“Xander,” gumam Chloe lagi, sementara Juan masih mematung di tempat.
Tanpa sadar—masih dalam keadaan mata terpejam—Chloe menggerakkan tangan kirinya menuju dada sebelah kanan dengan gerak lambat. Di situlah tangannya mencengkeram erat. Wajahnya meringis seperti tengah menahan rasa sakit. Ditambah dengan tangan kanannya yang melingkari perut dimana tak lama setelahnya terdengar rintihan pelan.
Merasa ada yang salah, Juan akhirnya tersadar dari keadaan trans yang tiba-tiba menyerang. Mendekatkan lagi dirinya pada Chloe yang semakin merintih kesakitan. Apa mungkin ada masalah pada perutnya akibat belum makan sejak semalam?
“Chloe,” panggilnya tanpa peduli akan membangunkan Chloe atau tidak. “Hei.” Bahkan Juan sudah menangkup pipi Chloe dan melepas kepalanya dari tembok. <
“Maaf, Pak, mau tunggu sebentar? Saya ngga bawa dompet.” Chloe berujar pada supir taksi yang memandang ragu. “Saya pasti balik ke sini lagi kok.”“Oke,” sahut sang supir.Chloe pun turun dari taksi. Ide spontan berupa kabur begitu saja dari Juan membuatnya sadar kalau dirinya tidak membawa uang sepeser pun. Sadar-sadar sudah masuk ke dalam kawasan Seirios. Jangankan dompet, ponsel juga tas pun tidak dibawa. Chloe ingat tasnya masih ada di dalam aula dan ponselnya berada di dalam tas. Tergeletak di salah satu kursi yang ada di sebelah Thea dan Marie. Walau begitu, Chloe puas membuat Juan kelabakan. Tidak peduli dengan apa yang sekarang dilakukan lelaki itu, sekali-kali Chloe harus meyakinkan Juan bahwa dia sedang teramat sangat marah. Jangan terus-menerus kemarahannya dibayar lunas dengan perilaku Juan yang mendadak manis. Tid
Juan tidak mengerti. Tidak mengerti bagaimana Chloe akhirnya bisa menjauhkan diri darinya.Usai perempuan itu main kabur begitu saja sewaktu Juan mengajaknya ke sebuah restoran, Juan sadar kalau hari-hari setelahnya, Chloe terus menghindarinya. Setiap kali berpapasan di gedung jurusan, Chloe selalu mengabaikannya. Dan, itu berlangsung hingga pagi ini di dalam kelas. Biasanya Chloe selalu antusias ketika sudah tiba waktunya mengerjakan soal latihan yang diberikan Juan. Namun, untuk kali ini tidak begitu. Dia justru diam saja dengan wajah menunduk memandangi buku catatan ataupun menggerak-gerakkan pulpen di atas kertas hingga membentuk sekumpulan gambar abstrak. Duduk bertopang dagu seakan tidak ada semangat hidup. Bahkan sewaktu bertemu di antrean lift, Juan masih saja diabaikan. Memang Chloe sempat menangkap sorot mata Juan, tapi seketika dia melengos dan memutuskan pergi lewat tangga darurat.
Beberapa jam sebelumnya.“Hahahaha. Kocak banget sumpah! Coba liat yang lain.”“Emang bener-bener, ya. Sengantuk itukah dia bawain materi pelatihan? Sampai banyak yang pada tidur.”“Biasalah. Habis makan, diminta duduk buat dengerin materi, gimana ngga ngantuk?”“Itu sampai nganga gitu mulutnya,” cetus Grace tertawa geli. “Dicetak terus ditempel di mading depan oke pasti nih.”“Masuk departemen mana dia?”“Wirausaha kalau ngga salah.”“Wah kalau masuk humas, habis tuh orang gue bahas setiap kali rapat,” celetuk Radit sang Kepala Departemen H
Alex : Lagi di mana, Ju? Lagi mau jemput di mal, ngga sengaja lihat pemandangan ini.Sebuah foto dikirimkan oleh Alex bersamaan dengan satu kalimat chat yang awalnya sempat ingin Juan abaikan, karena telah berani mengganggu obrolannya dengan Raline. Orang yang mengirimkan chat, Alex pula. Biasanya dia suka mengirimkan pesan yang tidak penting.Fotonya tidak terlalu jelas, karena kelihatannya Alex memotretnya dari jarak yang cukup jauh. Mungkin sengaja agar objek yang tengah dipotret tidak tahu bahwa dirinya sedang difoto secara diam-diam. Meski begitu, samar-samar Juan tetap tahu kalau dua orang yang ada di dalam foto tersebut adalah Chloe dan Sam. Mereka berdua ta
“Makasih, ya, Kak,” ujar Chloe memberikan helmnya kembali pada Sam.“Iya, sama-sama. Gara-gara lo helm cadangan gue jadi kepake,” cetus Sam tersenyum menampakkan deretan giginya. “Dan mungkin suatu hari nanti helm ini bakal jadi punya lo.”Eh. Menanggapi pernyataan Sam yang memiliki arti tersirat, Chloe menunduk tersenyum memandangi kantong belanja yang tergantung di depan kedua kakinya.“Oke, kalau gitu sampai ketemu lusa di parade pekan olahraga.” Sam menyalakan lagi mesin motornya.Tanpa berkata apa-apa, Chloe hanya mengangguk pelan sambil menyampirkan rambutnya ke belakang telinga. Angin sore yang berembus begitu jail menghempas rambut panjangnya ke segal
Langkah kaki Juan yang beralaskan sepatu bot hitam berderap ringan di atas lantai marmer sebuah koridor rumah sakit. Sepanjang jalan dia telusuri sambil sesekali mengangguk singkat saat tidak sengaja berpapasan dengan para malaikat maut lainnya yang sama-sama sedang menjalankan tugas dari akhirat. Rata-rata, lokasi penjemputan yang paling sering didatangi oleh malaikat maut memanglah rumah sakit. Seakan tempat itu menjadi semacam tempat singgah atau markas atau pangkalan para malaikat maut. Tinggal duduk cantik di dalam rumah sakit, maka alarm penjemputan langsung membawamu ke ruangan yang berada tak jauh darimu.Jadi, jangan heran jika perawat atau dokter yang merawatmu dan berupaya sepenuh hati menyembuhkanmu, rupanya juga bertugas menjemput dan mengantarmu ke akhirat. Sebab kalian tidak pernah tahu siapa saja malaikat maut yang berinkarnasi menjadi manusia demi menyempurnakan hidupnya atau sekadar
Mimpi yang serupa lagi, keluh Chloe dalam hatinya.Lokasinya tidak sama, tapi objek mimpinya yang sama, yaitu Chloe sendiri. Berbeda dengan mimpi sebelumnya dimana dia mengenakan gaun jatuh bernuansa klasik sederhana, kini dirinya jauh lebih terlihat repot dengan gaun berwarna merah muda soft dimana bagian belakang roknya terdapat sesuatu yang menyerupai pita besar hingga membuat bokongnya kelihatan terangkat—atau mungkin memang terdapat sesuatu di balik rok bagian belakangnya itu sehingga terlihat seperti agak membubung, entahlah. Belum lagi bagian pinggangnya yang kelihatan makin ramping—kalau ini Chloe berani tebak jika di dalamnya memang menggunakan semacam korset. Bagian dada juga begitu terbuka hingga ke bahu. Polos tanpa dihiasi aksesoris apa pun, sementa
Chloe membuka mata. Melihat sekeliling dan melihat Juan yang mulai menjauhkan diri dengan mengambil beberapa langkah ke belakang. Kembali menciptakan jarak setelah beberapa detik lalu begitu menempel bagai seekor cicak yang merayap di dinding. Memandang dengan tatapan penuh tanda tanya seraya menunggu jawaban.Di sela-sela keheningan yang bergantung di udara sekitar, Chloe berdeham dan menelan ludah kuat-kuat. Bola mata besarnya berlarian ke segala arah, kecuali Juan. Enggan bertemu dengan matanya. Malu. Sungguh-sungguh malu karena bisa-bisanya memiliki imajinasi yang begitu liar. Apa karena suasananya yang begitu mendukung? Atau karena aroma tubuh Juan yang diam-diam menghipnotis pikirannya? Lagi pula, kalau saja Juan juga tidak menyentuh pipinya dengan begitu halus, Chloe yakin pikirannya tidak akan berkeliaran sampai jauh ke sana. Belum lagi tatapan matanya yang begitu lekat seperti terdapat magne
Mau tak mau Chloe datang menghampiri Juan demi menuntaskan rasa penasarannya yang sudah telanjur terpancing. Juan pun sengaja membiarkan pintu kamarnya terbuka. Membiarkan Chloe masuk tanpa perlu repot-repot membuka pintu.Awalnya Chloe mengira Juan sudah langsung merebahkan diri di atas tempat tidurnya, tapi ternyata dia masih sibuk mengecek ponsel. Chloe hendak lanjut melangkah setelah sempat berhenti di ambang pintu, tapi pergerakan Juan setelahnya entah kenapa membuat Chloe mengurungkan niatnya itu. Juan dengan santai melempar ponselnya ke atas tempat tidur, kemudian melepas hoodie yang dipakai. Sempat membuat Chloe berdengap, dikarenakan berpikir Juan tidak sedang mengenakan apa pun lagi di balik hoodie-nya, tapi ternyata di
Beberapa minggu kemudian.Alex dan Grace benar. Chloe harus bangkit dan harus berpikir positif. Terlebih semakin bertambahnya hari, semakin banyak pula kemajuan kabar yang diberikan oleh Alex. Chloe harus yakin bahwa Juan akan kembali. Meski terkadang rasa rindu benar-benar menguras air matanya, tapi Chloe bisa menghadapinya dan kembali beraktivitas seperti biasa. Tidak peduli celotehan dan celetukan yang tak enak didengar berseliweran di telinga kanan dan kirinya. Chloe berusaha mengabaikan itu semua.Namun, tetap tidak bisa dipungkiri bahwa hatinya berangsur waswas ketika tahu waktu satu bulan akan usai. Pertanyaan-pertanyaan yang dulu pernah menggerayangi pikirannya kini kembali bermunculan. Bagaimana jika bukti-bukti yang ada tidak cukup kuat untuk membuat Juan kembali? Bagaimana jika Juan sungguh-sungguh tidak kembali? Bagaimana jika Chloe di
"Chloe, ayo dong. Lo jangan terus-terusan nangis begini. Gue harus lakuin apa biar seenggaknya lo berhenti nangis, lo bangun dari tempat tidur, dan yang paling penting … lo mau makan."Grace sudah tidak tahu lagi harus bersikap seperti apa dalam menghadapi Chloe yang benar-benar kacau. Tidak mau makan. Tidak mau kuliah pula. Terlebih ketika dirinya tahu ada banyak orang yang menyalahkan dirinya atas kepergian Juan.Selang dua hari tanpa tanda-tanda kehadiran Juan di ruang kuliah, Alex mau tak mau mengirimkan surat permohonan pengunduran diri Juan sebagai dosen Seirios dikarenakan suatu hal yang mendesak, dimana Alex sengaja tidak menyebutkan detail alasannya. Mulai saat itu timbul banyak spekulasi yang semuanya menjurus pada satu sumber, yaitu Chloe. Orang-orang mulai menyangkutpautkan kepergian Juan yang tiba-tiba dengan Chloe. Lebih tepatnya dengan hub
Aneh. Tidak biasanya Juan pergi begitu lama. Memang Chloe tidak sedang menunggu Juan di suatu tempat. Chloe hanya sedang menunggu kabar dari lelaki itu sejak siang tadi. Sejak dimana Juan memberikan Chloe kejutan yang sungguh-sungguh membuatnya terkejut, bahkan hingga sekarang masih terasa bagaimana rasanya. Memang baru berjalan beberapa jam, tapi tetap saja tidak biasanya Juan mengabaikan Chloe begitu lama hanya karena sedang pergi menemui Alex.Chloe bolak-balik mengecek ponselnya sambil berbaring di atas tempat tidur.Chloe : Apa obrolan kalian sangat penting?Akhirnya Chloe bertanya itu dan chat tersebut tampaknya tidak benar-benar terkirim, sebab masih tertanda ceklis satu. Benar-benar an
Juan melangkah santai melewati pintu Gedung Malaikat Maut usai mengantarkan satu arwah di siang hari yang terik. Berjalan melenggang tanpa tau apa yang terjadi. Bahkan beberapa pasang mata yang memperhatikannya di lobi gedung pun tidak cukup membuatnya terusik.Tak jauh di depannya, Alex berjalan menghampiri. Bola matanya bergulir memandangi Juan dari ujung kepala hingga ujung kaki."Kenapa?" tanya Juan tak paham. "Jangan ikut-ikutan yang lain. Lihat gue kayak lihat siapa aja," cetusnya.Alex menatap dengan tatapan kosong."Ju …," panggilnya. "Lo … ada yang cari lo."Juan mengernyit. "Siapa?"Tiba-tiba saja dua sosok berjubah dan bertudung hitam yan
Pak Juan : Chloe, saya ada penjemputan. Sepertinya kamu harus makan siang sendiri hari ini.Tidak boleh mengeluh, pikir Chloe. Menjemput arwah adalah tugas utama Juan, Chloe tidak bisa melarangnya. Lagi pula, apa bisa Chloe yang merupakan seorang manusia ini melarang malaikat maut menjemput arwahnya? Sekilas sempat terpikirkan juga oleh Chloe bagaimana jika malaikat maut tidak datang untuk menjemput arwahnya? Apa malaikat maut tersebut akan dihukum? Hukuman macam apa yang bisa diterima malaikat maut?Chloe bersama dengan beberapa mahasiswa lainnya menyudahi agenda pertemuan dengan dosen pembimbing akademik sebelum memasuki semester baru. Menerima wejangan dari sang dosen untuk mengambil mata kuliah yang diajar oleh dosen selain Juan, seperti yang pernah Juan katakan. Namun, tidak ja
Sejak saat itu, Chloe merasa bahwa hidupnya telah benar-benar berubah. Memiliki Juan tentunya merupakan satu dari sekian banyak hal mustahil, yang justru membuat Chloe merasakan bahwa sebenarnya tidak ada hal yang mustahil. Tidak peduli orang-orang membicarakan hubungannya seperti apa, yang terpenting dirinya dan Juan menjalani atas dasar suka sama suka. Bahkan lebih dari itu. Tidak ada paksaan dan tidak ada setting-an.“Chloe, bagaimana kalau saya tiba-tiba menghilang?”Dari posisi kepala bersandar di kursi mobil, Chloe sontak menoleh. Kepalanya bergulir dari pemandangan laut—di kala malam hari yang ada di sampingnya—kemudian ke arah Juan.“Apa maksudnya Pak Juan tanya begitu?” tanya Chloe. &ld
Berpikir bahwa semua ini telah selesai? Tentu saja belum.Di saat cerita-cerita dalam film yang penuh drama seperti ini kebanyakan berakhir dengan bahagia, cerita dalam hubungan Chloe dan Juan ini justru rasa-rasanya tidak ingin ada kebahagiaan. Sebab sekalinya kebahagiaan itu datang, kesedihan akan dengan cepat mengambil alih. Bagaimana tidak? Di saat Chloe bahagia, Juan justru menghilang darinya. Bahkan dengan terpaksa diam-diam Juan berharap jangan pernah Chloe mengungkapkan kebahagiaannya.Setelah mengetahui kenyataan bahwa sang iblis telah menerima hukuman akibat tindakannya, Chloe akhirnya kembali menjalani hari-harinya seperti biasa. Melihatnya kembali ceria sepanjang waktu—hingga lewat beberapa hari, beberapa minggu, beberapa bulan—memberikan kebahagiaan tersendiri untuk Juan."Paling nanti
Setelah satu hari izin tidak menghadiri kuliah dikarenakan kondisi yang masih belum memungkinkan, akhirnya hari yang tidak ditunggu-tunggu Chloe pun tiba.Di sepanjang perjalanan dari lobi gedung jurusan hingga ke lantai ruang kuliah, tak henti-hentinya bisikan, gumaman, serta sorot mata tajam mengiringi langkah Chloe. Grace yang ikut berjalan di sebelahnya pun sampai menengok ke kanan juga ke kiri untuk paling tidak memberi isyarat pada para penggosip agar menghentikan kegiatan tidak penting mereka. Tampaknya, berita terkait hubungan sahabatnya dengan sang dosen benar-benar sudah tersebar dengan begitu cepat ke seantero Seirios.“Ya udah sih. Udah ngga bakal dilirik sama Pak Juan, terus bisa apa? Mereka mau apa?” gerutu Grace saat berada di dalam lift. Chloe yang dihadapi dengan situasi semacam itu, Grace-lah yang geram.