“Minggir kalian!” Aku menepis segala macam tangan yang akan menempel ke lenganku.
Aku melemparkan tasku ke meja. Setelahnya duduk dan mengembuskan napas sangat dalam, sehingga rasa marahku sedikit berkurang.
***Meyyis**
POV SHASHA
Hari ini adalah pertama aku masuk ke sebuah sekolah swasta. Mama memang sangat suka sekolah swasta dan kejuruan. Katanya, itu lebih membentuk karakter. Sekolah ini milik salah satu pengusaha kaya katanya. Sedikit riwayat dari pendirian Gedung sekolah ini katanya karena sang pemilik dulunya orang yang kurang mampu. Menarik, tapi jujur saja, sekiolat seperti ini aka nada system genk yang terdiri dari si miskin dan si kaya. Sungguh tragis. Aku berlari dari pintu gerbang menuju ke kelas. Namun sial! Aku terpeleset.
“Awas!” Suara itu terdengar, aku tidak asing dengan suara itu. Bug … Sebelum dia memarahiku, lebih baik aku yang galak duluan.
“Baiklah, Nona Deniela Falisha? Anda ada di kelas X A. Silakan ikuti koridor, nanti naik ke lantai dua. Setiap kelas ada tulisannya di atas daun pintu.” Aku mengangguk dan pamit.***Meyyis***POV SHASHATidak ada dalam sejarah kalau aku dapat tersesat di sebuah gedung. Tapi, kenapa sekarang aku hanya muter-muter? Sepertinya … ah … semua tempat ini memiliki ciri khas yang tidak jauh beda. Karena lelah, memilih duduk di bangku depan kelas. Aku berada di lantai berapa, ya? Ah, sepertinya ini lantai tiga. Aku salah cari. Hufff … ini semua kelas XII. Pantesan tidak ketemu.“Nona Daniela Felisha? Kamu mencari kelasmu?” Aku menatap lelaki itu.“Kamu lagi? Mau apa?” Aku tidak tahu dia si baik atau si jahat. Sepertinya aku belum menemukan perbedaan ciri khas secara fisik dari mereka berdua.“Aku Davin. Yan
“Heh! Apa hubunganmu dengan Si Kembar?” Salah satu gadis dengan poni dan rambut yang direbonding bertanya padaku. Apa-apaan ini? Bisa ‘kan tanya baik-baik? Tidak usah nyolot juga, apalagi sampai pegang krah.“Nggak ada, dia hanya membantuku mencari kelas. Masalah?” Sepertinya dia tidak terima. Apakali ini yang akan dilakukan gadis itu?***Meyyis***POV SASHA“Masalahlah! Devan adalah gebetanku. Kau tidak boleh nikung.” Aku memejamkan mata. Sepertinya anak ini kurang kerjaan. Dia ….“Dia bukan Devan tapi Davin. Aku juga males ngeladenin Devan. Jadi minggir! Kalau kamu tidak mau kena masalah. Tapi kalau kamu masih menggangguku, jangan salahkan jika aku ….”“Au! Sakit!” Salah satu anak menjambak rambutku.” Aku tidak terima. Dengan kekuatan superku menjambak rambutnya juga
“Tidak, aku justru khawatir. Devan akan kena batunya. Sebab, dia selalu memberikan harapan palsu kepada cewek-cewek itu. Maka … kamu tahu sendiri. Akhirnya aku juga yang membereskan.” Aku mengangguk.“Kakak yang baik.”“Untuk kali ini, kamu salah tebak. Aku adiknya.” Aku tersenyum mendengar pembelaannya.***Meyyis***POV DAVINAku sudah memantapkan diri akan melindungi Shasha. Jangan bertanya kenapa? Karena aku sendiri tidak memiliki jawaban yang tepat. Apakah bisa, keraguan keluar dari mulutku? Aku merasa rasionalitas yang terbangun sejak dahulu lenyap ketika bertemu dengan Shasha. Rasanya, logika juga tidak mempan untuk menjelaskannya. Aku ingin cepat melalui pembelajaran kali ini. Lalu, bertemu dengan dia saat istirahat. Bel istirahat berdentang. Betapa sangat bahagia. Setengah berlari, menuju ke lantai dua.
“Untuk kali ini, kamu salah tebak. Aku adiknya.” Dia tersenyum sangat manis. Bolehkan aku menangkap senyumnya untuk aku bingkai. Sehingga senyum itu hanya bertahan untukku? Aku tahu ini terlalu dini untuk disebut mencintai. Tapi, aku akan jaga perasaan ini untuk melindunginya.***Meyyis***POV DEVANKali ini, aku pulang lebih siang karena harus menyelesaikan banyak hal di OSIS. Sebenarnya, sudah meletakkan jabatan sejak tahun lalu. Tapi kepala sekolah tetap saja menyuruhku membimbing semuanya. Sedangkan Davin sudah pulang terlebih dahulu bersama Aila. Aku selesai hampir jam tiga. Mataku menyipit, ketika sampai di perpus dan mengembalikan beberapa peralatan ada seseorang di sana. “Kamu? Bukankah kamu gadis got tadi pagi?” Dia terlihat tidak menggubris. Tapi … sepertinya ini sangat menarik. Ada cewek yang menolak bicara denganku?“Eh, tunggu! Kamu melanggar aturan. Perpus beroperas
“Kamu gila! Ini ribuan,” ucapku sambil berkacak pinggang.“Kalau kamu nggak mau tidak apa-apa, jangan banyak ngoceh. Kerjakan!” Aku mulai membantunya. Dia nampak serius. Sebenarnya, wanita ini mengigatkan aku pada seseorang. Mungkinkah dia? Aku menggeleng. Tidak mungkin itu dia.***Meyyis***POV DEVANDia nampak serius melakukannya. Kami menyusun buku-buku itu hingga rapi ke raknya. Tidak tahu peraasaan apakah ini sebenarnya. Rasanya seperti mendidik tapi tidak panas. Terguncang tanpa badai atau bahkan diterjang angin tornado. Bergejolak, apakah seperti ini rasanya? Aku sering bersama wanita, bahkan hampir semua wanita satu kelas pernah mendekatiku. Tapi tidak dengan gadis ini. Dia seperti memiliki sesuatu yang berbeda. Bahkan aku sendiri, merasakan kagum kepadanya.Aku mendengar perut dia berbunyi. “Apa kamu lapar? Aku akan membelikan makanan
“Jangan merasa sungkan. Aku tidak akan menangis guling-guling, apalagi sampai memusuhimu kalau kamu berata jujur.” Aku tertawa kecil. Sepertinya, dia juga pandai mencairkan suasana. Gadis ini sangat sempurna. Aku akan menyusup ke dalam kehidupannya. Walau nanti dia mengusirku, harus memiliki trik, agar masih tetap bertahan.POV SHASHAIni tidak seperti kelihatannya. Devan tadinya kelihatan tidak bersahabat, tapi ternyata dia cukup lucu. Hanya mungkin, pertemuan kita memang bukan dalam waktu yang tepat. Aku menyadari sesuatu hal, bahwa memberikan label dan penilaian tidak perlu terburu-buru.“Ayo! Aku akan mentraktirmu. Lagi pula, ini sudah sangat malam. Aku akan bertanggung jawab samoai akhir dan mengantarkanmu selamat sampai tujuan.” Kami bangkit dan mengunci perpus. Setelah dipastikan aman, kami meninggalkan ruangan itu. Kami berjalan bersisihan. Satu yang aku sadari, Devan memang sangat berbeda
“Ini hanya kita yang makan? Nanti mubazir. Tidak mungkin, kita menghabiskannya.” Aku bangkit dan mengundang Pak Yanto. Aku tahu, Devan pasti tidak akan suka. Tapi makanan ini terlalu banyak untuk kita berdua.***Meyyis***POV DAVINAku tidak mengerti, perasaan seperti ap aini? Aku hanya baru bertemu dua kali dengan Shasha. Suara membuat aku mengingatnya. Permpuan yang tegas tapi lembut. Aku melihat sesuatu di dalam setiap gerakannya. Dia memang sedikit ceroboh, namun boleh di bilang manis.“Sedang apa, Boy? Devan belum pulang?” Aku menoleh ke belakang. Itu papa yang datang menghampiriku.“Belum, Pa. Sepertinya acara sekolah belum selesai. Papa pulang lebih awal?” Papa Bayu mengangguk.“Sudah lama kita tidak bicara. Papa tunggu.” Aku menoleh kea rah kepergian papa. Aku tidak tahu, apa yang ingin papa bicara
“Ati-ati ditolak.” Dia mengerutkan kening.“Tidak ada sejarah Devan di tolak.” Dia terlalu percaya diri. “Aku mau mandi, pakai minyak wangi, bobok biar mimpiin dia.” Sudah gila ….“Stupid!” Dia meninggalkanku yang masih betah berdiri di balkon.POV SHASHA“Aku pulang.” Aku masuk ke dalam rumah hanya ada mama. Sedang papa, sudah pasti tidak akan pulang mala mini. Kakak tiriku Elsa penyebabnya. Dia selalu tidak membiarkan papa pulang. Sebenarnya, sebelumnya baik-baik saja. Aku masih ingat, Kak Elsa adalah kakak yang baik.Jarak usia kami enam tahun. Saat dulu, kakak SMP kelas satu, aku baru masuk SD. Dia selalu ada untukku. Namun, entah kenapa saat mulai menginjak kuliah dia jadi jahat banget. Tepatnya, saat mengetahui bahwa kami bukan saudara kandung. Bahkan dengan mama, dia sduah tidak sayang lagi.“M