Tadinya Chloe pikir sudah tidak akan jadi masalah lagi baginya apabila mendatangi area yang dipenuhi oleh sekumpulan air dalam wadah besar. Mengingat Sabtu malam lalu dia berhasil mencapai taman yang tak jauh dari danau. Namun, kenyataannya baru berada dalam jarak sekian meter dari pintu kolam renang saja, jantungnya sudah berdebar dan paru-parunya seakan menciut hingga udara yang terhirup begitu minim.
"Lo yakin mau masuk ke dalam?" tanya Grace yang mana dirinya sendiri malah tidak yakin. "Sebenarnya gue udah coba cari-cari alasan, sih, waktu Sam minta gue buat ajak lo … cuma makin gue cari alasannya, makin gue tau kalau gue memang ngga punya banyak alasan."
Chloe masih memandang bingung. Menghela napas pelan saat melihat orang-orang dengan begitu leluasa melenggang masuk ke dalam kolam renang, tanpa perlu khawatir rasa takut akan tenggelam.
Perlahan Chloe mengayunkan kaki dan menapakkannya dengan hati-hati di atas aspal. Langkah demi langkah membawanya terus maju hingga akhirnya berhasil masuk ke dalam gedung. Aroma khas kolam renang langsung menyeruak masuk ke dalam rongga hidung. Di hadapannya sekarang terdapat beberapa anak tangga yang apabila dinaiki hingga puncak, barulah hamparan air akan terlihat. Terbentang sejauh mata memandang.Sebelum benar-benar melangkah lebih jauh, Chloe berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa tidak akan terjadi apa-apa—bahwa dia bisa menghadapi rasa takutnya yang entah kenapa merasuk ke dirinya tanpa tau apa penyebabnya.Usai mengembuskan napas dengan satu kali entakan, Chloe mulai bergerak lagi mengikuti iring-iringan orang-orang di sekitar. Satu per satu anak tangga terlewati, dimana setiap langkahnya itu pula Chloe menjaga irama napasnya. Kedu
Pukul lima sore lewat dua puluh menit.Juan memijit-mijit pangkal hidungnya. Menutup laptop, lalu bersandar nikmat pada sandaran kursi. Memejamkan mata sejenak seraya menghela napas.Selain memikirkan deadline penginputan nilai ujian yang sebenarnya belum selesai dikoreksi secara keseluruhan ataupun memikirkan program kerja himpunan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat, pikiran lain di luar lingkungan jurusan pun ikut menghantui. Raline dan Chloe mungkin sudah menjadi hal biasa yang Juan pikirkan, tapi Sam? Tidak pernah terbayangkan olehnya, mahasiswa—sekaligus ketua himpunannya—mengatakan secara terang-terangan bahwa dirinya merasa sedang bersaing dengan Juan.Yang benar saja,
"Oke kalau lo yakin. Kelihatannya lo juga udah berulang kali kasih jawaban yang sama." Alex mengomentari, tapi gerak-geriknya terlihat seperti ada sesuatu yang ingin dia katakan dan sayangnya Alex tidak cukup yakin mengatakannya di situasi seperti sekarang. Sehingga dia tampak gelisah. "Cuma … begini, Ju. Kalau misalnya lo memang yakin Raline orangnya, gue rasa ngga seharusnya lo justru ada di sini."Juan terketuk oleh perkataan Alex."Seharusnya lo lebih mengkhawatirkan Raline. Bukan justru orang lain." Alex menambahkan. "Sori, Ju. Bukannya gue—""Lo benar, Lex. Gue akui itu," ujar Juan sependapat. "Apalagi gue juga ngga tau kapan tepatnya makhluk itu memulai aksinya. Gue memang harus lebih memaksimalkan waktu gue buat Raline."Alex mengangguk-angguk.
Juan memilih untuk tidak melanjutkan aktivitas menguping pembicaraan Grace dan Sam. Alhasil, dia melangkah pergi ke luar klinik, diikuti dengan Alex. Lagi pula, tampaknya memang tidak ada hal penting yang bisa Juan dapat dari obrolan dua mahasiswa tersebut, karena kenyataannya mereka sendiri juga tidak tahu apa-apa. Satu-satunya informan yang paling akurat adalah Chloe sendiri dan Juan tidak yakin untuk bertanya langsung padanya, sebab … untuk apa? Untuk apa Juan sampai ingin tahu sebegitu detailnya kejadian yang Chloe alami di saat seharusnya ada perempuan lain di luar sana yang lebih pantas untuk dia khawatirkan?Bukankah Chloe juga akan berpikir seperti itu?Terlebih perbincangan terakhir mereka sewaktu di ruang kerja Juan masih belum selesai. Juan masih tidak tahu seperti apa hasil pemikiran Chloe terkait informasi-informasi tentangnya yang Chl
Kenapa Juan memanggil tubuh perempuan ini dengan nama Helena?Sial, batin Chloe menggerutu. Sebal karena dia hanya bisa bergumam. Tidak bisa menyuarakan apa yang ingin dia katakan.Ah! Sepertinya Chloe mulai paham.Jika Helena yang dimaksud Juan ini adalah Helena yang serupa dengan yang ada di mimpinya belakangan ini, jadi apa mungkin ini semacam mimpi yang berkelanjutan? Yang tercipta dari keinginan terpendam Chloe yang diam-diam masih ingin bersama dengan Juan? Karena Helena memiliki wajah Chloe dan dan lelaki di sampingnya ini—yang Chloe rasa adalah Si Lelaki Bayangan yang tak lagi bersembunyi dalam bayang-bayang—memiliki wajah Juan. Bisa jadi mimpi ini benar adalah semacam efek dari rasa ter
Sontak mata Chloe terbuka. Bola matanya yang besar nyaris mencuat keluar. Seolah sedari tadi paru-parunya berhenti bekerja, usai membuka mata barulah dadanya mengembang maksimal untuk mengambil udara sekitar yang tercium seperti aroma obat-obatan.Apa yang Chloe lihat kini sangatlah berbeda dengan apa yang dia lihat sebelumnya. Cahaya sekitar tidak lagi remang-remang. Sudah berubah menjadi putih terang. Ketika bola matanya bergulir ke samping, memang terdapat beberapa ranjang, tapi kosong. Tidak seperti sebelumnya yang dipenuhi oleh orang-orang yang senasib dengannya—lemas, tidak berdaya. Dan perbedaan yang paling mencolok, yaitu tidak ada sosok Juan yang menunggu di sampingnya.Chloe merasa tangannya dingin. Rasa hangat yang sepanjang waktu diberikan oleh sentuhan tangan Juan hilang begitu saja.T
Tidak mungkin, batin Chloe spontan mengelak.Pasti hanya kebetulan. Pasti hanya efek dari dirinya yang diam-diam masih memikirkan Juan, serta masih terlampau berharap. Tidak sepantasnya Chloe yang hanya merupakan seorang mahasiswa dan bukan siapa-siapa ini berpikiran jika dirinya adalah reinkarnasi dari Helena hanya karena rentetan mimpi yang datang padanya. Juan sendiri saja sama sekali tidak berpikiran seperti itu. Buktinya lelaki itu justru pergi bersama perempuan lain, yaitu Raline, yang sudah jelas memiliki wajah yang mirip dengan Helena. Sementara Chloe? Tidak ada satu hal pun dari dirinya yang menunjukkan bahwa dia adalah perempuan yang tengah Juan tunggu selama ini. Jadi … tidak mungkin."Oke deh," cetus Grace kembali berdiri. "Meskipun gue bilang kalau gue ngga bakal bisa jauh-jauh dari lo, tapi ka
"Umm … ke-kenapa lo tanya itu?"Alex menjawab dengan gugup. Lebih kepada kaget dan bertanya-tanya kenapa Chloe tiba-tiba menanyakan hal semacam itu? Di saat tema iblis memang sedang menjadi bahan perbincangan yang begitu hangat antara dirinya dengan Juan.Chloe mengembalikan posisi duduk di sela-sela Alex yang tak henti-hentinya menoleh untuk menunggu jawaban. Kefokusannya mendadak buyar hanya karena sebuah kalimat pertanyaan."Sebelumnya … bisa janji dulu sama aku kalau Kak Alex ngga akan cerita ini ke siapa pun?" pinta Chloe."O-oke. Termasuk Juan?""Termasuk Pak Juan." Chloe menegaskan. "Karena aku sendiri juga ngga bisa cerita hal ini ke dia juga siapa pun, termasuk Grace dan Kak Sam dan orang-or