makan bareng, saling mengerti, lebih dari kata romantis candle dinner. Satu set candle dinner sepuluh jutaan, kalau buat beli nasi bungkus, berapa anak yatim yang kenyang?” Devan tersenyum. Tidak salah memilih jatuh cinta dengan wanita itu, walau sepertinya masih jauh dari balasan.***Meyyis***POV DAVINMungkin aku memang pengecut. Hanya bisa memandang dia dari video tanpa bisa menghubunginya. Diam-diam, aku menolongnya, mengawasinya, menyuruh orang untuk selalu menjaganya. Seperti malam ini, aku live streaming dengan Rizki untuk memantau aktivitasnya. Elsa memang kakaknya, tapi dia begitu sangat jahat.Aku tahu malam ini wanita itu kesal setelah gagal mempermalukan Shasha, karena menjadi pelayannya malam ini.“Vin, hampir saja,” ucap Rizki.